Showing posts with label Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Lingkungan. Show all posts

Thursday, 19 December 2024

PPN 12% Bikin Panik? Ini Kiat Ampuh Lansia Bertahan di Tengah Kenaikan Harga!

       Lansia tidak hanya ditentukan oleh usia, tetapi juga oleh kondisi fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang. Dari sisi ekonomi, lansia merupakan kelompok usia yang memiliki karakteristik dan tantangan khusus yang memengaruhi kesejahteraan mereka secara finansial.

Kegembiraan lansia mungkin akan berkurang dengan berlakunya PPN 12%
(Sumber: Foto Rozali)

Beberapa aspek yang berkaitan dengan lansia dari sisi ekonomi:

1. Sumber Pendapatan Lansia

Lansia biasanya memiliki sumber pendapatan yang terbatas karena mereka sudah tidak aktif bekerja di usia produktif. Sumber pendapatan utama mereka meliputi:

  • Pensiun: Lansia yang pernah bekerja formal sering mengandalkan dana pensiun sebagai sumber utama penghasilan.
  • Tabungan atau investasi: Lansia yang menabung atau berinvestasi selama masa produktif dapat menggunakan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup.
  • Bantuan keluarga: Banyak lansia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, bergantung pada dukungan finansial dari anak atau anggota keluarga lainnya.
  • Bantuan sosial pemerintah: Lansia dari golongan ekonomi rendah sering mengandalkan program bantuan pemerintah seperti subsidi, bantuan pangan, atau layanan kesehatan gratis.

2. Kebutuhan Ekonomi Lansia

Lansia memiliki kebutuhan ekonomi yang sering kali berbeda dari kelompok usia lainnya:

  • Kebutuhan kesehatan: Biaya kesehatan menjadi salah satu pengeluaran terbesar karena lansia lebih rentan terhadap penyakit kronis.
  • Kebutuhan hidup sehari-hari: Meski kebutuhan dasar (makanan, pakaian) cenderung sederhana, pengeluaran tetap signifikan karena lansia sering memiliki pendapatan terbatas.
  • Kebutuhan sosial: Lansia mungkin membutuhkan dana untuk menjaga interaksi sosial, seperti menghadiri acara keluarga atau komunitas.

3. Tantangan Ekonomi yang Dihadapi Lansia

  • Pendapatan tetap yang terbatas: Dengan tidak adanya penghasilan tetap, lansia sering kesulitan mengimbangi kenaikan biaya hidup.
  • Ketergantungan finansial: Lansia yang tidak memiliki tabungan atau investasi sering kali bergantung pada keluarga atau bantuan sosial.
  • Inflasi: Kenaikan harga barang dan jasa, seperti kenaikan PPN menjadi 12%, dapat semakin mempersempit daya beli lansia.
  • Kurangnya literasi keuangan: Banyak lansia belum terbiasa mengelola keuangan secara mandiri atau menggunakan teknologi finansial modern.

4. Potensi Ekonomi Lansia

Meski menghadapi tantangan, lansia juga memiliki potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan:

  • Usaha mikro atau UMKM: Lansia yang masih sehat dapat menjalankan usaha kecil, seperti berdagang atau memanfaatkan keterampilan tangan.
  • Kontribusi pada keluarga: Lansia sering berkontribusi dalam kegiatan ekonomi keluarga, seperti membantu mengasuh cucu atau mengelola rumah tangga.
  • Pekerjaan paruh waktu: Lansia dengan kemampuan tertentu, seperti mengajar, memberi konsultasi, atau keterampilan seni, masih bisa menghasilkan pendapatan.

5. Solusi Ekonomi untuk Lansia

  • Program perlindungan sosial: Pemerintah dapat meningkatkan program bantuan, seperti jaminan sosial, subsidi pangan, dan layanan kesehatan gratis.
  • Dukungan literasi keuangan: Edukasi tentang pengelolaan keuangan dan investasi sederhana dapat membantu lansia lebih mandiri secara finansial.
  • Pengelolaan dana pensiun: Lansia perlu memastikan dana pensiun dikelola dengan baik agar cukup memenuhi kebutuhan hingga akhir hayat.
  • Peluang usaha kecil: Lansia yang masih produktif dapat diberikan dukungan untuk membuka usaha kecil melalui pelatihan atau modal usaha.

6. Lansia dan Ketimpangan Ekonomi

  • Ketimpangan regional: Lansia di daerah perkotaan mungkin memiliki akses lebih baik ke program sosial dan kesehatan dibandingkan dengan lansia di pedesaan.
  • Gender gap: Lansia perempuan cenderung lebih rentan secara ekonomi karena lebih sering tidak bekerja formal selama masa produktif mereka.

         PPN (Pajak Pertambahan Nilai) merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan pada setiap tahap produksi atau distribusi barang dan jasa. Pajak ini ditanggung oleh konsumen akhir, tetapi disetor ke negara oleh pelaku usaha yang menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).    

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan di Indonesia mulai 2025 dapat memiliki beberapa dampak pada lansia, tergantung pada situasi ekonomi mereka dan kebutuhan sehari-hari yang mereka konsumsi. 

Berikut adalah beberapa dampaknya:

1. Beban Biaya Hidup Meningkat

Lansia yang mengandalkan pensiun, tabungan, atau bantuan keluarga cenderung lebih sensitif terhadap kenaikan harga barang dan jasa. Kenaikan PPN dapat membuat:

  • Kebutuhan pokok lebih mahal, seperti makanan, obat-obatan yang tidak masuk daftar pengecualian PPN, dan kebutuhan rumah tangga.
  • Layanan kesehatan lebih mahal, terutama bagi lansia yang memiliki penyakit kronis dan memerlukan perawatan rutin.

2. Pengurangan Daya Beli

Dengan pendapatan tetap atau terbatas, daya beli lansia dapat menurun. Hal ini berisiko mengurangi akses mereka terhadap barang atau layanan penting yang sebelumnya terjangkau.

3. Ketergantungan pada Bantuan Sosial

Lansia yang hidup di bawah garis kemiskinan mungkin semakin bergantung pada bantuan sosial dari pemerintah, seperti subsidi kesehatan (BPJS PBI) atau program bantuan pangan. Jika kebijakan sosial tidak diperluas seiring kenaikan PPN, ini bisa memperburuk kondisi mereka.

4. Dampak pada Lansia dengan Usaha Mikro

Lansia yang memiliki usaha kecil atau mikro (seperti warung) dapat terpengaruh dua kali:

  • Mereka harus menanggung kenaikan harga barang dagangan yang terkena PPN.
  • Konsumen mereka mungkin berkurang daya belinya, sehingga penjualan menurun.

Potensi Kebijakan Mitigasi

Untuk meminimalkan dampak ini, pemerintah dapat:

  • Mengecualikan barang dan jasa esensial untuk lansia dari PPN.
  • Meningkatkan bantuan sosial untuk lansia, seperti dana pensiun atau subsidi kesehatan.
  • Mengawasi inflasi, agar kenaikan PPN tidak memicu lonjakan harga barang kebutuhan pokok.

Beberapa kiat praktis bagi lansia untuk menghadapi dampak kenaikan PPN 12% agar tetap bisa mengelola kehidupan sehari-hari dengan baik:

1. Prioritaskan Kebutuhan Esensial

  • Fokus pada kebutuhan pokok seperti makanan, obat-obatan, dan tagihan penting (listrik, air, dan lainnya). Hindari pengeluaran untuk barang mewah atau non-esensial.
  • Pilih barang bebas PPN jika memungkinkan, seperti bahan pangan tertentu atau layanan yang tidak dikenakan pajak.

2. Manfaatkan Program Pemerintah

  • Gunakan BPJS Kesehatan untuk mengurangi biaya kesehatan. Lansia yang tergolong kurang mampu bisa mendaftar BPJS PBI (gratis).
  • Cari informasi bantuan sosial, seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) atau program subsidi energi, untuk meringankan beban biaya sehari-hari.
  • Cek kebijakan daerah: Beberapa daerah memiliki program khusus untuk lansia, seperti pengurangan biaya transportasi atau belanja. Contoh: Transjakarta untuk lansia atau diskon kereta  KAI untuk lansia.

3. Belanja dengan Cerdas

  • Manfaatkan diskon dan promosi: Cari toko atau supermarket yang menawarkan diskon khusus untuk lansia.
  • Berbelanja di pasar tradisional: Biasanya harga lebih murah dibandingkan supermarket.
  • Beli dalam jumlah besar: Untuk barang yang sering digunakan (seperti sembako), beli dalam jumlah grosir untuk menghemat biaya jangka panjang.
  • Bandingkan harga: Gunakan aplikasi belanja online atau cek toko fisik untuk mencari harga termurah.

4. Kelola Keuangan dengan Bijak

  • Buat anggaran bulanan: Catat semua pemasukan dan pengeluaran untuk mengetahui prioritas kebutuhan.
  • Sisihkan uang untuk keadaan darurat: Meski sedikit, menabung sangat penting untuk mengantisipasi kebutuhan mendesak.
  • Kurangi utang atau cicilan: Hindari utang baru agar tidak membebani keuangan.

5. Tingkatkan Pendapatan

  • Coba usaha kecil: Lansia yang masih produktif dapat menjalankan usaha sederhana, seperti menjual makanan ringan, hasil kerajinan, atau hasil kebun.
  • Sewakan aset: Jika memiliki aset seperti kamar kosong atau lahan, sewakan untuk mendapatkan pendapatan tambahan.
  • Ikut program komunitas produktif: Banyak komunitas yang mendukung lansia untuk terlibat dalam aktivitas usaha mikro.

6. Bergabung dengan Komunitas Lansia yang Ramah

  • Bergabung dengan kelompok lansia di daerah atau komunitas sosial yang memberikan bantuan berupa barang murah, layanan kesehatan gratis, atau program pengurangan biaya hidup.
  • Dengan komunitas, lansia juga dapat saling berbagi informasi tentang peluang dan subsidi yang tersedia.

7. Jaga Kesehatan untuk Kurangi Pengeluaran

  • Lakukan pencegahan penyakit: Konsumsi makanan bergizi, olahraga ringan, dan cukup istirahat untuk mengurangi risiko penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan tinggi.
  • Gunakan obat generik: Obat generik memiliki harga lebih terjangkau dengan kualitas yang sama.

8. Tingkatkan Literasi Keuangan

  • Lansia perlu belajar mengelola uang secara lebih cerdas, seperti mencari informasi tentang kenaikan harga dan solusi hemat.
  • Gunakan bantuan anggota keluarga atau teman untuk belajar menggunakan aplikasi belanja online atau e-wallet untuk mencari harga yang lebih murah.

9. Libatkan Keluarga

  • Jangan ragu meminta bantuan dari anggota keluarga untuk membantu mengelola keuangan, berbelanja, atau mencari informasi terkait bantuan pemerintah.
  • Kerja sama dalam keluarga dapat meringankan beban lansia secara signifikan.
Demikian kiat ampuh yang mungkin dapat membantu lansia menghadapi kenaikan PPN 12% agar lansia tetap berdaya dan hidup sehat.





Sumber:

https://klikpajak.id/blog/pajak-pertambahan-nilai-ppn/

https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Tarif-PPN-12-Wujudkan-Keadilan




Monday, 16 December 2024

Hidup Tenang di Masa Tua: Rahasia Slow Living untuk Lansia yang Bahagia dan Sehat!

        Slow living adalah filosofi atau gaya hidup yang menekankan pada hidup dengan lebih lambat, sadar, dan seimbang. Slow living mengajak seseorang untuk menikmati setiap momen, mengurangi stres, serta fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup, seperti hubungan, kesehatan, dan kebahagiaan.

Beberapa prinsip utama slow living meliputi:

  1. Kesadaran penuh (mindfulness): Fokus pada saat ini, alih-alih terburu-buru memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
  2. Kesederhanaan: Mengurangi konsumsi yang berlebihan dan memilih gaya hidup yang lebih minimalis.
  3. Keseimbangan: Menjaga harmoni antara pekerjaan, keluarga, waktu pribadi, dan istirahat.
  4. Koneksi dengan alam: Menghargai dan melibatkan diri lebih banyak dalam lingkungan alam sekitar.
  5. Kualitas, bukan kuantitas: Memprioritaskan kualitas dalam pekerjaan, waktu bersama keluarga, atau bahkan dalam hal materi.

Slow living sering kali menjadi respons terhadap tekanan hidup modern yang serba cepat, seperti teknologi yang terus-menerus menuntut perhatian atau budaya hustle yang berorientasi pada produktivitas berlebihan. Filosofi ini membantu menciptakan kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.

Gaya Slow Living penting diterapkan lansia agar sehat jasmani dan rohani.
(Sumber: foto file)

      Lansia dapat melakukan slow living, bahkan gaya hidup ini sangat cocok untuk mereka. Slow living menawarkan pendekatan yang lebih santai dan penuh makna, yang dapat membantu lansia menikmati masa tua dengan lebih sehat, bahagia, dan bermakna. Berikut beberapa alasan dan cara lansia dapat menerapkan slow living:

Mengapa Slow Living Cocok untuk Lansia?

  1. Meminimalkan stres: Lansia cenderung menghadapi perubahan besar seperti pensiun, kesehatan yang menurun, atau kehilangan orang tercinta. Slow living membantu mengurangi tekanan dengan fokus pada hal-hal yang membuat mereka bahagia.
  2. Menikmati hidup lebih mendalam: Masa tua adalah waktu yang tepat untuk refleksi dan menikmati momen kecil, seperti berbicara dengan keluarga, berkebun, atau membaca buku favorit.
  3. Meningkatkan kesehatan mental dan fisik: Gaya hidup santai dan sadar dapat mengurangi kecemasan serta mendorong kegiatan yang mendukung kesehatan, seperti olahraga ringan atau meditasi.

Cara Lansia Melakukan Slow Living

  1. Melakukan aktivitas yang disukai: Fokus pada hobi seperti berkebun, menjahit, memasak, atau berjalan-jalan di alam.
  2. Mengatur waktu dengan bijak: Tidak terburu-buru dalam menyelesaikan sesuatu, melainkan menikmati prosesnya, seperti menikmati waktu makan atau bercengkerama dengan keluarga.
  3. Praktik mindfulness: Latihan pernapasan, meditasi, atau hanya duduk santai sambil mendengarkan suara alam.
  4. Hidup sederhana: Lansia dapat memilih untuk mengurangi barang-barang yang tidak diperlukan dan menikmati hidup dengan lebih sedikit gangguan.
  5. Berinteraksi dengan orang lain: Berbicara dengan cucu, teman, atau tetangga dapat membawa kebahagiaan dan menguatkan rasa koneksi sosial.
  6. Beristirahat cukup: Menghargai waktu istirahat dan tidur yang berkualitas adalah bagian penting dari slow living.

Dengan menerapkan slow living, lansia dapat menciptakan rutinitas yang memberikan rasa damai, kebahagiaan, dan kesehatan yang lebih baik di masa tua.

       Beberapa jenis daerah yang cocok untuk lansia menjalani slow living, yang mendukung suasana tenang, nyaman, dan ramah bagi kesehatan fisik maupun mental:

1. Pedesaan

  • Ciri khas: Udara segar, lingkungan hijau, suasana tenang, dan jauh dari keramaian kota.
  • Keuntungan:
    • Lingkungan yang tidak terlalu sibuk cocok untuk relaksasi.
    • Lansia bisa menikmati aktivitas sederhana seperti berkebun, berjalan-jalan di sawah, atau berinteraksi dengan komunitas lokal.
    • Biaya hidup di pedesaan biasanya lebih rendah dibandingkan perkotaan.
  • Contoh: Desa-desa di daerah pegunungan seperti Ubud (Bali), Lembang (Jawa Barat), atau kawasan pedesaan di sekitar Yogyakarta.

2. Daerah Pegunungan

  • Ciri khas: Udara sejuk, pemandangan alam indah, dan lingkungan yang menenangkan.
  • Keuntungan:
    • Cocok untuk lansia yang ingin menikmati ketenangan dengan latar belakang pegunungan.
    • Aktivitas ringan seperti berjalan-jalan, membaca, atau sekadar menikmati panorama alam dapat memberikan manfaat kesehatan.
  • Contoh: Batu (Malang), Puncak (Bogor), atau Bukittinggi (Sumatera Barat).

3. Daerah Pantai

  • Ciri khas: Suara deburan ombak, angin laut yang menenangkan, dan pemandangan matahari terbit/terbenam.
  • Keuntungan:
    • Lansia dapat menikmati terapi alam dengan duduk santai di tepi pantai atau berjalan di atas pasir.
    • Suasana santai sangat cocok untuk gaya hidup slow living.
  • Contoh: Sanur (Bali), Pangandaran (Jawa Barat), atau Pantai Parangtritis (Yogyakarta).

4. Kawasan Wisata Alam

  • Ciri khas: Berada di dekat hutan, danau, atau area konservasi alam.
  • Keuntungan:
    • Lansia dapat menikmati udara segar dan suasana alam yang mendamaikan.
    • Cocok untuk lansia yang ingin lebih dekat dengan alam tanpa aktivitas fisik berat.
  • Contoh: Danau Toba (Sumatera Utara), Ranu Kumbolo (Jawa Timur, area ringan di luar jalur pendakian), atau Situ Patenggang (Jawa Barat).

5. Kota Kecil dengan Komunitas Ramah Lansia

  • Ciri khas: Kota yang tidak terlalu ramai tetapi memiliki fasilitas kesehatan dan infrastruktur yang memadai.
  • Keuntungan:
    • Lansia dapat tetap hidup nyaman dengan akses mudah ke layanan kesehatan dan kebutuhan harian.
    • Komunitas kecil sering kali lebih ramah dan mendukung kehidupan sosial.
  • Contoh: Salatiga (Jawa Tengah), Mataram (Lombok), atau Purwokerto (Jawa Tengah).

Kriteria Utama Daerah Slow Living untuk Lansia:

  1. Lingkungan yang tenang: Minim polusi suara dan udara.
  2. Akses fasilitas kesehatan: Rumah sakit atau klinik mudah dijangkau.
  3. Komunitas yang suportif: Tetangga yang ramah dan bersahabat.
  4. Kondisi geografis yang tidak terlalu sulit: Area datar lebih baik untuk mobilitas lansia.
  5. Biaya hidup terjangkau: Menjadi pertimbangan penting untuk masa pensiun.

Lansia dapat memilih daerah yang sesuai dengan preferensi mereka, apakah lebih menyukai suasana gunung, pantai, atau kota kecil. Kombinasi suasana tenang dan fasilitas yang mendukung adalah kunci utama untuk slow living di masa tua.



Sumber:

https://www.rittenhousevillages.com/assisted-living-blog/6-simple-ways-to-start-practicing-slow-living-after-retirement/

https://www.conservatoryseniorliving.com/senior-living-blog/the-reasons-why-slow-living-is-a-good-retirement-lifestyle/

https://www.summerhouseseniorliving.com/senior-living-blog/why-slow-living-makes-for-the-perfect-lifestyle-after-retirement/

https://www.caruthhavencourt.com/dallas-tx-assisted-living-blog/a-guide-to-practicing-slow-living-in-retirement/



Wednesday, 27 November 2024

Hidup Hemat, Tua Nikmat: Rahasia Frugal Living untuk Lansia!

         Frugal living adalah gaya hidup yang menekankan penghematan, efisiensi, dan penggunaan sumber daya secara bijak untuk meminimalkan pengeluaran dan menghindari pemborosan. Tujuannya bukan sekadar untuk menghemat uang, tetapi juga untuk memprioritaskan apa yang benar-benar penting dan memberikan nilai dalam kehidupan seseorang.

Frugal living diterapkan lansia untuk tetap berdaya dan sehat.
(Sumber: foto file)
Dalam frugal living, seseorang biasanya berfokus pada:
  1. Membedakan kebutuhan dan keinginan – Memprioritaskan kebutuhan dasar daripada barang atau layanan yang tidak penting.
  2. Mengoptimalkan penggunaan barang – Memanfaatkan barang atau sumber daya hingga benar-benar habis.
  3. Mengurangi konsumsi – Membeli barang atau jasa hanya jika benar-benar diperlukan.
  4. Memanfaatkan kembali – Menggunakan kembali barang yang masih layak guna, seperti mendaur ulang atau memperbaiki barang yang rusak.
  5. Berhemat secara kreatif – Mencari cara alternatif untuk memenuhi kebutuhan dengan biaya lebih rendah, seperti memasak di rumah daripada makan di luar.

Prinsip ini tidak selalu berarti hidup serba kekurangan, tetapi lebih kepada hidup dengan penuh kesadaran finansial dan nilai-nilai minimalisme. Frugal living juga sering dikaitkan dengan upaya mencapai tujuan finansial seperti menabung, melunasi utang, atau berinvestasi.

Perjalanan menuju Yogyakarta dengan KAI diskon 20%, seminar kesehatan gratis, plus makan siang.

       Frugal living dapat menjadi pilihan yang bijak untuk lansia, terutama karena pada tahap ini, pendapatan cenderung tetap atau menurun (misalnya, pensiun), sementara kebutuhan akan perawatan kesehatan atau biaya lain bisa meningkat. 

Beberapa syarat atau alasan lansia perlu mempertimbangkan gaya hidup hemat:

1. Pendapatan Terbatas

Lansia biasanya mengandalkan tabungan, dana pensiun, atau jaminan sosial. Karena sumber penghasilan cenderung tetap, penting untuk mengelola pengeluaran agar tidak melebihi pendapatan.

2. Meningkatnya Kebutuhan Kesehatan

Biaya perawatan kesehatan sering kali menjadi pengeluaran terbesar bagi lansia. Dengan frugal living, lansia bisa mengalokasikan anggaran lebih untuk kebutuhan kesehatan tanpa membebani keuangan.

3. Menghindari Risiko Utang

Mengelola uang dengan gaya hidup hemat membantu lansia menghindari utang, terutama jika ada kebutuhan mendadak seperti perawatan medis atau renovasi rumah.

4. Memaksimalkan Masa Pensiun

Dengan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, lansia dapat memastikan bahwa tabungan mereka cukup untuk mendukung gaya hidup nyaman dalam jangka panjang.

5. Prioritas pada Kebutuhan Esensial

Pada usia lanjut, prioritas hidup berubah. Frugal living membantu lansia fokus pada apa yang benar-benar penting, seperti kesehatan, kenyamanan, dan kebahagiaan, tanpa tekanan untuk mengikuti tren atau konsumsi berlebihan.

6. Penerapan Nilai Hidup Sederhana

Lansia sering kali sudah memiliki pengalaman hidup yang mengajarkan pentingnya hidup sederhana dan bersyukur atas hal-hal kecil. Frugal living sejalan dengan nilai-nilai ini.

Beberapa Cara Lansia Menerapkan Frugal Living

  • Mengurangi pengeluaran tidak penting: Misalnya, makan di rumah daripada sering makan di luar.
  • Menggunakan diskon atau subsidi: Lansia sering kali berhak atas diskon di transportasi umum, tempat wisata, atau obat-obatan.
  • Menghindari pembelian barang baru: Memperbaiki barang yang rusak atau membeli barang bekas berkualitas.
  • Memanfaatkan program pemerintah: Seperti layanan kesehatan atau bantuan sosial untuk mengurangi beban biaya.

Dengan gaya hidup hemat, lansia dapat hidup lebih nyaman dan tenang tanpa kekhawatiran keuangan di masa tua.

        Dalam menjalankan gaya hidup frugal living, lansia tetap perlu memperhatikan asupan makanan yang sehat dan bergizi untuk mendukung kesehatan tubuh, terutama karena kebutuhan nutrisi meningkat seiring bertambahnya usia. 

Beberapa rekomendasi makanan yang hemat, sehat, dan cocok untuk lansia:

1. Sumber Karbohidrat Murah dan Bernutrisi

  • Beras merah atau beras putih (dikombinasikan dengan porsi kecil untuk penghematan).
  • Oatmeal: Pilihan murah dan mengenyangkan, baik untuk kesehatan jantung.
  • Singkong, ubi, atau kentang: Alternatif karbohidrat yang murah dan kaya serat.

2. Sumber Protein Terjangkau

  • Tahu dan tempe: Kaya protein, murah, dan mudah diolah.
  • Telur: Pilihan hemat untuk protein berkualitas tinggi.
  • Ikan murah lokal: Seperti ikan teri, ikan kembung, atau bandeng, yang kaya omega-3 untuk kesehatan otak dan jantung.
  • Daging ayam bagian tertentu: Misalnya, bagian dada atau ceker ayam, yang lebih ekonomis dan bernutrisi.

3. Sayuran Musiman yang Murah

Sayuran musiman lebih murah dan segar. Beberapa pilihan:

  • Bayam: Kaya zat besi untuk mencegah anemia.
  • Kangkung atau sawi: Terjangkau dan mudah dimasak.
  • Labu siam atau wortel: Baik untuk kesehatan mata.
  • Kol dan kubis: Ekonomis serta mengandung vitamin C dan serat.

4. Buah Hemat dan Bergizi

  • Pisang: Kaya potasium, baik untuk kesehatan jantung.
  • Pepaya: Terjangkau dan membantu pencernaan.
  • Jeruk lokal: Sumber vitamin C yang murah dan meningkatkan daya tahan tubuh.
  • Semangka: Murah saat musim dan kaya air untuk hidrasi.

5. Sumber Lemak Sehat

  • Minyak kelapa atau minyak zaitun (secukupnya): Untuk memasak atau sebagai campuran makanan.
  • Kacang-kacangan lokal: Seperti kacang tanah atau kedelai, untuk lemak sehat yang murah.
  • Alpukat (jika terjangkau): Lemak sehat dan baik untuk kesehatan jantung.

6. Cemilan Hemat dan Sehat

  • Jagung rebus atau kukus: Sumber karbohidrat ringan.
  • Kacang rebus: Kaya protein dan serat.
  • Keripik singkong buatan sendiri: Alternatif cemilan murah dan rendah bahan tambahan.

Kiat-kiat untuk Frugal Living pada Lansia terkait Makanan

  1. Belanja di pasar tradisional untuk mendapatkan bahan makanan segar dengan harga lebih murah.
  2. Beli dalam jumlah besar untuk bahan seperti beras, kacang-kacangan, atau telur yang tahan lama.
  3. Masak dalam porsi besar dan simpan sisa makanan di kulkas untuk dikonsumsi beberapa kali.
  4. Manfaatkan bahan lokal musiman, yang biasanya lebih murah dan berkualitas.
  5. Tanam sendiri sayuran sederhana, seperti bayam, kangkung, atau cabai, untuk menghemat.

Dengan pola makan ini, lansia dapat menjaga kesehatan tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya. 



Sumber:

https://www.seniorliving.org/finance/frugal-living-tips/

https://www.judsonmeadowsassistedliving.com/resources/blog/frugal-living-tips-for-seniors/

https://www.rocketmoney.com/learn/investing/100-frugal-living-tips-for-seniors

https://www.fidelity.com/learning-center/smart-money/frugal-living-tips

Friday, 7 June 2024

Rekreasi: Kunci Kebahagiaan dan Kesehatan Lansia dengan Penyakit Kronis

        Rekreasi pada lansia merujuk pada berbagai aktivitas yang dilakukan oleh individu lanjut usia dengan tujuan untuk bersenang-senang, relaksasi, dan peningkatan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Aktivitas rekreasi ini bisa melibatkan berbagai kegiatan yang bervariasi tergantung pada minat, kemampuan fisik, dan kondisi kesehatan masing-masing individu.  

Lansia dapat melakukan rekreasi untuk kesehatan mental.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
Contoh Kegiatan Rekreasi untuk Lansia
Kegiatan Seni dan Kerajinan: 
  • Melukis, merajut, atau membuat kerajinan tangan dapat memberikan kesenangan dan kepuasan.
Musik dan Tari:
  • Mendengarkan musik, bermain alat musik, atau menari dapat menjadi aktivitas yang menyenangkan dan bermanfaat secara fisik dan emosional.
Olahraga Ringan:
  • Aktivitas seperti yoga, tai chi, atau berjalan kaki dapat membantu menjaga kebugaran dan keseimbangan.
Berkebun:
  • Berkebun adalah kegiatan yang bisa menenangkan dan memberi rasa pencapaian, serta memberikan aktivitas fisik yang ringan.
Kelompok Sosial dan Klub:
  • Bergabung dengan klub atau kelompok sosial untuk beraktivitas bersama, seperti klub buku, kelompok jalan pagi, atau kelompok seni.
Wisata dan Perjalanan:
  • Mengunjungi tempat-tempat baru atau melakukan perjalanan singkat dapat memberikan pengalaman baru dan menyenangkan.
Rekreasi dapat memberikan banyak manfaat bagi lansia yang memiliki penyakit kronis, tetapi tidak dapat menyembuhkan penyakit kronis secara keseluruhan. Namun, rekreasi bisa memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup dan membantu mengelola gejala. 

Beberapa cara di mana rekreasi dapat bermanfaat bagi lansia dengan penyakit kronis:

Manfaat Rekreasi bagi Lansia dengan Penyakit Kronis

Perjalanan Meningkatkan Kesehatan Mental:
  • Keluar dari rutinitas mengunjungi tempat-tempat baru dapat meningkatkan kesehatan mental, yang membantu memperlambat penurunan daya ingat, dan dengan mempelajari tempat-tempat dan bahasa-bahasa baru, meningkatkan neuroplastisitas otak . Perjalanan memang memberikan jalan menuju proses penuaan yang lebih sehat karena juga membuat emosi wisatawan lebih stabil, mengembangkan lebih banyak keterampilan sosial melalui interaksi dengan orang-orang dari tempat dan budaya berbeda.
Mengurangi Stres dan Depresi:
  • Rekreasi dan aktivitas menyenangkan dapat mengurangi stres dan kecemasan, yang seringkali menjadi masalah bagi lansia dengan penyakit kronis. Menghabiskan waktu di alam atau melakukan hobi yang disukai dapat meningkatkan suasana hati dan kesejahteraan emosional.
Rekreasi mengurangi stres dan depresi.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
Meningkatkan Aktivitas Fisik:
  • Banyak kegiatan rekreasi melibatkan aktivitas fisik ringan, seperti berjalan-jalan, berenang, atau berkebun. Aktivitas fisik dapat membantu mengelola penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi dengan meningkatkan sirkulasi darah dan mengendalikan berat badan.
Meningkatkan Fungsi Kognitif:
  • Aktivitas rekreasi yang melibatkan pemikiran, seperti permainan puzzle, membaca, atau seni dan kerajinan, dapat membantu menjaga fungsi kognitif dan mencegah penurunan kognitif yang sering terkait dengan penuaan dan penyakit kronis seperti demensia.
Meningkatkan Kualitas Tidur:
  • Rekreasi yang melibatkan aktivitas fisik dapat membantu memperbaiki pola tidur, yang seringkali terganggu pada lansia dengan penyakit kronis.
Meningkatkan Sosialisasi:
  • Aktivitas rekreasi sering kali melibatkan interaksi sosial, yang penting untuk mengurangi rasa kesepian dan isolasi. Bersosialisasi dengan teman dan keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang berharga.
Meningkatkan Kepatuhan terhadap Pengobatan:
  • Lansia yang merasa lebih bahagia dan termotivasi mungkin lebih cenderung untuk mengikuti rencana perawatan dan pengobatan mereka dengan lebih baik.
Batasan dan Realitas
Meskipun rekreasi memiliki banyak manfaat, penting untuk diingat bahwa:
  • Tidak Menyembuhkan Penyakit: Rekreasi tidak dapat menyembuhkan penyakit kronis. Penyakit kronis memerlukan manajemen medis yang tepat, termasuk obat-obatan, perubahan gaya hidup, dan pengawasan medis.
  • Perlu Disesuaikan dengan Kondisi Kesehatan: Aktivitas rekreasi harus disesuaikan dengan kemampuan fisik dan kondisi kesehatan individu. Misalnya, lansia dengan mobilitas terbatas mungkin memerlukan kegiatan yang kurang menuntut fisik.
  • Konsultasi dengan Profesional Kesehatan: Sebelum memulai aktivitas baru, lansia harus berkonsultasi dengan dokter atau penyedia layanan kesehatan untuk memastikan bahwa aktivitas tersebut aman dan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Rekreasi adalah bagian penting dari gaya hidup sehat dan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi lansia dengan penyakit kronis. Meskipun tidak dapat menyembuhkan penyakit, rekreasi dapat membantu mengelola gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan dukungan emosional. Integrasi rekreasi ke dalam rutinitas harian dapat menjadi bagian dari pendekatan holistik untuk mengelola penyakit kronis pada lansia.



Sumber:








Thursday, 30 May 2024

Masa Tua yang Beracun: Mengungkap Kedengkian di Usia Senja.

        Seorang lansia seharusnya tidak dengki karena perasaan tersebut tidak hanya merusak hubungan sosial dan keluarga, tetapi juga berdampak negatif pada kesejahteraan emosional dan kesehatan mental mereka sendiri.

Menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik dengan tantangan dan keberhasilan masing-masing dapat membantu mengurangi perasaan iri hati. Menghargai dan menghormati perbedaan ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif.

Dalam budaya Yunani kuno, anggur asam simbol kedengkian.
(Sumber: foto LLC)

Menerima diri sendiri dan situasi hidup dengan lapang dada membantu lansia merasa lebih damai dan puas. Fokus pada hal-hal yang mereka miliki dan merayakan pencapaian hidup mereka sendiri dapat mengurangi perasaan dengki dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Dengki adalah perasaan iri atau cemburu terhadap keberhasilan, kebahagiaan, atau prestasi seseorang lain, yang sering kali diiringi oleh keinginan untuk menurunkan atau merugikan orang tersebut. Dengki sering kali muncul karena perasaan tidak puas terhadap posisi atau keadaan diri sendiri, serta kurangnya kemampuan untuk menghargai atau bersukacita atas keberhasilan orang lain. Dengki bisa menjadi perilaku yang merugikan baik bagi individu yang merasakannya maupun bagi orang yang menjadi targetnya.

Beberapa ciri orang yang cenderung dengki :

Rasa Tidak Puas: 
Orang yang dengki cenderung merasa tidak puas dengan kehidupan atau pencapaian mereka sendiri, dan merasa bahwa orang lain lebih beruntung atau sukses.

Perbandingan Terus Menerus: 
Mereka cenderung membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain secara terus-menerus, terutama dalam hal prestasi, keberuntungan, atau aspek-aspek kehidupan lainnya.

Kesulitan dalam Merasa Senang Untuk Orang Lain:
Orang yang dengki mungkin kesulitan untuk merasa senang atau memberi pujian kepada orang lain atas keberhasilan atau kebahagiaan mereka.

Perasaan Inferior: 
Mereka mungkin merasa inferior atau rendah diri ketika melihat prestasi atau kebahagiaan orang lain, dan merasa bahwa mereka tidak mampu mencapai hal yang sama.

Perilaku Sabotase: 
Orang yang dengki mungkin cenderung melakukan perilaku sabotase terhadap orang lain untuk mengurangi kesuksesan atau kebahagiaan mereka.

Rasa Kehilangan Diri: 
Mereka mungkin mengalami rasa kehilangan identitas atau nilai diri mereka ketika merasa terancam oleh keberhasilan atau kebahagiaan orang lain.

Kesulitan dalam Menerima Kritik: 
Orang yang dengki mungkin sulit menerima kritik atau saran dari orang lain karena merasa terancam oleh potensi kelebihan atau keunggulan mereka.

Perilaku Pasif-Agresif: 
Mereka mungkin mengekspresikan dengkinya melalui perilaku pasif-agresif, seperti gosip, penghindaran, atau manipulasi.

Kesulitan dalam Hubungan Sosial: 
Orang yang dengki mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan hubungan sosial yang sehat karena sikap mereka yang cenderung iri dan tidak mendukung.

Kecenderungan Menyalahkan Orang Lain: 
Mereka mungkin cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalan atau ketidakpuasan mereka sendiri, dan sulit untuk mengambil tanggung jawab atas situasi mereka sendiri.

Buah ackee dari Jamaika semakin tua semakin beracun.
(Sumber: foto detik food)

Sebagian besar orang mungkin mengalami rasa iri atau dengki pada satu titik dalam hidup mereka, tetapi itu tidak selalu menandakan kecenderungan dengki secara permanen.

       Dengki pada lansia, seperti pada kelompok usia lainnya, bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor. 

Beberapa faktor penyebabnya mungkin termasuk:

Penurunan Kesehatan dan Kemampuan Fisik:
Lansia sering mengalami penurunan kesehatan dan kemampuan fisik, yang dapat menyebabkan perasaan kurang berdaya atau tidak mampu dibandingkan dengan orang lain sebaya yang masih lebih aktif.

Kehilangan Peran dan Identitas:
Pensiun atau kehilangan peran sosial tertentu, seperti peran sebagai pekerja, orangtua, atau pasangan hidup, dapat menyebabkan perasaan kehilangan identitas atau kurangnya pengakuan dari orang lain, yang mungkin menimbulkan rasa dengki.

Isolasi Sosial: 
Lansia sering menghadapi risiko isolasi sosial yang lebih tinggi, terutama jika mereka tinggal sendiri atau kehilangan banyak teman atau anggota keluarga. Kurangnya interaksi sosial dapat meningkatkan risiko perasaan dengki terhadap orang lain yang terlihat memiliki hubungan sosial yang lebih kuat atau lebih banyak dukungan.

Keterbatasan Finansial: 
Lansia yang memiliki keterbatasan finansial atau terbatas dalam hal sumber daya keuangan mungkin merasa iri terhadap orang lain yang memiliki kemampuan finansial yang lebih baik.

Perasaan Terabaikan atau Tidak Diakui: 
Lansia yang merasa diabaikan atau tidak diakui oleh keluarga, teman, atau masyarakat umumnya mungkin merasa dengki terhadap orang lain yang mendapatkan lebih banyak perhatian atau dukungan.

Perasaan Kehilangan dan Trauma: 
Lansia yang mengalami kehilangan orang yang dicintai, baik melalui kematian atau perpisahan, atau yang memiliki riwayat trauma emosional atau fisik, mungkin mengalami perasaan dengki terhadap orang lain yang tampaknya memiliki kehidupan yang lebih stabil atau bahagia.

Perubahan dalam Persepsi Diri: 
Perubahan dalam persepsi diri karena proses penuaan, seperti penurunan harga diri atau harga diri yang lebih rendah, dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap perasaan dengki.

Gangguan Mental: 
Gangguan mental seperti depresi atau kecemasan juga dapat berperan dalam memicu atau memperkuat perasaan dengki pada lansia.

Faktor-faktor ini dapat berinteraksi dan saling mempengaruhi, dan pengalaman dengki pada lansia sering kali kompleks dan unik untuk setiap individu. Penting bagi lansia dan mereka yang peduli untuk memahami dan mengakui faktor-faktor ini dalam mengatasi dan menangani perasaan dengki dengan bijaksana.

       Dengki sendiri bukan penyakit, tetapi perasaan yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan fisik seseorang. Namun, perasaan dengki yang berlebihan dan tidak terkendali pada lansia dapat meningkatkan risiko untuk berbagai masalah kesehatan. 

Beberapa dampak negatif dari perasaan dengki yang berlebihan pada lansia dapat meliputi:

Masalah Kesehatan Mental: 
Perasaan dengki yang terus-menerus dan tidak terkendali dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada lansia.

Peningkatan Risiko Penyakit Jantung: 
Stres kronis yang disebabkan oleh perasaan dengki yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung pada lansia.

Penurunan Kesehatan Fisik: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu tidur, menurunkan energi, dan menurunkan motivasi untuk menjaga kesehatan fisik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik secara keseluruhan.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu hubungan sosial dan interaksi sosial lansia, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup.

Penurunan Kesejahteraan Emosional:
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu kesejahteraan emosional lansia, menyebabkan perasaan sedih, frustrasi, atau perasaan tidak berdaya.

Peningkatan Risiko Penyakit Kronis Lainnya: 
Stres kronis yang disebabkan oleh perasaan dengki yang berlebihan dapat meningkatkan risiko untuk berbagai penyakit kronis lainnya, seperti diabetes, penyakit autoimun, dan gangguan pencernaan.

Isolasi Sosial: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengarah pada isolasi sosial, ketidaknyamanan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan penarikan diri dari kehidupan sosial, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesepian dan isolasi.

Dengan demikian, seseorang yang mengalami perasaan dengki yang berlebihan pada usia lanjut memerlukan dukungan emosional dan mungkin juga perawatan medis atau psikologis untuk mengatasi perasaan tersebut dan mencegah dampak negatifnya pada kesejahteraan lansia.

        Mencegah perasaan dengki pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik dan beragam untuk mempromosikan kesejahteraan emosional dan sosial mereka.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah dengki pada lansia:

Penguatan Diri: 
Bantu lansia untuk membangun harga diri dan kepercayaan diri mereka. Berikan penghargaan atas prestasi dan kontribusi mereka, serta dorong mereka untuk tetap aktif dan merasa berguna.

Pertahankan Kesehatan Fisik dan Mental: 
Dorong lansia untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka dengan rutin berolahraga, menjaga pola makan sehat, tidur yang cukup, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan kegiatan yang menarik minat mereka.

Dukungan Sosial: 
Bantu lansia untuk memperluas dan memelihara jaringan sosial yang positif dan mendukung. Ini bisa meliputi tetap terhubung dengan keluarga dan teman, berpartisipasi dalam klub atau organisasi, atau bergabung dengan kelompok dukungan.

Edukasi tentang Penuaan dan Kehidupan Lanjut Usia: 
Edukasi tentang proses penuaan dan tantangan yang terkait dengan usia tua dapat membantu lansia untuk memahami dan merespons perubahan dengan lebih baik, serta mengurangi perasaan dengki terhadap orang lain.

Mengatasi Keterbatasan Finansial:
Bantu lansia untuk mengelola keuangan mereka dengan baik, mencari sumber daya yang tersedia, dan menjaga kemandirian finansial sebisa mungkin.

Bimbingan Psikologis atau Konseling: 
Jika perasaan dengki terus-menerus atau memengaruhi kesejahteraan mereka, pertimbangkan untuk mendapatkan bantuan dari profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau konselor.

Promosi Kesehatan Mental: 
Sosialisasi program-program atau kegiatan yang mempromosikan kesehatan mental, seperti meditasi, yoga, atau terapi seni, yang dapat membantu lansia mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka.

Membangun Solidaritas dan Kepedulian: 
Membantu lansia untuk mengembangkan sikap positif terhadap keberhasilan atau kebahagiaan orang lain, dan mempromosikan budaya saling peduli dan berbagi dalam komunitas mereka.

Mencegah perasaan dengki pada lansia melibatkan kerja sama antara lansia itu sendiri, keluarga, komunitas, dan para profesional kesehatan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan mempromosikan kesejahteraan emosional mereka.

       Penting untuk dicatat bahwa dengki, terutama jika mencapai tingkat yang merugikan kesejahteraan lansia, bisa menjadi tantangan yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang bijaksana. Mengatasi perasaan dengki pada lansia melibatkan beberapa langkah yang dapat membantu mereka mengelola emosi dan meningkatkan kesejahteraan mental mereka.

Beberapa strategi yang dapat membantu mengatasi dengki :

Terapi Psikologis atau Konseling: 
Mengajak lansia untuk berbicara dengan seorang profesional kesehatan mental, seperti seorang psikolog atau konselor, dapat membantu mereka mengidentifikasi dan memahami akar penyebab perasaan dengki. Terapi ini juga dapat memberikan strategi untuk mengelola emosi dan membangun kesehatan mental yang lebih baik.

Pendidikan dan Informasi: 
Edukasi tentang penuaan dan perubahan yang terjadi pada tahap ini dalam kehidupan dapat membantu lansia memahami bahwa perasaan dengki mungkin merupakan bagian normal dari proses ini. Memberikan informasi tentang cara mengatasi perasaan tersebut bisa membantu mengurangi tingkat kecemasan.

Latihan Keberterimaan (Acceptance and Commitment Therapy/ACT):
Pendekatan ini melibatkan menerima perasaan dan pikiran yang tidak menyenangkan tanpa harus mengubahnya. Melalui ACT, lansia dapat memahami bahwa perasaan dengki adalah bagian dari pengalaman manusia dan memilih untuk tetap berkomitmen pada nilai-nilai dan tujuan positif mereka.

Peningkatan Dukungan Sosial: 
Mendorong lansia untuk membangun dan memelihara hubungan sosial yang positif dapat membantu mereka merasa lebih terhubung dan didukung. Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas dapat membantu mengurangi perasaan dengki.

Latihan Pikiran Positif: 
Mendorong lansia untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif mereka menjadi pola pikir yang lebih positif dan realistis dapat membantu mengurangi perasaan dengki.

Aktivitas Kesejahteraan: 
Mendorong lansia untuk terlibat dalam aktivitas yang meningkatkan kesejahteraan emosional, seperti olahraga ringan, seni, musik, atau meditasi, dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood.

Perhatian pada Peran Positif: 
Membantu lansia untuk menemukan atau mempertahankan peran positif dalam keluarga, masyarakat, atau komunitas mereka dapat memberikan rasa makna dan kepuasan, mengurangi perasaan dengki.

Mengatasi Keterbatasan Finansial: 
Jika keterbatasan finansial menjadi penyebab dengki, membantu lansia untuk mengelola keuangan mereka dan mencari sumber daya yang mungkin dapat membantu dapat menjadi langkah yang efektif.

Langkah-langkah ini sebaiknya dilakukan dengan perhatian terhadap kebutuhan dan preferensi individu lansia. Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental atau dokter untuk memilih pendekatan terbaik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan spesifik mereka.



Sumber:










Wednesday, 15 May 2024

Makanan yang Langsung Menimbulkan Sakit pada Lansia.

        Istilah medis yang umum digunakan untuk makanan yang menimbulkan rasa sakit pada lansia adalah "trigger food" atau "makanan pemicu". Ini merujuk pada jenis makanan yang dapat memicu atau memperburuk gejala sakit atau kondisi kesehatan tertentu pada lansia.

Pada kasus tertentu, makanan pemicu dapat menjadi penyebab langsung dari keluhan sakit yang dialami oleh lansia. Misalnya, makanan pedas dapat memperburuk gejala gastritis atau refluks asam, sementara makanan tinggi gula dapat meningkatkan risiko komplikasi diabetes.
Lansia harus waspada dengan makanan pemicu penyakit.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Dalam praktik medis, identifikasi makanan pemicu dan penghindarannya sering merupakan bagian dari manajemen kondisi kesehatan tertentu, seperti pengaturan diet bagi lansia dengan masalah pencernaan atau penyakit tertentu. Identifikasi makanan pemicu ini biasanya dilakukan melalui pencatatan makanan dan gejala yang terjadi setelah mengonsumsi makanan tertentu, serta pemantauan dan konsultasi dengan dokter atau ahli gizi.

        Beberapa makanan tertentu mungkin dapat menyebabkan keluhan sakit pada lansia, terutama jika mereka memiliki kondisi medis tertentu atau sensitivitas terhadap beberapa jenis makanan. 

Beberapa contoh makanan yang dapat menimbulkan keluhan sakit pada sebagian lansia:

Makanan Pedas: 
Makanan pedas dapat menyebabkan iritasi pada lambung dan saluran pencernaan, yang dapat menyebabkan gejala seperti mulas atau gastritis pada beberapa lansia.

Makanan Asam: 
Makanan yang tinggi asam, seperti jeruk, tomat, atau makanan berbumbu asam, mungkin dapat memicu refluks asam atau meningkatkan gejala iritasi lambung pada lansia yang memiliki masalah pencernaan.

Makanan Tinggi Lemak: 
Konsumsi makanan tinggi lemak, terutama yang mengandung lemak jenuh dan trans, dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan menyebabkan peningkatan kolesterol darah pada lansia.

Makanan Tinggi Garam:
Konsumsi makanan tinggi garam dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah pada lansia yang menderita hipertensi atau penyakit jantung.

Makanan Tinggi Gula: 
Konsumsi makanan tinggi gula, terutama gula tambahan yang terdapat dalam minuman manis atau makanan olahan, dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 pada lansia.

Makanan tinggi gula dapat meningkatkan risiko diabetes tipe2.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Makanan Pengiritasi: 
Beberapa lansia mungkin memiliki sensitivitas terhadap makanan tertentu, seperti gluten (dalam gandum), susu, telur, atau kacang-kacangan, yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau intoleransi makanan.

Makanan yang Rendah Serat: 
Kurangnya serat dalam makanan dapat menyebabkan masalah pencernaan seperti sembelit pada lansia.

Reaksi terhadap makanan dapat bervariasi antara individu. Jika seorang lansia mengalami keluhan sakit setelah mengonsumsi makanan tertentu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk evaluasi lebih lanjut dan penyesuaian diet yang sesuai.

Beberapa langkah membantu lansia menghindari makanan yang bisa langsung menimbulkan penyakit :

Memahami Kondisi Kesehatan:

Konsultasi dengan Dokter: Lansia harus berkonsultasi dengan dokter untuk memahami kondisi kesehatan mereka, termasuk alergi makanan, diabetes, hipertensi, atau kondisi lainnya.

Diet Khusus: Dokter atau ahli gizi dapat memberikan rekomendasi diet khusus yang sesuai dengan kondisi kesehatan lansia.

Menghindari Makanan yang Berisiko:

Makanan Olahan: Hindari makanan olahan yang tinggi garam, gula, dan lemak jenuh karena bisa memperburuk kondisi seperti hipertensi dan diabetes.

Makanan Mentah atau Kurang Matang: Hindari konsumsi daging, ikan, telur, dan produk susu yang mentah atau kurang matang untuk mencegah keracunan makanan.

Alergen Umum: Jika memiliki alergi makanan, pastikan untuk menghindari makanan yang bisa memicu reaksi alergi.

Memilih Makanan Sehat:

Sayur dan Buah Segar: Konsumsi sayur dan buah segar yang kaya akan vitamin, mineral, dan serat.

Protein Sehat: Pilih sumber protein sehat seperti ikan, ayam tanpa kulit, kacang-kacangan, dan produk susu rendah lemak.

Karbohidrat Kompleks: Pilih karbohidrat kompleks seperti biji-bijian utuh, quinoa, dan beras merah.

Memperhatikan Kebersihan Makanan:

Cuci Tangan: Selalu cuci tangan sebelum menyiapkan atau mengonsumsi makanan.

Cuci Makanan: Cuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi untuk menghilangkan pestisida dan kotoran.

Penyimpanan yang Tepat: Simpan makanan pada suhu yang tepat untuk mencegah pertumbuhan bakteri.

Membaca Label Makanan:

Periksa Kandungan: Baca label makanan untuk menghindari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti gula berlebih, garam, atau lemak jenuh.

Tanggal Kedaluwarsa: Pastikan makanan yang dikonsumsi belum melewati tanggal kedaluwarsa.

Membuat Pilihan Cerdas di Luar Rumah:

Restoran yang Tepercaya: Pilih restoran yang menjaga kebersihan dan memiliki reputasi baik.

Pilih Menu Sehat: Pilih menu yang lebih sehat seperti salad tanpa dressing berat, sup bening, dan daging panggang daripada gorengan.

Mengatur Pola Makan:

Makan Teratur: Makan dalam porsi kecil dan sering untuk menjaga kadar gula darah stabil.

Hindari Makan Berlebihan: Makan dalam porsi yang wajar untuk menghindari tekanan berlebihan pada sistem pencernaan.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, lansia dapat mengurangi risiko penyakit yang disebabkan oleh makanan dan menjaga kesehatan secara keseluruhan.




Sumber: 







Friday, 15 March 2024

Tantangan Unik, Lansia yang Hidup Sendiri.

       Seiring bertambahnya usia, lansia sering kali harus mengambil beberapa keputusan mengenai situasi kehidupan mereka. Beberapa memilih untuk berhemat, pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil atau dari rumah bertingkat ke rumah satu lantai. Beberapa pindah ke fasilitas hidup mandiri atau dengan perawat. 

Beberapa lansia lebih memilih menua di tempat , tetap tinggal di rumah selama mungkin. Kemandirian sama pentingnya bagi orang berusia 70 tahun seperti halnya bagi orang berusia 30 tahun. Tidak ada salahnya orang lanjut usia hidup sendiri asalkan mampu secara fisik dan mental.

Lansia yang hidup sendiri menghadapi tantangan unik untuk tetap sejahtera.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Saat ini diketahui bahwa para lansia lebih memilih untuk tinggal di rumah mereka sendiri, meskipun mereka kesepian atau cacat. Faktor-faktor yang mengkondisikan penuaan pada lansia yang tinggal sendirian meliputi: ada atau tidaknya jaringan sosial, jenis kelamin, rumah atau tempat tinggal, kapasitas mereka untuk berfungsi, dan sumber daya kesejahteraan dan kesehatan.

Lansia yang hidup sendiri adalah seseorang yang berusia lanjut, umumnya 60 tahun ke atas, dan tinggal sendiri tanpa dukungan atau perawatan langsung dari anggota keluarga atau caregiver lainnya. Mereka bisa tinggal sendiri karena berbagai alasan, termasuk kematian pasangan hidup, tidak memiliki anggota keluarga yang tinggal di dekatnya, atau memilih untuk hidup secara mandiri.

Lansia yang hidup sendiri sering kali menghadapi tantangan unik dalam menjaga kesejahteraan dan kemandirian mereka. Mereka mungkin perlu mengelola perawatan kesehatan mereka sendiri, melakukan tugas rumah tangga, mengatur keuangan, dan menjaga koneksi sosial mereka tanpa bantuan langsung dari orang lain.

Beberapa kekhawatiran umum tentang hidup sendiri sebagai lansia meliputi:

Kesepian: 
Kekhawatiran akan kesepian dan kurangnya interaksi sosial yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional.

Kesehatan dan Keamanan: 
Ketidakmampuan untuk mendapatkan bantuan medis atau kesulitan dalam mengatasi keadaan darurat kesehatan yang mungkin timbul.

Kemandirian dalam Perawatan:
Kekhawatiran akan kesulitan dalam melakukan tugas-tugas sehari-hari dan perawatan diri yang mungkin semakin sulit seiring bertambahnya usia.

Kecelakaan atau Cedera: 
Risiko kecelakaan atau cedera di rumah tanpa adanya bantuan atau pengawasan dari orang lain.

Keterbatasan Mobilitas: 
Keterbatasan mobilitas yang mungkin membatasi akses ke layanan dan aktivitas di luar rumah.

Keuangan: 
Kekhawatiran akan manajemen keuangan yang sulit atau ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan finansial sendiri.

Isolasi Sosial: 
Rasa isolasi dari keluarga, teman, dan komunitas yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional.

Lansia memiliki rasa isolasi dari keluarga, teman dan komunitas.
(Sumber: foto canva.com)
Perasaan Tidak Aman: 
Perasaan tidak aman atau rentan terhadap kejahatan atau penyalahgunaan.

Kehilangan Dukungan Keluarga:
Kekhawatiran akan kehilangan dukungan dan bantuan dari anggota keluarga atau caregiver lainnya.

Ketidakpastian Masa Depan: 
Ketidakpastian mengenai masa depan dan kemampuan untuk merencanakan dan mengelola perubahan yang mungkin terjadi seiring bertambahnya usia.

Memahami kekhawatiran ini penting untuk memberikan dukungan yang tepat kepada lansia yang tinggal sendiri dan untuk merancang program-program atau layanan yang memenuhi kebutuhan 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk memastikan kesejahteraan dan kemandirian lansia:

Perawatan Kesehatan Rutin: 
Pastikan untuk menjaga kesehatan dengan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin sesuai dengan yang direkomendasikan oleh dokter. Ini termasuk pemeriksaan fisik tahunan, pemeriksaan mata, dan pengecekan kesehatan gigi.

Jaga Gaya Hidup Sehat: 
Penting untuk menjaga gaya hidup sehat dengan makan makanan seimbang, berolahraga secara teratur, dan membatasi konsumsi alkohol serta merokok.

Perhatikan Kebutuhan Medis: 
Pastikan untuk mengelola kondisi kesehatan Anda dengan baik. Minum obat sesuai resep dokter, ikuti saran mereka tentang perawatan, dan jangan ragu untuk mencari bantuan medis jika Anda mengalami gejala yang mengkhawatirkan.

Rencanakan Perawatan Mandiri:
Buat jadwal untuk mengelola perawatan mandiri Anda sendiri sebanyak mungkin. Ini termasuk mengatur pengobatan, merencanakan makanan sehat, dan menjaga kebersihan pribadi.

Lansia membuat jadual untuk perawatan mandiri.
(Sumber: foto canva.com)
Perencanaan Keamanan: 
Rencanakan untuk keamanan di rumah Anda dengan mengurangi risiko jatuh dan kecelakaan. Periksa rumah Anda untuk mengidentifikasi potensi bahaya seperti tikar yang
 bergulung, kabel listrik yang terpajang, atau permukaan licin.

Perencanaan Darurat: 
Siapkan rencana darurat yang jelas dalam hal keadaan darurat. Pastikan Anda memiliki daftar kontak darurat, termasuk nomor telepon dokter, keluarga, atau tetangga yang dapat dihubungi jika dibutuhkan.

Sosialisasi dan Dukungan Emosional: 
Pertahankan jaringan sosial Anda dengan tetap berhubungan dengan teman, keluarga, atau komunitas lokal. Ini bisa membantu mengurangi rasa kesepian dan memberikan dukungan emosional.

Gunakan Teknologi:
Manfaatkan teknologi modern seperti telepon pintar, aplikasi kesehatan, atau perangkat kesehatan pintar untuk membantu Anda memantau kesehatan dan mengatur perawatan.

Jangan Ragu  untuk Minta Bantuan: 
Jika Anda mengalami kesulitan atau butuh bantuan, jangan ragu untuk meminta bantuan dari teman, keluarga, atau layanan kesehatan masyarakat.

Perencanaan Masa Depan:
Pertimbangkan untuk merencanakan masa depan Anda, termasuk rencana keuangan, perawatan kesehatan, dan perencanaan estate. Ini akan membantu memastikan kebutuhan Anda terpenuhi di masa yang akan datang.

Merawat diri sendiri sebagai seorang lansia yang hidup sendiri memerlukan perhatian khusus dan perencanaan yang cermat. Pastikan untuk menjaga komunikasi terbuka dengan dokter Anda dan memiliki rencana darurat yang jelas dalam hal keadaan darurat.

       Penuaan di tempat mengacu pada tetap berada di rumah asli Anda seiring bertambahnya usia. Ada  banyak manfaat dari penuaan, seperti pengurangan biaya dan kesempatan untuk tetap dekat dengan komunitas yang sudah mapan. 

Beberapa orang mungkin mengenal dan mencintai Anda serta ingin membantu, sementara yang lain adalah profesional yang dapat dipekerjakan.

Tetangga :  
Tetangga bisa menjadi sumber dukungan yang sangat baik. Seberapa besar Anda bergantung pada tetangga Anda bergantung pada seberapa dekat Anda dengan mereka, kesediaan mereka untuk membantu, dan apa yang Anda butuhkan. Misalnya, mereka mungkin dengan senang hati membawakan  kebutuhan Anda atau membuang sampah ke tempat sampah di tepi jalan. Jika Anda dekat dengan tetangga, mereka mungkin sering mengunjungi Anda untuk menemani Anda. Anda juga dapat meminta mereka untuk mengambilkan bahan makanan atau kebutuhan lainnya.

Keluarga :  
Keluarga dapat menjadi sumber daya bagus lainnya, terutama jika keluarga Anda tinggal berdekatan. Anak atau cucu Anda dapat melakukan pekerjaan rumah tangga. Anak-anak Anda mungkin juga bersedia mengantar Anda ke tempat janji temu atau supermarket. Tergantung pada tingkat kebutuhan Anda, anggota keluarga juga dapat mengatur janji temu untuk Anda.

Pekerja Sosial:  
Manajer perawatan geriatri biasanya adalah pekerja sosial atau perawat yang mengarahkan ke sumber daya yang berguna atau yang dapat mendukung aktivitas sehari-hari. Mereka mungkin mengunjungi rumah dan merekomendasikan cara untuk memperbaikinya. Mereka juga dapat membantu dalam perencanaan jangka panjang atau bertindak sebagai mediator antara Anda dan anggota keluarga.

Pembantu di rumah:   
Pembantu di rumah dapat membantu dalam tugas sehari-hari, membantu Anda berpakaian dan bersiap untuk berangkat di pagi hari. Mereka mungkin juga menyiapkan makanan untuk Anda. Meskipun mereka bukan perawat atau dokter, pembantu di rumah dapat memantau kesehatan secara keseluruhan, memantau tanda-tanda vital, dan melaporkan kepada keluarga atau tim medis jika mereka melihat adanya perubahan drastis pada kesehatan mental atau fisik Anda.

Pembantu di rumah dapat menolong lansia dalam kegiatan sehari-hari.
(Sumber: foto canva.com)
Misalnya, rumah mereka mungkin kekurangan fitur dan ruang yang dirancang untuk seseorang dengan masalah mobilitas. Atau, mereka mungkin menyadari bahwa mereka tidak dapat melakukan hal-hal yang mereka lakukan sebelumnya, seperti mengemudi atau menyiapkan makanan.

Beberapa kiat untuk lansia agar dapat hidup sendiri :

Mencoba Sesuatu yang Baru:
Saat Anda menyesuaikan diri untuk hidup sendiri, Anda membentuk identitas baru setiap harinya, caranya, entah itu minum kopi pagi sendirian atau belajar membuat resep baru, status solo baru Anda bisa menjadi kesempatan untuk membangun keterampilan, ritual, dan kebiasaan baru. 
Penggunaan waktu ini untuk mencoba aktivitas baru, seperti mengikuti kelas melukis, jalan-jalan, bertemu teman, atau menjadi sukarelawan di komunitas Anda. 

Buat Kebiasaan Sehat sebagai Prioritas:
Orang yang tinggal sendiri cenderung makan lebih sedikit buah, sayuran, dan ikan, yang dapat menyebabkan dampak kesehatan yang buruk, untuk melakukan transisi paling sehat menuju hidup sendiri, buat diri Anda untuk makan sesehat mungkin dan sediakan bahan-bahan sehat untuk makan sendirian. Jangan lewatkan makan di luar bersama teman dan keluarga untuk menjaga hubungan sosial yang penting.

Banyak Tidur dan Berolahraga juga Merupakan Faktor Penting:
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hidup sendiri dikaitkan dengan tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi, terutama di kalangan wanita. Berpartisipasi dalam aktivitas olahraga kelompok seperti kelas olahraga atau kelompok hiking juga dapat menjadi sumber interaksi sosial.

Latih Afirmasi Positif:
Di saat-saat kesepian atau kecemasan, mengucapkan afirmasi positif dengan lantang dapat membantu meredakan pemikiran negatif pada diri sendiri. Misalnya, jika Anda kesulitan memikirkan untuk pergi makan malam sendirian, ucapkan kata berikut dengan lantang: “Saya memegang kendali. Saya satu-satunya otoritas dalam hidup saya. Saya terlindungi, selamat, tenteram, berkuasa dan damai.

Saat kesepian lansia dapat mengucapkan afirmasi positif dengan lantang.
(Sumber: foto canva.com)
Bangun Jejaring Sosial:
Bahkan jika Anda tidak merasa kesepian atau terisolasi secara sosial, mungkin ada gunanya jika Anda bergabung dengan kelompok pendukung, seperti kelompok duka, kelompok untuk orang yang bercerai atau berpisah, atau program pusat lansia. Seiring waktu, Anda mungkin mulai menikmati hidup sendiri dan menghargai rasa kemandirian yang baru ditemukan. 

Kondisikan Rumah agar Aman dan Nyaman:
Buat penyesuaian pada ruangan Anda, tinggal sendirian dapat menimbulkan masalah keamanan tambahan, seperti terjatuh saat tidak ada orang yang membantu. Jika hal ini mengkhawatirkan Anda atau keluarga Anda, pertimbangkan untuk memasang sistem peringatan medis atau meningkatkan keamanan rumah Anda. Memastikan adanya kunci yang berfungsi pada pintu dan jendela juga dapat memberikan ketenangan pikiran.

Adopsi Hewan Peliharaan:
Menurut Gerontological Society of America, hewan peliharaan dapat memberikan rasa tujuan dan keamanan untuk membantu meringankan perasaan stres, kesepian, dan depresi. Beberapa hewan peliharaan, seperti kucing dan  anjing, juga dapat membantu meningkatkan tingkat aktivitas Anda dan membantu sosialisasi, karena menyapa seseorang sambil berjalan-jalan dengan anjing Anda sering kali dapat menjadi cara untuk bertemu orang baru.

Demikian perencanaan, persiapan dan beberapa kiat agar lansia yang karena sesuatu hal dan kemauan sendiri memilih hidup mandiri, biasakan juga konsultasi dengan dokter maupun medis agar kegiatan berjalan dengan baik,sehat dan aman.


Sumber: