Wednesday, 2 August 2023

Tingkat Religiusitas Pada Lansia, Penting Saat Menghadapi Kematian

       Berdasarkan data dari WHO, jumlah dan proporsi penduduk berusia 60 tahun ke atas dalam populasi semakin meningkat. Pada 2019, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas adalah 1 miliar. Jumlah ini akan meningkat menjadi 1,4 miliar pada tahun 2030 dan 2,1 miliar pada tahun 2050. 

Peningkatan ini terjadi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan akan semakin cepat dalam beberapa dekade mendatang, terutama di negara-negara berkembang. Populasi penuaan adalah fenomena baru, religiusitas pada individu, menurut bukti merupakan faktor umum yang terkait dengan kesehatan, merupakan salah satu yang sudah berlangsung lama dan meluas ke seluruh penjuru dunia.     

Religiusitas merujuk pada tingkat atau kecenderungan individu atau kelompok dalam melibatkan diri dalam praktik atau keyakinan agama. Secara umum, religiusitas melibatkan hubungan individu dengan kepercayaan, nilai-nilai, praktik ritual, moralitas, dan spiritualitas yang terkait dengan agama tertentu.

Religiusitas merujuk kecenderungan individu dalam
praktik keyakinan agama (Sumber: foto canva.com)

Tingkat religiusitas dapat beragam di antara individu dan kelompok, dari yang sangat religius yang terlibat secara aktif dalam praktik agama, hingga yang kurang religius yang mungkin tidak terlibat secara formal dalam agama tertentu, tetapi masih memiliki keyakinan atau spiritualitas yang kuat.

Keagamaan merujuk pada sistem kepercayaan, keyakinan, ajaran, praktik, dan ritual yang berkaitan dengan agama tertentu. Ini mencakup ajaran dan nilai-nilai agama, kitab suci, tradisi ritual, dan struktur organisasi keagamaan. Keagamaan lebih berfokus pada institusi, dogma, dan tata tertib yang terkait dengan suatu agama.

Perbedaan kunci antara religiusitas dan keagamaan adalah bahwa religiusitas lebih menekankan pada dimensi pribadi dan internal dari keyakinan dan praktik keagamaan seseorang, sementara keagamaan lebih terkait dengan aspek eksternal dan institusional dari agama itu sendiri.

Lanjut usia merupakan tahap akhir dari kehidupan dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindarkan oleh setiap individu. Proses menua adalah proses alami yang dihadapi setiap manusia. 

Pada tahap ini, pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum (fisik) maupun kesehatan jiwa secara khusus pada individu lanjut usia.

Perbedaan antara orang yang memiliki tingkat religiusitas tinggi dan mereka yang tidak memiliki religiusitas atau memiliki tingkat religiusitas rendah pada lansia dapat mencakup beberapa aspek:

🏠  Aktivitas keagamaan: 

Lansia yang religius cenderung lebih aktif dalam praktik keagamaan, seperti menghadiri ibadah secara teratur, berdoa, atau berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan lainnya. Di sisi lain, lansia yang kurang religius mungkin tidak terlibat dalam praktik keagamaan atau mengalami keterlibatan yang lebih rendah.

🏠 Dukungan sosial: 

Lansia yang aktif dalam kehidupan keagamaan mereka sering memiliki dukungan sosial yang lebih kuat dari komunitas keagamaan mereka. Mereka dapat membentuk ikatan sosial yang erat dengan sesama anggota jemaat, dan ini dapat memberikan dukungan emosional dan praktis yang berharga selama masa lanjut usia.

🏠 Koping dan ketenangan batin: 

Koping adalah istilah yang digunakan dalam psikologi untuk menggambarkan upaya individu untuk mengatasi, menghadapi, atau mengurangi stres, tekanan, atau tantangan dalam kehidupan mereka. Ketika seseorang mengalami situasi atau peristiwa yang menimbulkan stres atau tekanan, mereka akan mencari cara-cara untuk mengatasi dan menghadapinya agar bisa berfungsi secara efektif dan adaptif

Religiusitas pada lansia dapat menjadi sarana untuk mengatasi tantangan dan stres dalam hidup.  Keterlibatan dalam keyakinan agama dapat memberikan ketenangan batin, harapan, dan arti dalam situasi-situasi yang sulit atau saat menghadapi penyakit atau kematian.

🏠 Perspektif pada kehidupan dan kematian: 

Religiusitas juga dapat mempengaruhi pandangan seseorang tentang kehidupan dan kematian. Lansia yang religius mungkin memiliki pandangan yang lebih positif tentang kehidupan setelah kematian atau makna hidup yang lebih dalam berdasarkan keyakinan agama mereka.

Lansia religius memiliki pandangan positif tentang
kehidupan setelah kematian (Sumber: foto canva.com)

🏠 Kesehatan mental dan fisik: 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lansia yang religius cenderung memiliki tingkat kesehatan mental dan fisik yang lebih baik. Keyakinan agama mereka dapat memberikan dukungan psikologis dan memberikan harapan yang dapat membantu mengatasi depresi atau kecemasan.

          💬 Meskipun ada perbedaan dalam tingkat religiusitas, penting untuk diingat bahwa setiap individu adalah unik dan dapat memiliki pengalaman yang berbeda dengan agama atau spiritualitas mereka. 

Religiusitas lebih berarti bagi mereka karena kekhawatiran terhadap kematian, sering di anggap sebagai dorongan utama terhadap komitmen keagamaan. Kekhawatiran akan kematian muncul ketika seseorang telah mendekati usia lanjut

Orang akan berubah menjadi lebih dekat pada agamanya untuk menenangkan diri. Orang lanjut usia merasa agama sangat penting dalam hidupnya sehingga banyak orang lanjut usia yang menjadi pemimpin spiritual di lingkungan masyarakatnya.

Mereka lebih banyak berdoa, membaca buku- buku agama, dan mendengar program - program siaran agama. Perhatian terhadap agama meningkat pada masa lanjut usia, dan hal ini berkaitan dengan kebahagiaan lanjut usia

Religiusitas dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lanjut usia, membantu mereka menghadapi kematian, memperoleh dan memelihara rasa berarti dalam hidupnya, serta penerimaan terhadap berbagai kehilangan yang tidak dapat dihindarkan pada masa lanjut usia. Arti dan harapan seseorang sebagai penganut suatu agama, menimbulkan rasa bahagia dan kualitas hidup. 

Religiusitas dapat memberikan manfaat psikologis, antara lain:

  • Sikap positif dan penuh harapan tentang hidup dan penyakit, yang memprediksi hasil kesehatan yang lebih baik dan tingkat kematian yang lebih rendah.
  • Faktor terpenting yang memungkinkan lansia mengatasi masalah kesehatan fisik dan tekanan hidup (misalnya, penurunan sumber daya keuangan, kehilangan pasangan).
  • Lansia yang menggunakan mekanisme koping religius, lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan depresi dan kecemasan dibandingkan mereka yang tidak
  • Kesejahteraan psikologis yang lebih baik, kepuasan hidup yang lebih besar, dan hubungan sosial yang lebih baik daripada mereka yang tidak mempraktikkan agama.
  • Lansia yang religius juga cenderung pulih dari depresi lebih cepat. Bahkan persepsi kecacatan tampaknya diubah oleh tingkat religiusitas. Misal, wanita tua dengan patah tulang pinggul, yang paling religius memiliki tingkat depresi terendah dan mampu berjalan jauh saat keluar dari rumah sakit dibandingkan mereka yang kurang religius.
  • Religiusitas menawarkan kenyamanan dan kesejahteraan bagi lansia, membantu mengatasi perubahan yang timbul dari proses penuaan
  • Mengingat kebutuhan lansia banyak didukung oleh kerabatnya, peningkatan dukungan sosial dan kepatuhan terhadap keagamaan secara efisien dapat meningkatkan kepuasan hidup mereka. 

Meningkatkan religiusitas pada lansia dapat membantu memberikan dukungan spiritual dan emosional bagi mereka di masa lanjut usia. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan religiusitas pada lansia:

🙏 Mendorong Aktivitas keagamaan: 

Mendorong lansia untuk terlibat dalam praktik keagamaan yang mereka nikmati, seperti menghadiri ibadah secara teratur, berdoa, membaca kitab suci, atau mengikuti kegiatan keagamaan yang lain. Aktivitas ini dapat membantu meningkatkan keterlibatan mereka dalam kehidupan keagamaan.

🙏 Dukungan komunitas: 

Bantu lansia untuk terhubung dengan komunitas keagamaan atau jemaat lokal. Interaksi dengan orang-orang dengan keyakinan serupa dapat memberikan dukungan sosial, membentuk ikatan yang erat, dan menciptakan rasa keterhubungan dalam agama.

🙏 Refleksi spiritual: 

Ajak lansia untuk merenungkan nilai-nilai dan makna yang mereka temukan dalam agama mereka. Hal ini dapat membantu mereka merenungkan arti hidup, memberikan kekuatan di tengah tantangan, dan menemukan kedamaian batin.

🙏 Kegiatan sosial keagamaan: 

Selain beribadah, lansia juga dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan, seperti kelas pelajaran agama, kelompok studi, atau kegiatan sosial lainnya yang diselenggarakan oleh komunitas keagamaan mereka.

Kegiatan sosial keagamaan meningkatkan religiusitas lansia
 (Sumber: foto canva.com)

🙏 Membaca dan belajar tentang agama: 

Ajak lansia untuk membaca dan mempelajari lebih lanjut tentang agama mereka. Pengetahuan yang lebih dalam tentang keyakinan dan praktik keagamaan dapat memperkuat hubungan mereka dengan agama.

🙏 Dukungan keluarga: 

Keluarga juga dapat berperan penting dalam mendorong lansia untuk menjalankan praktik keagamaan mereka. Dukungan dan penghargaan dari keluarga dapat memberikan motivasi yang kuat bagi lansia untuk mempertahankan atau meningkatkan religiusitas mereka.

🙏 Berbicara dengan pemimpin agama:

Bantulah lansia untuk berbicara dengan pemimpin agama mereka jika memerlukan panduan, pertanyaan, atau perhatian spiritual khusus.

           💬 Perlu diingat bahwa religiusitas pada lansia adalah pilihan pribadi. Beberapa orang mungkin lebih terlibat dalam agama mereka saat usia lanjut, sementara yang lain mungkin mengalami perubahan dalam praktik keagamaan mereka. Penting untuk menghormati pilihan individu dan memastikan bahwa lingkungan sosial dan keluarga memberikan dukungan dan penghargaan atas pilihan tersebut.






Sumber:

https://www.msdmanuals.com/professional/geriatrics/social-issues-in-older-adults/religion-and-spirituality-in-older-adults

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352827316300179

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29791624/

https://www.who.int/health-topics/ageing#tab=tab_1

https://www.psychologytoday.com/us/blog/culture-conscious/201602/why-are-old-people-so-religious




Tuesday, 1 August 2023

15 % Lansia Pada Sembelit, Bikin Sulit Dan Rumit

            Konstipasi adalah gangguan umum pada populasi lansia secara global dan berhubungan dengan komorbiditas dan yang berdampak negatif pada kualitas hidup. Prevalensi konstipasi bervariasi dalam studi yang berbeda, terutama karena tidak seragam kriteria diagnostik. Namun, 15%–30% individu berusia lebih 60 tahun didiagnosis dengan konstipasi.     

Konstipasi (sembelit) atau susah buang air besar kronis terjadi pada lansia. Kondisi ini tak bisa dianggap sepele, karena dapat memengaruhi kualitas hidup lansia. Oleh karena itu, mengetahui penyebab dan cara mengatasi konstipasi pada lansia adalah hal yang penting. 

Susah buang air besar kronis pada lansia 
(Sumber: foto canva.com)

Hal tersebut bertujuan agar lansia bisa memiliki rutinitas buang air besar yang normal. Dengan demikian, mereka dapat menikmati hari-hari tua tanpa adanya gangguan pencernaan. 

Lansia cenderung mengalami gangguan buang air besar karena beberapa faktor yang terkait dengan penuaan dan perubahan fisik yang terjadi pada tubuh mereka. 

Beberapa alasan umum mengapa gangguan buang air besar sering terjadi pada lansia, antara lain:

🏃 Penurunan aktivitas fisik: 

Lansia cenderung menjadi kurang aktif secara fisik, yang dapat memperlambat pergerakan usus dan menyebabkan sembelit. Kurangnya aktivitas fisik juga dapat mengurangi tonus otot perut, termasuk otot-otot yang terlibat dalam proses buang air besar.

🏃 Perubahan pola makan: 

Lansia sering mengalami perubahan pola makan, termasuk diet yang rendah serat dan tidak cukup cairan. Serat makanan membantu meningkatkan volume dan kelembutan tinja, serta merangsang pergerakan usus. Kurangnya serat dan cairan dalam diet dapat menyebabkan sembelit.

🏃 Efek samping obat-obatan: 

Lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat untuk mengelola kondisi kesehatan mereka. Beberapa obat dapat memiliki efek samping yang menyebabkan sembelit atau diare.

Efek samping obat-obatan dapat sebabkan sembelit pada lansia
(Sumber: foto canva.com)

🏃 Penurunan fungsi pencernaan: 

Dengan bertambahnya usia, sistem pencernaan cenderung mengalami perubahan. Produksi enzim pencernaan dan asam lambung dapat berkurang, yang dapat mempengaruhi proses pencernaan makanan dan pencernaan yang tidak adekuat dapat menyebabkan masalah buang air besar.

🏃 Penyakit kronis: 

Lansia sering menderita penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, atau gangguan tiroid. Beberapa kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi sistem pencernaan dan menyebabkan perubahan dalam pola buang air besar.

               💭  Untuk mengatasi gangguan buang air besar pada lansia, penting untuk menjaga pola makan yang sehat dengan asupan serat, cukup minum air, dan menjaga tingkat aktivitas fisik yang memadai

Ada beberapa penyakit yang umumnya ditemukan pada lansia dan dapat menyebabkan gangguan buang air besar. Beberapa di antaranya meliputi:

😓 Sembelit (konstipasi): 

Sembelit adalah kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan dalam buang air besar atau frekuensi buang air besar yang berkurang. Ini bisa disebabkan oleh faktor-faktor seperti diet rendah serat, kurangnya cairan, kurangnya aktivitas fisik, atau efek samping obat-obatan tertentu yang sering dikonsumsi oleh lansia.

😓 Sindrom usus iritabel (irritable bowel syndrome/IBS): 

IBS adalah gangguan yang mempengaruhi usus besar dan dapat menyebabkan gangguan buang air besar seperti diare, sembelit, atau perubahan pola buang air besar yang tidak teratur. Gejala IBS meliputi nyeri perut, kembung, dan perubahan pola buang air besar yang terkait dengan stres atau pola makan.

😓 Penyakit divertikular: 

Penyakit divertikular terjadi ketika divertikula, yaitu kantung-kantung kecil yang berkembang di dinding usus besar, terinfeksi atau meradang. Ini bisa menyebabkan gejala seperti sembelit, diare, nyeri perut, dan perubahan pola buang air besar pada lansia.

😓 Ensefalopati hepar (hepatic encephalopathy):

Ensefalopati hepar adalah kondisi yang terjadi pada lansia dengan gangguan fungsi hati, seperti sirosis. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan perilaku, perubahan mood, perubahan pola tidur, dan gangguan buang air besar.

😓 Kanker usus besar:

Kanker usus besar merupakan penyakit yang dapat terjadi pada lansia dan menyebabkan perubahan dalam pola buang air besar, seperti diare kronis atau sembelit yang persisten.

😓 Penyakit Parkinson:

Lansia yang menderita penyakit Parkinson sering mengalami gangguan buang air besar. Gangguan pergerakan dan kelemahan otot yang terkait dengan penyakit ini dapat mempengaruhi fungsi usus dan menyebabkan sembelit.

Penyakit Parkinson sering membuat gangguan buang air besar
 (Sumber: foto canva.com)

😓 Gangguan neurologis:

Beberapa gangguan neurologis seperti stroke atau penyakit Alzheimer juga dapat berdampak pada fungsi usus dan menyebabkan gangguan buang air besar pada lansia.

               💬  Penting untuk diingat bahwa jika ada perubahan dalam pola buang air besar atau gejala yang tidak biasa pada lansia, sebaiknya berkonsultasi dengan profesional medis untuk evaluasi dan diagnosis yang tepat.

Beberapa contoh makanan yang tinggi serat dan bisa membantu mencegah sembelit:

🍏 Buah-buahan: 

Buah-buahan seperti apel, pir, jeruk, stroberi, dan buah beri mengandung serat yang tinggi. Serat dalam buah-buahan dapat membantu melunakkan tinja dan mendorong gerakan usus.

🍏 Sayuran: 

Sayuran hijau seperti bayam, brokoli, kubis, wortel, dan kacang polong mengandung serat yang tinggi. Sayuran juga mengandung air, yang dapat membantu mencegah sembelit.

🍏 Biji-bijian dan sereal: 

Biji-bijian utuh seperti gandum, oat, beras merah, dan quinoa mengandung serat yang tinggi. Sereal gandum utuh yang rendah gula juga bisa menjadi pilihan yang baik untuk melancarkan buang air besar.

🍏 Kacang-kacangan: 

Kacang-kacangan seperti almond, kenari, kacang merah, dan kacang hijau mengandung serat dan nutrisi penting lainnya yang bisa membantu melancarkan buang air besar.

🍏 Legum: 

Kacang-kacangan seperti kacang hitam, kacang polong, dan lentil merupakan sumber serat yang baik. Mereka juga mengandung protein nabati yang sehat.

🍏 Air: 

Konsumsi cairan yang cukup sangat penting untuk menjaga kecukupan cairan dalam tubuh dan mencegah sembelit. Pastikan lansia mengonsumsi cukup air sepanjang hari.

               Selain mengonsumsi makanan yang tinggi serat, lansia juga harus memastikan bahwa mereka memiliki gaya hidup aktif secara fisik. Berolahraga secara teratur dapat membantu melancarkan buang air besar dan menjaga kesehatan usus.

Untuk mencegah gangguan buang air besar pada lansia, berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

🍚 Konsumsi makanan tinggi serat: 

Makan makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan kacang-kacangan dapat membantu melancarkan buang air besar. Serat membantu meningkatkan volume tinja dan memperbaiki gerakan usus. Pastikan lansia mendapatkan asupan serat yang cukup setiap hari.

🍚 Cukupi kebutuhan cairan: 

Minum cukup air dan cairan lainnya sangat penting untuk menjaga hidrasi yang baik dan mencegah sembelit. Air membantu melunakkan tinja dan memperlancar proses pencernaan. Anjurkan lansia untuk minum air setidaknya 6-8 gelas sehari, kecuali ada pembatasan cairan yang ditentukan oleh dokter.

🍚 Tetap aktif secara fisik: 

Aktivitas fisik yang cukup membantu merangsang pergerakan usus dan mencegah sembelit. Lansia sebaiknya melakukan olahraga ringan seperti berjalan, berenang, atau senam yang disesuaikan dengan kemampuan mereka. Kegiatan sehari-hari seperti membersihkan rumah, berkebun, atau berjalan-jalan juga dapat membantu menjaga fungsi usus yang sehat.

Lansia harus aktif secara fisik untuk mencegah sembelit
(Sumber: foto canva.com)

🍚 Jaga kebiasaan buang air besar yang teratur: 

Mendorong lansia untuk menjaga kebiasaan buang air besar yang teratur dapat membantu mencegah sembelit. Anjurkan mereka untuk menggunakan waktu yang sama setiap hari untuk buang air besar, dan memberikan waktu yang cukup untuk proses tersebut.

🍚 Hindari penundaan buang air besar: 

Lansia sebaiknya menghindari menunda keinginan buang air besar. Ketika merasakan dorongan buang air besar, sebaiknya mereka segera pergi ke toilet untuk menghindari penyerapan kembali air dari tinja yang menyebabkan sembelit.

🍚 Perhatikan efek samping obat-obatan: 

Beberapa obat yang dikonsumsi lansia dapat menyebabkan sembelit sebagai efek samping. Jika ada masalah buang air besar yang muncul setelah memulai penggunaan obat baru, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter untuk mempertimbangkan alternatif atau penyesuaian dosis.

🍚 Hindari konsumsi berlebihan alkohol dan kafein: 

Alkohol dan kafein dapat menyebabkan dehidrasi dan mengganggu fungsi pencernaan. Lansia sebaiknya mengonsumsi alkohol dengan moderat dan membatasi konsumsi kafein.

🍚 Perhatikan kesehatan mental: 

Stres dan kecemasan dapat mempengaruhi fungsi pencernaan. Dukung lansia dalam menjaga kesehatan mental mereka dengan melibatkan mereka dalam aktivitas sosial, menjaga rutinitas tidur yang baik, dan memberikan dukungan emosional.

              💬 Penting untuk diingat bahwa setiap individu memiliki kebutuhan yang unik, terutama pada lansia. Pengobatan gangguan buang air besar pada lansia tergantung pada penyebab dan gejala spesifik yang dialami. 

Beberapa cara umum yang dapat digunakan untuk mengobati gangguan buang air besar pada lansia:

💮 Perubahan pola makan: 

Menyesuaikan pola makan dengan memperbanyak konsumsi makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan kacang-kacangan. Serat membantu melunakkan tinja dan memperlancar gerakan usus. Selain itu, lansia juga perlu meningkatkan asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

💮 Suplemen serat: 

Jika konsumsi serat dari makanan saja tidak mencukupi, dokter dapat merekomendasikan suplemen serat yang dapat membantu melancarkan buang air besar. Namun, perlu diingat untuk menggunakan suplemen serat sesuai petunjuk dokter.

💮 Obat pencahar: 

Dokter mungkin meresepkan obat pencahar untuk membantu melancarkan buang air besar jika perubahan pola makan dan suplemen serat tidak memberikan hasil yang cukup. Ada berbagai jenis obat pencahar yang tersedia, seperti pencahar serat, pencahar osmotik, pencahar stimulan, dan lain-lain. Penggunaan obat pencahar harus sesuai dengan instruksi dan dosis yang dianjurkan oleh dokter.

💮 Pengelolaan obat-obatan: 

Jika gangguan buang air besar disebabkan oleh efek samping obat-obatan yang sedang dikonsumsi, dokter dapat mempertimbangkan untuk mengubah dosis, mengganti obat dengan yang memiliki efek samping lebih sedikit pada sistem pencernaan, atau memberikan saran lain yang sesuai.

💮 Terapi fisik: 

Terapi fisik atau latihan khusus dapat membantu merangsang gerakan usus dan mencegah sembelit. Ahli terapi fisik dapat memberikan latihan spesifik yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan lansia.

💮 Penanganan kondisi medis yang mendasari:

Jika buang air besar yang tidak normal disebabkan oleh kondisi medis yang mendasari, seperti penyakit divertikular, sindrom usus iritabel, atau penyakit Parkinson, pengobatan akan difokuskan pada penanganan kondisi tersebut. Dokter akan meresepkan perawatan yang sesuai dengan penyakit yang mendasari untuk membantu mengendalikan gejala dan memperbaiki fungsi usus.

Beberapa istilah medis yang terkait dengan gangguan buang air besar adalah sebagai berikut:

🚫 Konstipasi: 

Konstipasi adalah istilah medis untuk sembelit, yaitu kondisi di mana seseorang mengalami kesulitan dalam buang air besar atau frekuensi buang air besar yang berkurang.

🚫 Diare: 

Diare adalah kondisi di mana seseorang mengalami buang air besar dengan tinja yang encer dan sering, biasanya disertai dengan frekuensi buang air besar yang meningkat.

🚫 Sindrome Usus Iritabel (Irritable Bowel Syndrome/IBS): 

IBS adalah gangguan fungsi usus yang ditandai oleh perubahan pola buang air besar, termasuk diare, sembelit, atau kombinasi keduanya. IBS juga dapat disertai dengan gejala lain seperti nyeri perut, kembung, dan perubahan dalam konsistensi tinja.

🚫 Obstruksi usus: 

Obstruksi usus terjadi ketika ada hambatan fisik atau mekanik yang menghalangi pergerakan tinja melalui saluran pencernaan. Hal ini dapat menyebabkan gejala sembelit, mual, muntah, nyeri perut, dan distensi abdomen.

🚫 Inkontinensia feses: 

Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan untuk mengontrol keluarnya tinja secara sukarela. Ini bisa melibatkan kehilangan kontrol sepenuhnya atau kehilangan sebagian atas buang air besar.

🚫 Disimpaksi: 

Disimpaksi adalah kondisi di mana tinja keras menumpuk dan mengeras di dalam rektum, menyebabkan sumbatan dan kesulitan dalam buang air besar.

🚫 Hemoroid: 

Hemoroid, juga dikenal sebagai wasir, adalah pembengkakan pembuluh darah di dalam atau sekitar anus atau rektum. Hemoroid dapat menyebabkan gejala seperti perdarahan, rasa gatal, dan tidak nyaman saat buang air besar.

🚫 Prolaps rektum: 

Prolaps rektum terjadi ketika bagian dari dinding usus besar (rektum) melorot atau menonjol keluar dari anus. Hal ini bisa menyebabkan kesulitan dalam buang air besar dan perasaan tidak nyaman.

            💬  Penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan terlatih sebelum memulai pengobatan atau perubahan dalam penanganan gangguan buang air besar pada lansia. Mereka dapat melakukan evaluasi yang tepat dan memberikan saran serta perawatan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan individu.

 






Sumber:

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/constipation#

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/constipation/symptoms-causes/syc-20354253

https://www.nhs.uk/conditions/constipation/

https://www.webmd.com/digestive-disorders/digestive-diseases-constipation

https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/constipation

https://medlineplus.gov/ency/patientinstructions/000120.htm

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7272371/


Sunday, 30 July 2023

Tanda Bahaya, Bila Anda Jumpa TIA (Transient Ischemic Attack)

            Dalam perbincangan sehari-hari, sering mendengar ada tetangga atau kawan kena stroke ringan dan dibawa ke rumah sakit. Dalam benak sebagian besar orang, serangan penyakit stroke ringan itu biasa saja dan tidak berbahaya, karena kata "ringan" membuat persepsi tidak berisiko.         

Stroke ringan mempunyai gejala yang cukup identik dengan penyakit stroke pada umumnya yang biasanya akan muncul secara tiba-tiba. Secara umum, stroke ringan bisa merujuk pada kondisi yang disebut "transient ischemic attack" (TIA). 

TIA terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu untuk sementara waktu, biasanya hanya beberapa menit. Gejalanya mirip dengan stroke, tetapi berlangsung singkat dan tidak menyebabkan kerusakan permanen.

Jadi istilah medis untuk stroke ringan adalah "Ischemic Transient Attack" (ITA) atau "Transient Ischemic Attack" (TIA). Istilah "Transient" menunjukkan bahwa gejala stroke pada TIA bersifat sementara dan hanya berlangsung dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 24 jam.

Serangan stroke ringan (TIA) terjadi tiba-tiba
dan berlangsung singkat
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

TIA sering disebut mini stroke, TIA mungkin merupakan peringatan. Sekitar 1 dari 3 orang yang mengalami TIA pada akhirnya akan mengalami stroke, dengan sekitar setengahnya terjadi dalam setahun setelah TIA

TIA adalah kondisi yang mirip dengan stroke, tetapi gejala-gejalanya berlangsung singkat karena penyumbatan pembuluh darah di otak bersifat sementara dan kemudian larut sendiri. 

Dua perbedaan penting antara stroke dan TIA. Yang pertama adalah TIA berhenti dengan sendirinya. Stroke tidak, dan perlu perawatan untuk menghentikan dan membalikkan efeknya. Stroke juga meninggalkan bukti pada pemindaian magnetic resonance imaging (MRI). 

Mini-stroke, yang dikenal dengan TIA, dapat terjadi pada usia berapa pun. Namun, risiko TIA cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Orang yang lebih tua memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami TIA dibandingkan dengan orang yang lebih muda.

Lansia memiliki risiko tinggi terkena mini-stroke atau TIA
(Sumber: foto canva.com)

TIA lebih umum terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan TIA meliputi:

👴 Usia: 

Risiko TIA meningkat seiring bertambahnya usia.

👴 Riwayat medis:

Riwayat kondisi kesehatan seperti diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan penyakit arteri koroner dapat meningkatkan risiko TIA.

👴 Gaya hidup: 

Faktor gaya hidup seperti merokok, konsumsi alkohol berlebihan, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik dapat berkontribusi pada risiko TIA.

👴 Riwayat keluarga: 

Jika ada riwayat keluarga dengan TIA atau stroke, risiko seseorang untuk mengalami TIA juga dapat meningkat.

          TIA  banyak mengenai lansia karena ada beberapa faktor yang berkontribusi pada risiko TIA yang meningkat seiring bertambahnya usia. 

Beberapa alasan mengapa TIA lebih banyak terjadi pada lansia :

⛔ Penumpukan plak arteri: 

Seiring bertambahnya usia, arteri cenderung mengalami penuaan dan mengalami penumpukan plak, yang disebut aterosklerosis. Plak arteri dapat menyempitkan pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke otak, meningkatkan risiko TIA.

⛔ Penyakit jantung dan tekanan darah tinggi:

Orang tua cenderung lebih mungkin mengalami penyakit jantung dan tekanan darah tinggi. Kedua kondisi ini dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah atau emboli yang dapat menyumbat aliran darah ke otak, menyebabkan TIA.

Penyakit vaskular: 

⛔ Orang tua lebih mungkin mengalami penyakit vaskular, yang melibatkan gangguan pada sistem peredaran darah tubuh. Faktor-faktor seperti diabetes, obesitas, dan gaya hidup yang kurang sehat dapat berkontribusi pada penyakit vaskular dan meningkatkan risiko TIA.

Gangguan irama jantung:

⛔ Gangguan irama jantung, seperti fibrilasi atrium, lebih sering terjadi pada orang tua. Ketika irama jantung tidak normal, risiko pembentukan bekuan darah yang dapat menyebabkan TIA meningkat.

⛔ Kelemahan sistem kekebalan tubuh: 

Sistem kekebalan tubuh cenderung melemah seiring bertambahnya usia, yang dapat menyebabkan respons tubuh terhadap peradangan dan penyakit yang tidak efektif. Peradangan dan gangguan kekebalan tubuh dapat mempengaruhi kondisi pembuluh darah dan berkontribusi pada TIA.

            💬 Semua faktor ini berarti bahwa orang tua lebih rentan terhadap kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan TIA. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk menjaga gaya hidup sehat, mengelola kondisi kesehatan yang sudah ada, dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk mendeteksi faktor risiko potensial sejak dini.

Gejala ini dapat muncul tiba-tiba dan harus dianggap sebagai tanda peringatan serius bahwa ada risiko stroke yang lebih besar.

Beberapa gejala TIA secara umum, meliputi:

✅ Kesulitan berbicara: 

Penderita TIA mungkin mengalami gangguan berbicara, seperti kesulitan dalam mengucapkan kata-kata atau kesulitan memahami pembicaraan orang lain.

Gejala TIA antara lain kesulitan berbicara
(Sumber: foto canva.com)

✅ Kelemahan atau mati rasa: 

Penderita TIA dapat mengalami kelemahan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki, biasanya hanya di satu sisi tubuh.

✅ Gangguan penglihatan: 

Penderita TIA mungkin mengalami gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda, penglihatan kabur, atau kehilangan penglihatan sebagian pada salah satu mata atau kedua mata.

✅ Kehilangan keseimbangan atau koordinasi:

Penderita TIA dapat merasa pusing atau sulit menjaga keseimbangan. Koordinasi gerakan juga dapat terpengaruh.

✅ Kebingungan atau sulit memahami:

Beberapa orang mengalami kebingungan, sulit memahami informasi, atau kebingungan dalam mengenali lingkungan sekitar mereka.

✅ Kehilangan kesadaran: 

Meskipun jarang terjadi pada TIA, beberapa orang dapat kehilangan kesadaran atau pingsan.

✅ Kelemahan atau kelumpuhan satu sisi ( hemiplegia ):

Kelumpuhan satu sisi disebut sebagai "hemiplegia" atau "hemiparesis ". Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kehilangan atau kelemahan fungsi otot pada satu sisi tubuh, baik itu lengan, kaki, atau wajah. Hemiplegia mengacu pada kelumpuhan total pada sisi tubuh yang terpengaruh, sementara hemiparesis mengacu pada kelemahan sebagian pada sisi tubuh yang terkena.

✅ Kesulitan dengan atau kehilangan kemampuan berbicara (afasia):

Afasia adalah gangguan bahasa yang disebabkan oleh kerusakan atau gangguan pada area otak yang bertanggung jawab atas produksi atau pemahaman bahasa. Gangguan ini mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menggunakan atau memahami bahasa secara efektif, meskipun kemampuan intelektual dan fungsi otak lainnya tetap utuh.

✅ Bicara cadel atau kacau (dysarthria) :

Dysarthria adalah gangguan bicara yang disebabkan oleh kerusakan pada otot-otot yang terlibat dalam produksi suara saat berbicara. Gangguan ini dapat menyebabkan kesulitan dalam mengontrol otot-otot bicara, lidah, bibir, dan rongga mulut, sehingga suara yang dihasilkan menjadi kabur, tidak jelas, atau terganggu.

✅ Kehilangan kontrol otot di satu sisi wajah atau wajah terkulai:

Kondisi di mana seseorang mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada otot-otot wajah, sehingga wajah tampak kendur, tidak simetris, dan tidak dapat dikendalikan dengan baik. Kondisi ini juga disebut sebagai "Bell's palsy" atau "paralisis wajah perifer".

✅ Tiba-tiba kehilangan pancaindra :

Baik sebagian atau total,  dari satu atau lebih indra ( penglihatan , pendengaran , penciuman , rasa dan sentuhan).

✅ Kehilangan koordinasi atau kecanggungan (ataksia) :

Pada individu dengan ataksia, terjadi ketidakmampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dengan akurat, sehingga menyebabkan ketidakstabilan dan kekakuan dalam berjalan, berbicara, menulis, atau melakukan gerakan lainnya.

✅ Pusing atau vertigo :

Sensasi ini dapat dirasakan seolah-olah lingkungan berputar atau bergerak, atau seolah-olah diri sendiri berputar atau berputar-putar. Sensasi vertigo sering disertai dengan rasa mual, muntah, dan ketidakstabilan.

           Penting untuk diingat bahwa gejala TIA bersifat sementara dan mungkin hilang dalam beberapa menit hingga beberapa jam. Meskipun demikian, TIA harus dianggap sebagai kondisi medis yang serius dan memerlukan evaluasi dan perawatan segera. 

💀 Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala seperti itu, segera hubungi layanan medis darurat. TIA bisa menjadi tanda peringatan adanya risiko stroke yang lebih besar di masa mendatang, dan penting untuk memeriksakan diri dan mencari pengobatan untuk mengurangi risiko tersebut.

TIA disebabkan oleh penyumbatan sementara pada pembuluh darah di otak. Penyumbatan ini dapat terjadi karena beberapa kondisi medis yang berhubungan dengan gangguan aliran darah ke otak.

Beberapa penyakit dan faktor risiko yang dapat menyebabkan TIA meliputi:

🚑 Aterosklerosis:

Ini adalah kondisi di mana plak (endapan lemak, kolesterol, dan zat lain) menumpuk di dinding arteri, menyempitkan pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke otak.

🚑 Fibrilasi atrium:

Ini adalah gangguan irama jantung yang menyebabkan atrium jantung berdetak tidak teratur. Jika darah tidak dipompa dengan benar dari atrium, bisa terbentuk gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah di otak.

🚑 Penyakit jantung: 

Kondisi jantung tertentu, seperti gagal jantung, infark miokard (serangan jantung), dan katup jantung yang rusak, dapat meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah yang bisa menyebabkan TIA.

🚑 Tekanan darah tinggi (hipertensi): 

Tekanan darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko terjadinya TIA.

🚑 Diabetes:

Diabetes melitus menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan memperburuk aterosklerosis, yang meningkatkan risiko TIA.

🚑 Hiperlipidemia: 

Tingginya kadar kolesterol dan lemak dalam darah (hiperlipidemia) dapat menyebabkan akumulasi plak dalam arteri dan menyumbat aliran darah ke otak.

🚑 Merokok: 

Merokok merusak dinding pembuluh darah dan meningkatkan risiko pembentukan gumpalan darah.

🚑 Obesitas dan gaya hidup tidak sehat: 

Gaya hidup tidak sehat, termasuk diet yang buruk dan kurangnya aktivitas fisik, dapat menyebabkan obesitas dan meningkatkan risiko TIA.

🚑 Riwayat keluarga: 

Jika ada anggota keluarga dengan riwayat TIA atau stroke, risiko Anda untuk mengalami TIA juga dapat meningkat.

         Mencegah TIA pada lansia melibatkan pengelolaan gaya hidup yang sehat dan mengendalikan faktor risiko kesehatan yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya TIA. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah TIA pada lansia:

⛹ Kendalikan tekanan darah:

Tekanan darah tinggi adalah salah satu faktor risiko utama TIA dan stroke. Penting untuk mengukur tekanan darah secara teratur dan mengikuti perawatan dan pengobatan yang diresepkan oleh dokter untuk menjaga tekanan darah dalam kisaran yang sehat.

⛹ Pertahankan kadar kolesterol sehat: 

Tingginya kadar kolesterol dalam darah dapat menyebabkan pembentukan plak arteri dan meningkatkan risiko TIA. Mengadopsi pola makan sehat dan menjalani gaya hidup aktif dapat membantu menjaga kadar kolesterol dalam kisaran yang sehat.

⛹ Jaga berat badan yang sehat: 

Obesitas merupakan faktor risiko TIA dan masalah kesehatan lainnya. Usahakan untuk menjaga berat badan yang sehat dengan mengadopsi pola makan sehat dan rutin berolahraga.

 ⛹ Berhenti merokok: 

Merokok merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko TIA dan stroke. Jika Anda merokok, mencari dukungan untuk berhenti merokok dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan Anda.

⛹ Kendalikan diabetes: 

Jika Anda memiliki diabetes, penting untuk mengelola kadar gula darah dengan baik. Ikuti rencana perawatan dan pengobatan yang telah ditentukan oleh dokter untuk mengendalikan diabetes.

⛹ Aktivitas fisik teratur:

Rajin berolahraga dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah, menjaga berat badan yang sehat, dan meningkatkan kesehatan jantung. Pilih aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi fisik Anda dan lakukan secara teratur.

Olahraga jalan kaki rutin setiap hari mencegah TIA
(Sumber: foto LPC-lansia)

⛹ Konsumsi makanan sehat: 

Makan makanan yang kaya akan buah-buahan, sayuran, biji-bijian, ikan berlemak, dan kacang-kacangan dapat mendukung kesehatan jantung dan pembuluh darah.

⛹ Batasi konsumsi alkohol: 

Jika Anda minum alkohol, lakukan dengan bijak dan sesuai dengan panduan medis.

⛹ Rutin pemeriksaan kesehatan: 

Lakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk memantau kondisi kesehatan Anda dan mendeteksi faktor risiko potensial sejak dini.

⛹ Periksakan faktor risiko keluarga:

Jika ada anggota keluarga dengan riwayat TIA atau stroke, bicarakan dengan dokter tentang langkah-langkah pencegahan yang sesuai untuk Anda.

            💬 Selain langkah-langkah di atas, penting juga untuk mengikuti semua saran medis yang diberikan oleh dokter dan menjalani pengobatan yang diresepkan untuk kondisi kesehatan yang ada. Mencegah TIA memerlukan komitmen untuk gaya hidup sehat dan pemantauan kesehatan secara berkala

Setelah diagnosis TIA dibuat oleh tim medis, pengobatan akan ditentukan berdasarkan penyebab dan faktor risiko individu. 

Pengobatan TIA bertujuan untuk mencegah serangan stroke lebih lanjut dan dapat mencakup beberapa langkah, seperti:

💉 Terapi Anti platelet: 

Dokter mungkin meresepkan obat anti platelet seperti aspirin untuk mencegah pembekuan darah dan mengurangi risiko pembentukan gumpalan darah.

💉 Anti koagulan: 

Untuk beberapa kasus TIA yang berhubungan dengan kondisi jantung tertentu, dokter dapat meresepkan anti koagulan, seperti warfarin, untuk mencegah pembekuan darah.

💉 Kontrol tekanan darah: 

Jika tekanan darah tinggi merupakan faktor penyebab TIA, dokter akan bekerja sama dengan pasien untuk mengelola tekanan darah dalam kisaran yang sehat melalui obat-obatan atau perubahan gaya hidup.

💉 Pengelolaan diabetes: 

Bagi penderita diabetes, pengelolaan kadar gula darah yang baik sangat penting untuk mencegah TIA dan masalah kesehatan lainnya.

💉 Modifikasi gaya hidup: 

Mengadopsi gaya hidup sehat dengan menerapkan diet seimbang, rutin berolahraga, berhenti merokok, dan mengurangi konsumsi alkohol dapat membantu mengurangi risiko TIA dan masalah kesehatan lainnya.

💉 Pemeriksaan lebih lanjut: 

Setelah TIA, pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengevaluasi kondisi kesehatan yang mendasarinya dan menentukan langkah-langkah pencegahan lebih lanjut.

                💀Alasan utama mengapa TIA keadaan darurat medis adalah karena sering merupakan peringatan bahwa stroke mungkin terjadi atau bahkan sudah dekat. Hingga 20% orang yang mengalami TIA mengalami stroke dalam 90 hari, dan setengah dari stroke tersebut terjadi dalam dua hari pertama setelah TIA.

              Ingatlah bahwa TIA adalah tanda peringatan serius bahwa Anda berisiko mengalami serangan stroke yang lebih besar di masa mendatang. Segera cari bantuan medis jika Anda mengalami gejala TIA.









Sumber:

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/transient-ischemic-attack/symptoms-causes/syc-20355679

https://www.nhs.uk/conditions/transient-ischaemic-attack-tia/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/14173-transient-ischemic-attack-tia-or-mini-stroke

https://www.ninds.nih.gov/health-information/disorders/transient-ischemic-attack-tia

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459143/

https://www.stroke.org.uk/what-is-stroke/types-of-stroke/transient-ischaemic-attack