Sunday 28 April 2024

Jangan Hanya Satu, Ada 4 Jenis latihan Fisik untuk Lansia

       Latihan fisik untuk lansia adalah serangkaian aktivitas fisik yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan dan batasan fisik yang sering terjadi pada orang yang lebih tua. Tujuan dari latihan fisik ini adalah untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan, kebugaran, keseimbangan, fleksibilitas, dan kekuatan tubuh lansia. Latihan ini dapat disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan tingkat kebugaran masing-masing individu, sehingga memberikan manfaat yang optimal tanpa meningkatkan risiko cedera.

Lansia dapat memilih olahraga yang sesuai dengan kondisinya.
(Sumber: Paguyuban Pengawas Purna)

Latihan fisik untuk lansia biasanya mencakup berbagai jenis aktivitas, termasuk aerobik ringan, latihan kekuatan, latihan keseimbangan, latihan fleksibilitas, serta latihan mental dan pernapasan. Aktivitas-aktivitas ini dapat dilakukan secara teratur sebagai bagian dari rutinitas harian untuk membantu lansia tetap aktif, sehat, dan mandiri.

Berolahraga dapat dilakukan dengan sepeda fix.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Pentingnya latihan fisik untuk lansia terletak pada fakta bahwa aktivitas fisik teratur dapat membantu mengurangi risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, dan osteoporosis, serta membantu menjaga keseimbangan, koordinasi, dan mobilitas tubuh. Selain itu, latihan fisik juga dapat meningkatkan kualitas hidup dengan meningkatkan mood, kesejahteraan mental, dan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Beberapa jenis latihan fisik yang biasanya direkomendasikan untuk lansia:

Daya Tahan (Aerobik ringan):
Melibatkan aktivitas yang membuat jantung dan paru-paru bekerja lebih keras untuk menyediakan oksigen ke seluruh tubuh.
  • Manfaatnya termasuk meningkatkan kesehatan jantung, meningkatkan sirkulasi darah, dan meningkatkan stamina dan energi sehari-hari.
  • Contohnya adalah berjalan cepat, bersepeda, berenang, atau melakukan aktivitas aerobik ringan lainnya.
Kekuatan (Latihan kekuatan):
Aktivitas yang menargetkan otot-otot untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan.
  • Manfaatnya termasuk meningkatkan kekuatan fisik, meningkatkan fungsi tulang, dan membantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengangkat barang.
  • Contohnya adalah squat, lunges, push-ups, dan latihan kekuatan lainnya menggunakan beban tubuh atau alat bantu ringan.
Latihan kekuatan dapat dilakukan lansia dengan cara mudah.
(Sumber: Paguyuban Pengawas Purna)

Keseimbangan (Latihan keseimbangan):
Maksudnya adalah melibatkan aktivitas yang membantu memperkuat otot-otot inti dan meningkatkan koordinasi tubuh untuk mencegah jatuh.
  • Manfaatnya termasuk mengurangi risiko cedera dan meningkatkan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
  • Contohnya adalah berdiri pada satu kaki, berlatih yoga, tai chi, atau gerakan-gerakan keseimbangan lainnya.
Fleksibilitas (Latihan peregangan dan fleksibilitas):
Aktivitas yang membantu memelihara atau meningkatkan rentang gerak sendi dan elastisitas otot.
  • Manfaatnya termasuk meningkatkan mobilitas, mencegah kekakuan otot dan sendi, dan mengurangi risiko cedera.
  • Contohnya adalah latihan peregangan, yoga, pilates, atau gerakan-gerakan fleksibilitas lainnya.
Dengan melakukan latihan-latihan ini secara teratur dan sesuai dengan kemampuan individu, lansia dapat menjaga kesehatan fisik dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Berapa Waktu yang Dibutuhkan untuk Lansia Latihan.
Waktu yang dibutuhkan untuk lansia berolahraga dapat bervariasi tergantung pada kondisi fisik, kesehatan, dan tingkat kebugaran individu, serta jenis latihan yang dilakukan. 

Beberapa panduan umum mengenai waktu yang disarankan untuk lansia berolahraga:

Aerobik ringan: 
Biasanya disarankan untuk melakukan aerobik ringan selama setidaknya 150 menit per minggu. Ini dapat dibagi menjadi sesi latihan selama 30 menit, lima hari dalam seminggu. Namun, jika lansia memiliki batasan fisik atau tidak dapat mencapai target tersebut, mereka dapat memulai dengan durasi yang lebih pendek dan secara bertahap meningkatkannya.

Latihan kekuatan: 
Latihan kekuatan disarankan dilakukan dua hingga tiga kali seminggu. Setiap sesi latihan biasanya berlangsung sekitar 20-30 menit, tergantung pada jenis latihan dan jumlah set yang dilakukan.

Latihan keseimbangan: 
Latihan keseimbangan dapat dilakukan setiap hari atau beberapa kali seminggu, tergantung pada kebutuhan individu. Setiap sesi latihan keseimbangan biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, tetapi bisa lebih pendek atau lebih lama tergantung pada tingkat kenyamanan dan kebutuhan.

Latihan fleksibilitas: 
Latihan fleksibilitas seperti peregangan dapat dilakukan setiap hari atau beberapa kali seminggu. Setiap sesi latihan fleksibilitas biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, dan dapat diintegrasikan ke dalam rutinitas latihan lainnya atau dilakukan secara terpisah.

Pedomannya adalah 150 menit aktivitas sedang atau 75 menit aktivitas berat dalam seminggu. Tidak masalah bagaimana Anda mendapatkannya. Anda bisa berjalan, Anda bisa berenang, Anda bisa berlari.
Penelitian telah menunjukkan bahwa penting untuk melakukan keempat jenis latihan: daya tahan, kekuatan, keseimbangan, dan fleksibilitas. 

Beberapa manfaat utama berolahraga untuk lansia:

Meningkatkan Kesehatan Jantung: 
Latihan aerobik seperti berjalan cepat, bersepeda, atau berenang dapat meningkatkan kesehatan jantung dan pembuluh darah. Ini membantu mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke, yang lebih umum terjadi pada lansia.

Meningkatkan Kesehatan Tulang dan Menurunkan Risiko Osteoporosis: 
Latihan kekuatan, seperti angkat beban atau latihan berat, membantu memperkuat tulang dan meningkatkan kepadatan tulang. Hal ini dapat mengurangi risiko patah tulang atau osteoporosis pada lansia.

Meningkatkan Keseimbangan dan Koordinasi: 
Latihan keseimbangan, seperti yoga atau tai chi, membantu meningkatkan keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan. Ini dapat membantu mencegah jatuh, yang sering menjadi masalah serius pada lansia.

Meningkatkan Kesehatan Mental dan Kualitas Tidur:
Olahraga dapat membantu mengurangi stres, kecemasan, dan depresi pada lansia. Selain itu, latihan fisik teratur juga dapat meningkatkan kualitas tidur dan membantu menjaga fungsi kognitif yang baik.

Meningkatkan Kemandirian dan Kualitas Hidup: 
Dengan memelihara kebugaran fisik, lansia dapat tetap mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan dan membantu mereka tetap aktif dan terlibat dalam kehidupan sosial.

Mengurangi Risiko Penyakit Kronis: 
Olahraga teratur dapat membantu mengurangi risiko berbagai penyakit kronis, termasuk diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan beberapa jenis kanker.

Meningkatkan Harapan Hidup: 
Penelitian telah menunjukkan bahwa lansia yang aktif secara fisik memiliki harapan hidup yang lebih panjang dan umumnya memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang kurang aktif secara fisik.

Oleh karena itu, berolahraga secara teratur merupakan bagian penting dari gaya hidup sehat bagi lansia. Namun, penting untuk memilih jenis olahraga yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan individu, dan selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai program latihan baru.


Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/exercise-and-physical-activity/four-types-exercise-and-physical-activity 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6304477/

https://www.cdc.gov/physicalactivity/basics/older_adults/index.htm

https://thegreenfields.org/5-benefits-exercise-seniors-aging-adults/

https://ijbnpa.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12966-020-00995-8

Saturday 27 April 2024

Tambah Garam Tambah Penyakit untuk Lansia

       Garam adalah senyawa kimia yang terbentuk dari ikatan antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Dalam konteks umum, istilah "garam" sering merujuk pada garam dapur atau natrium klorida (NaCl), yang merupakan senyawa kristal yang paling umum digunakan sebagai bumbu atau penyedap makanan.

Garam yang berlebihan pada tubuh lansia berisiko penyakit.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Garam digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk sebagai bahan makanan, bahan kimia, pengawet makanan, dan dalam proses industri. Selain itu, garam juga memiliki peran penting dalam tubuh manusia, termasuk dalam menjaga keseimbangan elektrolit, kontraksi otot, dan fungsi saraf. 

Berikut daftar manfaat garam bagi tubuh manusia setiap hari:

  • Bekerjanya impuls saraf
  • Kontraksikan dan rileks  otot
  • Menjaga keseimbangan air dan mineral
  • Melindungi dari penyakit jantung
  • Mencegah kram otot
  • Mendukung sistem saraf yang sehat

Tanpa mengonsumsi garam dalam jumlah yang cukup, orang bisa merasa lemas, mengantuk, pusing, dan mengalami kelemahan otot. Orang dewasa yang lebih tua khususnya mengalami kekurangan natrium karena obat-obatan yang menyebabkan sering buang air kecil. Namun, konsumsi garam yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

Secara umum, jumlah garam yang dikonsumsi sebaiknya dibatasi agar tidak melebihi rekomendasi harian. Organisasi kesehatan seperti American Heart Association merekomendasikan bahwa orang dewasa, termasuk lansia, tidak mengonsumsi lebih dari 2.300 miligram natrium per hari. Bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi atau risiko penyakit kardiovaskular lainnya, batasan ini bisa lebih rendah, sekitar 1.500 miligram natrium per hari

Besaran satu sendok teh garam meja biasanya mengandung sekitar 2.300 miligram natrium. Jadi dapat dibayangkan bahwa jumlah garam yang terlihat kecil sehari-hari bisa mencapai atau melebihi batas harian yang direkomendasikan.

Penting untuk menyadari bahwa garam tidak hanya ditambahkan secara langsung ke makanan saat memasak atau makan, tetapi juga ada dalam makanan olahan, makanan cepat saji, dan makanan kaleng. 

Garam memiliki manfaat dan juga risiko penyakit.
(Sumber: foto canva.com)

Membaca label gizi makanan dapat membantu untuk mengidentifikasi dan membatasi asupan garam yang berlebihan, dan memungkinkan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih baik dalam hal makanan yang mereka konsumsi, sesuai dengan kebutuhan gizi dan preferensi pribadi mereka.

Namun untuk orang dewasa, termasuk lansia, rekomendasi umum adalah tidak mengonsumsi lebih dari 2.300 miligram natrium per hari, sesuai dengan pedoman dari American Heart Association. Namun, bagi orang yang memiliki tekanan darah tinggi, penyakit jantung, atau risiko kesehatan kardiovaskular lainnya, batasan bisa lebih rendah, sekitar 1.500 miligram natrium per hari, atau mendekati 0.65sendok teh.

Sementara itu, sebagian besar natrium yang dikonsumsi oleh orang dewasa tidak berasal dari garam yang ditambahkan secara langsung ke makanan saat memasak atau di atas meja. Sebagian besar natrium berasal dari makanan olahan, makanan cepat saji, dan makanan kaleng, jadi penting juga untuk membatasi asupan makanan yang mengandung garam tinggi. Membaca label gizi makanan dan memilih makanan yang lebih rendah natriumnya dapat membantu mengontrol konsumsi garam.

Jumlah garam yang dikonsumsi dan hubungannya dengan beberapa penyakit:

Konsumsi Garam Rendah: 
Konsumsi garam yang rendah (di bawah 2.300 miligram natrium per hari) dapat membantu mengurangi risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan stroke. Namun, konsumsi yang terlalu rendah juga dapat meningkatkan risiko kelelahan, dehidrasi, dan gangguan elektrolit.

Konsumsi Garam Moderat: 
Konsumsi garam yang moderat, sesuai dengan rekomendasi harian (antara 2.300 hingga 1.500 miligram natrium per hari, tergantung pada faktor-faktor kesehatan individu), dapat membantu menjaga keseimbangan elektrolit tubuh dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.

Konsumsi Garam Tinggi: 
Konsumsi garam yang tinggi, melebihi rekomendasi harian, dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Garam berlebih dalam diet juga dapat menyebabkan retensi cairan, edema, dan peningkatan beban kerja pada jantung dan ginjal.
Selain itu, konsumsi garam yang tinggi juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko osteoporosis, kanker lambung, dan gangguan fungsi pembuluh darah.  

Beberapa pengganti garam yang dapat digunakan sebagai alternatif tanpa risiko, di antaranya:

Bumbu dan rempah: 
Bumbu dan rempah seperti merica, bawang putih, bawang merah, jahe, ketumbar, kayu manis, dan sebagainya dapat memberikan rasa yang kaya pada makanan tanpa menambahkan garam. Mereka juga memiliki banyak manfaat kesehatan dan dapat meningkatkan rasa makanan secara alami.

Bumbu dan rempah dapat meningkatkan rasa makanan.
(Sumber: foto canva.com)
Bumbu Lengkap: 
Ada banyak campuran bumbu lengkap yang tersedia di pasaran yang dapat digunakan sebagai pengganti garam. Pastikan untuk memilih yang tanpa tambahan garam atau dengan kandungan garam yang rendah.

Rasa Asin Alami: 
Beberapa makanan seperti sayuran hijau, tomat, wortel, dan sebagian besar buah-buahan memiliki rasa asin alami yang bisa membantu mengurangi kebutuhan akan garam tambahan.

Bumbu Asam: 
Jeruk nipis, jeruk lemon, atau cuka adalah pilihan yang baik untuk menambahkan rasa segar pada makanan tanpa menambahkan garam.

Bumbu Organik: 
Bumbu organik yang tersedia di toko-toko kesehatan atau toko bahan makanan khusus sering kali lebih rendah atau bahkan tidak mengandung garam sama sekali. 

Dalam mengelola keseimbangan asupan garam, langkah-langkah sederhana dapat menghasilkan perubahan signifikan dalam kesehatan seseorang. Garam, yang mengandung natrium, adalah komponen penting dalam diet manusia, namun konsumsi berlebihan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. 

Beberapa cara praktis  lansia untuk mulai menemukan keseimbangan yang lebih sehat dalam asupan garam mereka, antara lain :

Menghilangkan Makanan Olahan:
Langkah pertama dalam perjalanan menuju keseimbangan garam yang lebih sehat adalah dengan mengurangi konsumsi makanan olahan. Makanan seperti kerupuk, keripik, sup kalengan, dan makanan beku sering kali mengandung tingkat natrium yang tinggi, yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Makanan olahan sering menggunakan tambahan natrium untuk meningkatkan daya tahan dan rasa. Dengan menghindari makanan ini, individu dapat mengurangi konsumsi garam yang tidak perlu dalam diet mereka.

Konsumsi Makanan Utuh:
Mengganti makanan olahan dengan makanan utuh adalah langkah penting lainnya dalam mencapai keseimbangan garam yang lebih baik. Makanan utuh, seperti buah-buahan segar, sayuran, daging, ikan, dan unggas, tidak hanya menyediakan nutrisi yang lebih seimbang, tetapi juga mengandung kadar natrium yang lebih rendah dibandingkan makanan olahan. Dengan memprioritaskan makanan utuh dalam diet, individu dapat mengontrol asupan garam mereka secara efektif.

Ganti makanan olahan dengan makanan utuh untuk menjaga keseimbangan garam.
(Sumber: foto canva.com)
Membilas Makanan Kalengan:
Jika memilih untuk mengonsumsi makanan kalengan, langkah berikutnya adalah membilasnya sebelum dimasak. Membilas makanan kalengan membantu mengurangi kadar garam yang terkandung di dalamnya, serta menghilangkan bahan pengawet yang mungkin ditambahkan. Dengan melakukan tindakan sederhana ini, individu dapat mengurangi asupan garam yang tidak disadari dari makanan kalengan.

Mengurangi Penggunaan Garam Meja:
Membiasakan diri untuk tidak lagi menambahkan garam meja pada makanan adalah langkah penting dalam mengurangi konsumsi garam berlebihan. Sebagai gantinya, individu dapat menggantinya dengan menggunakan bumbu dan rempah-rempah lain, seperti lemon, bawang putih, atau merica. Mengurangi penggunaan garam meja membantu menurunkan asupan natrium secara keseluruhan, sambil tetap menikmati rasa makanan yang lezat.

Dengan mengadopsi langkah-langkah sederhana ini, individu dapat mulai menemukan keseimbangan garam yang lebih sehat dalam tubuh mereka. Langkah-langkah ini tidak hanya mempromosikan kesehatan secara keseluruhan, tetapi juga membantu menciptakan gaya hidup yang lebih seimbang dan berkelanjutan.





Sumber:





Friday 26 April 2024

Penyakit Ini Menyebabkan Nyeri Saat Berjalan pada Lansia

        Prevalensi penyakit arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit ini pada orang lanjut usia mungkin tidak menunjukkan gejala, mungkin berhubungan dengan klaudikasio intermiten,  kondisi di mana pasokan darah ke otot-otot terganggu secara periodik atau tidak teratur.

Istilah ini biasanya mengacu pada kondisi klaudikasi intermiten pada tungkai bawah, yang sering disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengarah ke otot-otot tersebut. Ini dapat menyebabkan gejala seperti nyeri atau kram saat berjalan atau berolahraga, yang disebut klaudikasi. 

Penyakit arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Gejala ini sering kali membaik dengan istirahat dan memburuk kembali saat aktivitas dilanjutkan, atau mungkin berhubungan dengan iskemia ekstremitas kritis, kondisi di mana pasokan darah ke ekstremitas (seperti kaki atau tangan) terganggu secara signifikan, biasanya karena penyumbatan atau penyempitan arteri besar yang memasok darah ke bagian tersebut. 

Penyakit arteri perifer terjadi ketika arteri yang membawa darah ke bagian bawah tubuh (panggul dan tungkai) menyempit sehingga mengurangi aliran darah ke otot-otot kaki.  Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada lansia biasanya berkembang secara perlahan dan gejalanya mungkin tidak selalu terasa nyata pada tahap awal. 

Beberapa ciri-ciri yang umum terkait PAP pada lansia adalah:

Claudication Intermiten:
Gejala utama PAP adalah nyeri atau rasa tidak nyaman yang terjadi saat berjalan jauh atau melakukan aktivitas fisik lainnya. Nyeri ini mungkin terasa di tungkai, panggul, atau kaki, dan biasanya mereda saat istirahat. Nyeri tersebut disebabkan oleh kurangnya pasokan darah yang cukup ke otot selama aktivitas fisik.

Gangguan Peredaran Darah: 
PAP pada lansia dapat menyebabkan kulit pada kaki dan kaki menjadi pucat atau kebiruan saat dalam posisi berbaring dan menjadi kemerahan saat dalam posisi duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah yang dapat memengaruhi penampilan kulit.

Perubahan pada Kulit: 
Kulit yang terasa dingin atau berubah warna, terutama jika terjadi ulkus atau luka yang sulit sembuh pada kaki, dapat menjadi tanda PAP pada lansia. Perubahan warna kulit ini sering kali terjadi karena kurangnya pasokan darah ke jaringan.

Perubahan warna kulit pada kaki karena pasokan darah berkurang.
(Sumber: foto canva.com)
Perubahan Struktur Kuku: 
Terkadang, PAP dapat menyebabkan perubahan pada struktur kuku, seperti kuku menjadi rapuh, tebal, atau bahkan mengalami pertumbuhan yang tidak normal. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya aliran darah yang memadai ke area tersebut.

Penurunan Suhu Kaki: 
Kaki yang terasa dingin atau lebih dingin dari bagian tubuh lainnya juga dapat menjadi tanda PAP pada lansia. Ini disebabkan oleh gangguan aliran darah yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu normal.

Penurunan Sensasi: 
Lansia dengan PAP mungkin mengalami penurunan sensasi atau kesemutan pada kaki atau kaki mereka. Hal ini disebabkan oleh kurangnya aliran darah yang memengaruhi saraf-saraf perifer.

Risiko Infeksi yang Lebih Tinggi: 
Kurangnya aliran darah yang memadai ke kaki dan kaki juga dapat meningkatkan risiko infeksi, dan luka pada kaki atau kaki mungkin sulit sembuh atau sembuh dengan lambat.

Jika seseorang mengalami gejala yang mencurigakan PAP, penting untuk segera berkonsultasi dengan profesional medis untuk evaluasi lebih lanjut dan pengelolaan kondisi yang tepat.

Penyakit ini menyebabkan nyeri saat berjalan dan masalah lain termasuk gangren dan amputasi.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada usia lanjut meliputi:

Usia Lanjut:
Risiko PAP meningkat seiring bertambahnya usia. Proses penuaan alami dapat menyebabkan arteri menjadi kaku dan kaku, serta mengalami penumpukan plak aterosklerosis.

Merokok:
Merokok adalah salah satu faktor risiko utama untuk perkembangan PAP. Zat-zat yang terdapat dalam rokok merusak dinding arteri dan mempercepat pembentukan plak aterosklerosis.

Diabetes:
Penderita diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami PAP karena diabetes dapat merusak dinding arteri dan menyebabkan peradangan serta penumpukan plak.

Hipertensi: 
Tekanan darah tinggi dapat merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko terjadinya PAP.

Dislipidemia: 
Tingkat kolesterol dan trigliserida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan penumpukan plak di dalam arteri, yang pada akhirnya dapat menyumbat aliran darah ke ekstremitas.

Obesitas: 
Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor risiko untuk PAP karena dapat meningkatkan tekanan pada arteri dan menyebabkan peradangan serta resistensi insulin.

Kurangnya Aktivitas Fisik: 
Gaya hidup yang tidak aktif atau kurangnya olahraga dapat menyebabkan penumpukan lemak dan plak di dalam arteri, meningkatkan risiko PAP.

Gaya hidup yang tidak aktif menyebabkan penumpukan lemak.
(Sumber: foto canva.com)
Riwayat Keluarga:
Jika ada anggota keluarga dengan riwayat PAP atau penyakit kardiovaskular lainnya, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi tersebut.

Gangguan Kardiovaskular Lainnya: 
Riwayat penyakit jantung koroner, stroke, atau penyakit kardiovaskular lainnya juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami PAP.

Kondisi Medis Lainnya: 
Beberapa kondisi medis lainnya seperti penyakit ginjal kronis atau lupus dapat meningkatkan risiko terjadinya PAP.

Mengidentifikasi dan mengendalikan faktor-faktor risiko ini dapat membantu dalam pencegahan atau pengelolaan PAP pada lansia. Perubahan gaya hidup sehat dan pengelolaan kondisi medis yang terkait dapat membantu mengurangi risiko PAP serta memperbaiki kualitas hidup.

       Mencegah Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada lansia melibatkan penerapan langkah-langkah gaya hidup sehat dan pengelolaan faktor risiko yang dapat mempengaruhi perkembangan kondisi tersebut. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah PAP pada lansia:

Berhenti Merokok: 
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk PAP. Berhenti merokok atau tidak memulai kebiasaan merokok dapat membantu mengurangi risiko PAP dan meningkatkan kesehatan arteri.

Menerapkan Diet Sehat:
Makan makanan yang sehat dan seimbang dapat membantu menjaga berat badan yang sehat, mengontrol kadar kolesterol dan trigliserida, serta mengurangi risiko PAP. Perbanyak konsumsi buah, sayuran, biji-bijian utuh, ikan berlemak, dan hindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol.

Melakukan Aktivitas Fisik Teratur: 
Melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan aliran darah, memperkuat jantung dan pembuluh darah, serta mengurangi risiko PAP. Aktivitas aerobik seperti berjalan cepat, bersepeda, atau berenang dapat menjadi pilihan yang baik.

Mengelola Berat Badan: 
Menjaga berat badan yang sehat atau menurunkan berat badan jika diperlukan dapat membantu mengurangi tekanan pada arteri dan mengurangi risiko PAP.

Pengelolaan Stres:
Stres kronis dapat berkontribusi pada penyakit kardiovaskular termasuk PAP. Menerapkan teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan arteri.

Pengukuran Tekanan Darah dan Kolesterol Secara Teratur: 
Memantau tekanan darah dan kadar kolesterol secara teratur dengan berkonsultasi dengan dokter dapat membantu mendeteksi dan mengendalikan faktor risiko yang dapat menyebabkan PAP.

Mengelola Penyakit Kronis: 
Jika Anda memiliki kondisi medis seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit kardiovaskular lainnya, penting untuk mengelolanya dengan baik sesuai dengan petunjuk dokter untuk mengurangi risiko PAP.

Pencegahan Cedera: 
Hindari cedera yang dapat merusak arteri, misalnya, dengan menghindari tekanan yang berlebihan pada kaki atau kaki, serta memakai alas kaki yang sesuai dan aman.

Pemeriksaan Rutin: 
Rutin menjalani pemeriksaan kesehatan dan berkonsultasi dengan dokter secara teratur dapat membantu mendeteksi masalah kesehatan yang mungkin mempengaruhi risiko PAP.

Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan di atas, seseorang dapat mengurangi risiko mengembangkan Penyakit Arteri Perifer pada usia lanjut dan mempertahankan kesehatan arteri yang baik. 

        Pengobatan Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada lansia bertujuan untuk mengurangi gejala, meningkatkan aliran darah ke ekstremitas, mencegah komplikasi, dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan PAP pada lansia dapat melibatkan beberapa pendekatan, termasuk perubahan gaya hidup, pengobatan obat-obatan, terapi non-invasif, atau prosedur bedah dalam kasus yang lebih parah. 

Beberapa opsi pengobatan yang mungkin direkomendasikan oleh dokter:

Perubahan Gaya Hidup: 
Mengadopsi gaya hidup sehat yang mencakup diet sehat, aktivitas fisik teratur, berhenti merokok, dan pengelolaan berat badan dapat membantu mengurangi gejala PAP dan memperlambat perkembangan kondisi.

Obat-obatan: 
Dokter dapat meresepkan obat-obatan untuk mengendalikan faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, atau diabetes yang dapat memperburuk PAP. Contoh obat-obatan yang mungkin diresepkan termasuk statin, antihipertensi, atau obat antiplatelet.

Terapi Antiplatelet: 
Terapi antiplatelet seperti aspirin dapat direkomendasikan untuk mencegah pembekuan darah yang dapat menyumbat arteri.

Terapi Peningkatan Aliran Darah: 
Beberapa terapi yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke ekstremitas, seperti terapi tekanan negatif, terapi hiperbarik oksigen, atau terapi dengan agen vasoaktif, mungkin direkomendasikan dalam beberapa kasus.

Terapi Fisik: 
Program rehabilitasi kardiopulmoner atau terapi fisik khusus dapat membantu meningkatkan kekuatan otot dan stamina, serta mengurangi gejala claudication intermiten.

Pengobatan Intervensional: 
Jika gejala PAP parah dan tidak merespons terhadap pengobatan konservatif, dokter dapat merekomendasikan prosedur intervensional seperti angioplasti atau stent arteri untuk membuka arteri yang menyempit.

Prosedur Bedah: 
Dalam kasus yang lebih serius, seperti jika arteri sangat menyempit atau tersumbat, prosedur bedah seperti bypass arteri atau endarterektomi mungkin diperlukan untuk mengembalikan aliran darah normal ke ekstremitas.

Setiap rencana pengobatan harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan individu dan dipantau secara teratur oleh dokter untuk memastikan efektivitasnya serta untuk menghindari komplikasi. Diskusi terbuka dengan dokter dan mengikuti rekomendasinya secara cermat akan membantu menentukan pendekatan pengobatan terbaik untuk mengelola PAP pada lansia.


Sumber:

https://www.healthinaging.org/a-z-topic/peripheral-artery-disease

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2686340/

https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/01.ATV.18.2.185

https://academic.oup.com/biomedgerontology/article/59/2/M172/610298

https://www.ejves.com/article/S1078-5884(23)00060-6/fulltext