Dysesthesia mirip dengan paresthesia karena ditandai dengan perasaan tidak normal seperti gatal, merinding, perih, kesemutan, atau tertusuk-tusuk. Namun berbeda dengan paresthesia, perasaan ini juga menimbulkan rasa sakit yang sangat parah . Disestesia juga dikategorikan sebagai penyakit nyeri neuropatik.
Disestesia menjadi gejala semua kelompok umur. (Sumber: foto paguyuban pengawas purna) |
Rasa sakitnya berbeda dengan hiperestesia karena tidak dipicu oleh rangsangan sentuhan. Beberapa jenis disestesia hanya menyerang bagian tubuh tertentu, seperti kulit kepala. Disestesia dapat mencakup sensasi di jaringan tubuh mana pun, termasuk paling sering dimulut, kulit kepala, kulit, atau kaki.
Disestesia bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi medis, dan tidak spesifik hanya untuk lansia. Namun pada lansia, terdapat beberapa faktor dan kondisi yang mungkin meningkatkan risiko munculnya disestesia.
Beberapa ciri atau gejala yang mungkin muncul pada lansia yang terkena disestesia :
Sensasi Tidak Nyaman:
Lansia yang mengalami disestesia mungkin merasakan sensasi tidak nyaman, seperti rasa panas, dingin, gatal, atau perasaan tertentu yang tidak wajar.
Kesemutan atau Kebas:
Lansia dapat mengalami sensasi kesemutan atau kebas yang tidak dapat dijelaskan dengan jelas.
Lansia mengalami sensasi kebas yang tidak jelas. (Sumber: foto canva.com) |
Respon Perubahan Terhadap Rangsangan:
Reaksi terhadap rangsangan tertentu, seperti sentuhan atau suhu, mungkin berubah dan menyebabkan sensasi tidak nyaman.
Perasaan Nyeri:
Disestesia juga dapat dikaitkan dengan perasaan nyeri atau ketidaknyamanan yang tidak sebanding dengan stimulus yang diterima.
Gangguan Persepsi Sentuhan:
Lansia dengan disestesia mungkin mengalami gangguan dalam persepsi sentuhan, di mana sensasi sentuhan tidak diterima atau diinterpretasikan secara tidak wajar.
Perubahan Persepsi Kulit:
Ada kemungkinan perubahan dalam persepsi kulit, seperti sensasi kulit terbakar atau terasa lebih tebal dari biasanya.
Disestesia pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa di antaranya melibatkan perubahan fisiologis dan kondisi medis yang lebih umum terjadi pada usia lanjut.
Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap disestesia pada lansia:
Perifer Neuropati:
Lansia sering mengalami neuropati perifer, di mana terjadi kerusakan pada saraf-saraf yang terletak di luar otak dan sumsum tulang belakang. Neuropati perifer dapat menyebabkan gangguan dalam transmisi sinyal sensorik, yang dapat menciptakan sensasi tidak nyaman atau disestesia.
Lansia sering mengalami neuropati perifer, kerusakan saraf. (Sumber: foto canva.com) |
Penurunan Fungsi Saraf:
Proses penuaan dapat menyebabkan penurunan fungsi saraf, termasuk pengurangan jumlah dan kualitas saraf-sensorik. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi sensorik dan meningkatkan risiko disestesia.
Penurunan Aliran Darah:
Lansia cenderung mengalami penurunan aliran darah ke berbagai bagian tubuh, termasuk saraf-saraf. Kurangnya pasokan darah yang memadai ke saraf-saraf dapat menyebabkan disfungsi saraf dan gejala disestesia.
Penyakit Vaskular:
Penyakit vaskular, seperti aterosklerosis atau penyakit arteri perifer, dapat membatasi aliran darah ke saraf-saraf, yang dapat memicu sensasi tidak nyaman atau disestesia.
Gangguan Sirkulasi Darah:
Gangguan sirkulasi darah yang lebih luas, seperti penyakit jantung atau diabetes, dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan saraf dan menyebabkan disestesia.
Efek Samping Obat:
Beberapa obat yang umumnya dikonsumsi oleh lansia untuk mengatur berbagai kondisi kesehatan, seperti obat tekanan darah tinggi, antidepresan, atau obat pengontrol nyeri, dapat memiliki efek samping termasuk disestesia.
Kondisi Neurologis:
Kondisi neurologi tertentu, seperti multiple sclerosis atau penyakit Parkinson, yang mungkin lebih umum terjadi pada usia lanjut, dapat menyebabkan disestesia sebagai salah satu gejalanya.
Kerusakan Jaringan:
Adanya kerusakan pada jaringan kulit atau jaringan lainnya akibat penuaan, luka, atau kondisi kesehatan tertentu dapat memicu sensasi tidak nyaman atau disestesia pada area yang terkena.
Misalnya disestesia pada lansia melibatkan upaya untuk memelihara kesehatan saraf dan sistem tubuh secara umum.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah disestesia pada lansia:
Pola Makan Sehat:
Mengubah konsumsi nutrisi yang seimbang dapat mendukung kesehatan saraf. Nutrisi penting meliputi vitamin B, vitamin E, dan omega-3 yang dapat ditemukan dalam makanan seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, ikan, dan biji-bijian.
Pola makan sehat mendukung saraf sehat. (Sumber: foto canva.com) |
Olahraga Teratur:
Aktivitas fisik teratur dapat meningkatkan aliran darah, memelihara kesehatan pembuluh darah dan saraf, serta membantu mengelola berat badan. Pilih kegiatan yang sesuai dengan kondisi kesehatan lansia.
Pengelolaan Stres:
Stres dapat mempengaruhi kesehatan saraf. Teknik relaksasi, relaksasi, atau yoga dapat membantu mengurangi tingkat stres.
Hindari Konsumsi Alkohol Lebihan:
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat merusak saraf. Batasi asupan alkohol sesuai dengan pedoman kesehatan.
Merokok:
Rokok dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan masalah sirkulasi, yang dapat mempengaruhi kesehatan saraf.
Periksa Kesehatan Rutin:
Pemeriksaan kesehatan rutin dapat membantu mendeteksi dini kondisi kesehatan yang dapat berkontribusi pada disestesia. Pengelolaan penyakit seperti diabetes, penyakit jantung, atau hipertensi dapat membantu mencegah komplikasi saraf.
Pengaturan Gula Darah:
Jika seseorang menderita diabetes, menjaga kadar gula darah dalam kisaran yang normal dapat membantu mencegah kerusakan saraf perifer.
Penggunaan Obat dengan Hati-Hati:
Jika lansia mengonsumsi obat-obatan tertentu, penting untuk memahami efek samping yang mungkin termasuk disestesia. Konsultasikan dengan profesional kesehatan jika ada gejala yang mencurigakan.
Penggunaan Alat Pelindung:
Untuk mencegah cedera atau kerusakan pada saraf perifer, seperti saraf di tangan atau kaki, gunakan alat pelindung saat melakukan aktivitas yang berisiko.
Pijat dan Terapi Fisik:
Terapi pijat atau fisioterapi dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah, meredakan ketegangan otot, dan memperbaiki fungsi saraf.
Pengobatan disestesia pada usia lanjut akan tergantung pada keinginan. Penting untuk mengidentifikasi penyebab gejala penyakit tertentu sebelum merencanakan pengobatan yang tepat.
Beberapa pendekatan yang dapat dipertimbangkan untuk pengobatan disestesia pada lansia:
Pengelolaan Penyakit Dasar:
Jika disestesia terkait dengan kondisi medis seperti diabetes, penyakit jantung, atau penyakit saraf lainnya, pengelolaan penyakit dasar tersebut dapat membantu mengurangi atau mengatasi gejala disestesia.
Obat-obatan:
Beberapa obat dapat membantu mengelola gejala disestesia, terutama jika berhubungan dengan nyeri atau gangguan saraf. Ini mencakup analgesik, antidepresan, atau obat lain yang diresepkan oleh profesional kesehatan.
Fisioterapi:
Terapi fisik dapat membantu meningkatkan kekuatan, koordinasi, dan mobilitas, serta mengurangi ketidaknyamanan yang mungkin disebabkan oleh disestesia.
Terapi Okupasi:
Terapis okupasional dapat membantu lansia mengembangkan keterampilan dan strategi untuk mengatasi kesulitan sehari-hari yang mungkin timbul akibat disestesia.
Pengobatan Alternatif:
Alternatif Pengobatan: Beberapa orang melaporkan manfaat dari pengobatan alternatif seperti akupunktur atau pijat. Namun, penting untuk berbicara dengan profesional kesehatan sebelum mencoba pengobatan alternatif dan memastikan bahwa itu aman dan sesuai dengan kondisi kesehatan individu.
Manajemen Nyeri:
Manajemen Nyeri: Jika disestesia disertai dengan rasa nyeri, pengelolaan nyeri dapat menjadi bagian penting dari rencana perawatan. Ini bisa mencakup obat penghilang rasa sakit, teknik relaksasi, atau terapi fisik.
Perubahan Gaya Hidup:
Perubahan gaya hidup seperti mengelola stres, berolahraga secara teratur, dan mengadopsi pola makan yang sehat dapat membantu meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, termasuk kesehatan saraf.
Konseling atau Dukungan Psikologis:
Menghadapi gejala disestesia dapat menimbulkan stres dan kecemasan. Bantuan konseling atau dukungan psikologis dapat membantu individu dalam mengatasi aspek emosional dari kondisi ini.
Setiap orang dapat merespons pengobatan dengan cara yang berbeda, dan rencana perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik setiap individu. k konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan rekomendasi pengobatan yang sesuai.
Sumber:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/35122352/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26775772/
https://academic.oup.com/ced/article/47/1/3/6598111
https://www.medicalnewstoday.com/articles/319700
https://en.wikipedia.org/wiki/Dysesthesia
https://www.webmd.com/multiple-sclerosis/dysesthesia-pain