Showing posts with label kesehatan lansia. Show all posts
Showing posts with label kesehatan lansia. Show all posts

Friday 17 May 2024

Kuman Penyebab Keracunan Makanan pada Lansia.

       Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan dan organ tubuh mereka tidak mampu mengenali dan membersihkan tubuh dari kuman berbahaya, termasuk kuman penyebab keracunan makanan. Banyak orang lanjut usia juga hidup dengan kondisi kronis, seperti diabetes dan kanker, dan mengonsumsi obat yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh. Selain itu, asam lambung juga menurun seiring bertambahnya usia, dan asam lambung berperan penting dalam membunuh kuman dan mengurangi risiko penyakit.  

Kuman penyebab keracunan makanan rentan terhadap lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia

Listeria pada lansia mengacu pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri Listeria monocytogenes, yang dapat menjadi serius terutama bagi kelompok rentan seperti orang lanjut usia. Listeria monocytogenes adalah bakteri yang ditemukan dalam tanah, air, dan beberapa makanan. Infeksi oleh bakteri ini disebut listeriosis.

        Listeria monocytogenes, bakteri penyebab infeksi listeriosis, dapat ditemukan di berbagai sumber makanan dan lingkungan. 

Beberapa sumber utama infeksi Listeria:

Produk Susu yang Tidak Dipasteurisasi: 
Susu mentah dan produk olahan susu yang tidak dipasteurisasi, seperti keju lunak (misalnya keju feta, brie, camembert), es krim, dan yogurt, merupakan sumber umum Listeria.

Daging Olahan dan Siap Saji: 
Daging olahan seperti sosis, hot dog, pâté, dan daging deli (daging yang dipotong tipis dan biasanya dimakan dalam sandwich) sering kali menjadi sumber kontaminasi. Makanan ini bisa terkontaminasi selama proses produksi atau penyimpanan.

Makanan Laut yang Siap Saji: 
Ikan asap, seperti salmon asap, serta makanan laut lainnya yang siap saji juga bisa menjadi sumber Listeria.

Sayuran dan Buah-buahan Mentah: 
Sayuran yang tidak dicuci dengan benar atau yang tumbuh di tanah yang terkontaminasi dapat membawa Listeria. Buah-buahan yang telah dikupas dan dipotong sebelumnya dan disimpan dalam kondisi yang tidak higienis juga berisiko.

Makanan yang Didinginkan atau Dibekukan: 
Listeria dapat bertahan dan bahkan tumbuh pada suhu lemari es. Makanan yang disimpan dalam waktu lama, terutama makanan siap saji, salad, dan produk daging, dapat menjadi sumber infeksi.

Lingkungan Produksi Makanan: 
Bakteri Listeria dapat bertahan di lingkungan produksi makanan, seperti di mesin pemotong daging atau peralatan lain yang tidak dibersihkan dengan benar. Kontaminasi silang bisa terjadi selama produksi dan pengemasan makanan.

Air dan Tanah: 
Listeria dapat ditemukan di air dan tanah yang terkontaminasi. Tanaman yang tumbuh di tanah tersebut atau yang disiram dengan air yang terkontaminasi bisa menjadi sumber infeksi.

Salah satu gejala listeria adalah demam.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

       Gejala infeksi Listeria (listeriosis) pada lansia dapat bervariasi dari ringan hingga berat dan sering kali lebih parah dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda. 

Beberapa gejala utama infeksi listeria yang mungkin muncul pada lansia:

Demam: 
Demam tinggi adalah gejala umum infeksi Listeria. Pada lansia, demam mungkin disertai dengan menggigil.

Nyeri Otot: 
Infeksi sering menyebabkan nyeri otot yang signifikan.

Gejala Gastrointestinal:
Mual, muntah, dan diare bisa terjadi, terutama jika infeksi berasal dari makanan yang terkontaminasi.

Sakit Kepala: 
Sakit kepala bisa menjadi tanda awal infeksi, terutama jika Listeria telah menyebar ke sistem saraf pusat.

Leher Kaku:
Leher kaku merupakan gejala serius yang menunjukkan kemungkinan meningitis (infeksi pada selaput otak).

Kebingungan atau Perubahan Mental: 
Lansia dengan listeriosis mungkin mengalami kebingungan, disorientasi, atau perubahan kesadaran. Ini bisa menjadi tanda bahwa infeksi telah mempengaruhi sistem saraf pusat.

Kehilangan Keseimbangan dan Koordinasi: 
Kesulitan berjalan, kehilangan keseimbangan, atau koordinasi yang buruk dapat terjadi jika infeksi mempengaruhi otak atau saraf.

Kejang: 
Dalam kasus yang parah, infeksi Listeria dapat menyebabkan kejang.

Gejala-gejala ini biasanya berkembang beberapa hari hingga beberapa minggu setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi. Karena gejala listeriosis pada lansia bisa sangat mirip dengan penyakit lain, diagnosis yang cepat dan tepat sangat penting.  

       Lansia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi Listeria (listeriosis) karena berbagai faktor. 

Beberapa faktor risiko utama infeksi listeria pada lansia:

Sistem Kekebalan Tubuh yang Lemah: 
Seiring bertambahnya usia, sistem kekebalan tubuh menjadi kurang efektif dalam melawan infeksi. Lansia lebih rentan terhadap berbagai infeksi, termasuk listeriosis.

Penyakit Kronis: 
Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit jantung dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko infeksi Listeria.

Penggunaan Obat-obatan Tertentu: 
Obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh, seperti kortikosteroid, kemoterapi, atau obat imunosupresan lainnya, dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.

Nutrisi yang Buruk:
Pola makan yang buruk atau malnutrisi dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat lansia lebih rentan terhadap infeksi.

Kondisi Lingkungan dan Kebersihan:
Tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk atau kebersihan makanan yang tidak memadai dapat meningkatkan risiko terpapar Listeria.

Konsumsi Makanan Berisiko Tinggi: 
Mengonsumsi makanan yang berisiko tinggi terkontaminasi Listeria, seperti produk susu yang tidak dipasteurisasi, daging olahan, dan makanan laut yang siap saji, dapat meningkatkan risiko infeksi pada lansia.

Prosedur Medis dan Hospitalisasi: 
Lansia yang sering menjalani prosedur medis atau yang sering dirawat di rumah sakit mungkin lebih berisiko terkena infeksi karena lingkungan rumah sakit dapat menjadi sumber patogen.

Penurunan Fungsi Fisik dan Mobilitas: 
Penurunan fungsi fisik dan mobilitas dapat mempersulit lansia untuk mempraktikkan kebersihan pribadi dan kebersihan makanan yang baik, meningkatkan risiko infeksi.

Dengan memahami faktor risiko ini, pencegahan dan pengelolaan risiko infeksi Listeria pada lansia dapat lebih efektif.  

        Pencegahan infeksi Listeria pada lansia melibatkan berbagai langkah untuk mengurangi risiko terpapar bakteri Listeria monocytogenes. 

Bebeberapa tindakan pencegahan yang bisa diambil:

Praktik Kebersihan Makanan yang Baik
Cuci Tangan dan Peralatan:
  • Cuci tangan dengan sabun dan air hangat sebelum dan sesudah menangani makanan.
  • Cuci peralatan, talenan, dan permukaan dapur dengan air panas dan sabun setelah digunakan untuk memotong atau menyiapkan makanan mentah.
Cuci Buah dan Sayuran:
  • Bilas buah dan sayuran segar di bawah air mengalir sebelum dikonsumsi, meskipun kulitnya tidak dimakan.
Penanganan dan Penyimpanan Makanan

Hindari Produk Susu yang Tidak Dipasteurisasi:
  • Konsumsi hanya produk susu yang dipasteurisasi, termasuk susu, keju, yogurt, dan es krim.
Masak Makanan dengan Benar:
  • Pastikan daging, unggas, dan makanan laut dimasak hingga suhu internal yang aman (daging sapi, babi, domba: 63°C, unggas: 74°C, ikan: 63°C).
Hindari Makanan Berisiko Tinggi:
  • Batasi atau hindari makanan siap saji seperti hot dog, daging deli, dan makanan laut asap yang tidak dimasak ulang hingga panas sebelum dikonsumsi.
Simpan Makanan dengan Benar:
  • Simpan makanan dalam lemari es pada suhu di bawah 4°C dan freezer pada suhu di bawah -18°C.
  • Simpan makanan siap saji dan sisa makanan di dalam wadah tertutup di dalam lemari es.
Pengawasan dan Kebersihan Lingkungan

Bersihkan Lemari Es Secara Rutin:
  • Bersihkan lemari es dan freezer secara rutin untuk menghindari penumpukan bakteri.
Hindari Kontaminasi Silang:
  • Gunakan talenan terpisah untuk makanan mentah dan matang.
  • Hindari kontak antara makanan mentah dan makanan siap saji.
Perhatian Khusus bagi Lansia dengan Risiko Tinggi
Pengawasan Medis:
  • Lansia dengan penyakit kronis atau yang menggunakan obat imunosupresan harus lebih waspada terhadap gejala infeksi dan segera berkonsultasi dengan dokter jika ada tanda-tanda yang mencurigakan.
Informasi dan Edukasi:
  • Edukasi lansia dan pengasuhnya tentang risiko dan langkah pencegahan infeksi Listeria, termasuk mengenali makanan berisiko tinggi dan cara memasak serta menyimpan makanan dengan aman.
Dengan mengikuti langkah-langkah pencegahan ini, risiko infeksi Listeria pada lansia dapat dikurangi secara signifikan. Pencegahan yang efektif melibatkan kombinasi antara kebersihan, penyimpanan yang tepat, dan pengawasan medis yang baik.





Sumber:















Sumber:

https://www.cdc.gov/listeria/risk-groups/elderly.html



Sunday 12 May 2024

Cara Lansia untuk Mendapat Penuaan Sehat.

        Penuaan sehat merujuk pada proses penuaan di mana seseorang dapat mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosialnya sebaik mungkin seiring bertambahnya usia. Ini melibatkan mengadopsi gaya hidup yang sehat, seperti pola makan yang seimbang, olahraga teratur, tidur yang cukup, dan mengelola stres. 

Selain itu, penuaan sehat juga melibatkan pencegahan penyakit dan kondisi kronis, serta pemeliharaan fungsi kognitif dan fisik yang optimal. 

Lansia dapat memperoleh penuaan sehat.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
       Penuaan sehat ditandai oleh beberapa ciri yang mencerminkan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial seseorang seiring bertambahnya usia. 

Beberapa ciri dari penuaan sehat meliputi:

Kesehatan Fisik yang Baik: 
Orang yang mengalami penuaan sehat cenderung mempertahankan berat badan yang sehat, memiliki tingkat kebugaran fisik yang baik, dan mengalami sedikit masalah kesehatan kronis.

Fungsi Kognitif yang Baik: 
Penuaan sehat sering kali ditandai dengan fungsi kognitif yang baik, seperti kemampuan berpikir, mengingat, dan memecahkan masalah yang tetap terjaga.

Aktivitas dan Mobilitas yang Tinggi: 
Orang yang menua secara sehat biasanya tetap aktif secara fisik dan memiliki tingkat mobilitas yang tinggi. Mereka mungkin terlibat dalam berbagai aktivitas fisik, termasuk berjalan, berenang, atau berolahraga ringan.

Kemandirian yang Dipertahankan: 
Individu yang mengalami penuaan sehat biasanya dapat menjaga kemandirian mereka dalam aktivitas sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, dan berbelanja sendiri.

Kualitas Hidup yang Tinggi: 
Penuaan sehat sering kali dikaitkan dengan tingkat kepuasan hidup yang tinggi dan kemampuan untuk menikmati kehidupan secara penuh.

Hubungan Sosial yang Kuat: 
Orang yang mengalami penuaan sehat sering memiliki hubungan sosial yang kuat dengan keluarga, teman, dan komunitas mereka. Hubungan yang positif ini dapat memberikan dukungan emosional dan praktis yang penting.

Hubungan sosial yang positif memberikan dukungan emosional.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Kemampuan untuk Menyesuaikan Diri: 
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, sosial, dan lingkungan yang terjadi seiring bertambahnya usia merupakan ciri penting dari penuaan sehat.

Kualitas Tidur yang Baik: 
Penuaan sehat seringkali dikaitkan dengan pola tidur yang baik, di mana seseorang dapat tidur nyenyak dan mendapatkan istirahat yang memadai setiap malam.

Pemeliharaan Kualitas Hidup: 
Individu yang mengalami penuaan sehat biasanya tetap aktif secara sosial dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang memberi makna dan tujuan pada hidup mereka.
Kecerdasan Emosional yang Terjaga: Kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik dan menjaga keseimbangan emosional menjadi ciri penting dari penuaan sehat.

Beberapa faktor yang dapat memengaruhi proses penuaan sehat meliputi:

Genetik:
Faktor genetik dapat memainkan peran penting dalam menentukan bagaimana seseorang menua. Namun, meskipun gen mungkin menentukan predisposisi terhadap penyakit tertentu, gaya hidup dan lingkungan juga memainkan peran besar dalam menentukan seberapa sehat proses penuaan seseorang.

Gaya Hidup Sehat:
Pola makan yang seimbang, aktivitas fisik yang teratur, tidur yang cukup, dan menghindari kebiasaan buruk seperti merokok dan konsumsi alkohol berlebihan dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan mental sepanjang usia.

Perawatan Medis Preventif:
Mengikuti pemeriksaan kesehatan rutin dan vaksinasi yang direkomendasikan, serta mengelola kondisi kesehatan kronis dengan baik, dapat membantu mencegah perkembangan penyakit serius dan mempertahankan kesehatan seiring bertambahnya usia.

Aktivitas Kognitif: 
Melakukan latihan otak, seperti belajar hal baru, membaca, atau bermain puzzle, dapat membantu menjaga fungsi kognitif yang optimal seiring bertambahnya usia.

Dukungan Sosial: 
Hubungan yang kuat dengan keluarga, teman, dan komunitas dapat memberikan dukungan emosional dan praktis yang penting untuk menjaga kesehatan mental dan sosial sepanjang usia.

Pengelolaan Stres: 
Mengelola stres dengan baik melalui teknik relaksasi, meditasi, atau aktivitas yang menenangkan dapat membantu menjaga keseimbangan mental dan fisik.

Lingkungan yang Sehat:
Lingkungan yang bersih dan aman, baik di rumah maupun di komunitas, dapat membantu mencegah penyakit dan cedera yang berkaitan dengan lingkungan.

Adaptasi terhadap Perubahan:
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, sosial, dan emosional yang terjadi seiring bertambahnya usia juga merupakan faktor penting dalam penuaan sehat. 

       Cara paling sederhana untuk mendapatkan penuaan sehat pada lansia adalah dengan mengikuti langkah-langkah yang mudah diimplementasikan sehari-hari. 

Beberapa contoh cara yang sederhana namun efektif:

Pola Makan Sehat: 
Makan makanan sehat seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan protein rendah lemak dapat membantu menjaga kesehatan dan mengurangi risiko penyakit kronis terkait penuaan. Makan sehat adalah bagian penting dari penuaan yang sehat. 

Seperti halnya olahraga, makan dengan baik bukan hanya soal berat badan. Memiliki pola makan yang sehat dapat membantu mendukung otot dan memperkuat tulang, sehingga dapat membantu keseimbangan dan kemandirian. 

Pola makan bergizi yang melibatkan beragam buah dan sayur segar, biji-bijian, lemak sehat, dan protein tanpa lemak juga dapat membantu meningkatkan kekebalan tubuh dan menurunkan risiko gangguan kesehatan tertentu seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, obesitas, diabetes tipe 2, stroke. , dan beberapa jenis kanker. 

Olahraga Ringan: 
Lakukan aktivitas fisik ringan seperti berjalan kaki, berenang, atau senam ringan secara teratur. Bahkan aktivitas fisik ringan dapat membantu menjaga kekuatan otot, fleksibilitas, dan keseimbangan. Ada banyak alasan untuk menjadikan aktivitas fisik sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Aktivitas ringan dapat menjaga keseimbangan lansia.
(Sumber: foto LPC- Lansia)
Olahraga dapat membantu mengurangi tingkat stres dan kecemasan, meningkatkan keseimbangan dan menurunkan risiko jatuh, meningkatkan kualitas tidur, dan mengurangi perasaan depresi. Yang terpenting, orang yang berolahraga secara rutin tidak hanya bisa hidup lebih lama, tapi juga bisa hidup lebih baik , yang berarti mereka menikmati hidup lebih lama dengan lebih sedikit rasa sakit atau cacat. Di sisi lain, kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan peningkatan kunjungan ke dokter, lebih banyak rawat inap, dan peningkatan risiko kondisi kronis tertentu.

Jaga Kesehatan Mental: 
Terlibat dalam aktivitas yang merangsang pikiran seperti membaca, menulis, atau menyelesaikan teka-teki dapat membantu menjaga fungsi kognitif yang baik. Serta, menjaga kesehatan mental dengan berbagi waktu dengan keluarga dan teman-teman.

Tidur yang Cukup: 
Pastikan untuk mendapatkan tidur yang cukup setiap malam. Tidur yang baik diperlukan untuk pemulihan fisik dan mental yang optimal. Kualitas tidur penting untuk memori dan suasana hati. Dalam sebuah penelitian terhadap orang dewasa yang berusia lebih dari 65 tahun, para peneliti menemukan bahwa mereka yang memiliki kualitas tidur buruk memiliki waktu lebih sulit dalam memecahkan masalah dan berkonsentrasi dibandingkan mereka yang memiliki kualitas tidur yang baik.

Konsultasi Medis Rutin: 
Rajinlah melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan konsultasi dengan dokter untuk mendeteksi dan mengelola kondisi kesehatan sejak dini. Mengunjungi dokter untuk pemeriksaan kesehatan rutin sangat penting untuk penuaan yang sehat.

Sebuah studi menemukan bahwa melakukan pemeriksaan rutin membantu dokter mendeteksi penyakit kronis sejak dini dan dapat membantu pasien mengurangi faktor risiko penyakit, seperti tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol. Orang yang mengunjungi dokter secara teratur juga melaporkan peningkatan kualitas hidup dan perasaan sejahtera.

Pertahankan Sosialisasi: 
Pertahankan hubungan sosial yang positif dengan keluarga, teman, dan tetangga. Interaksi sosial dapat memberikan dukungan emosional yang penting dan meningkatkan kualitas hidup.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa orang lanjut usia yang terisolasi secara sosial atau merasa kesepian memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit jantung, depresi, dan penurunan kognitif.

Hindari Kebiasaan Berisiko: 
Tidak peduli berapa usia Anda atau berapa lama Anda merokok, penelitian menegaskan bahwa meskipun Anda berusia 60 tahun atau lebih dan telah merokok selama beberapa dekade, berhenti merokok akan meningkatkan kesehatan Anda. 

Seperti semua orang dewasa, orang lanjut usia harus menghindari atau membatasi konsumsi alkohol. Faktanya, penuaan dapat menyebabkan perubahan sosial dan fisik yang membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap penyalahgunaan dan penyalahgunaan alkohol serta lebih rentan terhadap konsekuensi alkohol.

Jauhi kebiasaan merokok dan batasi konsumsi alkohol. Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit serius pada lansia. 

Kelola Stres: 
Temukan cara-cara untuk mengelola stres sehari-hari, seperti meditasi, yoga, atau berbicara dengan teman dekat. Mengelola stres dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan mental.

Orang dewasa yang lebih tua mempunyai risiko khusus untuk mengalami stres dan masalah terkait stres. Sebuah penelitian baru-baru ini meneliti bagaimana kadar hormon stres kortisol berubah seiring waktu.

Para peneliti telah menemukan bahwa kadar kortisol dalam tubuh seseorang terus meningkat setelah usia paruh baya, dan peningkatan stres yang berkaitan dengan usia ini dapat mendorong perubahan pada otak.

Dengan mengadopsi langkah-langkah sederhana ini dan membuatnya menjadi bagian dari gaya hidup sehari-hari, lansia dapat mencapai penuaan yang sehat dan bermakna.





Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/healthy-aging/what-do-we-know-about-healthy-aging#nextsteps

https://www.nia.nih.gov/health/caregiving/healthy-aging-tips-older-adults-your-life

https://www.cdc.gov/chronicdisease/resources/infographic/healthy-aging.htm

https://www.ageuk.org.uk/information-advice/health-wellbeing/mind-body/10-tips-for-ageing-better/

https://www.healthhub.sg/live-healthy/healthy-active-ageing



Tuesday 7 May 2024

Latihan Hand Grip untuk Lansia

        Latihan hand grip untuk lansia adalah latihan yang dirancang khusus untuk meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan fungsi tangan serta pergelangan tangan pada populasi lanjut usia. Tujuan utama dari latihan ini adalah untuk membantu lansia menjaga kemandirian mereka dalam melakukan aktivitas sehari-hari dengan menjaga kesehatan dan kinerja tangan mereka.

Lansia memerlukan latihan untuk meningkatkan fungsi tangan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Pada dasarnya, latihan hand grip untuk lansia melibatkan serangkaian latihan yang dirancang untuk memperkuat otot-otot tangan dan pergelangan tangan melalui gerakan cengkeraman yang konsisten dan terkendali, ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat hand grip.

Latihan hand grip, yang melibatkan pemadatan dan memperkuat cengkeraman tangan, dapat memberikan beberapa manfaat yang signifikan bagi lansia. 

Beberapa manfaat utamanya meliputi:

Mempertahankan dan Meningkatkan Kekuatan Tangan: 
Latihan hand grip membantu menjaga dan meningkatkan kekuatan otot-otot tangan, yang penting untuk menjalankan aktivitas sehari-hari seperti mengangkat benda-benda ringan, membuka pintu, atau memegang benda-benda kecil.

Meningkatkan Fungsi Motorik Halus:
Latihan hand grip dapat membantu meningkatkan koordinasi dan keterampilan motorik halus tangan, yang penting untuk melakukan tugas-tugas presisi seperti menulis, mengetik, atau mengikat tali sepatu.

Mencegah Penurunan Fungsi Tangan:
Dengan usia, banyak orang mengalami penurunan fungsi tangan, termasuk kelemahan dan kekakuan. Latihan hand grip dapat membantu memperlambat atau bahkan mencegah penurunan ini dengan merangsang pertumbuhan otot dan menjaga fleksibilitas tangan.

Meningkatkan Kemandirian: 
Dengan mempertahankan kekuatan dan fungsi tangan, latihan hand grip dapat membantu lansia tetap mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berpakaian sendiri, mempersiapkan makanan, atau membersihkan rumah.

Meningkatkan Kualitas Hidup: 
Dengan menjaga kesehatan tangan dan mempertahankan fungsi yang baik, latihan hand grip dapat membantu meningkatkan kualitas hidup lansia dengan memungkinkan mereka untuk tetap aktif dan terlibat dalam kegiatan yang mereka nikmati.

Lansia dapat meningkatkan kualitas hidup dengan menjaga kesehatan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Meningkatkan Kesehatan Mental: 
Latihan fisik secara umum telah terbukti memiliki manfaat positif bagi kesehatan mental, termasuk mengurangi stres, meningkatkan suasana hati, dan meningkatkan kualitas tidur. Latihan hand grip dapat menjadi bagian dari rutinitas latihan yang menyenangkan dan memuaskan bagi lansia, yang juga berkontribusi pada kesejahteraan mental mereka.

Dengan demikian, latihan hand grip merupakan komponen penting dari program latihan yang sehat dan holistik bagi lansia, membantu menjaga kesehatan fisik dan kemandirian mereka seiring bertambahnya usia. 

        Sebagian lansia mungkin dilarang melakukan latihan hand grip atau latihan tangan tertentu jika mereka memiliki kondisi kesehatan tertentu yang dapat memperburuk keadaan mereka atau meningkatkan risiko cedera. 

Beberapa kondisi yang mungkin menyebabkan larangan latihan hand grip meliputi:

Arthritis yang Parah:
Lansia dengan arthritis parah pada sendi tangan atau pergelangan tangan mungkin harus membatasi atau menghindari latihan hand grip karena gerakan cengkeraman yang kuat dapat menyebabkan rasa sakit dan memperburuk kondisi mereka.

Carpal Tunnel Syndrome:
Lansia dengan sindrom terowongan karpal atau masalah lain pada saraf pergelangan tangan mungkin juga dilarang melakukan latihan hand grip yang intensitasnya tinggi karena dapat meningkatkan tekanan pada saraf dan menyebabkan gejala yang memburuk.

Cedera Tangan atau Pergelangan Tangan: 
Lansia yang baru saja pulih dari cedera atau operasi pada tangan atau pergelangan tangan mungkin harus menghindari latihan hand grip yang membebani terlalu berat atau memicu rasa sakit pada area yang terluka.

Hipertensi atau Gangguan Jantung:
Latihan yang memerlukan tekanan atau aktivitas fisik yang tinggi, termasuk latihan hand grip yang intens, dapat meningkatkan tekanan darah dan memperburuk kondisi jantung. Lansia dengan hipertensi atau gangguan jantung mungkin perlu berkonsultasi dengan dokter sebelum melakukan latihan intensitas tinggi.

Kondisi Medis Serius Lainnya: 
Lansia dengan kondisi medis serius lainnya, seperti osteoporosis yang parah atau risiko patah tulang tinggi, mungkin juga harus membatasi latihan hand grip yang membebani terlalu berat untuk menghindari risiko cedera.

Sebelum memulai program latihan hand grip atau program kebugaran apa pun, sangat penting bagi lansia untuk berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan mereka untuk mendapatkan saran yang sesuai dengan kondisi kesehatan mereka dan untuk menyesuaikan latihan dengan aman.

Latihan dengan hand grip adalah latihan yang bagus untuk menjaga kekuatan dan kesehatan tangan serta lengan pada lansia. 

Berikut adalah contoh rutinitas latihan dengan hand grip yang dapat dimulai dari level dasar:

Pemanasan (5 menit):
  • Peregangan ringan untuk pergelangan tangan, jari-jari, dan lengan.
  • Ayunkan lengan secara bergantian ke depan dan ke belakang.
  • Putar pergelangan tangan Anda dalam gerakan melingkar.
  • Gerakkan jari-jari Anda dengan lembut, membuka dan menutup tangan.


Latihan Hand Grip:

Grip Squeeze (3 set, 10 repetisi):
Gunakan alat hand grip dan tekan perlahan sambil memperkuat cengkeraman tangan Anda. Tahan selama beberapa detik, kemudian lepaskan.

Isometric Hold (3 set, 10-15 detik): 
Cengkeram alat hand grip dengan kuat selama beberapa detik, kemudian lepaskan. Ulangi beberapa kali.

Finger Extensions (3 set, 10 repetisi): 
Gunakan alat hand grip atau alat lain yang memungkinkan Anda untuk melawan cengkeraman tangan. Tekuk jari-jari Anda sebanyak mungkin, lalu perlahan-lahan kembalikan mereka ke posisi lurus.

Thumb Opposition (3 set, 10 repetisi per jari):
Letakkan ujung jari-jari Anda satu per satu ke ujung ibu jari sambil memberikan resistensi dengan ibu jari.



Finger Taps (3 set, 10 repetisi per tangan): 
Letakkan tangan Anda di atas permukaan datar dan perlahan-lahan ketuk setiap jari satu per satu ke permukaan.

Pendinginan (5 menit):
  • Lakukan peregangan ringan untuk merilekskan otot-otot tangan dan lengan.
  • Tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan secara perlahan untuk membantu menurunkan denyut jantung.
  • Berikan pijatan ringan pada tangan dan lengan untuk meningkatkan sirkulasi darah dan merilekskan otot-otot.
Pastikan untuk menyesuaikan latihan sesuai dengan kemampuan dan kenyamanan lansia. Jika ada ketidaknyamanan atau rasa sakit selama latihan, hentikan latihan dan konsultasikan dengan dokter atau fisioterapis. Seiring dengan waktu, latihan ini dapat ditingkatkan secara bertahap dengan menambah jumlah repetisi atau menggunakan alat hand grip dengan resistensi yang lebih tinggi.

Penjelasan:

Istilah "3 set, 10 reps" mengacu pada pola latihan yang umum dalam dunia kebugaran dan angkat beban. 

Berikut adalah penjelasan singkat tentang apa yang dimaksud dengan istilah ini:

Set: Set adalah satu rangkaian latihan berurutan tanpa istirahat yang signifikan di antara setiap rangkaian. Misalnya, jika Anda melakukan tiga set latihan grip squeeze, Anda akan melakukan latihan grip squeeze tiga kali, dengan istirahat singkat di antara setiap satu.

Reps: Reps adalah singkatan dari repetisi, yang mengacu pada jumlah kali Anda melakukan gerakan latihan tertentu. Jika Anda melakukan 10 repetisi dalam satu set latihan grip squeeze, itu berarti Anda akan melakukan gerakan squeeze sebanyak 10 kali dalam satu set.

Jadi, "3 set, 10 reps" berarti Anda akan melakukan tiga rangkaian latihan, dan dalam setiap rangkaian tersebut, Anda akan melakukan gerakan latihan sebanyak 10 kali. Ini adalah cara yang umum digunakan untuk merencanakan volume latihan dan memastikan bahwa Anda melakukan cukup pekerjaan untuk merangsang pertumbuhan dan kekuatan otot tanpa membebani tubuh terlalu banyak.

Contoh bagaimana Anda bisa melakukan 3 set latihan grip squeeze:

Set Pertama:
  • Ambil alat hand grip dan atur resistensinya sesuai keinginan Anda atau sesuai dengan kemampuan Anda.
  • Pegang alat hand grip dengan tangan Anda, pastikan jari-jari Anda berada di sekitar pegangan dengan nyaman.
  • Mulailah dengan meremas alat hand grip dengan kuat menggunakan tangan Anda.
  • Tekan perlahan-lahan sambil mengencangkan otot-otot tangan Anda dan tahan selama beberapa detik (3-5 detik).
  • Lepaskan tekanan secara perlahan dan rasakan otot-otot tangan Anda kembali ke posisi awal.
  • Ulangi proses ini sebanyak 10 kali secara berurutan tanpa istirahat yang panjang di antara repetisi.
Set Kedua:
  • Setelah menyelesaikan set pertama, beristirahatlah selama 30 detik hingga 1 menit.
  • Setelah istirahat, lakukan lagi latihan grip squeeze seperti yang dijelaskan di atas.
  • Lakukan kembali 10 repetisi, memperhatikan kualitas gerakan dan memastikan Anda masih bisa menjaga postur dan teknik yang baik.
Set Ketiga:
  • Setelah menyelesaikan set kedua, beristirahat lagi selama 30 detik hingga 1 menit.
  • Lanjutkan dengan set ketiga, melakukan lagi 10 repetisi grip squeeze seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
  • Pastikan Anda masih dapat menjaga kualitas gerakan dan tidak mengorbankan postur untuk menyelesaikan repetisi.
Setelah menyelesaikan ketiga set, Anda telah menyelesaikan satu sesi latihan grip squeeze. Pastikan untuk memberikan istirahat yang cukup kepada otot-otot tangan Anda setelah latihan dan jangan ragu untuk mengontrol resistensi alat hand grip agar sesuai dengan kemampuan Anda. Jika Anda merasa sakit atau tidak nyaman selama latihan, hentikan dan istirahat sejenak, dan konsultasikan dengan profesional kesehatan jika diperlukan.

       Seberapa lama Anda harus menahan hand grip tergantung pada tujuan latihan dan tingkat kekuatan Anda. Secara umum, menahan hand grip selama 2 hingga 5 detik adalah interval yang umum digunakan. 

Beberapa pertimbangan yang dapat Anda gunakan:

Pengembangan Kekuatan: 
Jika Anda ingin meningkatkan kekuatan cengkeraman tangan, menahan hand grip selama 3 hingga 5 detik dalam setiap repetisi dapat membantu merangsang pertumbuhan otot dan meningkatkan kekuatan.

Daya Tahan: 
Jika Anda ingin meningkatkan daya tahan otot tangan, Anda dapat menahan hand grip selama 10 detik atau lebih dalam setiap repetisi. Ini akan membantu meningkatkan daya tahan otot Anda terhadap kelelahan.

Latihan Isometrik: 
Pada latihan isometrik, di mana Anda menahan posisi tanpa gerakan, menahan hand grip selama 5 hingga 10 detik atau bahkan lebih dapat membantu membangun kekuatan otot tanpa gerakan yang terlalu mengejutkan.

Penyesuaian Pribadi:
Terkadang, penting untuk menyesuaikan waktu penahanan berdasarkan kenyamanan dan kekuatan pribadi Anda. Mulailah dengan waktu penahanan yang pendek dan tingkatkan secara bertahap seiring dengan peningkatan kekuatan dan kenyamanan Anda.

Ingatlah untuk selalu mendengarkan tubuh Anda dan berhenti jika Anda merasa nyeri atau tidak nyaman selama latihan. Berbicaralah dengan instruktur kebugaran atau profesional kesehatan jika Anda memiliki pertanyaan khusus tentang latihan hand grip dan waktu penahannya.

Beberapa posisi grip yang mungkin lebih cocok untuk lansia adalah:

Hand Grip Neutral: 
Hand grip neutral (atau grip tengah) sering dianggap sebagai pilihan yang baik untuk lansia karena posisinya yang lebih alami dan nyaman. Ini memungkinkan tangan dan lengan untuk bergerak dalam posisi yang lebih stabil dan bebas tegangan. Latihan dengan hand grip neutral dapat membantu menjaga kekuatan dan fleksibilitas tangan tanpa menimbulkan risiko cedera yang tinggi.

Underhand Grip (Supinated Grip): 
Underhand grip, di mana telapak tangan menghadap ke atas, sering kali lebih nyaman bagi beberapa lansia karena memungkinkan bahu dan lengan untuk bergerak dalam posisi yang lebih alami. Latihan dengan underhand grip, seperti lat pull-downs atau chin-ups, dapat membantu memperkuat otot-otot punggung dan lengan tanpa menimbulkan terlalu banyak tekanan pada pergelangan tangan.

Fat Grip:
Jika lansia memiliki masalah dengan kelemahan grip atau kekakuan jari-jari, menggunakan alat hand grip dengan diameter yang lebih besar (fat grip) mungkin dapat membantu. Fat grip dapat membantu meningkatkan kekuatan cengkeraman dan memperkuat otot-otot tangan tanpa menimbulkan ketegangan berlebihan pada pergelangan tangan.

Setiap individu mungkin memiliki preferensi dan kenyamanan yang berbeda, jadi eksperimenlah dengan berbagai posisi grip untuk menemukan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan Anda. Selalu penting untuk mendengarkan tubuh Anda dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan jika Anda memiliki masalah kesehatan yang mendasari sebelum memulai program latihan baru.



Sumber:



https://bmcgeriatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12877-021-02663-3


Monday 29 April 2024

Batuk Kronis, Sumber Stres dan Beban Lansia untuk Beraktivitas.

         Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit umum yang dapat berdampak signifikan terhadap kualitas hidup, morbiditas, dan mortalitas populasi lanjut usia. PPOK merupakan penyakit multi komponen yang mempengaruhi sistem dan organ di luar paru-paru, seperti penurunan berat badan, disfungsi otot, dan penyakit kardiovaskular. 

Paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko kesehatan paru lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

PPOK adalah kondisi paru-paru kronis yang ditandai oleh pembatasan aliran udara yang terjadi secara progresif. Pada lansia, PPOK bisa menjadi lebih sering terjadi dan lebih parah karena faktor-faktor seperti penurunan elastisitas paru-paru dan penurunan kekuatan otot pernapasan seiring dengan usia. 

PPOK meliputi dua kondisi utama, yaitu: bronkitis kronis, yang melibatkan peradangan dan pembengkakan saluran udara, dan emfisema, yang melibatkan kerusakan pada dinding alveoli (kantong udara di paru-paru). Gejalanya termasuk batuk kronis, sesak napas, dan produksi dahak yang berlebihan. 

PPOK pada lansia dapat menyebabkan gejala seperti batuk kronis, sesak napas, dan peningkatan risiko infeksi paru-paru. Perawatan yang tepat, seperti penggunaan obat-obatan, terapi oksigen, dan program rehabilitasi paru-paru, dapat membantu mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup lansia yang terkena PPOK.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada lansia dapat memiliki ciri-ciri yang serupa dengan PPOK pada kelompok usia lainnya, namun terkadang dapat lebih kompleks atau berat. 

Beberapa ciri-ciri PPOK pada lansia meliputi:

Batuk Kronis: 
Lansia dengan PPOK sering mengalami batuk kronis yang tidak mereda, terutama di pagi hari atau setelah aktivitas fisik.

Lansia dengan PPOK sering mengalami batuk Kronis.
(Sumber: foto canva.com)
Sesak Napas:
Kesulitan bernapas atau sesak napas sering terjadi, terutama saat melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan stres.

Penurunan Toleransi Terhadap Aktivitas Fisik:
Lansia dengan PPOK mungkin menemukan bahwa mereka lebih cepat lelah atau tidak mampu melakukan aktivitas fisik seperti yang mereka lakukan sebelumnya.

Peningkatan Frekuensi Infeksi Saluran Pernapasan: 
Lansia dengan PPOK lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia, karena sistem kekebalan tubuh yang melemah seiring dengan usia.

Penurunan Berat Badan: 
Beberapa lansia dengan PPOK mungkin mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan karena kesulitan makan atau metabolisme yang berubah.

Peningkatan Risiko Komplikasi: 
Lansia dengan PPOK memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi serius seperti serangan jantung, emboli paru-paru, atau kegagalan pernapasan.

Kualitas Hidup yang Menurun: 
PPOK pada lansia dapat memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan, termasuk kemampuan untuk menjalani kegiatan sehari-hari dan interaksi sosial.

Perubahan Psikologis: 
Lansia dengan PPOK mungkin mengalami stres, kecemasan, atau depresi karena gejala yang mengganggu dan keterbatasan aktivitas.

Peningkatan Frekuensi dan Durasi Pemulihan dari Exacerbation: 
Lansia dengan PPOK cenderung mengalami eksaserbasi (peningkatan gejala) dengan frekuensi yang lebih tinggi dan waktu pemulihan yang lebih lama setelah eksaserbasi.

Beberapa faktor penyebab Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada lansia bisa sangat bervariasi, antara lain:

Merokok: 
Merokok merupakan penyebab utama PPOK pada semua kelompok usia, termasuk lansia. Merokok secara signifikan meningkatkan risiko terkena PPOK dan dapat mempercepat perkembangannya.

Paparan Asap Rokok Pasif: 
Paparan terhadap asap rokok pasif juga dapat meningkatkan risiko PPOK pada lansia, terutama jika mereka tinggal bersama perokok.

Paparan asap rokok meningkatkan PPOK pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Paparan Polusi Udara:
Paparan jangka panjang terhadap polusi udara, seperti asap kendaraan bermotor, industri, atau asap dari bahan bakar bakar-bakaran rumah tangga, dapat meningkatkan risiko PPOK pada lansia.

Faktor Genetik: 
Faktor genetik atau riwayat keluarga dengan PPOK juga dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit ini, termasuk pada lansia.

Riwayat Infeksi Saluran Pernapasan:
Riwayat infeksi saluran pernapasan yang sering atau berat pada masa lalu, terutama pneumonia, dapat meningkatkan risiko terkena PPOK pada lansia.

Penuaan: 
Proses penuaan alami juga dapat menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi paru-paru serta saluran pernapasan, yang dapat menyebabkan risiko lebih tinggi terkena PPOK pada lansia.

Paparan Zat-Zat Berbahaya di Lingkungan Kerja: 
Paparan terhadap zat-zat berbahaya seperti debu, asap, atau bahan kimia di lingkungan kerja selama bertahun-tahun dapat meningkatkan risiko PPOK pada lansia.

Riwayat Penyakit Paru-Puluhan: 
Lansia dengan riwayat penyakit paru-pulmoner lainnya, seperti asma atau bronkitis kronis, mungkin memiliki risiko lebih tinggi terkena PPOK.

Faktor-faktor ini sering kali berinteraksi satu sama lain dan dapat meningkatkan risiko PPOK pada lansia. 

       Mencegah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada lansia melibatkan berbagai langkah yang dapat membantu mengurangi risiko terkena penyakit ini. 

Beberapa cara untuk mencegah PPOK pada lansia:

Berhenti Merokok:
Langkah terpenting dalam mencegah PPOK adalah dengan berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok pasif. Berhenti merokok dapat mengurangi risiko terkena PPOK serta memperlambat perkembangan penyakit pada mereka yang telah menderita PPOK.

Hindari Paparan Polusi Udara: 
Upaya harus dilakukan untuk mengurangi paparan polusi udara di lingkungan sekitar, seperti menghindari berada di dekat tempat-tempat dengan polusi udara tinggi atau menggunakan masker pelindung saat berada di lingkungan yang berpolusi.

Menghindari Paparan Zat-zat Berbahaya di Tempat Kerja:
Jika bekerja di lingkungan yang berpotensi berbahaya, seperti tempat yang memiliki debu, asap, atau bahan kimia beracun, pastikan untuk menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dan mengikuti prosedur keselamatan yang ditetapkan.

Pola Hidup Sehat: 
Menerapkan pola hidup sehat, termasuk mengonsumsi makanan sehat, berolahraga secara teratur, dan menjaga berat badan yang sehat, dapat membantu menjaga kesehatan paru-paru dan sistem pernapasan secara keseluruhan.

Vaksinasi: 
Mendapatkan vaksinasi yang tepat, seperti vaksin influenza dan vaksin pneumonia, dapat membantu melindungi lansia dari infeksi saluran pernapasan yang dapat menyebabkan komplikasi paru-paru.

Pemeriksaan Rutin: 
Melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkonsultasi dengan dokter untuk memantau kesehatan paru-paru dan mengidentifikasi gejala PPOK dengan cepat jika muncul.

Pengelolaan Penyakit Komorbid: 
Pengelolaan kondisi kesehatan lain yang dapat meningkatkan risiko PPOK, seperti penyakit jantung atau diabetes, juga penting dalam mencegah perkembangan PPOK pada lansia.

Edukasi dan Kesadaran: 
Meningkatkan kesadaran akan faktor risiko dan gejala PPOK serta menyediakan edukasi tentang pentingnya menjaga kesehatan paru-paru dapat membantu masyarakat, termasuk lansia, untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat.

       Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah kondisi kronis yang tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikelola dengan baik melalui perawatan yang tepat. Tujuan pengobatan PPOK pada lansia adalah untuk mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup, mencegah eksaserbasi (peningkatan gejala), dan mengurangi risiko komplikasi. 

Beberapa langkah pengobatan yang umum digunakan untuk mengelola PPOK pada lansia:

Berhenti Merokok: 
Jika lansia masih merokok, langkah pertama yang paling penting adalah berhenti merokok. Berhenti merokok dapat membantu memperlambat progresivitas penyakit dan mengurangi risiko komplikasi.

Obat-Obatan: 
Dokter dapat meresepkan berbagai jenis obat untuk mengelola gejala PPOK pada lansia, termasuk:

Bronkodilator:
Obat-obatan ini membantu melebarkan saluran udara dan mempermudah pernapasan.

Glukokortikoid inhalasi: 
Untuk mengurangi peradangan pada saluran udara, kombinasi bronkodilator dan glukokortikoid inhalasi.

Antibiotik: 
Untuk mengobati infeksi bakteri yang dapat memperburuk gejala. Obat untuk meredakan gejala seperti batuk atau sesak napas.

Terapi Oksigen: 
Jika kadar oksigen dalam darah rendah, terapi oksigen dapat diberikan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh dan mengurangi sesak napas.

Rehabilitasi Paru: 
Program rehabilitasi paru-paru, yang meliputi latihan fisik terapeutik, pendidikan tentang penyakit, dan dukungan psikososial, dapat membantu meningkatkan kekuatan dan fungsi paru-paru, serta meningkatkan kualitas hidup.

Vaksinasi: 
Lansia dengan PPOK disarankan untuk mendapatkan vaksinasi influenza tahunan dan vaksinasi pneumonia sesuai rekomendasi dokter untuk melindungi dari infeksi yang dapat memperburuk gejala.

Pengelolaan Penyakit Komorbid: 
Pengelolaan kondisi kesehatan lain yang dapat memperburuk PPOK, seperti penyakit jantung atau diabetes, juga penting dalam pengobatan PPOK pada lansia.

Perawatan Mandiri:
Lansia dengan PPOK juga dapat melakukan langkah-langkah perawatan mandiri, seperti mengikuti program latihan fisik yang disarankan, menjaga pola makan yang sehat, dan menghindari paparan polusi udara atau asap rokok.

Pengobatan PPOK pada lansia harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan individu, dan dikelola secara teratur oleh dokter atau spesialis paru-paru. Langkah-langkah ini dapat membantu mengelola gejala PPOK, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi pada lansia.




Sumber:



https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0954611103914880


Sunday 28 April 2024

Jangan Hanya Satu, Ada 4 Jenis latihan Fisik untuk Lansia

       Latihan fisik untuk lansia adalah serangkaian aktivitas fisik yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan dan batasan fisik yang sering terjadi pada orang yang lebih tua. Tujuan dari latihan fisik ini adalah untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan, kebugaran, keseimbangan, fleksibilitas, dan kekuatan tubuh lansia. Latihan ini dapat disesuaikan dengan kondisi kesehatan dan tingkat kebugaran masing-masing individu, sehingga memberikan manfaat yang optimal tanpa meningkatkan risiko cedera.

Lansia dapat memilih olahraga yang sesuai dengan kondisinya.
(Sumber: Paguyuban Pengawas Purna)

Latihan fisik untuk lansia biasanya mencakup berbagai jenis aktivitas, termasuk aerobik ringan, latihan kekuatan, latihan keseimbangan, latihan fleksibilitas, serta latihan mental dan pernapasan. Aktivitas-aktivitas ini dapat dilakukan secara teratur sebagai bagian dari rutinitas harian untuk membantu lansia tetap aktif, sehat, dan mandiri.

Berolahraga dapat dilakukan dengan sepeda fix.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Pentingnya latihan fisik untuk lansia terletak pada fakta bahwa aktivitas fisik teratur dapat membantu mengurangi risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, dan osteoporosis, serta membantu menjaga keseimbangan, koordinasi, dan mobilitas tubuh. Selain itu, latihan fisik juga dapat meningkatkan kualitas hidup dengan meningkatkan mood, kesejahteraan mental, dan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Beberapa jenis latihan fisik yang biasanya direkomendasikan untuk lansia:

Daya Tahan (Aerobik ringan):
Melibatkan aktivitas yang membuat jantung dan paru-paru bekerja lebih keras untuk menyediakan oksigen ke seluruh tubuh.
  • Manfaatnya termasuk meningkatkan kesehatan jantung, meningkatkan sirkulasi darah, dan meningkatkan stamina dan energi sehari-hari.
  • Contohnya adalah berjalan cepat, bersepeda, berenang, atau melakukan aktivitas aerobik ringan lainnya.
Kekuatan (Latihan kekuatan):
Aktivitas yang menargetkan otot-otot untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan.
  • Manfaatnya termasuk meningkatkan kekuatan fisik, meningkatkan fungsi tulang, dan membantu dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengangkat barang.
  • Contohnya adalah squat, lunges, push-ups, dan latihan kekuatan lainnya menggunakan beban tubuh atau alat bantu ringan.
Latihan kekuatan dapat dilakukan lansia dengan cara mudah.
(Sumber: Paguyuban Pengawas Purna)

Keseimbangan (Latihan keseimbangan):
Maksudnya adalah melibatkan aktivitas yang membantu memperkuat otot-otot inti dan meningkatkan koordinasi tubuh untuk mencegah jatuh.
  • Manfaatnya termasuk mengurangi risiko cedera dan meningkatkan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
  • Contohnya adalah berdiri pada satu kaki, berlatih yoga, tai chi, atau gerakan-gerakan keseimbangan lainnya.
Fleksibilitas (Latihan peregangan dan fleksibilitas):
Aktivitas yang membantu memelihara atau meningkatkan rentang gerak sendi dan elastisitas otot.
  • Manfaatnya termasuk meningkatkan mobilitas, mencegah kekakuan otot dan sendi, dan mengurangi risiko cedera.
  • Contohnya adalah latihan peregangan, yoga, pilates, atau gerakan-gerakan fleksibilitas lainnya.
Dengan melakukan latihan-latihan ini secara teratur dan sesuai dengan kemampuan individu, lansia dapat menjaga kesehatan fisik dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

Berapa Waktu yang Dibutuhkan untuk Lansia Latihan.
Waktu yang dibutuhkan untuk lansia berolahraga dapat bervariasi tergantung pada kondisi fisik, kesehatan, dan tingkat kebugaran individu, serta jenis latihan yang dilakukan. 

Beberapa panduan umum mengenai waktu yang disarankan untuk lansia berolahraga:

Aerobik ringan: 
Biasanya disarankan untuk melakukan aerobik ringan selama setidaknya 150 menit per minggu. Ini dapat dibagi menjadi sesi latihan selama 30 menit, lima hari dalam seminggu. Namun, jika lansia memiliki batasan fisik atau tidak dapat mencapai target tersebut, mereka dapat memulai dengan durasi yang lebih pendek dan secara bertahap meningkatkannya.

Latihan kekuatan: 
Latihan kekuatan disarankan dilakukan dua hingga tiga kali seminggu. Setiap sesi latihan biasanya berlangsung sekitar 20-30 menit, tergantung pada jenis latihan dan jumlah set yang dilakukan.

Latihan keseimbangan: 
Latihan keseimbangan dapat dilakukan setiap hari atau beberapa kali seminggu, tergantung pada kebutuhan individu. Setiap sesi latihan keseimbangan biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, tetapi bisa lebih pendek atau lebih lama tergantung pada tingkat kenyamanan dan kebutuhan.

Latihan fleksibilitas: 
Latihan fleksibilitas seperti peregangan dapat dilakukan setiap hari atau beberapa kali seminggu. Setiap sesi latihan fleksibilitas biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit, dan dapat diintegrasikan ke dalam rutinitas latihan lainnya atau dilakukan secara terpisah.

Pedomannya adalah 150 menit aktivitas sedang atau 75 menit aktivitas berat dalam seminggu. Tidak masalah bagaimana Anda mendapatkannya. Anda bisa berjalan, Anda bisa berenang, Anda bisa berlari.
Penelitian telah menunjukkan bahwa penting untuk melakukan keempat jenis latihan: daya tahan, kekuatan, keseimbangan, dan fleksibilitas. 

Beberapa manfaat utama berolahraga untuk lansia:

Meningkatkan Kesehatan Jantung: 
Latihan aerobik seperti berjalan cepat, bersepeda, atau berenang dapat meningkatkan kesehatan jantung dan pembuluh darah. Ini membantu mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke, yang lebih umum terjadi pada lansia.

Meningkatkan Kesehatan Tulang dan Menurunkan Risiko Osteoporosis: 
Latihan kekuatan, seperti angkat beban atau latihan berat, membantu memperkuat tulang dan meningkatkan kepadatan tulang. Hal ini dapat mengurangi risiko patah tulang atau osteoporosis pada lansia.

Meningkatkan Keseimbangan dan Koordinasi: 
Latihan keseimbangan, seperti yoga atau tai chi, membantu meningkatkan keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan. Ini dapat membantu mencegah jatuh, yang sering menjadi masalah serius pada lansia.

Meningkatkan Kesehatan Mental dan Kualitas Tidur:
Olahraga dapat membantu mengurangi stres, kecemasan, dan depresi pada lansia. Selain itu, latihan fisik teratur juga dapat meningkatkan kualitas tidur dan membantu menjaga fungsi kognitif yang baik.

Meningkatkan Kemandirian dan Kualitas Hidup: 
Dengan memelihara kebugaran fisik, lansia dapat tetap mandiri dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal ini dapat meningkatkan kualitas hidup mereka secara keseluruhan dan membantu mereka tetap aktif dan terlibat dalam kehidupan sosial.

Mengurangi Risiko Penyakit Kronis: 
Olahraga teratur dapat membantu mengurangi risiko berbagai penyakit kronis, termasuk diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, dan beberapa jenis kanker.

Meningkatkan Harapan Hidup: 
Penelitian telah menunjukkan bahwa lansia yang aktif secara fisik memiliki harapan hidup yang lebih panjang dan umumnya memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang kurang aktif secara fisik.

Oleh karena itu, berolahraga secara teratur merupakan bagian penting dari gaya hidup sehat bagi lansia. Namun, penting untuk memilih jenis olahraga yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi kesehatan individu, dan selalu berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai program latihan baru.


Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/exercise-and-physical-activity/four-types-exercise-and-physical-activity 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6304477/

https://www.cdc.gov/physicalactivity/basics/older_adults/index.htm

https://thegreenfields.org/5-benefits-exercise-seniors-aging-adults/

https://ijbnpa.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12966-020-00995-8

Friday 26 April 2024

Penyakit Ini Menyebabkan Nyeri Saat Berjalan pada Lansia

        Prevalensi penyakit arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit ini pada orang lanjut usia mungkin tidak menunjukkan gejala, mungkin berhubungan dengan klaudikasio intermiten,  kondisi di mana pasokan darah ke otot-otot terganggu secara periodik atau tidak teratur.

Istilah ini biasanya mengacu pada kondisi klaudikasi intermiten pada tungkai bawah, yang sering disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengarah ke otot-otot tersebut. Ini dapat menyebabkan gejala seperti nyeri atau kram saat berjalan atau berolahraga, yang disebut klaudikasi. 

Penyakit arteri perifer meningkat seiring bertambahnya usia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Gejala ini sering kali membaik dengan istirahat dan memburuk kembali saat aktivitas dilanjutkan, atau mungkin berhubungan dengan iskemia ekstremitas kritis, kondisi di mana pasokan darah ke ekstremitas (seperti kaki atau tangan) terganggu secara signifikan, biasanya karena penyumbatan atau penyempitan arteri besar yang memasok darah ke bagian tersebut. 

Penyakit arteri perifer terjadi ketika arteri yang membawa darah ke bagian bawah tubuh (panggul dan tungkai) menyempit sehingga mengurangi aliran darah ke otot-otot kaki.  Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada lansia biasanya berkembang secara perlahan dan gejalanya mungkin tidak selalu terasa nyata pada tahap awal. 

Beberapa ciri-ciri yang umum terkait PAP pada lansia adalah:

Claudication Intermiten:
Gejala utama PAP adalah nyeri atau rasa tidak nyaman yang terjadi saat berjalan jauh atau melakukan aktivitas fisik lainnya. Nyeri ini mungkin terasa di tungkai, panggul, atau kaki, dan biasanya mereda saat istirahat. Nyeri tersebut disebabkan oleh kurangnya pasokan darah yang cukup ke otot selama aktivitas fisik.

Gangguan Peredaran Darah: 
PAP pada lansia dapat menyebabkan kulit pada kaki dan kaki menjadi pucat atau kebiruan saat dalam posisi berbaring dan menjadi kemerahan saat dalam posisi duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah yang dapat memengaruhi penampilan kulit.

Perubahan pada Kulit: 
Kulit yang terasa dingin atau berubah warna, terutama jika terjadi ulkus atau luka yang sulit sembuh pada kaki, dapat menjadi tanda PAP pada lansia. Perubahan warna kulit ini sering kali terjadi karena kurangnya pasokan darah ke jaringan.

Perubahan warna kulit pada kaki karena pasokan darah berkurang.
(Sumber: foto canva.com)
Perubahan Struktur Kuku: 
Terkadang, PAP dapat menyebabkan perubahan pada struktur kuku, seperti kuku menjadi rapuh, tebal, atau bahkan mengalami pertumbuhan yang tidak normal. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya aliran darah yang memadai ke area tersebut.

Penurunan Suhu Kaki: 
Kaki yang terasa dingin atau lebih dingin dari bagian tubuh lainnya juga dapat menjadi tanda PAP pada lansia. Ini disebabkan oleh gangguan aliran darah yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk mempertahankan suhu normal.

Penurunan Sensasi: 
Lansia dengan PAP mungkin mengalami penurunan sensasi atau kesemutan pada kaki atau kaki mereka. Hal ini disebabkan oleh kurangnya aliran darah yang memengaruhi saraf-saraf perifer.

Risiko Infeksi yang Lebih Tinggi: 
Kurangnya aliran darah yang memadai ke kaki dan kaki juga dapat meningkatkan risiko infeksi, dan luka pada kaki atau kaki mungkin sulit sembuh atau sembuh dengan lambat.

Jika seseorang mengalami gejala yang mencurigakan PAP, penting untuk segera berkonsultasi dengan profesional medis untuk evaluasi lebih lanjut dan pengelolaan kondisi yang tepat.

Penyakit ini menyebabkan nyeri saat berjalan dan masalah lain termasuk gangren dan amputasi.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada usia lanjut meliputi:

Usia Lanjut:
Risiko PAP meningkat seiring bertambahnya usia. Proses penuaan alami dapat menyebabkan arteri menjadi kaku dan kaku, serta mengalami penumpukan plak aterosklerosis.

Merokok:
Merokok adalah salah satu faktor risiko utama untuk perkembangan PAP. Zat-zat yang terdapat dalam rokok merusak dinding arteri dan mempercepat pembentukan plak aterosklerosis.

Diabetes:
Penderita diabetes memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami PAP karena diabetes dapat merusak dinding arteri dan menyebabkan peradangan serta penumpukan plak.

Hipertensi: 
Tekanan darah tinggi dapat merusak dinding arteri dan meningkatkan risiko terjadinya PAP.

Dislipidemia: 
Tingkat kolesterol dan trigliserida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan penumpukan plak di dalam arteri, yang pada akhirnya dapat menyumbat aliran darah ke ekstremitas.

Obesitas: 
Kelebihan berat badan atau obesitas merupakan faktor risiko untuk PAP karena dapat meningkatkan tekanan pada arteri dan menyebabkan peradangan serta resistensi insulin.

Kurangnya Aktivitas Fisik: 
Gaya hidup yang tidak aktif atau kurangnya olahraga dapat menyebabkan penumpukan lemak dan plak di dalam arteri, meningkatkan risiko PAP.

Gaya hidup yang tidak aktif menyebabkan penumpukan lemak.
(Sumber: foto canva.com)
Riwayat Keluarga:
Jika ada anggota keluarga dengan riwayat PAP atau penyakit kardiovaskular lainnya, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi tersebut.

Gangguan Kardiovaskular Lainnya: 
Riwayat penyakit jantung koroner, stroke, atau penyakit kardiovaskular lainnya juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami PAP.

Kondisi Medis Lainnya: 
Beberapa kondisi medis lainnya seperti penyakit ginjal kronis atau lupus dapat meningkatkan risiko terjadinya PAP.

Mengidentifikasi dan mengendalikan faktor-faktor risiko ini dapat membantu dalam pencegahan atau pengelolaan PAP pada lansia. Perubahan gaya hidup sehat dan pengelolaan kondisi medis yang terkait dapat membantu mengurangi risiko PAP serta memperbaiki kualitas hidup.

       Mencegah Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada lansia melibatkan penerapan langkah-langkah gaya hidup sehat dan pengelolaan faktor risiko yang dapat mempengaruhi perkembangan kondisi tersebut. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah PAP pada lansia:

Berhenti Merokok: 
Merokok merupakan faktor risiko utama untuk PAP. Berhenti merokok atau tidak memulai kebiasaan merokok dapat membantu mengurangi risiko PAP dan meningkatkan kesehatan arteri.

Menerapkan Diet Sehat:
Makan makanan yang sehat dan seimbang dapat membantu menjaga berat badan yang sehat, mengontrol kadar kolesterol dan trigliserida, serta mengurangi risiko PAP. Perbanyak konsumsi buah, sayuran, biji-bijian utuh, ikan berlemak, dan hindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol.

Melakukan Aktivitas Fisik Teratur: 
Melakukan olahraga secara teratur dapat meningkatkan aliran darah, memperkuat jantung dan pembuluh darah, serta mengurangi risiko PAP. Aktivitas aerobik seperti berjalan cepat, bersepeda, atau berenang dapat menjadi pilihan yang baik.

Mengelola Berat Badan: 
Menjaga berat badan yang sehat atau menurunkan berat badan jika diperlukan dapat membantu mengurangi tekanan pada arteri dan mengurangi risiko PAP.

Pengelolaan Stres:
Stres kronis dapat berkontribusi pada penyakit kardiovaskular termasuk PAP. Menerapkan teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan arteri.

Pengukuran Tekanan Darah dan Kolesterol Secara Teratur: 
Memantau tekanan darah dan kadar kolesterol secara teratur dengan berkonsultasi dengan dokter dapat membantu mendeteksi dan mengendalikan faktor risiko yang dapat menyebabkan PAP.

Mengelola Penyakit Kronis: 
Jika Anda memiliki kondisi medis seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit kardiovaskular lainnya, penting untuk mengelolanya dengan baik sesuai dengan petunjuk dokter untuk mengurangi risiko PAP.

Pencegahan Cedera: 
Hindari cedera yang dapat merusak arteri, misalnya, dengan menghindari tekanan yang berlebihan pada kaki atau kaki, serta memakai alas kaki yang sesuai dan aman.

Pemeriksaan Rutin: 
Rutin menjalani pemeriksaan kesehatan dan berkonsultasi dengan dokter secara teratur dapat membantu mendeteksi masalah kesehatan yang mungkin mempengaruhi risiko PAP.

Dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan di atas, seseorang dapat mengurangi risiko mengembangkan Penyakit Arteri Perifer pada usia lanjut dan mempertahankan kesehatan arteri yang baik. 

        Pengobatan Penyakit Arteri Perifer (PAP) pada lansia bertujuan untuk mengurangi gejala, meningkatkan aliran darah ke ekstremitas, mencegah komplikasi, dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan PAP pada lansia dapat melibatkan beberapa pendekatan, termasuk perubahan gaya hidup, pengobatan obat-obatan, terapi non-invasif, atau prosedur bedah dalam kasus yang lebih parah. 

Beberapa opsi pengobatan yang mungkin direkomendasikan oleh dokter:

Perubahan Gaya Hidup: 
Mengadopsi gaya hidup sehat yang mencakup diet sehat, aktivitas fisik teratur, berhenti merokok, dan pengelolaan berat badan dapat membantu mengurangi gejala PAP dan memperlambat perkembangan kondisi.

Obat-obatan: 
Dokter dapat meresepkan obat-obatan untuk mengendalikan faktor risiko seperti tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, atau diabetes yang dapat memperburuk PAP. Contoh obat-obatan yang mungkin diresepkan termasuk statin, antihipertensi, atau obat antiplatelet.

Terapi Antiplatelet: 
Terapi antiplatelet seperti aspirin dapat direkomendasikan untuk mencegah pembekuan darah yang dapat menyumbat arteri.

Terapi Peningkatan Aliran Darah: 
Beberapa terapi yang bertujuan untuk meningkatkan aliran darah ke ekstremitas, seperti terapi tekanan negatif, terapi hiperbarik oksigen, atau terapi dengan agen vasoaktif, mungkin direkomendasikan dalam beberapa kasus.

Terapi Fisik: 
Program rehabilitasi kardiopulmoner atau terapi fisik khusus dapat membantu meningkatkan kekuatan otot dan stamina, serta mengurangi gejala claudication intermiten.

Pengobatan Intervensional: 
Jika gejala PAP parah dan tidak merespons terhadap pengobatan konservatif, dokter dapat merekomendasikan prosedur intervensional seperti angioplasti atau stent arteri untuk membuka arteri yang menyempit.

Prosedur Bedah: 
Dalam kasus yang lebih serius, seperti jika arteri sangat menyempit atau tersumbat, prosedur bedah seperti bypass arteri atau endarterektomi mungkin diperlukan untuk mengembalikan aliran darah normal ke ekstremitas.

Setiap rencana pengobatan harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan individu dan dipantau secara teratur oleh dokter untuk memastikan efektivitasnya serta untuk menghindari komplikasi. Diskusi terbuka dengan dokter dan mengikuti rekomendasinya secara cermat akan membantu menentukan pendekatan pengobatan terbaik untuk mengelola PAP pada lansia.


Sumber:

https://www.healthinaging.org/a-z-topic/peripheral-artery-disease

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2686340/

https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/01.ATV.18.2.185

https://academic.oup.com/biomedgerontology/article/59/2/M172/610298

https://www.ejves.com/article/S1078-5884(23)00060-6/fulltext



Thursday 25 April 2024

Bedakan Lupa Normal dan lupa Gangguan Ingatan pada Lansia.

        Lupa atau kehilangan ingatan dalam beberapa situasi tertentu adalah pengalaman yang umum bagi semua orang, tidak hanya lansia. Namun, penting untuk memahami perbedaan antara lupa yang normal dan gangguan ingatan yang lebih serius yang mungkin terjadi pada lansia.

Lupa yang Normal:
  • Lupa sementara, terutama terhadap hal-hal yang tidak penting atau kurang penting.
  • Biasanya terjadi pada saat stres, kurang tidur, atau kelelahan.
  • Kemampuan untuk mengingat kembali informasi secara spontan saat situasinya memungkinkan.
  • Tidak mengganggu fungsi sehari-hari atau aktivitas rutin.
Lansia yang mengalami lupa normal merupakan hal yang wajar.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
lupa Gangguan Ingatan pada Lansia:

  • Gangguan ingatan yang lebih serius dan berkelanjutan.
  • Kesulitan yang signifikan dalam mengingat informasi penting atau peristiwa-peristiwa baru-baru ini.
  • Gangguan dalam fungsi sehari-hari, seperti kesulitan dalam mengingat janji, nama orang-orang terdekat, atau kesulitan dalam melakukan tugas-tugas rutin.
  • Dapat disertai dengan gejala lain, seperti kebingungan, kesulitan berbicara atau menulis, perubahan perilaku, atau penurunan kemampuan untuk merencanakan dan menyelesaikan tugas.
Gangguan ingatan yang parah dapat mempengaruhi kualitas hidup dan kemampuan seseorang untuk merawat diri sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan perbedaan antara lupa yang normal dan gangguan ingatan yang memerlukan perhatian medis serius.

Penting untuk membedakan lupa normal dan gangguan ingatan.
(Sumber: foto canva.com)
Istilah medis untuk ingatan jangka pendek adalah "ingatan kerja" atau "memori kerja". Ingatan kerja merujuk pada sistem ingatan yang terlibat dalam penyimpanan dan pemrosesan informasi dalam jangka waktu yang singkat, biasanya beberapa detik hingga beberapa menit. Ingatan kerja memungkinkan kita untuk sementara menyimpan informasi yang baru dipelajari atau dihadapi dalam kesadaran kita.

Sementara itu, istilah medis untuk ingatan jangka panjang adalah "memori deklaratif". Memori deklaratif adalah jenis memori yang menyimpan informasi tentang fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang dapat diungkapkan dalam bentuk verbal. 

Ini Mencakup Dua Sub Jenis Utama:

Memori episodik: Memori episodik adalah jenis memori deklaratif yang terkait dengan penyimpanan dan pengingatan peristiwa-peristiwa spesifik yang telah dialami oleh individu, seperti pengalaman pribadi dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.

Memori semantik: Memori semantik adalah jenis memori deklaratif yang mencakup pengetahuan umum tentang dunia, termasuk fakta-fakta, konsep-konsep, dan aturan-aturan yang tidak terkait langsung dengan pengalaman pribadi individu.

Kedua jenis memori ini adalah bagian dari memori jangka panjang dan berperan dalam menyimpan informasi yang lebih stabil dan tahan lama dibandingkan dengan ingatan jangka pendek.

       Pada lansia, baik ingatan jangka pendek maupun jangka panjang dapat mengalami perubahan. Beberapa perubahan umum yang terkait dengan ingatan pada lansia termasuk:

Ingatan Jangka Pendek (Memori Kerja):

  • Lansia mungkin mengalami penurunan dalam kemampuan mereka untuk menyimpan dan mengingat informasi baru dalam waktu singkat.
  • Kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap informasi baru.
  • Gangguan pada kemampuan untuk memproses informasi dengan cepat, yang dapat mempengaruhi penghapalan informasi baru.
  • Sementara beberapa aspek ingatan jangka pendek mungkin terpengaruh, yang lain masih dapat dipertahankan dengan latihan dan stimulasi yang tepat.

Pada lansia mengalami perubahan ingatan jangka pendek.
(Sumber: gambar canva.com)

Ingatan Jangka Panjang (Memori Deklaratif):

  • Meskipun beberapa lansia mungkin mengalami penurunan ingatan jangka panjang, terutama untuk peristiwa baru-baru ini, banyak aspek ingatan jangka panjang, seperti pengalaman hidup dan keterampilan yang dikuasai, tetap relatif stabil.
  • Ingatan semantik, yang merupakan pengetahuan umum tentang dunia, cenderung lebih terjaga dibandingkan dengan memori episodik, yang melibatkan ingatan akan peristiwa-peristiwa tertentu dalam hidup seseorang.
  • Meskipun demikian, beberapa lansia dapat mengalami gangguan pada ingatan jangka panjang yang signifikan, seperti demensia, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengingat informasi masa lalu dan bahkan mengenal orang-orang terdekat.

Beberapa gangguan ingatan jangka pendek dan jangka panjang pada lansia, antara lain:

Proses Penuaan Alami: 
Proses penuaan alami dapat menyebabkan penurunan performa pada ingatan jangka pendek dan panjang. Ini bisa disebabkan oleh perubahan struktural dan fungsional dalam otak seiring bertambahnya usia.

Penyakit Vaskular: 
Penyakit vaskular, seperti penyakit jantung koroner atau stroke, dapat mengganggu aliran darah ke otak. Hal ini bisa mengakibatkan kerusakan pada area otak yang penting untuk fungsi ingatan, baik jangka pendek maupun panjang.

Penyakit Neurodegeneratif: 
Penyakit-penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, Parkinson, atau Lewy body dementia sering kali menyebabkan gangguan ingatan yang signifikan pada lansia. Penyakit-penyakit ini cenderung mempengaruhi ingatan jangka panjang terutama, tetapi juga dapat memengaruhi ingatan jangka pendek.

Gangguan Kesehatan Mental: 
Kondisi kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan bisa memengaruhi fungsi kognitif, termasuk ingatan. Lansia dengan gangguan kesehatan mental ini mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan ingatan baik jangka pendek maupun panjang.

Efek Samping Obat: 
Beberapa obat yang umumnya diresepkan untuk kondisi-kondisi medis pada lansia dapat memiliki efek samping yang memengaruhi fungsi kognitif, termasuk ingatan. Misalnya, beberapa jenis obat antihipertensi, obat tidur, atau antidepresan dapat memengaruhi ingatan.

Gangguan Sensorik: 
Penurunan indra, seperti gangguan pendengaran atau penglihatan, juga dapat berkontribusi pada gangguan ingatan pada lansia. Gangguan sensorik ini dapat menghalangi seseorang dalam menerima atau memproses informasi secara efektif, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ingatan.

Gangguan sensorik  mempengaruhi ingatan.
(Sumber: foto canva.com)
Gaya Hidup Tidak Sehat: 
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang buruk, kurangnya tidur yang cukup, dan kurangnya stimulasi kognitif, juga dapat memperburuk gangguan ingatan pada lansia.

       Mengobati gangguan ingatan pada lansia tergantung pada penyebabnya. Dalam beberapa kasus, seperti pada penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer atau demensia vaskular, tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan kondisi tersebut secara menyeluruh, tetapi perawatan dapat membantu dalam mengelola gejalanya. 

Di sisi lain, jika gangguan ingatan disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat diubah, seperti kondisi medis lainnya atau pola hidup yang tidak sehat, tindakan tertentu dapat membantu memperbaiki atau mengurangi gejala gangguan ingatan. 

Berikut beberapa langkah yang dapat dipertimbangkan:

Perawatan Medis: Konsultasi dengan dokter atau spesialis kesehatan yang berkaitan untuk menilai kondisi lansia dan mencari penyebab gangguan ingatan. Dokter dapat meresepkan pengobatan atau terapi yang sesuai, tergantung pada kondisi yang mendasari.

Pengobatan untuk Kondisi Kesehatan Terkait: Jika gangguan ingatan disebabkan oleh kondisi medis seperti penyakit vaskular atau gangguan kesehatan mental, pengobatan yang tepat untuk kondisi tersebut dapat membantu mengurangi gejala gangguan ingatan.

Perawatan untuk Penyakit Neurodegeneratif: Untuk kondisi-kondisi seperti Alzheimer atau demensia, terapi obat-obatan tertentu, seperti inhibitor kolinesterase atau memantau glutamat, mungkin diresepkan untuk mengelola gejalanya. Terapi non-obat, seperti terapi perilaku kognitif atau dukungan psikososial, juga dapat membantu.

Pengelolaan Obat: Jika gangguan ingatan disebabkan oleh efek samping obat-obatan, dokter dapat meninjau rejimen obat pasien dan membuat penyesuaian jika diperlukan.

Gaya Hidup Sehat: Mendorong gaya hidup sehat, termasuk diet seimbang, olahraga teratur, tidur yang cukup, stimulasi kognitif, dan interaksi sosial yang aktif, dapat membantu menjaga kesehatan otak dan mengurangi risiko gangguan ingatan.

Latihan Kognitif: Program-program latihan kognitif, seperti teka-teki, permainan memori, atau kursus pendidikan, dapat membantu merangsang otak dan memperbaiki fungsi ingatan pada lansia.

Dukungan Sosial: Menjaga hubungan yang kuat dengan keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat memberikan dukungan emosional dan praktis yang penting dalam mengelola gangguan ingatan pada lansia.

Dukungan sosial mampu mengelola gangguan ingatan.
(Sumber: foto canva.com)

Memahami setiap kasus gangguan ingatan pada lansia mungkin memiliki penyebab dan penanganan yang berbeda. Konsultasikan dengan profesional medis untuk penilaian dan rekomendasi yang tepat.


Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/memory-loss-and-forgetfulness/memory-problems-forgetfulness-and-aging

https://alzheimer.ca/en/about-dementia/do-i-have-dementia/differences-between-normal-aging-dementia

https://www.helpguide.org/articles/alzheimers-dementia-aging/age-related-memory-loss.htm

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/alzheimers-disease/in-depth/memory-loss/art-20046326

https://www.cdc.gov/aging/publications/features/worsening-memory-loss/index.html