Sunday, 14 April 2024

Beberapa Penyakit Menjadi Faktor Risiko Penyakit Lain.

          Istilah medis yang menggambarkan suatu penyakit menjadi faktor risiko atau penyebab bagi penyakit lainnya disebut sebagai "komorbiditas" atau "komorbiditas penyakit." Komorbiditas merujuk pada kondisi medis tambahan yang ada bersamaan dengan suatu penyakit primer. Ini berarti seseorang dengan suatu kondisi medis mungkin memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit lain secara bersamaan atau seiring waktu.

Beberapa penyakit menjadi faktor risiko penyakit lain.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Contohnya, seseorang yang menderita diabetes mellitus (penyakit primer) mungkin memiliki komorbiditas penyakit jantung koroner atau penyakit ginjal kronis. Dalam konteks ini, diabetes mellitus adalah penyakit primer, sedangkan penyakit jantung koroner atau penyakit ginjal kronis adalah komorbiditas.

Komorbiditas dapat bersifat fisiologis atau psikologis. Dalam beberapa konteks, penyakit penyerta mungkin sering digunakan untuk menggambarkan dua kondisi yang sering terjadi bersamaan. Misalnya saja depresi dan gangguan kecemasan.

Komorbiditas dapat memengaruhi diagnosis, pengobatan, dan prognosis suatu penyakit. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi dan memahami komorbiditas ketika merencanakan penanganan medis, karena mereka dapat memengaruhi pilihan pengobatan dan hasil kesehatan secara keseluruhan.     

Beberapa penyakit dapat menjadi faktor risiko atau menyebabkan terjadinya penyakit lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. 

Beberapa contoh penyakit yang dapat menjadi faktor risiko untuk penyakit lain:

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi):
Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan berbagai penyakit lain seperti penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah lainnya.

Diabetes: 
Diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi serius seperti penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal kronis, kebutaan, amputasi, dan neuropati.

Obesitas: 
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk berbagai penyakit lain termasuk diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit hati non-alkoholik (NAFLD), osteoartritis, dan kanker tertentu.

Obesitas faktor risiko berbagai penyakit.
(Sumber: foto canva.com)
Penyakit Jantung Koroner: 
Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan komplikasi serius seperti gagal jantung, aritmia jantung, serangan jantung, dan stroke.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): 
PPOK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan penyakit paru lainnya seperti emfisema, bronkitis kronis, dan pneumonia.

Penyakit Ginjal Kronis:
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan anemia, gangguan keseimbangan elektrolit, penyakit tulang, hipertensi, dan gagal ginjal.

Kanker: 
Beberapa jenis kanker dapat menyebabkan komplikasi seperti metastasis ke organ lain, gangguan fungsi organ, anemia, dan gangguan sistem imun.

Hepatitis B dan C: 
Hepatitis B dan C yang tidak terkontrol dapat menyebabkan sirosis hati, gagal hati, kanker hati, dan komplikasi lainnya.

Demensia: 
Demensia dapat menyebabkan gangguan perilaku, gangguan tidur, kesulitan menelan, penurunan daya ingat, dan kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.

Hipotiroidisme:
Hipotiroidisme yang tidak terkontrol dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, gangguan jantung, penurunan metabolisme, kelelahan, dan masalah kesehatan lainnya.

Kolesterol tinggi: 
Menyebabkan pembuluh darah tersumbat, meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

Kolesterol menyebabkan pembuluh darah tersumbat.
(Sumber: foto canva.com)
Asma: 
Dapat menyebabkan serangan asma yang parah dan infeksi paru-paru.
 
HIV/AIDS: 
Meningkatkan risiko infeksi lainnya dan masalah imunitas.

Artritis: 
Dapat menyebabkan kerusakan sendi dan gangguan mobilitas.

Alzheimer dan demensia: 
Dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan kesehatan mental.

Osteoporosis: 
Meningkatkan risiko patah tulang dan gangguan mobilitas.

Glaukoma: 
Dapat menyebabkan kehilangan penglihatan dan masalah mata lainnya.

Depresi: 
Berkontribusi pada risiko penyakit jantung, gangguan tidur, dan masalah kesehatan mental lainnya.

Penyakit hati: 
Menyebabkan gangguan fungsi hati dan masalah kesehatan terkait.

Penyakit autoimun:
Meningkatkan risiko infeksi dan gangguan kesehatan lainnya.

Gangguan tidur: 
Dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, masalah emosional, dan gangguan kesehatan lainnya.

Gangguan tidur menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan kesehatan lain.
(Sumber: foto canva.com)
Anemia: 
Menyebabkan kelelahan, gangguan kognitif, dan masalah kesehatan lainnya.

Penyakit Crohn dan kolitis ulserativa: 
Berkontribusi pada risiko komplikasi usus dan gangguan kesehatan lainnya.

Penyakit Parkinson: 
Dapat menyebabkan gangguan gerakan dan masalah kesehatan terkait.

Endometriosis: 
Menyebabkan nyeri panggul, gangguan menstruasi, dan kesuburan terganggu.

Fibrosis kistik: 
Menyebabkan gangguan pernapasan dan komplikasi saluran pencernaan.

Lupus: 
Meningkatkan risiko komplikasi kulit, sendi, dan organ tubuh lainnya.

Thalassemia: 
Menyebabkan anemia parah dan masalah kesehatan terkait.

Multiple sclerosis (MS): 
Dapat menyebabkan gangguan neurologis dan masalah kesehatan terkait.

Epilepsi: 
Dapat menyebabkan kejang, cedera, dan gangguan kesehatan lainnya.

Infeksi menular seksual (IMS): 
Meningkatkan risiko infertilitas, komplikasi kehamilan, dan masalah kesehatan lainnya.

Gangguan bipolar: 
Berkontribusi pada risiko perilaku berbahaya, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya.

Penyakit ginjal polikistik: 
Menyebabkan pembesaran ginjal dan masalah kesehatan terkait.

Penyakit kardiovaskular:
Dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, dan komplikasi vaskular lainnya.

Beberapa Pengelolaan Penyakit Kronis pada Lansia:

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Suatu kelompok penyakit paru yang ditandai oleh pembatasan aliran udara yang persisten. Sebelas persen dari populasi lanjut usia mengalami rawat inap akibat PPOK. Kondisi ini meliputi dua entitas utama, yaitu emfisema dan bronkitis kronis, yang secara signifikan mengganggu fungsi pernapasan. Gejala yang umum terjadi pada individu dengan PPOK termasuk kesulitan bernapas, sesak napas, batuk kronis, dan rasa sesak di dada.

Untuk mengelola dan mengatasi PPOK, langkah-langkah berikut dapat diambil:
  • Berhenti merokok atau menghindari paparan asap rokok dan polutan udara lainnya, karena merokok adalah faktor risiko utama untuk pengembangan PPOK. Paparan terhadap asap rokok, asap kimia, dan debu dapat mengiritasi paru-paru dan memperburuk kondisi.
  • Jika sudah didiagnosis mengidap COPD, penting untuk mematuhi pengobatan yang diresepkan oleh dokter. Ini termasuk penggunaan obat-obatan bronkodilator dan antiinflamasi untuk mengontrol gejala dan memperlambat kemajuan penyakit.
  • Mendapatkan vaksinasi flu dan pneumonia sesuai anjuran dokter. Vaksinasi ini dapat membantu mencegah infeksi saluran pernapasan atas yang dapat memperburuk gejala COPD.
  • Tetap aktif secara fisik sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun PPOK dapat menyulitkan aktivitas fisik, tetapi latihan ringan dan perawatan yang teratur dapat membantu memperkuat otot pernapasan dan meningkatkan daya tahan.
Dengan mengadopsi langkah-langkah ini, diharapkan individu yang mengidap PPOK dapat mengelola gejala mereka dengan lebih baik dan memperlambat kemajuan penyakit.

Penyakit Alzheimer dan Demensia
Penyakit Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia spesifik yang menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif, termasuk hilangnya ingatan serta kesulitan dalam pemecahan masalah, yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Demensia, sebagai suatu kondisi patologis, tidaklah merupakan proses normal dari penuaan, melainkan disebabkan oleh perubahan degeneratif pada struktur dan fungsi otak seiring berjalannya waktu.

Faktor risiko utama untuk perkembangan penyakit kronis ini sering kali tidak dapat dikendalikan oleh individu, termasuk faktor-faktor seperti usia, riwayat keluarga, dan faktor genetik. Namun demikian, penelitian telah menunjukkan bahwa pengadopsian kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam gaya hidup dapat memberikan dampak yang signifikan dalam memperlambat atau mencegah timbulnya penyakit ini.

Beberapa langkah yang dapat diambil dalam upaya mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer dan demensia lainnya meliputi:
  • Melakukan latihan secara teratur. Aktivitas fisik tidak hanya memberikan manfaat bagi kesehatan jantung, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan otak. Latihan fisik teratur dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan merangsang pertumbuhan sel-sel saraf.
  • Memastikan tidur yang cukup. Otak melakukan proses-proses penting, termasuk konsolidasi memori, selama periode tidur. Oleh karena itu, tidur nyenyak setidaknya 7 jam setiap malam sangat penting untuk menjaga kesehatan kognitif.
  • Memperhatikan pola makan. Penelitian telah menunjukkan bahwa diet yang sehat dapat memberikan dampak positif pada kesehatan otak. Konsumsi makanan-makanan yang kaya akan antioksidan, vitamin, dan mineral, serta menghindari konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan gula tambahan, dapat membantu menjaga kesehatan otak dan memperlambat proses degeneratif.
Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini dalam gaya hidup sehari-hari, diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap risiko penyakit Alzheimer dan demensia pada populasi lanjut usia.

Depresi
Suatu kondisi medis yang dapat diobati dan tidak merupakan bagian yang normal dari proses penuaan. Depresi merupakan gangguan mental yang ditandai oleh gejala seperti perasaan sedih, pesimisme, putus asa, kelelahan, kesulitan dalam pengambilan keputusan, perubahan nafsu makan, kehilangan minat dalam aktivitas, dan gejala lainnya.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mengatasi depresi, antara lain:
  • Mengelola tingkat stres dengan menghubungi keluarga dan teman selama masa sulit dan mempertimbangkan untuk melakukan meditasi secara teratur.
  • Memperhatikan pola makan dengan mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Konsumsi makanan yang kaya nutrisi dapat meningkatkan pelepasan endorfin dan bahan kimia lainnya yang dapat meningkatkan suasana hati. Selain itu, perlu dibatasi konsumsi alkohol, kafein, pemanis buatan, dan makanan olahan.
  • Melakukan latihan rutin karena olahraga memiliki manfaat fisik dan psikologis yang signifikan. Latihan fisik dapat meningkatkan suasana hati melalui pelepasan endorfin dan bahan kimia lainnya dalam otak, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan sosialisasi melalui interaksi di gym atau kelas kelompok.
  • Berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan bantuan medis yang tepat. Dokter dapat memberikan rekomendasi terkait pilihan pengobatan seperti obat antidepresan atau psikoterapi.
Jika mengalami tekanan emosional yang parah, penting untuk segera memberitahu orang lain mengenai kondisi tersebut, seperti teman atau anggota keluarga. 

Gagal jantung
Banyak populasi lanjut usia mengalami rawat inap akibat gagal jantung, suatu kondisi yang terjadi ketika fungsi jantung terganggu sehingga tidak dapat memasok darah dan oksigen secara memadai ke seluruh organ dalam tubuh. Gagal jantung dapat ditandai oleh berbagai kondisi, termasuk pembesaran jantung, peningkatan massa otot jantung, atau peningkatan laju pompa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Gejala yang umumnya dialami oleh individu yang mengalami gagal jantung antara lain kelelahan, pusing, mual, kebingungan, dan penurunan nafsu makan.

Untuk mencegah atau mengurangi gejala gagal jantung, beberapa langkah preventif dapat diambil, salah satunya adalah dengan mengikuti anjuran dokter untuk menurunkan risiko penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi. Pencegahan penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi melibatkan adopsi gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang, berolahraga secara teratur, menjaga berat badan yang sehat, menghindari merokok, dan mengelola stres.

Penyakit Ginjal Kronis (CKD)
Kondisi yang ditandai oleh hilangnya fungsi ginjal secara perlahan seiring berjalannya waktu. Individu yang menderita CKD memiliki peningkatan risiko terkena penyakit jantung atau gagal ginjal.

Untuk mencegah atau mengurangi gejala CKD, langkah-langkah preventif berikut dapat diambil:
  • Memahami faktor-faktor yang dapat merusak ginjal Anda. Diabetes dan tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama untuk kerusakan ginjal. Oleh karena itu, mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau mengendalikan penyakit ini merupakan strategi terbaik untuk menjaga kesehatan ginjal.
  • Deteksi dan pengobatan dini sangat penting dalam mengelola CKD. Konsultasikan secara teratur dengan dokter Anda, ikuti pemeriksaan yang dianjurkan, dan patuhi resep obat yang diberikan untuk mengurangi gejala dan memperlambat perkembangan penyakit.
Dengan memahami faktor risiko, melakukan deteksi dini, dan mengikuti pengobatan yang tepat, diharapkan dapat mencegah atau mengurangi gejala CKD serta mengurangi risiko terjadinya komplikasi yang terkait dengan penyakit ginjal kronis ini.

Diabetes
Tubuh mengalami resistensi terhadap insulin atau tidak memproduksi cukup insulin. Insulin merupakan hormon yang vital dalam proses pengaturan kadar glukosa darah, yang berperan dalam memperoleh energi dari makanan dan mendistribusikannya ke sel-sel tubuh. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah, yang dapat berujung pada komplikasi serius seperti penyakit ginjal, penyakit jantung, atau kebutaan. Risiko terkena diabetes umumnya meningkat setelah usia 45 tahun.

Langkah-langkah preventif yang dapat diambil untuk mencegah atau mengelola kondisi diabetes meliputi:
  • Mengadopsi pola makan yang sehat dengan memperhatikan asupan karbohidrat dan kalori, serta berkonsultasi dengan dokter terkait konsumsi alkohol.
  • Melakukan olahraga secara teratur selama 30 menit setiap sesi, lima kali seminggu, untuk menjaga kadar glukosa darah tetap terkendali dan mengontrol penambahan berat badan.
  • Jika didiagnosis menderita pradiabetes, penting untuk menurunkan berat badan sebanyak 5-7% dengan aman melalui pengaturan pola makan dan aktivitas fisik yang sehat.
Dengan mengambil langkah-langkah preventif ini, diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya diabetes atau mengelola kondisi ini dengan lebih efektif, serta mengurangi risiko terjadinya komplikasi yang serius.

Penyakit jantung iskemik (atau penyakit jantung koroner)
Akumulasi plak yang mengakibatkan penyempitan arteri yang mengarah ke jantung. Penyempitan atau penyumbatan arteri tersebut mengurangi aliran darah yang kaya oksigen menuju jantung. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen yang dapat menyebabkan komplikasi serius seperti pembekuan darah, angina, atau serangan jantung.

Untuk membantu mengelola atau mencegah penyakit jantung iskemik, beberapa langkah berikut dapat diambil:
  • Mengurangi konsumsi lemak jenuh dan lemak trans, serta membatasi asupan gula dan garam dalam pola makan sehari-hari.
  • Memastikan tidur yang cukup selama tujuh hingga delapan jam setiap malam untuk mendukung kesehatan jantung dan mengurangi stres.
  • Mengelola tingkat stres dengan baik, baik melalui teknik relaksasi maupun kegiatan yang menyenangkan.
  • Melakukan latihan kardiovaskular secara teratur untuk menjaga kesehatan jantung dan meningkatkan sirkulasi darah.
  • Menghindari merokok dan paparan asap rokok, karena merokok merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik.
  • Berkonsultasi dengan dokter tentang faktor risiko utama, termasuk kolesterol tinggi dan tekanan darah tinggi, serta menerima saran dan pengobatan yang sesuai.
Dengan mengambil langkah-langkah preventif ini, diharapkan dapat membantu mengelola penyakit jantung iskemik dengan lebih efektif dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi yang serius.

Radang Sendi
Peradangan pada sendi yang menyebabkan nyeri dan kaku, dan lebih sering terjadi pada wanita.

Untuk menunda timbulnya radang sendi atau mengatasi gejalanya, langkah-langkah preventif berikut dapat diambil:
  • Melakukan olahraga secara teratur minimal lima kali seminggu, dengan durasi minimal 30 menit setiap sesi. Latihan yang direkomendasikan termasuk campuran gerakan aerobik, pengembangan kekuatan, dan peregangan, yang dapat meningkatkan fungsi sendi dan mengurangi rasa sakit.
  • Menjaga berat badan sesuai dengan rekomendasi untuk tinggi badan masing-masing. Menurunkan satu pon berat badan dapat mengurangi tekanan empat pon pada lutut, membantu mengurangi beban pada sendi.
  • Memastikan punggung, kaki, dan lengan selalu tertopang dengan baik, misalnya dengan menggunakan alas kaki yang nyaman dan ergonomis, serta posisi duduk yang benar.
  • Melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari cedera pada sendi, termasuk menggunakan alat bantu jika diperlukan dan menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan stres berlebih pada sendi.
  • Menghindari merokok, karena merokok dapat meningkatkan risiko radang sendi dan memperburuk gejalanya melalui mekanisme inflamasi dan pengurangan sirkulasi darah.

Kolesterol tinggi
Terjadi ketika tubuh memiliki kelebihan lemak jahat (atau lipid), sehingga menyebabkan penyumbatan arteri, yang dapat menyebabkan penyakit jantung.

Langkah-langkah yang dapat Anda lakukan untuk mencegah atau mengelola kolesterol tinggi:
  • Tidak merokok dan konsumsi alkohol berlebihan
  • Menjadi aktif setiap hari
  • Mengelola berat badan Anda
  • Meminimalkan lemak jenuh dan lemak trans dalam makanan 

Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Kondisi umum yang melibatkan seberapa banyak darah yang dipompa oleh jantung serta seberapa resisten arteri terhadap aliran darah. Hipertensi terjadi ketika jantung memompa darah dalam jumlah yang signifikan dan arteri yang sempit menahan aliran darah, menyebabkan tekanan darah tinggi. Bahaya hipertensi tidak hanya terletak pada penyandangnya yang mungkin tidak menyadarinya selama bertahun-tahun, tetapi juga karena dapat menyebabkan kondisi kesehatan serius lainnya, seperti stroke dan serangan jantung.

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk mencegah atau menurunkan tekanan darah tinggi termasuk:
  • Memelihara berat badan yang sehat. Penurunan 10 pon saja dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.
  • Mengatur tingkat stres dengan baik melalui teknik relaksasi, meditasi, atau kegiatan yang menyenangkan.
  • Membatasi konsumsi garam dan alkohol, karena kedua zat tersebut dapat meningkatkan tekanan darah.
  • Melakukan olahraga secara teratur setiap hari, termasuk kombinasi aktivitas aerobik intensitas sedang hingga berat, peregangan, dan latihan kekuatan otot.
  • Melakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur untuk mendeteksi pra-hipertensi dengan cepat, sehingga memungkinkan langkah-langkah preventif dapat segera diambil untuk mencegah terjadinya tekanan darah tinggi yang lebih serius.

Pengelolaan penyakit yang sudah ada dan pengendalian faktor risiko yang mungkin mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan dapat membantu mencegah terjadinya penyakit-penyakit lainnya atau memperlambat perkembangannya. Konsultasikan dengan profesional medis untuk penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan Anda.



Sumber:

https://www.news-medical.net/health/Comorbidities-in-Older-Adults.aspx

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3215980/

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10737690/

https://www.ncoa.org/article/the-top-10-most-common-chronic-conditions-in-older-adults

Saturday, 13 April 2024

Pertolongan Pertama Syok pada Lansia

         Umumnya, masyarakat mengasosiasikan 'syok' sebagai manifestasi dari tekanan emosional atau ketakutan mendadak dalam merespons peristiwa traumatis. Namun, dalam terminologi medis, syok merujuk pada keadaan di mana sirkulasi darah ke seluruh tubuh tidak mencukupi. Kondisi ini merupakan suatu keadaan darurat medis yang mengancam jiwa.

Syok dalam terminologi medis, kondisi sirkulasi darah tidak mencukupi.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya syok, seperti pendarahan yang tak terkendali, luka bakar parah, dan cedera pada tulang belakang.

Penurunan tekanan darah menyebabkan pengurangan aliran oksigen dan nutrisi ke organ-organ vital, seperti otak, jantung, dan paru-paru seseorang. Apabila aliran darah tidak dipulihkan, individu tersebut dapat mengalami kematian karena komplikasi akibat kekurangan suplai oksigen ke organ-organ utama. 

Gejala syok dapat bervariasi tergantung pada jenis syok dan tingkat keparahannya. Namun, beberapa gejala umum yang sering terjadi pada seseorang yang mengalami syok.

Syok dapat terjadi kapan saja, segera hubungi medis terdekat.
(Sumber: foto canva.com)
Beberapa gejala syok, antara lain:

Tekanan Darah Rendah: 
Terjadinya penurunan tekanan darah yang signifikan. Hal ini dapat menyebabkan pusing, pingsan, atau kebingungan.

Nadi Cepat dan Lemah: 
Detak jantung yang cepat dan lemah, sebagai respons terhadap upaya tubuh untuk mempertahankan sirkulasi darah.

Pernapasan Cepat dan Dangkal:
Terjadi peningkatan frekuensi pernapasan dan perasaan sulit bernapas.

Kulit Dingin dan Leluasa: 
Kulit mungkin menjadi pucat, dingin, dan leluasa karena redistribusi aliran darah untuk memprioritaskan organ-organ vital.

Keringat Dingin: 
Terjadi peningkatan produksi keringat, terutama di area dahi, telapak tangan, dan kaki.

Peningkatan produksi keringat di area dahi, telapak tangan dan kaki.
(Sumber: foto canva.com)
Kesadaran Terpengaruh:
Pasien mungkin menjadi bingung, gelisah, atau kehilangan kesadaran.
Mual dan Muntah: Gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah dapat terjadi.

Kelelahan yang Parah: 
Pasien mungkin merasa lemah atau lelah yang tidak proporsional dengan aktivitas fisik yang dilakukan.

Rasa Haus yang Intens: 
Meskipun kondisi ini dapat bervariasi, namun beberapa pasien mengalami rasa haus yang berlebihan.

Produksi Urin yang Sedikit:
Terjadi penurunan produksi urin, yang merupakan indikator dari penurunan aliran darah ke ginjal.

Gejala syok dapat muncul secara tiba-tiba dan memerlukan penanganan medis segera untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala syok, segeralah mencari bantuan medis.

Beberapa jenis syok medis yang teridentifikasi meliputi:

Hipovolemik: 
Merujuk pada kondisi di mana volume darah dalam tubuh tidak mencukupi untuk menjaga sirkulasi darah yang adekuat. Penyebabnya dapat berasal dari pendarahan, baik yang disebabkan oleh faktor internal seperti pecahnya arteri atau organ, maupun faktor eksternal seperti luka yang dalam, serta dehidrasi. Faktor lain seperti muntah kronis, diare, dehidrasi, atau luka bakar parah juga dapat mengakibatkan penurunan volume darah dan tekanan darah yang berbahaya.

Kardiogenik: 
Terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh dengan efektif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk serangan jantung, penyakit jantung seperti kardiomiopati, atau gangguan pada katup jantung yang menghambat fungsi jantung.

Neurogenik: 
Timbul akibat cedera pada tulang belakang yang dapat merusak saraf-saraf yang mengatur diameter pembuluh darah. Akibatnya, pembuluh darah di bawah area cedera tulang belakang dapat mengalami relaksasi dan pelebaran, yang mengakibatkan penurunan tekanan darah.

Cedera tulang belakang dapat merusak saraf-saraf.
(Sumber: foto canva.com)
Septik: 
Disebabkan oleh infeksi yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah, sehingga menurunkan tekanan darah secara signifikan. Contohnya, infeksi bakteri seperti E. coli dapat memicu syok septik.

Anafilaksis: 
Merupakan reaksi alergi yang parah yang mengakibatkan pelebaran pembuluh darah, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan.

Obstruktif: 
Terjadi ketika aliran darah terhenti, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti tamponade jantung (akumulasi cairan abnormal di sekitar jantung yang menekan jantung) atau emboli paru (bekuan darah di arteri pulmonalis yang menghambat aliran darah ke paru-paru).

Endokrin: 
Pada individu yang mengalami sakit kritis, gangguan hormonal yang parah seperti hipotiroidisme dapat menyebabkan penurunan fungsi jantung yang signifikan, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah yang mengancam jiwa.

        Pertolongan pertama terhadap penanganan syok pada populasi lansia harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus yang mungkin dimiliki oleh mereka. Intervensi pertama pada kondisi syok bertujuan untuk mengoreksi gangguan sirkulasi darah serta memastikan pasokan oksigen yang memadai ke organ-organ vital. 

Beberapa langkah pertolongan pertama pada syok dapat mencakup:

Panggil bantuan medis: 
Segera hubungi layanan darurat atau carilah bantuan medis profesional.

Posisikan korban: 
Letakkan korban dalam posisi terlentang, dengan kaki sedikit diangkat untuk membantu meningkatkan aliran darah ke otak.

Pastikan saluran napas: 
Pastikan saluran napas korban terbuka dan bebas dari hambatan. Jika korban tidak sadar, buka saluran napas dengan mengangkat dagu ke atas dan mendorong dahi ke belakang.

Stabilkan tulang belakang: 
Jika ada kecurigaan cedera tulang belakang, pastikan untuk mengamankan leher dan kepala korban dalam posisi netral.

Berikan oksigen: 
Jika tersedia, berikan oksigen dengan masker atau alat bantu pernapasan lainnya untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah.

Berikan oksigen dengan masker untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
(Sumber: foto canva.com)
Kendalikan pendarahan: 
Jika syok disebabkan oleh pendarahan, berusaha untuk menghentikan pendarahan dengan menekan luka dengan kain bersih atau tangan.

Jaga suhu tubuh: 
Jaga suhu tubuh korban agar tetap hangat dengan menutupinya dengan selimut atau pakaian lainnya.

Berikan cairan intravena: 
Jika memungkinkan dan jika Anda terlatih dalam memberikan cairan intravena, berikan cairan intravena dengan hati-hati untuk mengganti volume darah yang hilang.

Monitor tanda-tanda vital: 
Pantau terus tanda-tanda vital korban seperti tekanan darah, nadi, dan pernapasan, serta tanda-tanda perubahan dalam keadaan kesadaran.

Berikan dukungan emosional: 
Berikan dukungan emosional kepada korban dan tetap tenang serta mengkomunikasikan tindakan yang dilakukan.

Ingatlah bahwa pertolongan pertama pada syok harus segera dilakukan dan dapat berbeda tergantung pada jenis syok dan kondisi spesifik korban. Selalu prioritaskan keselamatan korban dan segera cari bantuan medis profesional jika diperlukan.



Sumber:

https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/shock#outlook-for-people-with-shock

https://www.webmd.com/first-aid/shock-treatment

https://www.mayoclinic.org/first-aid/first-aid-shock/basics/art-20056620

https://www.news-medical.net/health/Shock-First-Aid.aspx

https://firstaidforlife.org.uk/bleeding-and-shock/

https://emed.med.hku.hk/-/media/HKU/Dept-of-EM/Resources/HKU_elderly_firstaid_bookA.pdf

https://firstaidcoursestasmania.com.au/blog/treatment-for-shock/

Friday, 12 April 2024

Penyebab Lansia sering kali Kaget

        Pengertian "kaget" pada lansia adalah reaksi fisik atau emosional yang timbul sebagai respons terhadap rangsangan atau situasi yang tidak terduga, tidak diharapkan, atau mengganggu. Pada lansia, respons kaget ini bisa meliputi perasaan terkejut, peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan darah, pernapasan yang cepat, gemetar, kebingungan, atau perasaan tidak nyaman.

Kaget reaksi fisik atau emosional yang timbul sebagai respons.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Istilah medis untuk "kaget pada lansia" adalah "hiperrefleksia". Hiperrefleksia mengacu pada peningkatan respons refleks tubuh terhadap rangsangan eksternal atau internal. Pada lansia, hiperrefleksia dapat terjadi sebagai respons terhadap situasi yang mengejutkan atau tidak terduga, dan ini bisa merupakan bagian dari spektrum respons fisiologis yang melibatkan sistem saraf otonom dan pusat reaksi tubuh terhadap stres.

Meskipun kata "kaget" dan "terkejut" sering digunakan secara bergantian dalam percakapan sehari-hari, ada perbedaan halus antara keduanya dalam konteks reaksi seseorang terhadap situasi atau peristiwa tertentu:

Kaget: 
"Kaget" mengacu pada reaksi tiba-tiba dan mendadak terhadap stimulus yang tidak diharapkan atau tidak terduga. Ini adalah respons fisiologis alami yang melibatkan peningkatan detak jantung, pernapasan yang cepat, atau gerakan tubuh refleks yang cepat. Ketika seseorang kaget, mereka mungkin merasa tidak siap atau tidak memiliki antisipasi terhadap stimulus yang menyebabkan reaksi tersebut.

Kaget adalah reaksi tiba-tiba dan mendadak.
(Sumber: foto canva.com)
Terkejut: 
"Terkejut" lebih mengacu pada respons emosional yang muncul karena peristiwa atau informasi yang mengejutkan. Ini adalah perasaan tidak terduga atau tidak siap terhadap sesuatu yang tidak diduga sebelumnya. Terkejut dapat melibatkan emosi seperti kebingungan, ketidakpercayaan, atau kejutan, tetapi mungkin tidak selalu menyertai respons fisik yang mendadak seperti pada reaksi kaget.

Lansia sering kali mengalami ciri-ciri kaget yang dapat melibatkan respons fisik dan emosional.

Beberapa ciri khasnya meliputi:

Perubahan Ekspresi Wajah: 
Lansia yang kaget mungkin menunjukkan perubahan ekspresi wajah yang mencerminkan perasaan terkejut atau kebingungan.

Peningkatan Detak Jantung: 
Respons fisiologis umum terhadap kaget termasuk peningkatan detak jantung. Lansia yang mengalami kaget mungkin merasakan detak jantung yang lebih cepat dari biasanya.

Peningkatan Pernapasan: 
Peningkatan pernapasan yang cepat atau dangkal adalah salah satu ciri reaksi stres dan kejutan pada lansia.

Gemetar atau Ketegangan: 
Lansia yang kaget dapat mengalami gemetar atau ketegangan otot, terutama pada tangan atau kaki.

Kesulitan Berkonsentrasi: 
Kejutan atau situasi yang mengejutkan dapat membuat lansia kesulitan berkonsentrasi atau merasa bingung.

Ketidaknyamanan atau Kegelisahan: 
Lansia yang kaget mungkin merasa tidak nyaman atau gelisah akibat rangsangan atau situasi yang tidak diharapkan.

Lansia yang kaget mungkin merasa tidak nyaman.
(Sumber: foto canva.com)
Reaksi Responsif Otomatis: 
Lansia dapat menunjukkan respons refleks otomatis seperti melompat, menarik nafas, atau meraih sesuatu sebagai tanggapan terhadap stimulus yang mengejutkan.

Gangguan Tidur: 
Kejutan atau stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi pola tidur lansia, menyebabkan gangguan tidur atau kesulitan untuk tidur.

💬 Reaksi kaget dapat bervariasi antar individu dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kesehatan umum, keadaan kognitif, dan faktor lingkungan. 

Lansia sering kali mengalami gejala kaget atau kebingungan karena beberapa alasan, termasuk:

Gangguan Sensorik: 
Gangguan pendengaran atau penglihatan yang umum terjadi pada lansia dapat membuat mereka lebih rentan terhadap kejutan atau situasi yang mengejutkan.

Penurunan Kemampuan Kognitif: 
Penurunan kemampuan kognitif, seperti penyusutan memori atau penurunan konsentrasi, yang terjadi secara alami seiring bertambahnya usia, dapat membuat lansia lebih sulit untuk memproses informasi atau memahami situasi dengan cepat. Hal ini dapat membuat mereka merasa kaget atau kebingungan dalam situasi yang kompleks atau tidak terduga.

Gangguan Kesehatan Mental: 
Lansia juga lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan, yang dapat meningkatkan reaksi terhadap situasi yang mengejutkan.

Perubahan Lingkungan: 
Perubahan dalam lingkungan sekitar, seperti suara yang tiba-tiba atau cahaya yang terang, dapat memicu respons kaget pada lansia, terutama jika mereka memiliki sensitivitas sensorik yang meningkat.

Penyakit Terkait Usia: 
Beberapa penyakit terkait usia, seperti penyakit Alzheimer atau penyakit Parkinson, dapat mempengaruhi respons terhadap rangsangan eksternal dan menyebabkan reaksi kaget atau kebingungan.

Stres atau Kekhawatiran:
Lansia mungkin lebih rentan terhadap stres atau kekhawatiran yang berkaitan dengan perubahan kehidupan, kesehatan, atau keadaan sosial, yang dapat meningkatkan respons terhadap situasi yang mengejutkan.

Lansia lebih rentan terhadap khawatir atau stres.
(Sumber: foto canva.com)
💬 Kaget atau kebingungan pada lansia tidak selalu merupakan hal yang abnormal, dan dapat menjadi bagian dari proses penuaan yang alami. 

       Mencegah lansia agar tidak sering kaget melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, mental, dan lingkungan. 

Beberapa langkah untuk membantu mencegah lansia agar tidak sering kaget:

Perawatan Kesehatan Teratur: 
Penting untuk menjaga perawatan kesehatan yang teratur dengan dokter atau profesional kesehatan. Pemeriksaan kesehatan rutin dapat membantu mendeteksi dan mengelola kondisi kesehatan yang mungkin memengaruhi respons terhadap rangsangan eksternal.

Pengelolaan Kesehatan Mental: 
Upaya untuk menjaga kesehatan mental yang baik sangat penting. Ini termasuk mengelola stres, berlatih teknik relaksasi seperti meditasi atau yoga, serta mencari bantuan jika diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi.

Pengaturan Lingkungan yang Aman: 
Ciptakan lingkungan sekitar lansia yang aman dan terstruktur. Hindari perubahan yang tiba-tiba atau mendadak dalam lingkungan mereka, dan pastikan bahwa rumah atau fasilitas tempat tinggal mereka meminimalkan potensi risiko atau stimuli yang tidak diinginkan.

Penyuluhan dan Pendidikan: 
Memberikan informasi dan pendidikan kepada lansia dan keluarga mereka tentang situasi yang mungkin mengejutkan dan cara menghadapinya dapat membantu mengurangi reaksi kaget.

Latihan Mental: 
Latihan kognitif seperti permainan teka-teki, membaca, atau belajar hal-hal baru dapat membantu menjaga keterampilan kognitif yang baik, yang dapat membantu lansia merasa lebih siap dan mampu mengatasi situasi yang mengejutkan.

Pertahankan Komunikasi yang Terbuka: 
Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara lansia dan keluarga atau anggota tim perawatan kesehatan mereka dapat membantu mengidentifikasi penyebab respons kaget dan mencari solusi yang sesuai.

Pendekatan Terapi Fisik: 
Terapi fisik seperti latihan keseimbangan dan koordinasi gerakan dapat membantu lansia dalam mengatasi situasi yang mengejutkan dengan lebih baik.

Stimulasi Sensorik yang Tepat: 
Membantu lansia untuk mengelola rangsangan sensorik, seperti suara yang keras atau cahaya yang terang, dapat membantu mengurangi reaksi kaget.

💬Mencegah lansia agar tidak sering kaget melibatkan upaya yang berkelanjutan dan kolaboratif antara lansia, keluarga, dan profesional kesehatan. 

       Pengobatan kaget pada lansia tergantung pada penyebab spesifiknya. Jika kaget disebabkan oleh masalah kesehatan tertentu atau kondisi medis, penanganan penyakit tersebut akan menjadi fokus utama perawatan. 

Beberapa langkah umum yang dapat diambil untuk mengatasi kaget pada lansia:

Evaluasi Medis: 
Pertama-tama, lakukan evaluasi medis menyeluruh oleh profesional kesehatan. Ini dapat mencakup pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, atau tes lainnya untuk menilai kesehatan umum dan mendeteksi masalah kesehatan yang mungkin menyebabkan reaksi kaget.

Manajemen Kesehatan Mental: 
Jika kaget terkait dengan masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi, perawatan kesehatan mental dapat membantu mengelola gejala dan meningkatkan kesejahteraan emosional lansia. Ini dapat mencakup konseling, terapi perilaku kognitif, atau penggunaan obat-obatan jika diperlukan.

Pengelolaan Lingkungan: 
Buatlah lingkungan sekitar lansia menjadi lebih terstruktur dan aman. Hindari perubahan yang tiba-tiba atau mendadak, dan pastikan bahwa rumah atau fasilitas tempat tinggal mereka meminimalkan potensi risiko atau stimuli yang tidak diinginkan.

Pendekatan Terapi Fisik: 
Terapi fisik dapat membantu lansia meningkatkan keseimbangan, koordinasi gerakan, dan kekuatan otot. Ini bisa membantu mengurangi risiko cedera dan meningkatkan respons tubuh terhadap situasi yang mengejutkan.

Teknik Relaksasi dan Latihan Pernapasan: Mengajarkan teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu lansia mengatasi stres dan meningkatkan kontrol atas respons fisiologis mereka terhadap rangsangan eksternal.

Pendekatan Pendidikan dan Penyuluhan: 
Memberikan informasi dan pendidikan kepada lansia dan keluarganya tentang situasi yang mungkin mengejutkan dan memberikan strategi untuk menghadapinya dapat membantu mengurangi reaksi kaget.

Pengelolaan Obat-obatan: 
Beberapa obat-obatan yang digunakan oleh lansia mungkin memiliki efek samping seperti keterkejutan atau kebingungan. Evaluasi ulang oleh dokter atau profesional kesehatan dapat membantu menilai apakah perlu penyesuaian dosis atau penggantian obat.

Dukungan Sosial: 
Memberikan dukungan sosial dan ketersediaan teman atau keluarga untuk berbicara dan berbagi perasaan dapat membantu mengurangi stres dan reaksi kaget.

Berdiskusi dengan profesional kesehatan untuk menentukan pendekatan terbaik berdasarkan kondisi spesifik lansia tersebut. Perawatan yang tepat akan sangat bervariasi tergantung pada penyebab dan karakteristik individu.


Sumber: