Saturday, 28 December 2024

Hidup Hemat, Nikmat, dan Tenang: Seni Frugal Slow Living untuk Lansia

      Tujuan dari frugal living (hidup hemat) adalah untuk mengelola keuangan secara bijaksana dengan cara mengutamakan pengeluaran pada hal-hal yang benar-benar penting, bernilai, atau memberikan manfaat jangka panjang. Frugal living bukan berarti pelit, melainkan tentang memilih hidup sederhana dan memprioritaskan kebutuhan dibandingkan keinginan.

Sementara Slow living adalah gaya hidup yang mengutamakan kualitas daripada kuantitas, dengan cara menjalani hidup secara sadar, santai, dan penuh perhatian pada setiap momen.

       Menggabungkan frugal living (hidup hemat) dan slow living (hidup santai) pada lansia dapat menciptakan gaya hidup yang seimbang, hemat, dan penuh makna. Keduanya saling melengkapi, membantu lansia menikmati hidup dengan bijaksana tanpa stres finansial atau tekanan waktu. 

Minum bandrek dan makan ketimus sangat nikmat pada lingkungan yang nyaman.
(Sumber: foto Nenden)

Berikut adalah beberapa cara menggabungkan kedua konsep tersebut:

1. Prioritaskan Kebutuhan Dasar dan Kehidupan yang Sederhana

  • Frugal Living: Fokus pada kebutuhan utama, seperti makanan bergizi, kesehatan, dan tempat tinggal yang nyaman. Hindari pengeluaran untuk barang yang tidak perlu.
  • Slow Living: Nikmati setiap proses, seperti memasak sendiri makanan sehat, bercocok tanam, atau menikmati waktu bersama keluarga.

2. Ciptakan Aktivitas yang Bermakna dan Ekonomis

  • Frugal Living: Pilih aktivitas yang tidak membutuhkan biaya besar, seperti berjalan-jalan di taman, membaca buku, atau berkebun.
  • Slow Living: Nikmati aktivitas tersebut dengan penuh kesadaran, tanpa terburu-buru, dan fokus pada pengalaman yang mendalam.

3. Kelola Keuangan dengan Bijaksana

  • Frugal Living: Buat anggaran sederhana untuk menghindari pengeluaran berlebih. Manfaatkan diskon atau subsidi khusus lansia untuk kesehatan atau transportasi.
  • Slow Living: Hindari stres dalam mengelola keuangan. Anggaplah perencanaan keuangan sebagai langkah yang menenangkan, bukan sebagai beban.

4. Gunakan Barang dengan Efisien dan Bijak

  • Frugal Living: Gunakan kembali barang-barang yang masih layak pakai, seperti pakaian, perabotan, atau alat rumah tangga.
  • Slow Living: Hargai setiap barang yang dimiliki, rawat dengan baik, dan nikmati manfaatnya.

5. Lakukan Kegiatan Sosial yang Terjangkau

  • Frugal Living: Bergabung dengan komunitas lokal yang menyediakan kegiatan gratis atau murah, seperti klub lansia atau kelas keterampilan.
  • Slow Living: Manfaatkan waktu untuk membangun hubungan sosial, menikmati kebersamaan tanpa tergesa-gesa.

6. Jaga Kesehatan Secara Alami

  • Frugal Living: Konsumsi makanan sehat yang terjangkau, seperti sayur-mayur dari kebun sendiri atau bahan lokal yang murah.
  • Slow Living: Nikmati makanan dengan kesadaran penuh (mindful eating) dan fokus pada kebiasaan hidup sehat, seperti yoga atau meditasi ringan.

7. Kurangi Ketergantungan pada Teknologi yang Tidak Perlu

  • Frugal Living: Hindari pembelian gadget mahal atau langganan yang tidak penting. Gunakan teknologi hanya untuk kebutuhan mendasar.
  • Slow Living: Luangkan waktu untuk menikmati hal-hal sederhana, seperti membaca buku fisik atau bercakap-cakap dengan orang lain secara langsung.

8. Nikmati Kehidupan di Rumah

  • Frugal Living: Maksimalkan kenyamanan rumah tanpa harus merenovasi besar-besaran.
  • Slow Living: Jadikan rumah sebagai tempat untuk menikmati kedamaian, dengan kegiatan seperti mendengarkan musik, merajut, atau menonton film bersama keluarga.

Dengan menggabungkan kedua konsep ini, lansia dapat menikmati kehidupan yang lebih tenang, hemat, dan bermakna, tanpa merasa terbebani oleh tuntutan modern.

      Belum ada istilah yang secara resmi menggabungkan frugal living dan slow living, tetapi Anda bisa menyebutnya dengan istilah yang kreatif dan mencerminkan esensi keduanya, misal: Frugal Slow Living.

       Frugal Slow Living adalah gabungan dari prinsip hidup hemat (frugal living) dan hidup perlahan (slow living), yang berfokus pada menjalani kehidupan secara sadar, sederhana, dan hemat, sambil menikmati setiap momen tanpa terburu-buru.

Berikut adalah makna dari Frugal Slow Living:

1. Hidup Hemat dengan Kesadaran

  • Berhemat tidak hanya soal menekan pengeluaran, tetapi juga memprioritaskan kebutuhan yang benar-benar penting.
  • Mengelola uang dengan bijak sambil menikmati prosesnya, seperti memasak makanan di rumah daripada makan di luar, atau memperbaiki barang daripada membeli baru.

2. Menghargai Waktu dan Proses

  • Tidak terburu-buru untuk mengejar materi atau kesuksesan.
  • Menghargai perjalanan hidup, fokus pada kualitas hidup, dan menikmati aktivitas sehari-hari, seperti berkebun atau membaca.

3. Kesederhanaan yang Bermakna

  • Menyingkirkan hal-hal yang tidak diperlukan, baik dalam bentuk barang, aktivitas, atau hubungan yang tidak membawa kebahagiaan.
  • Mengisi hidup dengan hal-hal yang memberikan kebahagiaan jangka panjang, seperti hubungan yang erat atau pengalaman bermakna.

4. Keseimbangan Antara Ekonomi dan Emosi

  • Menggabungkan pengelolaan keuangan yang cermat dengan perhatian pada kesejahteraan emosional dan mental.
  • Menghindari stres akibat gaya hidup boros atau ritme hidup yang terlalu cepat.

5. Hidup Ramah Lingkungan

  • Hidup hemat sering kali selaras dengan keberlanjutan, seperti menggunakan kembali barang, mengurangi limbah, atau memilih produk lokal.
  • Slow living memungkinkan fokus pada gaya hidup yang ramah lingkungan, seperti bercocok tanam atau mendukung komunitas lokal.

Frugal Slow Living menekankan bahwa kita bisa hidup hemat tanpa mengorbankan kebahagiaan dan bisa menikmati hidup tanpa merasa perlu untuk mengikuti tekanan hidup modern yang serba cepat dan konsumtif.

       Lansia dapat menjalani frugal slow living dengan menyesuaikan gaya hidup sederhana sesuai kebutuhan, memperhatikan kebahagiaan dalam setiap momen, dan menjaga keuangan tetap stabil tanpa mengorbankan kualitas hidup.



Sumber:

https://shavanoparkseniorliving.com/11-benefits-of-slow-living-how-you-can-start-it-in-your-senior-homes/

https://www.lifespleasuresandstruggles.com/2021/03/13/benefits-of-frugal-living/

https://forums.moneysavingexpert.com/discussion/6493531/slow-living-2024-doing-it-old-style

https://www.crestingthehill.com.au/2020/06/how-slow-living-works-for-me-in.html


Thursday, 19 December 2024

PPN 12% Bikin Panik? Ini Kiat Ampuh Lansia Bertahan di Tengah Kenaikan Harga!

       Lansia tidak hanya ditentukan oleh usia, tetapi juga oleh kondisi fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang. Dari sisi ekonomi, lansia merupakan kelompok usia yang memiliki karakteristik dan tantangan khusus yang memengaruhi kesejahteraan mereka secara finansial.

Kegembiraan lansia mungkin akan berkurang dengan berlakunya PPN 12%
(Sumber: Foto Rozali)

Beberapa aspek yang berkaitan dengan lansia dari sisi ekonomi:

1. Sumber Pendapatan Lansia

Lansia biasanya memiliki sumber pendapatan yang terbatas karena mereka sudah tidak aktif bekerja di usia produktif. Sumber pendapatan utama mereka meliputi:

  • Pensiun: Lansia yang pernah bekerja formal sering mengandalkan dana pensiun sebagai sumber utama penghasilan.
  • Tabungan atau investasi: Lansia yang menabung atau berinvestasi selama masa produktif dapat menggunakan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup.
  • Bantuan keluarga: Banyak lansia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia, bergantung pada dukungan finansial dari anak atau anggota keluarga lainnya.
  • Bantuan sosial pemerintah: Lansia dari golongan ekonomi rendah sering mengandalkan program bantuan pemerintah seperti subsidi, bantuan pangan, atau layanan kesehatan gratis.

2. Kebutuhan Ekonomi Lansia

Lansia memiliki kebutuhan ekonomi yang sering kali berbeda dari kelompok usia lainnya:

  • Kebutuhan kesehatan: Biaya kesehatan menjadi salah satu pengeluaran terbesar karena lansia lebih rentan terhadap penyakit kronis.
  • Kebutuhan hidup sehari-hari: Meski kebutuhan dasar (makanan, pakaian) cenderung sederhana, pengeluaran tetap signifikan karena lansia sering memiliki pendapatan terbatas.
  • Kebutuhan sosial: Lansia mungkin membutuhkan dana untuk menjaga interaksi sosial, seperti menghadiri acara keluarga atau komunitas.

3. Tantangan Ekonomi yang Dihadapi Lansia

  • Pendapatan tetap yang terbatas: Dengan tidak adanya penghasilan tetap, lansia sering kesulitan mengimbangi kenaikan biaya hidup.
  • Ketergantungan finansial: Lansia yang tidak memiliki tabungan atau investasi sering kali bergantung pada keluarga atau bantuan sosial.
  • Inflasi: Kenaikan harga barang dan jasa, seperti kenaikan PPN menjadi 12%, dapat semakin mempersempit daya beli lansia.
  • Kurangnya literasi keuangan: Banyak lansia belum terbiasa mengelola keuangan secara mandiri atau menggunakan teknologi finansial modern.

4. Potensi Ekonomi Lansia

Meski menghadapi tantangan, lansia juga memiliki potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan:

  • Usaha mikro atau UMKM: Lansia yang masih sehat dapat menjalankan usaha kecil, seperti berdagang atau memanfaatkan keterampilan tangan.
  • Kontribusi pada keluarga: Lansia sering berkontribusi dalam kegiatan ekonomi keluarga, seperti membantu mengasuh cucu atau mengelola rumah tangga.
  • Pekerjaan paruh waktu: Lansia dengan kemampuan tertentu, seperti mengajar, memberi konsultasi, atau keterampilan seni, masih bisa menghasilkan pendapatan.

5. Solusi Ekonomi untuk Lansia

  • Program perlindungan sosial: Pemerintah dapat meningkatkan program bantuan, seperti jaminan sosial, subsidi pangan, dan layanan kesehatan gratis.
  • Dukungan literasi keuangan: Edukasi tentang pengelolaan keuangan dan investasi sederhana dapat membantu lansia lebih mandiri secara finansial.
  • Pengelolaan dana pensiun: Lansia perlu memastikan dana pensiun dikelola dengan baik agar cukup memenuhi kebutuhan hingga akhir hayat.
  • Peluang usaha kecil: Lansia yang masih produktif dapat diberikan dukungan untuk membuka usaha kecil melalui pelatihan atau modal usaha.

6. Lansia dan Ketimpangan Ekonomi

  • Ketimpangan regional: Lansia di daerah perkotaan mungkin memiliki akses lebih baik ke program sosial dan kesehatan dibandingkan dengan lansia di pedesaan.
  • Gender gap: Lansia perempuan cenderung lebih rentan secara ekonomi karena lebih sering tidak bekerja formal selama masa produktif mereka.

         PPN (Pajak Pertambahan Nilai) merupakan pajak tidak langsung yang dikenakan pada setiap tahap produksi atau distribusi barang dan jasa. Pajak ini ditanggung oleh konsumen akhir, tetapi disetor ke negara oleh pelaku usaha yang menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).    

Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang direncanakan di Indonesia mulai 2025 dapat memiliki beberapa dampak pada lansia, tergantung pada situasi ekonomi mereka dan kebutuhan sehari-hari yang mereka konsumsi. 

Berikut adalah beberapa dampaknya:

1. Beban Biaya Hidup Meningkat

Lansia yang mengandalkan pensiun, tabungan, atau bantuan keluarga cenderung lebih sensitif terhadap kenaikan harga barang dan jasa. Kenaikan PPN dapat membuat:

  • Kebutuhan pokok lebih mahal, seperti makanan, obat-obatan yang tidak masuk daftar pengecualian PPN, dan kebutuhan rumah tangga.
  • Layanan kesehatan lebih mahal, terutama bagi lansia yang memiliki penyakit kronis dan memerlukan perawatan rutin.

2. Pengurangan Daya Beli

Dengan pendapatan tetap atau terbatas, daya beli lansia dapat menurun. Hal ini berisiko mengurangi akses mereka terhadap barang atau layanan penting yang sebelumnya terjangkau.

3. Ketergantungan pada Bantuan Sosial

Lansia yang hidup di bawah garis kemiskinan mungkin semakin bergantung pada bantuan sosial dari pemerintah, seperti subsidi kesehatan (BPJS PBI) atau program bantuan pangan. Jika kebijakan sosial tidak diperluas seiring kenaikan PPN, ini bisa memperburuk kondisi mereka.

4. Dampak pada Lansia dengan Usaha Mikro

Lansia yang memiliki usaha kecil atau mikro (seperti warung) dapat terpengaruh dua kali:

  • Mereka harus menanggung kenaikan harga barang dagangan yang terkena PPN.
  • Konsumen mereka mungkin berkurang daya belinya, sehingga penjualan menurun.

Potensi Kebijakan Mitigasi

Untuk meminimalkan dampak ini, pemerintah dapat:

  • Mengecualikan barang dan jasa esensial untuk lansia dari PPN.
  • Meningkatkan bantuan sosial untuk lansia, seperti dana pensiun atau subsidi kesehatan.
  • Mengawasi inflasi, agar kenaikan PPN tidak memicu lonjakan harga barang kebutuhan pokok.

Beberapa kiat praktis bagi lansia untuk menghadapi dampak kenaikan PPN 12% agar tetap bisa mengelola kehidupan sehari-hari dengan baik:

1. Prioritaskan Kebutuhan Esensial

  • Fokus pada kebutuhan pokok seperti makanan, obat-obatan, dan tagihan penting (listrik, air, dan lainnya). Hindari pengeluaran untuk barang mewah atau non-esensial.
  • Pilih barang bebas PPN jika memungkinkan, seperti bahan pangan tertentu atau layanan yang tidak dikenakan pajak.

2. Manfaatkan Program Pemerintah

  • Gunakan BPJS Kesehatan untuk mengurangi biaya kesehatan. Lansia yang tergolong kurang mampu bisa mendaftar BPJS PBI (gratis).
  • Cari informasi bantuan sosial, seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) atau program subsidi energi, untuk meringankan beban biaya sehari-hari.
  • Cek kebijakan daerah: Beberapa daerah memiliki program khusus untuk lansia, seperti pengurangan biaya transportasi atau belanja. Contoh: Transjakarta untuk lansia atau diskon kereta  KAI untuk lansia.

3. Belanja dengan Cerdas

  • Manfaatkan diskon dan promosi: Cari toko atau supermarket yang menawarkan diskon khusus untuk lansia.
  • Berbelanja di pasar tradisional: Biasanya harga lebih murah dibandingkan supermarket.
  • Beli dalam jumlah besar: Untuk barang yang sering digunakan (seperti sembako), beli dalam jumlah grosir untuk menghemat biaya jangka panjang.
  • Bandingkan harga: Gunakan aplikasi belanja online atau cek toko fisik untuk mencari harga termurah.

4. Kelola Keuangan dengan Bijak

  • Buat anggaran bulanan: Catat semua pemasukan dan pengeluaran untuk mengetahui prioritas kebutuhan.
  • Sisihkan uang untuk keadaan darurat: Meski sedikit, menabung sangat penting untuk mengantisipasi kebutuhan mendesak.
  • Kurangi utang atau cicilan: Hindari utang baru agar tidak membebani keuangan.

5. Tingkatkan Pendapatan

  • Coba usaha kecil: Lansia yang masih produktif dapat menjalankan usaha sederhana, seperti menjual makanan ringan, hasil kerajinan, atau hasil kebun.
  • Sewakan aset: Jika memiliki aset seperti kamar kosong atau lahan, sewakan untuk mendapatkan pendapatan tambahan.
  • Ikut program komunitas produktif: Banyak komunitas yang mendukung lansia untuk terlibat dalam aktivitas usaha mikro.

6. Bergabung dengan Komunitas Lansia yang Ramah

  • Bergabung dengan kelompok lansia di daerah atau komunitas sosial yang memberikan bantuan berupa barang murah, layanan kesehatan gratis, atau program pengurangan biaya hidup.
  • Dengan komunitas, lansia juga dapat saling berbagi informasi tentang peluang dan subsidi yang tersedia.

7. Jaga Kesehatan untuk Kurangi Pengeluaran

  • Lakukan pencegahan penyakit: Konsumsi makanan bergizi, olahraga ringan, dan cukup istirahat untuk mengurangi risiko penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan tinggi.
  • Gunakan obat generik: Obat generik memiliki harga lebih terjangkau dengan kualitas yang sama.

8. Tingkatkan Literasi Keuangan

  • Lansia perlu belajar mengelola uang secara lebih cerdas, seperti mencari informasi tentang kenaikan harga dan solusi hemat.
  • Gunakan bantuan anggota keluarga atau teman untuk belajar menggunakan aplikasi belanja online atau e-wallet untuk mencari harga yang lebih murah.

9. Libatkan Keluarga

  • Jangan ragu meminta bantuan dari anggota keluarga untuk membantu mengelola keuangan, berbelanja, atau mencari informasi terkait bantuan pemerintah.
  • Kerja sama dalam keluarga dapat meringankan beban lansia secara signifikan.
Demikian kiat ampuh yang mungkin dapat membantu lansia menghadapi kenaikan PPN 12% agar lansia tetap berdaya dan hidup sehat.





Sumber:

https://klikpajak.id/blog/pajak-pertambahan-nilai-ppn/

https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Tarif-PPN-12-Wujudkan-Keadilan




Monday, 16 December 2024

Hidup Tenang di Masa Tua: Rahasia Slow Living untuk Lansia yang Bahagia dan Sehat!

        Slow living adalah filosofi atau gaya hidup yang menekankan pada hidup dengan lebih lambat, sadar, dan seimbang. Slow living mengajak seseorang untuk menikmati setiap momen, mengurangi stres, serta fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup, seperti hubungan, kesehatan, dan kebahagiaan.

Beberapa prinsip utama slow living meliputi:

  1. Kesadaran penuh (mindfulness): Fokus pada saat ini, alih-alih terburu-buru memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
  2. Kesederhanaan: Mengurangi konsumsi yang berlebihan dan memilih gaya hidup yang lebih minimalis.
  3. Keseimbangan: Menjaga harmoni antara pekerjaan, keluarga, waktu pribadi, dan istirahat.
  4. Koneksi dengan alam: Menghargai dan melibatkan diri lebih banyak dalam lingkungan alam sekitar.
  5. Kualitas, bukan kuantitas: Memprioritaskan kualitas dalam pekerjaan, waktu bersama keluarga, atau bahkan dalam hal materi.

Slow living sering kali menjadi respons terhadap tekanan hidup modern yang serba cepat, seperti teknologi yang terus-menerus menuntut perhatian atau budaya hustle yang berorientasi pada produktivitas berlebihan. Filosofi ini membantu menciptakan kehidupan yang lebih bermakna dan memuaskan.

Gaya Slow Living penting diterapkan lansia agar sehat jasmani dan rohani.
(Sumber: foto file)

      Lansia dapat melakukan slow living, bahkan gaya hidup ini sangat cocok untuk mereka. Slow living menawarkan pendekatan yang lebih santai dan penuh makna, yang dapat membantu lansia menikmati masa tua dengan lebih sehat, bahagia, dan bermakna. Berikut beberapa alasan dan cara lansia dapat menerapkan slow living:

Mengapa Slow Living Cocok untuk Lansia?

  1. Meminimalkan stres: Lansia cenderung menghadapi perubahan besar seperti pensiun, kesehatan yang menurun, atau kehilangan orang tercinta. Slow living membantu mengurangi tekanan dengan fokus pada hal-hal yang membuat mereka bahagia.
  2. Menikmati hidup lebih mendalam: Masa tua adalah waktu yang tepat untuk refleksi dan menikmati momen kecil, seperti berbicara dengan keluarga, berkebun, atau membaca buku favorit.
  3. Meningkatkan kesehatan mental dan fisik: Gaya hidup santai dan sadar dapat mengurangi kecemasan serta mendorong kegiatan yang mendukung kesehatan, seperti olahraga ringan atau meditasi.

Cara Lansia Melakukan Slow Living

  1. Melakukan aktivitas yang disukai: Fokus pada hobi seperti berkebun, menjahit, memasak, atau berjalan-jalan di alam.
  2. Mengatur waktu dengan bijak: Tidak terburu-buru dalam menyelesaikan sesuatu, melainkan menikmati prosesnya, seperti menikmati waktu makan atau bercengkerama dengan keluarga.
  3. Praktik mindfulness: Latihan pernapasan, meditasi, atau hanya duduk santai sambil mendengarkan suara alam.
  4. Hidup sederhana: Lansia dapat memilih untuk mengurangi barang-barang yang tidak diperlukan dan menikmati hidup dengan lebih sedikit gangguan.
  5. Berinteraksi dengan orang lain: Berbicara dengan cucu, teman, atau tetangga dapat membawa kebahagiaan dan menguatkan rasa koneksi sosial.
  6. Beristirahat cukup: Menghargai waktu istirahat dan tidur yang berkualitas adalah bagian penting dari slow living.

Dengan menerapkan slow living, lansia dapat menciptakan rutinitas yang memberikan rasa damai, kebahagiaan, dan kesehatan yang lebih baik di masa tua.

       Beberapa jenis daerah yang cocok untuk lansia menjalani slow living, yang mendukung suasana tenang, nyaman, dan ramah bagi kesehatan fisik maupun mental:

1. Pedesaan

  • Ciri khas: Udara segar, lingkungan hijau, suasana tenang, dan jauh dari keramaian kota.
  • Keuntungan:
    • Lingkungan yang tidak terlalu sibuk cocok untuk relaksasi.
    • Lansia bisa menikmati aktivitas sederhana seperti berkebun, berjalan-jalan di sawah, atau berinteraksi dengan komunitas lokal.
    • Biaya hidup di pedesaan biasanya lebih rendah dibandingkan perkotaan.
  • Contoh: Desa-desa di daerah pegunungan seperti Ubud (Bali), Lembang (Jawa Barat), atau kawasan pedesaan di sekitar Yogyakarta.

2. Daerah Pegunungan

  • Ciri khas: Udara sejuk, pemandangan alam indah, dan lingkungan yang menenangkan.
  • Keuntungan:
    • Cocok untuk lansia yang ingin menikmati ketenangan dengan latar belakang pegunungan.
    • Aktivitas ringan seperti berjalan-jalan, membaca, atau sekadar menikmati panorama alam dapat memberikan manfaat kesehatan.
  • Contoh: Batu (Malang), Puncak (Bogor), atau Bukittinggi (Sumatera Barat).

3. Daerah Pantai

  • Ciri khas: Suara deburan ombak, angin laut yang menenangkan, dan pemandangan matahari terbit/terbenam.
  • Keuntungan:
    • Lansia dapat menikmati terapi alam dengan duduk santai di tepi pantai atau berjalan di atas pasir.
    • Suasana santai sangat cocok untuk gaya hidup slow living.
  • Contoh: Sanur (Bali), Pangandaran (Jawa Barat), atau Pantai Parangtritis (Yogyakarta).

4. Kawasan Wisata Alam

  • Ciri khas: Berada di dekat hutan, danau, atau area konservasi alam.
  • Keuntungan:
    • Lansia dapat menikmati udara segar dan suasana alam yang mendamaikan.
    • Cocok untuk lansia yang ingin lebih dekat dengan alam tanpa aktivitas fisik berat.
  • Contoh: Danau Toba (Sumatera Utara), Ranu Kumbolo (Jawa Timur, area ringan di luar jalur pendakian), atau Situ Patenggang (Jawa Barat).

5. Kota Kecil dengan Komunitas Ramah Lansia

  • Ciri khas: Kota yang tidak terlalu ramai tetapi memiliki fasilitas kesehatan dan infrastruktur yang memadai.
  • Keuntungan:
    • Lansia dapat tetap hidup nyaman dengan akses mudah ke layanan kesehatan dan kebutuhan harian.
    • Komunitas kecil sering kali lebih ramah dan mendukung kehidupan sosial.
  • Contoh: Salatiga (Jawa Tengah), Mataram (Lombok), atau Purwokerto (Jawa Tengah).

Kriteria Utama Daerah Slow Living untuk Lansia:

  1. Lingkungan yang tenang: Minim polusi suara dan udara.
  2. Akses fasilitas kesehatan: Rumah sakit atau klinik mudah dijangkau.
  3. Komunitas yang suportif: Tetangga yang ramah dan bersahabat.
  4. Kondisi geografis yang tidak terlalu sulit: Area datar lebih baik untuk mobilitas lansia.
  5. Biaya hidup terjangkau: Menjadi pertimbangan penting untuk masa pensiun.

Lansia dapat memilih daerah yang sesuai dengan preferensi mereka, apakah lebih menyukai suasana gunung, pantai, atau kota kecil. Kombinasi suasana tenang dan fasilitas yang mendukung adalah kunci utama untuk slow living di masa tua.



Sumber:

https://www.rittenhousevillages.com/assisted-living-blog/6-simple-ways-to-start-practicing-slow-living-after-retirement/

https://www.conservatoryseniorliving.com/senior-living-blog/the-reasons-why-slow-living-is-a-good-retirement-lifestyle/

https://www.summerhouseseniorliving.com/senior-living-blog/why-slow-living-makes-for-the-perfect-lifestyle-after-retirement/

https://www.caruthhavencourt.com/dallas-tx-assisted-living-blog/a-guide-to-practicing-slow-living-in-retirement/