Thursday, 30 May 2024

Masa Tua yang Beracun: Mengungkap Kedengkian di Usia Senja.

        Seorang lansia seharusnya tidak dengki karena perasaan tersebut tidak hanya merusak hubungan sosial dan keluarga, tetapi juga berdampak negatif pada kesejahteraan emosional dan kesehatan mental mereka sendiri.

Menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan hidup yang unik dengan tantangan dan keberhasilan masing-masing dapat membantu mengurangi perasaan iri hati. Menghargai dan menghormati perbedaan ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif.

Dalam budaya Yunani kuno, anggur asam simbol kedengkian.
(Sumber: foto LLC)

Menerima diri sendiri dan situasi hidup dengan lapang dada membantu lansia merasa lebih damai dan puas. Fokus pada hal-hal yang mereka miliki dan merayakan pencapaian hidup mereka sendiri dapat mengurangi perasaan dengki dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Dengki adalah perasaan iri atau cemburu terhadap keberhasilan, kebahagiaan, atau prestasi seseorang lain, yang sering kali diiringi oleh keinginan untuk menurunkan atau merugikan orang tersebut. Dengki sering kali muncul karena perasaan tidak puas terhadap posisi atau keadaan diri sendiri, serta kurangnya kemampuan untuk menghargai atau bersukacita atas keberhasilan orang lain. Dengki bisa menjadi perilaku yang merugikan baik bagi individu yang merasakannya maupun bagi orang yang menjadi targetnya.

Beberapa ciri orang yang cenderung dengki :

Rasa Tidak Puas: 
Orang yang dengki cenderung merasa tidak puas dengan kehidupan atau pencapaian mereka sendiri, dan merasa bahwa orang lain lebih beruntung atau sukses.

Perbandingan Terus Menerus: 
Mereka cenderung membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain secara terus-menerus, terutama dalam hal prestasi, keberuntungan, atau aspek-aspek kehidupan lainnya.

Kesulitan dalam Merasa Senang Untuk Orang Lain:
Orang yang dengki mungkin kesulitan untuk merasa senang atau memberi pujian kepada orang lain atas keberhasilan atau kebahagiaan mereka.

Perasaan Inferior: 
Mereka mungkin merasa inferior atau rendah diri ketika melihat prestasi atau kebahagiaan orang lain, dan merasa bahwa mereka tidak mampu mencapai hal yang sama.

Perilaku Sabotase: 
Orang yang dengki mungkin cenderung melakukan perilaku sabotase terhadap orang lain untuk mengurangi kesuksesan atau kebahagiaan mereka.

Rasa Kehilangan Diri: 
Mereka mungkin mengalami rasa kehilangan identitas atau nilai diri mereka ketika merasa terancam oleh keberhasilan atau kebahagiaan orang lain.

Kesulitan dalam Menerima Kritik: 
Orang yang dengki mungkin sulit menerima kritik atau saran dari orang lain karena merasa terancam oleh potensi kelebihan atau keunggulan mereka.

Perilaku Pasif-Agresif: 
Mereka mungkin mengekspresikan dengkinya melalui perilaku pasif-agresif, seperti gosip, penghindaran, atau manipulasi.

Kesulitan dalam Hubungan Sosial: 
Orang yang dengki mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan hubungan sosial yang sehat karena sikap mereka yang cenderung iri dan tidak mendukung.

Kecenderungan Menyalahkan Orang Lain: 
Mereka mungkin cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalan atau ketidakpuasan mereka sendiri, dan sulit untuk mengambil tanggung jawab atas situasi mereka sendiri.

Buah ackee dari Jamaika semakin tua semakin beracun.
(Sumber: foto detik food)

Sebagian besar orang mungkin mengalami rasa iri atau dengki pada satu titik dalam hidup mereka, tetapi itu tidak selalu menandakan kecenderungan dengki secara permanen.

       Dengki pada lansia, seperti pada kelompok usia lainnya, bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor. 

Beberapa faktor penyebabnya mungkin termasuk:

Penurunan Kesehatan dan Kemampuan Fisik:
Lansia sering mengalami penurunan kesehatan dan kemampuan fisik, yang dapat menyebabkan perasaan kurang berdaya atau tidak mampu dibandingkan dengan orang lain sebaya yang masih lebih aktif.

Kehilangan Peran dan Identitas:
Pensiun atau kehilangan peran sosial tertentu, seperti peran sebagai pekerja, orangtua, atau pasangan hidup, dapat menyebabkan perasaan kehilangan identitas atau kurangnya pengakuan dari orang lain, yang mungkin menimbulkan rasa dengki.

Isolasi Sosial: 
Lansia sering menghadapi risiko isolasi sosial yang lebih tinggi, terutama jika mereka tinggal sendiri atau kehilangan banyak teman atau anggota keluarga. Kurangnya interaksi sosial dapat meningkatkan risiko perasaan dengki terhadap orang lain yang terlihat memiliki hubungan sosial yang lebih kuat atau lebih banyak dukungan.

Keterbatasan Finansial: 
Lansia yang memiliki keterbatasan finansial atau terbatas dalam hal sumber daya keuangan mungkin merasa iri terhadap orang lain yang memiliki kemampuan finansial yang lebih baik.

Perasaan Terabaikan atau Tidak Diakui: 
Lansia yang merasa diabaikan atau tidak diakui oleh keluarga, teman, atau masyarakat umumnya mungkin merasa dengki terhadap orang lain yang mendapatkan lebih banyak perhatian atau dukungan.

Perasaan Kehilangan dan Trauma: 
Lansia yang mengalami kehilangan orang yang dicintai, baik melalui kematian atau perpisahan, atau yang memiliki riwayat trauma emosional atau fisik, mungkin mengalami perasaan dengki terhadap orang lain yang tampaknya memiliki kehidupan yang lebih stabil atau bahagia.

Perubahan dalam Persepsi Diri: 
Perubahan dalam persepsi diri karena proses penuaan, seperti penurunan harga diri atau harga diri yang lebih rendah, dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap perasaan dengki.

Gangguan Mental: 
Gangguan mental seperti depresi atau kecemasan juga dapat berperan dalam memicu atau memperkuat perasaan dengki pada lansia.

Faktor-faktor ini dapat berinteraksi dan saling mempengaruhi, dan pengalaman dengki pada lansia sering kali kompleks dan unik untuk setiap individu. Penting bagi lansia dan mereka yang peduli untuk memahami dan mengakui faktor-faktor ini dalam mengatasi dan menangani perasaan dengki dengan bijaksana.

       Dengki sendiri bukan penyakit, tetapi perasaan yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan fisik seseorang. Namun, perasaan dengki yang berlebihan dan tidak terkendali pada lansia dapat meningkatkan risiko untuk berbagai masalah kesehatan. 

Beberapa dampak negatif dari perasaan dengki yang berlebihan pada lansia dapat meliputi:

Masalah Kesehatan Mental: 
Perasaan dengki yang terus-menerus dan tidak terkendali dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi pada lansia.

Peningkatan Risiko Penyakit Jantung: 
Stres kronis yang disebabkan oleh perasaan dengki yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung pada lansia.

Penurunan Kesehatan Fisik: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu tidur, menurunkan energi, dan menurunkan motivasi untuk menjaga kesehatan fisik, yang pada gilirannya dapat menyebabkan penurunan kesehatan fisik secara keseluruhan.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu hubungan sosial dan interaksi sosial lansia, yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup.

Penurunan Kesejahteraan Emosional:
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengganggu kesejahteraan emosional lansia, menyebabkan perasaan sedih, frustrasi, atau perasaan tidak berdaya.

Peningkatan Risiko Penyakit Kronis Lainnya: 
Stres kronis yang disebabkan oleh perasaan dengki yang berlebihan dapat meningkatkan risiko untuk berbagai penyakit kronis lainnya, seperti diabetes, penyakit autoimun, dan gangguan pencernaan.

Isolasi Sosial: 
Perasaan dengki yang berlebihan dapat mengarah pada isolasi sosial, ketidaknyamanan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan penarikan diri dari kehidupan sosial, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesepian dan isolasi.

Dengan demikian, seseorang yang mengalami perasaan dengki yang berlebihan pada usia lanjut memerlukan dukungan emosional dan mungkin juga perawatan medis atau psikologis untuk mengatasi perasaan tersebut dan mencegah dampak negatifnya pada kesejahteraan lansia.

        Mencegah perasaan dengki pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik dan beragam untuk mempromosikan kesejahteraan emosional dan sosial mereka.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah dengki pada lansia:

Penguatan Diri: 
Bantu lansia untuk membangun harga diri dan kepercayaan diri mereka. Berikan penghargaan atas prestasi dan kontribusi mereka, serta dorong mereka untuk tetap aktif dan merasa berguna.

Pertahankan Kesehatan Fisik dan Mental: 
Dorong lansia untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka dengan rutin berolahraga, menjaga pola makan sehat, tidur yang cukup, dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan kegiatan yang menarik minat mereka.

Dukungan Sosial: 
Bantu lansia untuk memperluas dan memelihara jaringan sosial yang positif dan mendukung. Ini bisa meliputi tetap terhubung dengan keluarga dan teman, berpartisipasi dalam klub atau organisasi, atau bergabung dengan kelompok dukungan.

Edukasi tentang Penuaan dan Kehidupan Lanjut Usia: 
Edukasi tentang proses penuaan dan tantangan yang terkait dengan usia tua dapat membantu lansia untuk memahami dan merespons perubahan dengan lebih baik, serta mengurangi perasaan dengki terhadap orang lain.

Mengatasi Keterbatasan Finansial:
Bantu lansia untuk mengelola keuangan mereka dengan baik, mencari sumber daya yang tersedia, dan menjaga kemandirian finansial sebisa mungkin.

Bimbingan Psikologis atau Konseling: 
Jika perasaan dengki terus-menerus atau memengaruhi kesejahteraan mereka, pertimbangkan untuk mendapatkan bantuan dari profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau konselor.

Promosi Kesehatan Mental: 
Sosialisasi program-program atau kegiatan yang mempromosikan kesehatan mental, seperti meditasi, yoga, atau terapi seni, yang dapat membantu lansia mengelola stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka.

Membangun Solidaritas dan Kepedulian: 
Membantu lansia untuk mengembangkan sikap positif terhadap keberhasilan atau kebahagiaan orang lain, dan mempromosikan budaya saling peduli dan berbagi dalam komunitas mereka.

Mencegah perasaan dengki pada lansia melibatkan kerja sama antara lansia itu sendiri, keluarga, komunitas, dan para profesional kesehatan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung dan mempromosikan kesejahteraan emosional mereka.

       Penting untuk dicatat bahwa dengki, terutama jika mencapai tingkat yang merugikan kesejahteraan lansia, bisa menjadi tantangan yang kompleks dan memerlukan pendekatan yang bijaksana. Mengatasi perasaan dengki pada lansia melibatkan beberapa langkah yang dapat membantu mereka mengelola emosi dan meningkatkan kesejahteraan mental mereka.

Beberapa strategi yang dapat membantu mengatasi dengki :

Terapi Psikologis atau Konseling: 
Mengajak lansia untuk berbicara dengan seorang profesional kesehatan mental, seperti seorang psikolog atau konselor, dapat membantu mereka mengidentifikasi dan memahami akar penyebab perasaan dengki. Terapi ini juga dapat memberikan strategi untuk mengelola emosi dan membangun kesehatan mental yang lebih baik.

Pendidikan dan Informasi: 
Edukasi tentang penuaan dan perubahan yang terjadi pada tahap ini dalam kehidupan dapat membantu lansia memahami bahwa perasaan dengki mungkin merupakan bagian normal dari proses ini. Memberikan informasi tentang cara mengatasi perasaan tersebut bisa membantu mengurangi tingkat kecemasan.

Latihan Keberterimaan (Acceptance and Commitment Therapy/ACT):
Pendekatan ini melibatkan menerima perasaan dan pikiran yang tidak menyenangkan tanpa harus mengubahnya. Melalui ACT, lansia dapat memahami bahwa perasaan dengki adalah bagian dari pengalaman manusia dan memilih untuk tetap berkomitmen pada nilai-nilai dan tujuan positif mereka.

Peningkatan Dukungan Sosial: 
Mendorong lansia untuk membangun dan memelihara hubungan sosial yang positif dapat membantu mereka merasa lebih terhubung dan didukung. Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas dapat membantu mengurangi perasaan dengki.

Latihan Pikiran Positif: 
Mendorong lansia untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif mereka menjadi pola pikir yang lebih positif dan realistis dapat membantu mengurangi perasaan dengki.

Aktivitas Kesejahteraan: 
Mendorong lansia untuk terlibat dalam aktivitas yang meningkatkan kesejahteraan emosional, seperti olahraga ringan, seni, musik, atau meditasi, dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan mood.

Perhatian pada Peran Positif: 
Membantu lansia untuk menemukan atau mempertahankan peran positif dalam keluarga, masyarakat, atau komunitas mereka dapat memberikan rasa makna dan kepuasan, mengurangi perasaan dengki.

Mengatasi Keterbatasan Finansial: 
Jika keterbatasan finansial menjadi penyebab dengki, membantu lansia untuk mengelola keuangan mereka dan mencari sumber daya yang mungkin dapat membantu dapat menjadi langkah yang efektif.

Langkah-langkah ini sebaiknya dilakukan dengan perhatian terhadap kebutuhan dan preferensi individu lansia. Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental atau dokter untuk memilih pendekatan terbaik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan spesifik mereka.



Sumber:










Tuesday, 28 May 2024

Ini Ciri- ciri Lansia Mengalami Pikiran Mengembara

      "Pikiran mengembara" atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai "mind-wandering" merujuk pada kondisi di mana perhatian seseorang teralihkan dari tugas atau aktivitas yang sedang dikerjakan, dan berpindah ke pikiran lain yang tidak terkait. Ini bisa termasuk memikirkan masa lalu, merencanakan masa depan, atau bahkan berimajinasi tentang hal-hal yang tidak nyata atau tidak relevan dengan situasi saat ini.

Pikiran Mengembara sering terjadi pada lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
Pada lansia, pikiran mengembara bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk perubahan kognitif yang alami seiring bertambahnya usia. 

Beberapa penyebab dan faktor yang berhubungan dengan pikiran mengembara pada lansia meliputi:

Penurunan Kognitif: 
Seiring bertambahnya usia, kemampuan kognitif seperti memori dan konsentrasi bisa menurun. Ini dapat membuat lansia lebih rentan terhadap pikiran mengembara.

Stres dan Kecemasan: 
Lansia yang mengalami stres atau kecemasan, baik karena kondisi kesehatan, kehilangan orang yang dicintai, atau perubahan dalam kehidupan sehari-hari, mungkin lebih sering mengalami pikiran mengembara.

Kebosanan atau Kurangnya Stimulasi: 
Kurangnya aktivitas atau stimulasi mental bisa menyebabkan pikiran mengembara sebagai bentuk kompensasi untuk mencari hal-hal yang menarik atau memuaskan secara mental.

Kondisi Medis:
Beberapa kondisi medis, seperti depresi, gangguan tidur, atau penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer, bisa berkontribusi pada peningkatan frekuensi pikiran mengembara.

Efek Obat: 
Beberapa obat yang sering dikonsumsi oleh lansia untuk mengatasi berbagai kondisi kesehatan bisa memiliki efek samping yang mempengaruhi konsentrasi dan perhatian.

Lansia yang sedang mengalami pikiran mengembara kehilangan fokus.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
        Berikut adalah beberapa ciri yang dapat menunjukkan bahwa seorang lansia sedang mengalami pikiran mengembara:

Kehilangan Fokus pada Tugas: 
Lansia mungkin sering terlihat kehilangan konsentrasi atau perhatian terhadap tugas atau percakapan yang sedang berlangsung. Mereka mungkin tampak melamun atau tidak menyimak.

Respons Lambat atau Tidak Tepat: 
Ketika diajak bicara atau diminta melakukan sesuatu, respons mereka mungkin lambat atau tidak relevan dengan topik atau tugas yang dimaksud.

Mengulangi Pertanyaan atau Pernyataan: 
Karena pikiran mereka mengembara, mereka mungkin lupa bahwa mereka sudah menanyakan sesuatu atau sudah diberitahu tentang sesuatu, dan cenderung mengulanginya.

Sering Melamun: 
Mereka mungkin sering terlihat melamun atau menatap kosong tanpa fokus pada sesuatu yang spesifik.

Kesulitan Mengikuti Instruksi:
Lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengikuti instruksi atau menyelesaikan tugas yang membutuhkan beberapa langkah, karena perhatian mereka sering teralihkan.

Mengubah Topik Pembicaraan Tiba-tiba:
Dalam percakapan, mereka mungkin sering mengalihkan topik pembicaraan secara tiba-tiba ke hal-hal yang tidak relevan dengan diskusi saat ini.

Mengabaikan Lingkungan Sekitar: 
Mereka mungkin tidak menyadari atau memperhatikan apa yang terjadi di sekitar mereka, seperti suara atau kejadian yang biasanya menarik perhatian.

Keluhan Lupa atau Bingung: 
Lansia mungkin sering mengeluh tentang lupa atau merasa bingung, yang bisa jadi akibat dari perhatian yang teralihkan atau pikiran yang mengembara.

Menyimpang dari Rutinitas:
Mereka mungkin mengalami kesulitan untuk mempertahankan rutinitas harian atau cenderung melakukan kesalahan dalam kegiatan yang biasanya mereka lakukan dengan baik.

Kehilangan Rasa Waktu: 
Mereka mungkin kehilangan persepsi tentang berapa lama mereka telah menghabiskan waktu dalam suatu kegiatan, terutama jika pikiran mereka mengembara ke tempat lain.

       Mengatasi pikiran mengembara pada lansia memerlukan pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, mental, dan emosional. 

Beberapa strategi yang dapat membantu:

1. Stimulasi Mental
Aktivitas Kognitif: Terlibat dalam aktivitas yang menstimulasi otak seperti teka-teki silang, sudoku, membaca, atau permainan papan.
Belajar Hal Baru: Mendorong lansia untuk belajar keterampilan baru atau mengikuti kursus yang menarik minat mereka.

2. Kesehatan Fisik
Olahraga Teratur: Aktivitas fisik seperti berjalan, berenang, atau yoga dapat membantu meningkatkan fokus dan konsentrasi.
Nutrisi yang Baik: Pola makan seimbang dengan cukup vitamin, mineral, dan antioksidan membantu menjaga kesehatan otak.

3. Manajemen Stres dan Emosi
Teknik Relaksasi: Latihan pernapasan, meditasi, atau yoga dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan fokus.
Konseling atau Terapi: Berbicara dengan seorang konselor atau terapis bisa membantu mengelola stres, kecemasan, atau depresi.

4. Rutinitas Harian
Jadwal yang Terstruktur: Memiliki rutinitas harian yang teratur dapat membantu mengurangi kebingungan dan meningkatkan fokus.
Istirahat yang Cukup: Tidur yang cukup dan berkualitas penting untuk fungsi kognitif yang baik.

5. Lingkungan yang Mendukung
Lingkungan Bebas Gangguan: Mengurangi kebisingan dan gangguan di sekitar dapat membantu lansia lebih fokus pada tugas yang ada.
Penanda Visual: Menggunakan catatan atau penanda visual dapat membantu mengingatkan lansia tentang tugas-tugas penting atau kegiatan yang harus dilakukan.

6. Interaksi Sosial
Kegiatan Sosial: Berpartisipasi dalam kegiatan sosial atau bergabung dengan kelompok-kelompok komunitas dapat memberikan stimulasi mental dan emosional.
Dukungan Keluarga dan Teman: Mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat memberikan rasa aman dan membantu mengurangi pikiran mengembara.

7. Pengelolaan Kondisi Medis
Konsultasi Medis: Berkonsultasi dengan dokter untuk memastikan bahwa tidak ada kondisi medis yang mendasari yang menyebabkan pikiran mengembara, seperti gangguan tidur, depresi, atau demensia.
Pengaturan Obat: Memastikan bahwa obat yang dikonsumsi tidak memiliki efek samping yang mempengaruhi konsentrasi atau perhatian.

8. Aktivitas Mindfulness
Latihan Mindfulness: Praktik mindfulness seperti perhatian penuh pada pernapasan atau meditasi mindfulness dapat membantu lansia belajar untuk mengarahkan dan mengendalikan pikiran mereka.

Implementasi strategi-strategi ini secara konsisten dapat membantu mengurangi frekuensi pikiran mengembara dan meningkatkan kualitas hidup lansia. Selalu penting untuk menyesuaikan pendekatan berdasarkan kebutuhan dan preferensi individu lansia.

       Pikiran mengembara bisa menjadi masalah jika terjadi terlalu sering dan mengganggu aktivitas sehari-hari atau kualitas hidup.  Dalam beberapa kasus, ini juga bisa memberikan manfaat. Pikiran mengembara dapat memungkinkan seseorang untuk mengatasi masalah, merencanakan masa depan, atau bahkan memberikan momen kreativitas.




Sumber:




 







Sunday, 26 May 2024

Ciri- ciri Ucapan Lansia karena Bias Keyakinan.

             Bias keyakinan (belief bias) pada lansia adalah kecenderungan untuk menilai kekuatan argumen berdasarkan seberapa masuk akalnya kesimpulan tersebut daripada berdasarkan pada validitas logis argumen itu sendiri. Pada lansia, bias ini dapat lebih menonjol karena berbagai faktor terkait penuaan, termasuk penurunan fungsi kognitif, preferensi untuk informasi yang sudah dikenal, dan peningkatan kepercayaan pada pengetahuan dan pengalaman pribadi mereka. 

Pada lansia bias keyakinan lebih menonjol karena faktor penuaan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)
Secara lebih spesifik, pada lansia, bias keyakinan dapat muncul dalam bentuk:

Penurunan Fungsi Kognitif: Lansia mungkin mengalami penurunan dalam kemampuan pemrosesan informasi dan logika analitis, membuat mereka lebih rentan terhadap bias keyakinan.

Pengalaman dan Pengetahuan Pribadi: Dengan bertambahnya usia, orang cenderung memiliki lebih banyak pengalaman dan pengetahuan yang mereka anggap benar. Ini dapat membuat mereka lebih cenderung menerima argumen yang sejalan dengan pengalaman atau keyakinan mereka sebelumnya, meskipun argumen tersebut tidak valid secara logis.

Kenyamanan dengan Informasi yang Dikenal: Lansia mungkin merasa lebih nyaman dan cenderung percaya pada informasi yang sudah mereka kenal atau yang konsisten dengan keyakinan mereka yang telah lama dipegang, daripada mengevaluasi argumen baru secara kritis.

Pengaruh Emosional: Lansia mungkin lebih dipengaruhi oleh faktor emosional dalam penilaian argumen, yang dapat memperkuat bias keyakinan.

Beberapa ciri ucapan lansia yang menunjukkan adanya bias keyakinan dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:

Mengabaikan Argumen yang Logis:

"Saya tidak peduli apa yang mereka katakan, saya tahu ini benar karena saya telah mengalami sendiri."
"Logika tidak selalu benar; pengalaman saya yang berbicara."

Mengandalkan Pengalaman Pribadi:

"Saya sudah melakukan ini sepanjang hidup saya, jadi saya tahu ini benar."
"Selama bertahun-tahun, ini selalu berhasil untuk saya."

Preferensi untuk Informasi yang Dikenal:

"Saya hanya percaya pada apa yang saya pelajari dulu."
"Informasi baru ini tidak masuk akal; lebih baik kembali ke yang lama."

Bahasa yang digunakan berdasarkan preferensi yang dikenal.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Penolakan terhadap Informasi Baru yang Bertentangan dengan Keyakinan Lama:

"Dokter itu mungkin pintar, tapi saya lebih percaya pada pengobatan tradisional yang sudah terbukti."
"Penelitian baru ini hanya omong kosong, saya tahu yang sebenarnya."

Menggunakan Kepercayaan Emosional:

"Saya merasa ini benar, jadi pasti benar."
"Keyakinan saya selama ini tidak mungkin salah."

Mengabaikan Bukti yang Tidak Sesuai dengan Keyakinan:

"Bukti itu hanya kebetulan, saya tetap percaya pada apa yang saya yakini."
"Data itu mungkin salah, saya tahu dari pengalaman saya sendiri."

Keyakinan yang Kuat pada Pengetahuan dan Pengalaman Sendiri:

"Saya sudah hidup lebih lama, jadi saya tahu lebih banyak."
"Pengalaman hidup saya memberi saya lebih banyak pengetahuan daripada buku atau penelitian."

Menggunakan Argumen yang Tidak Logis atau Tidak Relevan:

"Itu mungkin terdengar benar secara logis, tapi saya tahu itu salah."
"Tidak peduli apa kata statistik, saya tahu yang sebenarnya."

Ucapan-ucapan ini mencerminkan kecenderungan untuk menilai kebenaran berdasarkan keyakinan pribadi atau pengalaman subjektif, daripada berdasarkan analisis logis atau bukti objektif. Lansia dengan bias keyakinan sering kali sulit menerima informasi atau argumen yang bertentangan dengan keyakinan mereka yang telah lama dipegang, meskipun argumen tersebut didukung oleh bukti yang kuat.

       Bias keyakinan pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi kognisi, emosi, dan sosial.

Beberapa faktor utama yang menyebabkan bias keyakinan pada lansia meliputi:

Penurunan Fungsi Kognitif:
  • Penurunan Memori Kerja: Kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi sementara menurun seiring bertambahnya usia, yang dapat mengurangi kemampuan untuk mengevaluasi argumen secara kritis.
  • Penurunan Kemampuan Pemrosesan Informasi: Lansia mungkin memproses informasi lebih lambat dan kurang efisien, sehingga lebih sulit untuk menganalisis argumen yang kompleks atau baru.
Preferensi untuk Pengalaman dan Pengetahuan yang Telah Dikenal:
  • Efek Familiaritas: Lansia cenderung lebih nyaman dengan informasi yang sudah dikenal dan memiliki kesulitan dalam menerima atau menyesuaikan diri dengan informasi baru.
  • Pengaruh Pengetahuan Sebelumnya: Keyakinan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun dapat menjadi lebih kuat dan lebih sulit diubah.
Pengaruh Emosional:
  • Stabilitas Emosional: Lansia mungkin lebih menghargai stabilitas emosional dan cenderung menghindari konflik atau informasi yang menyebabkan stres.
  • Kenyamanan Psikologis: Keyakinan yang sudah ada memberikan rasa aman dan nyaman, dan meragukan keyakinan tersebut dapat menyebabkan ketidaknyamanan emosional.
Kepuasan dengan Status Quo:
  • Resistensi terhadap Perubahan: Lansia mungkin lebih cenderung mempertahankan keyakinan yang ada karena perubahan bisa dianggap mengancam atau membingungkan.
  • Pengalaman Hidup: Keyakinan yang telah terbentuk dari pengalaman hidup panjang dan berbagai kejadian membuat lansia merasa memiliki dasar yang kuat untuk keyakinan mereka.
Sosial dan Lingkungan:
  • Lingkungan Sosial yang Homogen: Lansia yang berada dalam lingkungan sosial dengan pandangan yang serupa mungkin lebih jarang terpapar pandangan atau argumen yang berbeda.
  • Kurangnya Paparan terhadap Informasi Baru: Lansia mungkin memiliki akses yang lebih terbatas terhadap informasi baru atau inovatif, terutama jika mereka tidak aktif mencari informasi atau menggunakan teknologi baru.
Efek Positivitas:
  • Preferensi untuk Informasi Positif: Lansia cenderung lebih fokus pada informasi positif dan mengabaikan informasi negatif, yang bisa memperkuat keyakinan yang ada.
Penurunan Keterlibatan Kognitif:
  • Kebiasaan Mental yang Terbentuk: Dengan bertambahnya usia, lansia mungkin lebih cenderung menggunakan aturan cepat (heuristik) dan pengalaman masa lalu daripada melakukan analisis mendalam terhadap informasi baru.
       Bias keyakinan pada lansia dapat memiliki berbagai akibat yang berdampak pada kualitas hidup, pengambilan keputusan, dan interaksi sosial mereka.

Beberapa akibat utama bias keyakinan pada lansia:

Pengambilan Keputusan yang Tidak Optimal:
  • Keputusan Kesehatan: Lansia mungkin mengabaikan saran medis atau memilih pengobatan yang kurang efektif berdasarkan keyakinan pribadi atau pengalaman masa lalu, yang dapat memperburuk kondisi kesehatan.
  • Keuangan: Bias keyakinan dapat menyebabkan lansia membuat keputusan keuangan yang buruk, seperti investasi yang tidak rasional atau pengeluaran yang tidak perlu berdasarkan informasi yang salah.

Resistensi terhadap Informasi Baru:
  • Kehilangan Peluang untuk Belajar: Lansia mungkin mengabaikan atau menolak informasi dan pengetahuan baru yang bisa bermanfaat, menghambat pembelajaran dan pertumbuhan pribadi.
  • Ketidakmampuan Beradaptasi dengan Teknologi: Penolakan terhadap teknologi baru atau metode modern dapat membuat lansia tertinggal dalam penggunaan alat dan sumber daya yang dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.

Isolasi Sosial:
  • Konflik Interpersonal: Bias keyakinan dapat menyebabkan ketegangan atau konflik dengan keluarga, teman, atau penyedia layanan yang memiliki pandangan berbeda.
  • Menghindari Interaksi Sosial: Lansia mungkin menarik diri dari diskusi atau situasi sosial yang menantang keyakinan mereka, yang dapat mengarah pada isolasi sosial.
Penurunan Kesehatan Mental:
  • Kecemasan dan Stres: Penolakan terhadap informasi baru yang bertentangan dengan keyakinan mereka dapat menyebabkan kecemasan dan stres, terutama jika informasi tersebut penting untuk kesejahteraan mereka.
  • Penurunan Kepuasan Hidup: Kegagalan untuk beradaptasi dengan perubahan atau informasi baru dapat mengurangi rasa pencapaian dan kepuasan hidup.
Keterbatasan Akses ke Layanan dan Sumber Daya:
  • Mengabaikan Layanan yang Bermanfaat: Lansia mungkin tidak memanfaatkan layanan kesehatan, sosial, atau keuangan yang tersedia karena keyakinan yang tidak akurat atau bias terhadap informasi tentang layanan tersebut.
  • Ketergantungan pada Praktik Lama: Mengandalkan praktik lama yang mungkin tidak lagi relevan atau efektif dapat membatasi manfaat dari kemajuan modern.
Menghambat Komunikasi dan Pemahaman:
  • Misinterpretasi Informasi: Bias keyakinan dapat menyebabkan lansia salah menafsirkan informasi baru atau kompleks, yang dapat mengakibatkan keputusan yang tidak tepat.
  • Kurangnya Keterbukaan: Kesulitan dalam menerima pandangan atau informasi yang berbeda dapat menghalangi komunikasi yang efektif dengan orang lain.

Memahami dan mengatasi bias keyakinan pada lansia penting untuk membantu mereka membuat keputusan yang lebih baik, menjaga kesehatan mental dan fisik, serta meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Dukungan dari keluarga, profesional kesehatan, dan komunitas dapat membantu lansia untuk lebih terbuka terhadap informasi baru dan mengambil keputusan yang lebih rasional.





Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6990430/

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/32038362/

https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/fpsyg.2019.02940/full

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/10691898.2009.11889501