Friday, 5 January 2024

Ageisme, Bentuk Ancaman dan Diskriminasi Lansia

        Konsep ageisme sebagai istilah resmi muncul pada tahun 1969 melalui tulisan Robert N. Butler, seorang dokter dan gerontologis Amerika Serikat, diskriminasi berdasarkan usia sudah ada jauh sebelumnya. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, masyarakat telah mengalami perubahan pandangan terhadap orang-orang yang lebih tua.

Ageisme merugikan lansia secara umum.
(Sumber: Foto LPC- Lansia)

Ageisme dapat terjadi melalui berbagai cara, termasuk dalam kalimat-kalimat yang mungkin mengandung stereotip atau prasangka terhadap lansia. 

Contoh kalimat yang mengandung ageisme:

"Ah, dia terlalu tua untuk mengerti teknologi modern."

"Lansia tidak bisa diandalkan untuk tugas-tugas yang rumit."

"Orang tua tidak bisa diajak untuk beradaptasi dengan perubahan zaman."

"Lansia pasti lebih sering sakit dan membutuhkan lebih banyak perawatan medis."

"Mengapa kita harus mendengarkan saran dari seseorang yang sudah sepuh?"

"Lansia seharusnya duduk-duduk saja di rumah, bukan ikut campur dalam urusan publik."

"Mereka sudah tua, jadi tidak ada gunanya melibatkan mereka dalam proyek-proyek inovatif."

Penekanan pada keberhasilan fisik dan produktivitas dalam beberapa budaya telah menyebabkan munculnya stereotip negatif terhadap orang tua atau lansia. 

Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan ageisme meliputi:

Perubahan Demografis:

Ketika populasi manusia tumbuh dan struktur usia berubah, muncul pergeseran pandangan terhadap kelompok usia tertentu. Proses ini dapat menciptakan ketegangan antar-generasi.

Pentingnya Produktivitas: 

Dalam masyarakat yang sangat menekankan produktivitas dan kontribusi ekonomi, orang-orang yang dianggap tidak lagi produktif dapat menjadi sasaran diskriminasi.

Perubahan Ekonomi dan Teknologi: 

Perkembangan ekonomi dan teknologi sering kali menyebabkan perubahan dalam kebutuhan pekerjaan. Orang-orang yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan ini mungkin dianggap tidak berguna atau tidak berdaya.

Lansia dianggap tidak berdaya dengan perubahan teknologi.
(Sumber: foto canva.com)

Pengaruh Budaya dan Media: 

Representasi lansia dalam budaya populer dan media dapat memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat. Jika gambaran ini cenderung negatif, itu dapat memperkuat stereotip dan prasangka.

Ketidakpastian Akan Masa Depan: 

Kecemasan akan usia tua dan ketidakpastian akan masa depan dapat menciptakan kekhawatiran dan rasa takut yang mendorong terjadinya ageisme.

       Meskipun ageisme sudah lama ada, pengakuan terhadap dampak negatifnya dan upaya untuk mengatasinya secara aktif baru-baru ini menjadi lebih menonjol. Gerakan gerontologi, advokasi lansia, dan penelitian mengenai isu-isu usia telah membantu meningkatkan kesadaran dan mempromosikan pemikiran yang lebih positif terhadap lansia.

Ageisme mengacu pada stereotip (cara kita berpikir), prasangka (cara kita merasa) dan diskriminasi (cara kita bertindak) terhadap orang lain atau diri sendiri berdasarkan usia. Bertambah tua berarti memperoleh kedewasaan dan menjadi orang dewasa yang lebih bertanggung jawab dan penuh hormat.

Proses penuaan mungkin dipandang buruk oleh sebagian orang, yang memandangnya secara pesimis, dan hal ini mengurangi kesenangan yang mungkin mereka peroleh dari pertumbuhan mereka sendiri. Penuaan sering dianggap sebagai proses yang menantang, di mana individu kehilangan kepercayaan diri dan kehilangan produktivitas. 

       Tanda-tanda ageisme dalam suatu lingkungan dapat bervariasi dan dapat muncul dalam berbagai konteks. 

Beberapa tanda umum ageisme dalam suatu lingkungan:

Diskriminasi Pekerjaan: 

Penolakan atau pemutusan hubungan kerja berdasarkan usia tanpa mempertimbangkan keterampilan atau kinerja sebenarnya.

Stereotip dan Prasangka: 

Adanya pandangan umum atau stereotip negatif terhadap orang berdasarkan usia, seperti asumsi bahwa orang yang lebih tua tidak dapat beradaptasi dengan teknologi atau bahwa orang yang lebih muda kurang berpengalaman dan tidak dapat diandalkan.

Kebijakan Organisasi yang Diskriminatif: 

Kebijakan yang secara eksplisit atau implisit mendiskriminasi berdasarkan usia, seperti batasan usia untuk mendapatkan manfaat tertentu.

Kebijakan organisasi yang diskriminatif terhadap lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Kesenjangan Gaji Berdasarkan Usia: 

Adanya perbedaan gaji yang tidak adil berdasarkan usia, di mana orang yang lebih tua mungkin diberikan kompensasi yang lebih rendah meskipun memiliki keterampilan dan pengalaman yang lebih banyak.

Media dan Periklanan Stereotip Usia: 

Representasi yang stereotip atau negatif terhadap berbagai kelompok usia dalam media atau periklanan.

Pengabaian atau Penolakan Ide dan Kontribusi dari Kelompok Usia Tertentu: 

Tidak menghargai atau menolak ide, saran, atau kontribusi dari individu berdasarkan usia tertentu.

Ketidaksetaraan Akses dan Pelayanan Kesehatan: 

Adanya ketidaksetaraan dalam akses atau pelayanan kesehatan berdasarkan usia, di mana orang yang lebih tua mungkin tidak mendapatkan perhatian atau perawatan yang sama dengan orang yang lebih muda.

Eksklusi Sosial: 

Mengabaikan atau mengisolasi kelompok usia tertentu dari kegiatan sosial atau masyarakat, seperti menganggap bahwa aktivitas tertentu hanya cocok untuk orang muda.

       Ageisme adalah diskriminasi atau prasangka terhadap seseorang berdasarkan usianya. Dalam konteks lansia, ageisme dapat memiliki dampak buruk yang signifikan. 

Beberapa dampak buruk ageisme pada lansia:

Kesehatan Mental dan Emosional yang Buruk:

Ageisme dapat menyebabkan stres psikologis pada lansia karena merasa diabaikan atau tidak dihargai. Ini dapat mengakibatkan penurunan kesehatan mental dan emosional, seperti depresi, kecemasan, dan isolasi sosial.

Kurangnya Akses ke Layanan Kesehatan:

Pemikiran bahwa lansia tidak layak atau tidak membutuhkan perawatan kesehatan yang adekuat dapat mengakibatkan kurangnya akses mereka ke layanan kesehatan yang diperlukan. Ini dapat memperburuk kondisi kesehatan dan menyebabkan penundaan dalam diagnosis dan perawatan.

Diskriminasi dalam Pekerjaan:

Lansia sering mengalami diskriminasi di tempat kerja, seperti pemecatan atau kurangnya peluang karier, yang dapat merugikan secara finansial dan emosional. Ini juga dapat memberikan dampak negatif pada rasa harga diri dan identitas mereka.

Persepsi Negatif terhadap Kemampuan:

Ageisme sering kali diiringi oleh asumsi bahwa lansia tidak mampu atau tidak memiliki kontribusi yang berarti dalam masyarakat. Padahal, banyak lansia yang tetap aktif dan berkompeten dalam berbagai bidang.

Ageisme sering diasumsikan lansia tidak memiliki kemampuan.
(Sumber: foto canva.com)

Isolasi Sosial:

Ageisme dapat menyebabkan isolasi sosial karena lansia mungkin merasa diabaikan oleh masyarakat atau bahkan oleh keluarga mereka sendiri. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit mental dan menyebabkan penurunan kualitas hidup.

Penghinaan dan Stereotip:

Lansia sering kali menjadi sasaran penghinaan dan stereotip negatif, seperti dianggap tidak berguna, pelupa, atau tidak produktif. Stereotip ini dapat merugikan mereka secara psikologis dan mempengaruhi cara orang lain berinteraksi dengan mereka.

Pembatasan Hak dan Keterlibatan Sosial:

Ageisme dapat menyebabkan pembatasan hak-hak lansia, termasuk hak untuk terlibat dalam kegiatan sosial, politik, dan budaya. Ini dapat merugikan perkembangan pribadi dan kualitas hidup mereka.

       Mencegah ageisme pada lansia memerlukan upaya bersama dari individu, masyarakat, dan lembaga. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah ageisme:

Pendidikan dan Kesadaran:

Tingkatkan kesadaran masyarakat tentang mitos dan stereotip terkait usia. Kampanye pendidikan dapat membantu mengubah persepsi masyarakat terhadap lansia dan mengajak orang untuk melihat mereka sebagai individu yang berharga dan memiliki kontribusi positif.

Promosi Diversitas dan Inklusi:

Dorong kebijakan yang mendorong diversitas dan inklusi di semua lapisan masyarakat, termasuk di tempat kerja, media, dan kehidupan sehari-hari. Memperlihatkan lansia dalam berbagai peran yang positif dapat membantu mengubah pandangan masyarakat.

Penekanan pada Kemampuan dan Pengalaman:

Fokus pada kemampuan dan pengalaman lansia, bukan hanya pada keterbatasan yang mungkin dimilikinya. Mengakui kontribusi yang berharga yang dapat diberikan oleh lansia di berbagai bidang dapat membantu merombak stereotip negatif.

Pelibatan Lansia dalam Keputusan:

Melibatkan lansia dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi mereka secara langsung, seperti kebijakan pemerintah, perencanaan kota, dan kebijakan kesehatan. Ini dapat memberikan rasa memiliki dan mengakui kepentingan mereka.

Program Interaksi Antar Generasi:

Mendorong program dan kegiatan yang menghubungkan berbagai kelompok usia. Interaksi antar generasi dapat membantu meredam stereotip dan membangun pemahaman yang lebih baik antara kelompok-kelompok usia.

Program interaksi antar generasi meredam stereotip.
(Sumber: foto canva.com)

Kampanye Media yang Positif:

Mendukung kampanye media yang menyajikan gambaran lansia secara positif dan realistis. Media memiliki peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat, dan konten yang menghormati lansia dapat membantu mengatasi stereotip negatif.

Pelatihan Anti-Ageisme:

Menyelenggarakan pelatihan anti-ageisme untuk tenaga kerja di berbagai sektor. Pelatihan ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan mengubah sikap yang mungkin menyebabkan diskriminasi usia.

Pembangunan Komunitas yang Ramah Lansia:

Mendorong pembangunan komunitas yang mendukung kebutuhan lansia, seperti aksesibilitas, keamanan, dan layanan kesehatan yang baik. Komunitas yang ramah lansia dapat menciptakan lingkungan inklusif dan mendukung bagi semua anggotanya.

Mencegah ageisme melibatkan kerjasama dari seluruh masyarakat untuk menciptakan budaya yang menghargai dan menghormati semua anggota masyarakat, tanpa memandang usia mereka.


Sumber:

https://ageing-better.org.uk/news/impact-ageism-people-economy-and-society-revealed# .

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9008869 

https://www.verywellmind.com/what-is-ageism-2794817

https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/ageing-ageism

https://en.wikipedia.org/wiki/Ageism

Efek Obat-obatan, Gangguan Keseimbangan Lansia.

        Pengobatan dapat menyembuhkan penyakit, seperti menjaga gula darah pada tingkat yang aman, jantung berdebar berirama, dan suasana hati tetap terjaga. Namun efek samping dan interaksi antar obat (baik obat resep maupun non resep) dapat meningkatkan risiko jatuh dalam berbagai cara.

Contoh utama, penglihatan kabur, pusing atau sakit kepala ringan yang disebabkan oleh tekanan darah rendah, kantuk, delirium, dan gangguan kewaspadaan atau penilaian. Beberapa obat mungkin mempengaruhi telinga bagian dalam, menyebabkan gangguan keseimbangan sementara atau permanen.

Lansia dapat terganggu keseimbangannya karena efek obat.
(Sumber: foto Sandrejo)

Lansia sangat rentan terhadap efek samping pengobatan karena beberapa alasan. Pertama, kebutuhan akan pengobatan dan jumlah obat yang diminum cenderung meningkat seiring bertambahnya usia . Kedua, usia menyebabkan obat diserap dan dimetabolisme secara berbeda.

Faktor-faktor ini membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap efek samping baik dari pengobatan tunggal maupun kombinasi obat. Dan karena banyak lansia yang menghadapi masalah keseimbangan, hal ini meningkatkan risiko kecelakaan. 

Lansia yang jatuh karena efek samping obat mengalami kejadian jatuh sebagai akibat dari pengaruh negatif yang timbul setelah mengonsumsi obat tertentu. Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat memengaruhi keseimbangan, koordinasi, kejelian, atau kesadaran, yang semuanya dapat meningkatkan risiko jatuh pada populasi lansia.

Beberapa contoh efek samping obat yang dapat berkontribusi pada risiko jatuh pada lansia melibatkan:

Pusing atau Pingsan: 

Beberapa obat, terutama yang mempengaruhi tekanan darah, sistem kardiovaskular, atau sistem saraf pusat, dapat menyebabkan pusing atau pingsan. Ini dapat mengakibatkan kehilangan kesadaran dan, pada gilirannya, meningkatkan risiko jatuh.

Beberapa obat dapat membuat pusing dan pingsan lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Kelemahan Otot: 

Beberapa jenis obat, termasuk obat-obatan tertentu untuk penanganan penyakit tertentu, dapat menyebabkan kelemahan otot. Kelemahan ini dapat menyulitkan lansia untuk menjaga keseimbangan dan melakukan aktivitas fisik tanpa risiko jatuh.

Gangguan Penglihatan: 

Beberapa obat dapat menyebabkan masalah penglihatan, seperti kabur atau perubahan visual. Gangguan penglihatan ini dapat mempengaruhi kemampuan lansia untuk melihat dan menghindari hambatan di sekitarnya.

Gangguan Keseimbangan dan Koordinasi: 

Beberapa obat dapat memengaruhi sistem saraf pusat atau koordinasi motorik, menyebabkan penurunan keseimbangan atau koordinasi gerakan. Ini dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia.

Beberapa cara mengurangi risiko jatuh karena efek samping obat, yaitu:

Berbicara dengan Dokter: 

Lansia sebaiknya secara teratur berkomunikasi dengan dokter atau profesional kesehatan mereka tentang semua obat yang mereka konsumsi. Dokter dapat menilai potensi efek samping dan memodifikasi rencana perawatan jika diperlukan.

Pantau Efek Samping: 

Jika seseorang mengalami efek samping tertentu yang dapat meningkatkan risiko jatuh, penting untuk memberi tahu dokter segera. Dokter dapat mengevaluasi apakah penyesuaian dosis, penggantian obat, atau tindakan lainnya diperlukan.

Hindari Penghentian Obat Secara Tiba-tiba: 

Lansia tidak boleh menghentikan obat mereka tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Penghentian obat secara tiba-tiba dapat memiliki konsekuensi kesehatan serius.

       Beberapa jenis obat dapat memiliki efek samping yang memengaruhi keseimbangan lansia, meningkatkan risiko jatuh. 

Beberapa kategori obat yang sering dikaitkan dengan gangguan keseimbangan pada lansia:

Obat-Obat Penenang (Benzodiazepin):

  • Contoh: diazepam, lorazepam, alprazolam.
  • Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi kecemasan atau gangguan tidur, tetapi mereka dapat menyebabkan efek samping seperti kelelahan, pusing, atau penurunan keseimbangan.

Obat penenang dapat menyebabkan efek penurunan keseimbangan.
(Sumber: foto canva.com)

Obat Penahan Rasa Sakit Narcotic:

  • Contoh: oksikodon, morfin, kodein.
  • Obat-obat ini dapat menyebabkan efek samping seperti pusing atau pingsan, yang dapat meningkatkan risiko jatuh.

Obat Penurun Tekanan Darah:

  • Contoh: amlodipin, lisinopril, metoprolol.
  • Beberapa obat anti hipertensi dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis, terutama saat berdiri, yang dapat menyebabkan pusing atau kehilangan keseimbangan.

Antidepresan:

  • Contoh: fluoxetine, sertraline, amitriptyline.
  • Beberapa antidepresan dapat memengaruhi keseimbangan dan koordinasi motorik, terutama pada dosis awal penggunaan.

Obat untuk Gangguan Neurologis:

  • Contoh: obat antiepilepsi, antipsikotik.
  • Obat-obat ini dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan keseimbangan, meningkatkan risiko kejadian jatuh.

Antihistamin:

  • Contoh: diphenhydramine, cetirizine.
  • Beberapa antihistamin dapat menyebabkan kantuk atau kelelahan, yang dapat mempengaruhi keseimbangan.

Obat diuretik :

  • Contoh: furosemide, hydrochlorothiazide.
  • Obat-obat ini dapat menyebabkan dehidrasi atau ketidakseimbangan elektrolit, yang dapat memengaruhi keseimbangan.

Obat untuk Diabetes:

  • Contoh: insulin, glibenclamide.
  • Beberapa obat diabetes dapat menyebabkan hipoglikemia (rendahnya kadar gula darah), yang dapat memengaruhi kesadaran dan keseimbangan.

Respons terhadap obat dapat bervariasi antar individu, dan efek samping tertentu mungkin tidak dialami oleh semua orang. Jika seseorang mengalami gejala yang memengaruhi keseimbangan atau merasa bahwa obat yang mereka konsumsi dapat menyebabkan risiko jatuh, penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Dokter dapat mengevaluasi kebutuhan obat, mengatur dosis, atau meresepkan alternatif yang lebih aman untuk mengurangi risiko jatuh pada lansia.

       Tidak ada obat yang secara khusus dirancang untuk meningkatkan keseimbangan tubuh. Keseimbangan tubuh lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kekuatan otot, koordinasi, sistem saraf, dan indra keseimbangan. Oleh karena itu, pendekatan untuk meningkatkan keseimbangan sering kali melibatkan langkah-langkah non-obat yang mencakup berbagai aspek kesehatan.

Beberapa cara untuk membantu meningkatkan keseimbangan tubuh tanpa menggunakan obat-obatan tertentu:

Latihan Fisik Teratur:

Melibatkan diri dalam program latihan fisik yang mencakup latihan keseimbangan, kekuatan otot, dan koordinasi motorik dapat membantu meningkatkan keseimbangan. Latihan-latihan seperti berdiri dengan satu kaki, latihan yoga, atau latihan keseimbangan khusus lainnya dapat bermanfaat.

Pertahankan Kesehatan Otot dan Fleksibilitas:

Melakukan latihan yang meningkatkan kekuatan otot dan fleksibilitas dapat membantu menjaga stabilitas dan keseimbangan tubuh.

Konsumsi Nutrisi yang Seimbang:

Menerapkan pola makan yang seimbang dan memastikan asupan nutrisi yang cukup dapat mendukung kesehatan otot dan sistem saraf.

Perhatikan Kesehatan Mata dan Pendengaran:

Pemeriksaan rutin untuk memastikan kesehatan mata dan pendengaran dapat membantu menjaga koordinasi dan respon tubuh terhadap lingkungan sekitar.

Hindari Konsumsi Alkohol Berlebihan:

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat memengaruhi keseimbangan. Penting untuk membatasi konsumsi alkohol dan konsultasi dengan dokter jika ada kekhawatiran.

Lansia menghentikan konsumsi alkohol.
(Sumber: foto canva.com)

Pertimbangkan Penilaian Keseimbangan:

Jika ada kekhawatiran tentang keseimbangan tubuh, dokter atau fisioterapis dapat melakukan penilaian keseimbangan untuk menilai faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi keseimbangan dan memberikan saran atau latihan yang sesuai.

Diskusikan setiap langkah atau perubahan dalam rutinitas kesehatan dengan dokter untuk memastikan bahwa pendekatan yang diambil sesuai dengan kebutuhan individu dan kondisi kesehatan yang mendasarinya.




Sumber:

https://www.progresslifeline.org.uk/news/three-types-of-falls-in-older-adults-and-how-to-manage-them

https://www.health.harvard.edu/staying-healthy/how-medications-can-affect-your-balance

https://www.mymdnow.com/blog/medication-side-effects-can-cause-your-balance-to-hang-in-the-balance/

https://balanceanddizziness.org/what-medications-can-contribute-to-dizziness-or-lack-of-balance/

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23648607/




Thursday, 4 January 2024

Fase Kehidupan dari lahir sampai Lansia dan Tahap Akhir.

         Tubuh manusia berubah secara signifikan seiring berjalannya waktu, dan makanan adalah bahan bakar perubahan tersebut. Orang-orang dari segala usia membutuhkan nutrisi dasar yang sama, asam amino esensial, karbohidrat, asam lemak esensial, dan dua puluh delapan vitamin dan mineral, untuk menopang kehidupan dan kesehatan. Namun, jumlah nutrisi yang dibutuhkan berbeda-beda. Sepanjang siklus hidup manusia , tubuh terus berubah dan melewati periode berbeda yang disebut tahapan. Fase-fase kehidupan manusia biasanya dibagi menjadi beberapa tahap, dan lansia memang sering dianggap sebagai tahap terakhir dalam siklus kehidupan. 

Secara alami manusia memiliki fase dan tahapan.
(Sumber: foto brodekers)

Daur hidup manusia adalah siklus yang terjadi pada diri manusia dan melibatkan jangka waktu untuk berbagai tahapan kehidupan. Nutrisi dan kesejahteraan fisik yang ideal menjamin kemakmuran di setiap tahap dan membantu manusia untuk hidup lebih lama.

Namun pada setiap fase dari lahir sampai lansia dibayangi oleh berbagai macam penyakit, yang bila terabaikan akan menjadi ancaman dam gangguan/

Beberapa tahap umum dalam siklus kehidupan manusia:

Bayi dan Balita: 

Fase awal kehidupan yang ditandai dengan ketergantungan penuh pada orang tua atau perawat. Perkembangan fisik dan kognitif terjadi pesat. 

Anak- Anak: 

Masa di mana anak-anak mulai menjalani pendidikan, mengembangkan keterampilan sosial, dan membentuk identitas mereka.

Anak-anak mulai menjalankan pendidikan pra sekolah.
(Sumber: foto bodrekers)

Remaja: 

Fase transisi dari anak-anak menuju dewasa. Pada tahap ini, individu mengalami pertumbuhan fisik, perubahan hormon, dan mencari identitas diri.

Remaja mulai perubahan hormon dan mencari identitas.
(Sumber: foto bodrekers)

Dewasa Muda: 

Masa di mana individu memasuki dunia pekerjaan, membentuk hubungan asmara, dan mengambil tanggung jawab penuh atas kehidupan mereka sendiri.

Dewasa Pertengahan:

Fase ketika individu biasanya telah menetap dalam karir dan kehidupan pribadi mereka. Ini dapat melibatkan perkembangan keluarga, tanggung jawab finansial, dan pemikiran tentang pencapaian hidup.

Lansia: 

Fase akhir kehidupan, biasanya diidentifikasi setelah usia pensiun. Pada tahap ini, kesehatan dan energi fisik cenderung mengalami penurunan. Individu mungkin mencari arti hidup, mengevaluasi pencapaian mereka, dan menikmati ketenangan.

Fase terakhir lansia kesehatan dan energi menurun/
(Sumber: foto bodrekers)

Penuaan atau Tahap Akhir: 

Ini adalah tahap akhir kehidupan, di mana kesehatan umumnya menurun lebih lanjut. Beberapa orang mungkin mengalami keterbatasan fisik atau kognitif yang signifikan.

💬Pengalaman hidup setiap individu unik, dan tidak semua orang akan mengalami fase-fase ini dengan cara yang sama. Beberapa orang mungkin mengalami tahapan kehidupan secara berbeda, dan aspek-aspek tertentu dari tahapan ini dapat tumpang tindih.

       Setiap fase kehidupan memiliki risiko tersendiri terhadap berbagai penyakit dan kondisi kesehatan. Namun, penting untuk diingat bahwa pengalaman kesehatan dapat sangat bervariasi antar individu dan faktor-faktor seperti genetika, gaya hidup, dan lingkungan juga memainkan peran penting. 

Beberapa penyakit yang cenderung menjadi perhatian atau dominan pada setiap fase kehidupan:

Bayi dan Balita:

  • Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA).
  • Penyakit kulit seperti eksim atau ruam popok.
  • Penyakit bawaan atau genetik.

Anak-Anak:

  • Infeksi saluran pernapasan, seperti flu dan batuk.
  • Penyakit menular seperti campak, gondongan, dan cacar air.
  • Cedera dan fraktur akibat aktivitas fisik dan bermain.

Remaja:

  • Gangguan kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
  • Gangguan makan seperti anoreksia nervosa atau bulimia.
  • Penyakit menular seksual (PMS) saat mulai aktif secara seksual.

Dewasa Muda:

  • Gangguan mental seperti stres, depresi, atau gangguan kecemasan.
  • Penyakit kronis seperti diabetes tipe 2 atau hipertensi.
  • Kecelakaan dan cedera terkait pekerjaan atau kecelakaan kendaraan.

Dewasa Pertengahan:

  • Penyakit jantung dan penyakit vaskular.
  • Kanker, terutama jenis yang lebih umum pada usia pertengahan.
  • Diabetes dan masalah kesehatan terkait gaya hidup.

Lansia:

  • Penyakit jantung koroner dan masalah pembuluh darah.
  • Penyakit Alzheimer dan jenis demensia lainnya.
  • Osteoarthritis dan masalah muskuloskeletal lainnya.
  • Penyakit pernapasan kronis seperti PPOK (penyakit paru obstruktif kronis).

Penuaan atau Tahap Akhir:

  • Penyakit kronis dalam tahap lanjut.
  • Kelemahan sistem kekebalan tubuh dan rentan terhadap infeksi.
  • Penyakit degeneratif seperti penyakit Parkinson atau sklerosis lateral amiotrofik (ALS).

💬Ini hanya gambaran umum, dan setiap individu dapat mengalami berbagai masalah kesehatan pada setiap tahap kehidupan. Pemantauan kesehatan yang teratur dan gaya hidup sehat dapat membantu mengurangi risiko penyakit pada setiap fase kehidupan.

       Pada tahap penuaan dan tahap akhir kehidupan, individu dapat mengalami berbagai penyakit dan kondisi kesehatan. 

Beberapa contoh penyakit yang cenderung lebih umum pada tahap penuaan dan tahap akhir kehidupan:

Penyakit Jantung Koroner (PJK): Penyakit pembuluh darah jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung.

Stroke: Gangguan peredaran darah ke otak.

Kanker: Risiko kanker meningkat seiring pertambahan usia.

Demensia (termasuk Alzheimer): Gangguan kognitif yang mempengaruhi daya ingat dan fungsi otak.

Osteoarthritis: Merusak sendi dan menyebabkan rasa sakit dan kekakuan.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): Gangguan pernapasan kronis.

Diabetes Tipe 2: Gangguan metabolisme gula yang umum pada lansia.

Hipertensi: Tekanan darah tinggi.

Osteoporosis: Penurunan kepadatan tulang dan risiko patah tulang.

Penyakit Ginjal Kronis: Penurunan fungsi ginjal seiring bertambahnya usia.

Artritis Reumatoid: Gangguan autoimun yang dapat merusak sendi.

Gangguan Mata Terkait Usia: Seperti degenerasi makula.

Penyakit Parkinson: Gangguan neurodegeneratif yang mempengaruhi gerakan.

Sklerosis Lateral Amiotrofik (ALS): Penyakit neurodegeneratif yang memengaruhi sel saraf motorik.

Kronis Gagal Jantung: Kondisi di mana jantung tidak dapat memompa darah secara efisien.

Kerusakan Pendengaran Terkait Usia: Menurunnya fungsi pendengaran.

Penyakit Obstruktif Saluran Pernapasan (SOPD): Gangguan pernapasan kronis.

Penyakit Vaskular Perifer: Gangguan aliran darah ke kaki dan tangan.

Kerusakan Hati Terkait Alkohol (Cirrhosis): Kerusakan hati kronis.

Kerusakan Hati Terkait Lemak (Non-Alcoholic Fatty Liver Disease): Penyakit hati terkait lemak.

Kerusakan Ginjal Terkait Usia: Penurunan fungsi ginjal seiring usia.

Kondisi Jantung Katup: Gangguan pada katup jantung.

Katarak: Kekeruhan lensa mata.

Infeksi Saluran Kemih (ISK): Infeksi pada sistem kemih.

Sindrom Metabolik: Kombinasi faktor risiko termasuk obesitas dan resistensi insulin.

Kerusakan Saraf Perifer: Gangguan pada saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang.

Penyakit Autoimun: Sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri.

Kerusakan Gigi dan Gusi: Masalah gigi dan gusi terkait usia.

Kerusakan Kulit Terkait Usia: Penuaan kulit, keriput, dan bintik penuaan.

Pneumonia: Infeksi paru-paru yang dapat berisiko tinggi pada orang lanjut usia.

💬Setiap individu dapat mengalami kombinasi berbagai masalah kesehatan selama tahap penuaan dan tahap akhir kehidupan mereka. Pemantauan kesehatan yang teratur dan perawatan medis yang tepat dapat membantu mengelola dan merawat kondisi-kondisi ini.

       Pada fase penuaan dan tahap akhir kehidupan, individu juga dapat mengalami berbagai masalah kesehatan mental. 

Beberapa contoh gangguan mental yang dapat terjadi pada orang lanjut usia:

Depresi: Gangguan mood yang dapat menyebabkan perasaan sedih, kehilangan minat atau kebahagiaan, dan energi yang berkurang.

Gangguan Kecemasan: Termasuk gangguan kecemasan umum, gangguan panik, dan fobia.

Gangguan Kepribadian: Misalnya, gangguan kepribadian paranoid atau gangguan kepribadian obsesif-kompulsif.

Psikosis: Hilangnya kontak dengan realitas, mungkin termasuk halusinasi atau delusi.

Gangguan Bipolar: Perubahan antara episode depresi dan mania.

Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD): Mungkin akibat dari pengalaman traumatis.

Gangguan Skizofrenia: Gangguan mental yang melibatkan perubahan pemikiran, emosi, dan perilaku.

Gangguan Kejiwaan: Gangguan yang mempengaruhi fungsi kognitif seperti ingatan dan kemampuan berpikir.

Gangguan Kecemasan Sosial: Kecemasan yang signifikan terkait interaksi sosial.

Gangguan Pendengaran Hallusinasi: Mendengar suara atau melihat hal yang tidak nyata.

Gangguan Kepribadian Narcissistic: Pernah menunjukkan perilaku grandios dan kurangnya empati.

Gangguan Kepribadian Anti-sosial: Keengganan untuk mengikuti norma sosial dengan perilaku antisosial.

Gangguan Stres Kronis: Kondisi yang melibatkan stres jangka panjang yang dapat memengaruhi kesehatan mental.

Kecemasan Kesehatan: Kecemasan yang berfokus pada kesehatan fisik dan kekhawatiran terus-menerus akan penyakit serius.

Gangguan Fobia Sosial: Kecemasan yang intens terkait dengan situasi sosial tertentu.

Gangguan Kepribadian Histrionik: Perhatian yang berlebihan dan emosi yang berlebihan.

Gangguan Kepribadian Borderline: Perubahan mood yang intens dan hubungan interpersonal yang sulit.

Gangguan Psikotik Parsial: Episode psikotik yang bersifat episodik dan mungkin terkait dengan penyakit fisik.

Gangguan Kepribadian Schizotypal: Pola pikir dan perilaku aneh yang mirip dengan skizofrenia.

Gangguan Kepribadian Paranoia: Ketidakpercayaan dan kecurigaan yang berlebihan terhadap orang lain.

Gangguan Kepribadian Depresif: Pola kepribadian yang ditandai oleh ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan.

Gangguan Kepribadian Anankastik: Keterlibatan yang berlebihan pada detail dan peraturan.

Gangguan Pemusatan Fikiran: Kesulitan berkonsentrasi dan menjaga perhatian.

Gangguan Kepribadian Dependence: Ketergantungan yang berlebihan pada orang lain.

Gangguan Kepribadian Avoidant: Rasa takut terhadap kritik atau penolakan.

Gangguan Kepribadian Terfokus pada Tugas: Fokus yang berlebihan pada tugas dan pekerjaan.

Kematian Duka (Bereavement): Kesedihan dan duka akibat kehilangan orang yang dicintai.

Gangguan Pemrosesan Informasi: Kesulitan dalam memproses informasi dan membuat keputusan.

Kecemasan di Malam Hari: Kecemasan yang meningkat selama malam hari.

Gangguan Seksual: Misalnya, disfungsi seksual atau ketidaknyamanan terkait seksual.

💬Tidak semua orang lanjut usia mengalami masalah kesehatan mental dan fisik, ada banyak yang dapat dilakukan untuk merawat dan mendukung kesehatan mental dan fisik  mereka. Jika ada kekhawatiran tentang kesehatan mental dan fisik seseorang, konsultasikan dengan profesional kesehatan yang berkualifikasi untuk evaluasi dan bantuan lebih lanjut.


Sumber:

https://www.betterup.com/blog/stages-of-life

https://www.institute4learning.com/resources/articles/the-12-stages-of-life/

https://en.wikipedia.org/wiki/Development_of_the_human_body