Berbagai stereotip dan miskonsepsi mengenai lanjut usia (lansia) dapat berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi kesehatan mereka, baik secara fisik, mental, maupun sosial.
![]() |
Pentingnya memahami kebutuhan lansia bersama keluarga. (Sumber: foto M.Soleh) |
Berikut ini beberapa pandangan yang keliru beserta implikasinya:
1. Lansia Dianggap Tidak Produktif dan Tidak Mampu Berkontribusi
Stigma bahwa lansia tidak lagi produktif menyebabkan marginalisasi peran mereka dalam masyarakat. Hal ini dapat menurunkan harga diri (self-esteem) serta motivasi untuk tetap aktif secara fisik maupun kognitif. Penurunan aktivitas tersebut berkontribusi pada atrofi otot, sarkopenia, dan peningkatan risiko penyakit degeneratif.
2. Lansia Diidentikkan dengan Kepikunan
Meskipun prevalensi demensia meningkat pada usia lanjut, tidak semua lansia mengalami gangguan kognitif. Generalisasi ini dapat menyebabkan diskriminasi usia (ageism) dan menghambat stimulasi kognitif yang justru penting untuk mencegah penurunan fungsi otak. Lansia yang terus-menerus dicap "pikun" lebih rentan terhadap depresi dan penurunan kepercayaan diri.
3. Anggapan bahwa Lansia Tidak Perlu Berolahraga
Keyakinan ini keliru karena berbagai studi menunjukkan bahwa aktivitas fisik rutin dapat memperlambat proses penuaan, meningkatkan fungsi jantung dan paru, serta mencegah osteoporosis dan penyakit metabolik. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan imobilitas, menurunkan kualitas hidup, dan meningkatkan risiko kejadian jatuh.
4. Penyakit Degeneratif Dianggap Sebagai Bagian Normal dari Penuaan
Meskipun risiko penyakit kronis meningkat seiring usia, pandangan bahwa kondisi tersebut tidak dapat dicegah atau dikendalikan adalah tidak akurat. Persepsi ini sering kali membuat individu maupun keluarga abai terhadap upaya pencegahan primer maupun sekunder, sehingga memperparah morbiditas akibat penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskular.
5. Ketidakmampuan untuk Belajar Hal Baru
Studi dalam bidang neuroplastisitas menunjukkan bahwa otak lansia masih memiliki kapasitas untuk belajar dan beradaptasi. Pandangan bahwa lansia tidak mampu mempelajari keterampilan baru menyebabkan berkurangnya stimulasi mental, yang merupakan faktor penting dalam pencegahan penurunan kognitif dan Alzheimer’s disease.
6. Isolasi Sosial Dianggap Hal yang Wajar pada Lansia
Isolasi sosial sering kali dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari proses menua, padahal keterlibatan sosial terbukti memberikan perlindungan terhadap gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Lansia yang tidak memiliki jejaring sosial yang memadai berisiko mengalami loneliness syndrome, serta peningkatan mortalitas.
Solusi untuk Mengatasi Pandangan Keliru terhadap Lansia
1. Peningkatan Literasi Masyarakat tentang Proses Penuaan
Masyarakat perlu diberikan edukasi yang tepat mengenai proses penuaan melalui kampanye kesehatan, seminar, maupun media massa. Tujuannya adalah mengubah paradigma negatif menjadi lebih positif dan realistis, serta mendorong penghargaan terhadap lansia sebagai individu yang tetap memiliki potensi.
Contoh program: Healthy Ageing Campaign oleh WHO.
2. Mendorong Partisipasi Aktif Lansia dalam Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Membuka peluang bagi lansia untuk tetap terlibat dalam kegiatan komunitas, pekerjaan ringan, atau menjadi relawan dapat meningkatkan rasa berdaya dan mengurangi ketergantungan. Ini juga berkontribusi pada kesehatan mental dan kualitas hidup yang lebih baik.
3. Penerapan Aktivitas Fisik yang Sesuai Usia
Lansia dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan hingga sedang, seperti senam lansia, jalan kaki, tai chi, atau yoga, yang terbukti dapat meningkatkan fungsi tubuh, keseimbangan, dan suasana hati.
4. Stimulasi Kognitif dan Pembelajaran Sepanjang Hayat
Program pelatihan otak, belajar keterampilan baru, serta keterlibatan dalam aktivitas intelektual (seperti membaca, berdiskusi, atau belajar bahasa) dapat membantu menjaga fungsi kognitif dan memperlambat penurunan memori.
5. Pencegahan dan Pengelolaan Penyakit Kronis Secara Terintegrasi
Penyakit kronis harus dikelola secara aktif melalui pendekatan promotif dan preventif, termasuk pemeriksaan rutin, pengaturan diet, dan kepatuhan pengobatan. Layanan kesehatan yang ramah lansia sangat penting untuk mendukung hal ini.
6. Peningkatan Jejaring Sosial dan Dukungan Emosional
Membentuk kelompok lansia, komunitas hobi, atau dukungan keluarga yang kuat sangat penting untuk mencegah isolasi sosial. Interaksi sosial juga terbukti mampu mengurangi gejala depresi dan kecemasan pada lansia.
Sumber:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19516148/
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19035823/
https://www.who.int/publications/i/item/9789241565042
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health