Sunday, 13 August 2023

Lansia Curiga Terus, Waspada Terkena Gangguan Paranoid

      Paranoid adalah gangguan mental yang diderita seseorang yang meyakini bahwa orang lain ingin membahayakan dirinya. Dikatakan sebagai bentuk gangguan bila perilaku tersebut sifatnya irasional, menetap, mengganggu, dan membuat stres. Tetapi, perilaku ini tidak disebut paranoid bila kemunculan perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia, gangguan bipolar, atau gangguan psikotik lainnya (faktor neurologi), atau sebab-sebab yang diakibatkan oleh kondisi medis.  

Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder atau PPD) adalah jenis gangguan personalitas yang ditandai oleh pola perilaku dan pikiran yang terus-menerus mencurigai, curiga, dan tidak percaya terhadap motif dan niat orang lain

Gangguan ini mungkin juga terlihat pada lansia, meskipun diagnosa dan pengelolaannya bisa lebih kompleks karena perubahan fisik, kognitif, dan sosial yang terjadi seiring bertambahnya usia. Gangguan kepribadian paranoid adalah kondisi mental di mana seseorang memiliki pola ketidakpercayaan dan kecurigaan jangka panjang terhadap orang lain. Orang tersebut tidak memiliki gangguan psikotik yang parah , seperti skizofrenia .

Gangguan personalitas paranoid ditandai pikiran
yang terus menerus mencurigai dan tidak percaya
(Sumber: foto paguyuban pensiun 209)

Jadi paranoid adalah masalah psikologis yang ditandai dengan munculnya rasa curiga dan takut berlebihan. Orang yang paranoid cenderung sulit atau bahkan tidak bisa memercayai orang lain dan memiliki pola pikir yang berbeda dari kebanyakan orang.

Beberapa ciri paranoid pada lansia, antara lain:

😨 Meningkatnya Ketidakpercayaan: 

Lansia dengan gangguan personalitas paranoid mungkin semakin tidak percaya pada orang-orang di sekitarnya, bahkan pada orang-orang yang telah mereka kenal lama. Mereka mungkin melihat motif tersembunyi di balik tindakan baik orang lain.

😨 Merasa Diserang atau Dikhianati: 

Lansia dengan gangguan ini cenderung merasa mereka sedang diserang atau dikhianati oleh orang lain, meskipun tidak ada bukti yang jelas untuk mendukung keyakinan tersebut.

😨 Sulit Memaafkan: 

Mereka cenderung sulit memaafkan kesalahan atau kekhilafan orang lain. Mereka mungkin akan menyimpan dendam dan mempertahankan perasaan negatif terhadap orang yang dianggap telah menyakiti mereka.

Paranoid memunculkan rasa curiga dan takut berlebihan
(Sumber: foto canva.com)

😨 Kewaspadaan Berlebihan: Orang dengan gangguan ini mungkin menjadi sangat waspada terhadap segala hal di sekitarnya, mencari tanda-tanda bahaya atau persekongkolan yang mungkin tidak ada.

😨 Tanggapan Terhadap Kritik: 

Lansia dengan gangguan personalitas paranoid mungkin merespons kritik dengan sangat defensif, bahkan jika kritik tersebut bersifat konstruktif.

😨 Isolasi Sosial: 

Karena kecurigaan dan ketidakpercayaan mereka terhadap orang lain, lansia dengan gangguan ini mungkin cenderung menghindari interaksi sosial yang lebih dalam dan mendalam, sehingga dapat mengakibatkan isolasi.

😨 Stres yang Berlebihan: 

Mereka mungkin mengalami stres yang lebih tinggi akibat ketidakpercayaan dan kecemasan yang berkelanjutan.

Paranoid dapat menimbulkan stres (Sumber: canva.com)

       Penyebab pasti dari Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder) belum sepenuhnya dipahami, dan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan gangguan ini bersifat kompleks dan sering kali melibatkan kombinasi genetik, lingkungan, dan faktor psikologis.

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam perkembangan paranoid personality disorder:

💫 Faktor Genetik: 

Ada bukti bahwa faktor genetik dapat berperan dalam rentang gangguan personalitas paranoid. Orang yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mental atau gangguan personalitas mungkin memiliki risiko lebih tinggi mengembangkan gangguan ini, tetapi bukan berarti penyebabnya hanya genetik.

💫 Pengalaman Hidup: 

Pengalaman hidup masa lalu, terutama traumatis atau merugikan, dapat mempengaruhi perkembangan pola pemikiran yang curiga dan tidak percaya pada orang lain. Pengalaman pengkhianatan atau pengalaman interpersonal yang buruk dapat memicu perkembangan perilaku paranoid pada lansia.

💫 Perubahan Fisik dan Kognitif: 

Penuaan membawa perubahan fisik dan kognitif yang dapat mempengaruhi cara seseorang memproses informasi dan merespons lingkungan. Perubahan ini dapat berkontribusi pada peningkatan rasa tidak aman, kecemasan, dan curiga.

💫 Isolasi Sosial: 

Lansia sering kali menghadapi risiko isolasi sosial yang lebih besar karena faktor-faktor seperti pensiun, kehilangan teman dan anggota keluarga, serta perubahan dalam mobilitas fisik. Isolasi sosial dapat menghasilkan kecenderungan untuk memperkuat pikiran paranoid, karena kurangnya pengalaman positif dan interaksi sosial yang normal.

💫 Gangguan Kesehatan Mental Lainnya: 

Lansia sering mengalami berbagai masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, atau bahkan gangguan neurodegeneratif seperti demensia. Gangguan-gangguan ini dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku, termasuk memperburuk atau memicu perilaku paranoid.

💫 Stres dan Perubahan Hidup: 

Peristiwa-peristiwa stres, seperti pensiun, kematian pasangan, atau kehilangan rumah, dapat memicu perkembangan atau eksaserbasi (penyebab bermakna) perilaku paranoid pada lansia.

💫 Kehilangan Kontrol: 

Lansia mungkin menghadapi perasaan kehilangan kontrol atas hidup mereka, terutama jika mereka mengalami perubahan fisik atau lingkungan yang signifikan. Ini dapat menyebabkan rasa tidak aman dan kecenderungan untuk memandang lingkungan dengan curiga.

       Lansia dengan Paranoid Personality Disorder (Gangguan Personalitas Paranoid) dapat berisiko mengalami berbagai masalah kesehatan fisik dan mental tambahan. 

Beberapa kondisi yang dapat menyertai atau berhubungan dengan paranoid pada lansia meliputi:

😰 Depresi: 

Lansia dengan paranoid dapat mengalami depresi. Depresi sering kali dapat memperburuk gejala paranoid dan sebaliknya. Kombinasi antara paranoid dan depresi dapat menghasilkan isolasi sosial yang lebih parah dan perasaan tidak berharga.

😰 Kecemasan: 

Kecemasan adalah masalah umum pada lansia dengan atau tanpa gangguan personalitas. Pada kasus paranoid, kecemasan bisa menjadi lebih intens dan mengganggu kualitas hidup.

😰 Gangguan Neurodegeneratif:

Lansia dengan paranoid personality disorder mungkin juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan neurodegeneratif seperti demensia atau penyakit Alzheimer. Ini bisa menyebabkan perubahan perilaku dan kognitif yang lebih serius.

😰 Gangguan Psikotik: 

Meskipun paranoid personality disorder sendiri bukan gangguan psikotik, ada kemungkinan bahwa lansia dengan gangguan ini dapat mengalami episode psikotik, seperti delusi atau halusinasi, terutama dalam situasi yang stres atau saat gejala sedang memburuk.

😰 Gangguan Kecemasan Lainnya: 

Selain kecemasan umum, lansia dengan paranoid personality disorder juga bisa mengalami gangguan kecemasan lainnya seperti gangguan kecemasan sosial atau gangguan panik.

😰 Kehilangan Fungsi Sosial dan Pekerjaan: 

Gejala paranoid personality disorder dapat menyebabkan kesulitan dalam berinteraksi sosial dan mempertahankan pekerjaan. Ini dapat menyebabkan isolasi, perasaan rendah diri, dan masalah finansial.

😰 Gangguan Kesehatan Fisik Umum: 

Kesehatan fisik umum juga bisa terpengaruh oleh gangguan mental. Lansia dengan paranoid personality disorder mungkin kurang mungkin untuk merawat diri sendiri dengan baik, termasuk menjaga diet yang sehat, berolahraga, dan mengelola kondisi medis yang mendasarinya.

       Anda tidak dapat sepenuhnya mencegah Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder) pada lansia atau siapa pun, ada beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk membantu mengurangi risiko perkembangan gangguan tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa faktor-faktor genetik dan lingkungan yang kompleks dapat memainkan peran dalam perkembangan gangguan personalitas. 

Beberapa langkah yang dapat Anda pertimbangkan untuk mengurangi risiko paranoid:

💪  Pertahankan Kesehatan Mental: 

Penting untuk merawat kesehatan mental dengan baik sepanjang hidup. Lakukan aktivitas yang menyenangkan, berbicara dengan teman dan keluarga, dan cari dukungan profesional jika Anda mengalami tekanan atau perubahan suasana hati yang signifikan.

💪 Jaga Hubungan Sosial: 

Pertahankan hubungan sosial yang positif dan sehat dengan teman, keluarga, dan masyarakat. Isolasi sosial dapat meningkatkan risiko perkembangan pola pikir paranoid.

💪 Kelola Stres: 

Praktikkan teknik relaksasi dan manajemen stres, seperti meditasi, yoga, atau olahraga ringan. Ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan ketegangan yang dapat memicu pola pikir paranoid.

💪 Cari Dukungan Emosional: 

Jika Anda mengalami perubahan hidup yang signifikan, seperti pensiun atau kehilangan anggota keluarga, cari dukungan emosional dari teman dan keluarga. Bicarakan perasaan Anda dan bagaimana Anda merasa menghadapinya.

💪 Hindari Penyalahgunaan Zat:

Hindari penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Penyalahgunaan zat dapat mempengaruhi kesehatan mental dan meningkatkan risiko masalah emosional.

💪 Terlibat dalam Kegiatan Positif: 

Terlibat dalam kegiatan yang memberi Anda rasa pencapaian dan kepuasan. Ini dapat membantu menjaga perasaan positif dan mengurangi risiko pikiran paranoid.

💪 Menghadapi Konflik dengan Sehat: 

Belajarlah mengelola konflik dengan cara yang sehat. Belajar untuk mendengarkan, berbicara dengan jujur, dan mencari solusi yang memadai dapat membantu mencegah pembentukan pola pikir paranoid dalam hubungan.

💪 Pentingnya Evaluasi Mental: 

Jika Anda atau orang yang Anda kenal mulai menunjukkan tanda-tanda perubahan perilaku atau pikiran yang kuatir, penting untuk mencari bantuan profesional segera. Pemeriksaan dan penanganan dini dapat membantu mengurangi dampak yang lebih serius.

       Gangguan Personalitas Paranoid (Paranoid Personality Disorder) sulit diobati, terutama pada lansia. Beberapa pendekatan yang dapat membantu mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup seseorang yang menderita gangguan ini. Penting untuk bekerja sama dengan tim profesional kesehatan mental yang berpengalaman dalam merawat lansia dan gangguan personalitas.

Beberapa pendekatan yang mungkin digunakan mengobati paranoid:

💎 Terapi Psikologis: 

Terapi individu seperti terapi kognitif perilaku (CBT) atau terapi psikodinamik dapat membantu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku paranoid yang merugikan. Terapis dapat membantu lansia mengatasi pikiran negatif dan menggantinya dengan cara pandang yang lebih realistis.

💎 Terapi Dukungan Sosial:

Terapi kelompok atau dukungan sosial dapat membantu lansia dengan gangguan personalitas paranoid untuk berinteraksi dengan orang lain dalam lingkungan yang aman dan mendukung. Ini dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik dan mengurangi rasa isolasi.

💎 Obat-obatan: 

Dalam beberapa kasus, obat-obatan seperti antidepresan, antianxiety, atau antipsikotik dapat digunakan untuk mengelola gejala yang terkait dengan paranoid personality disorder. Namun, penggunaan obat-obatan harus diperiksa dan diawasi oleh dokter yang berpengalaman dalam merawat lansia.

💎 Pengelolaan Stres:

Pelajari teknik manajemen stres dan relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam. Ini dapat membantu lansia mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan psikologis secara keseluruhan.

Lansia dapat melakukan relaksasi seperti meditasi, yoga,
 pernapasan dalam atau shalat dengan khusyu (umat moslem)
(Sumber: foto canva.com) 

💎 Pendidikan Keluarga: 

Melibatkan keluarga atau anggota dekat dalam pengobatan dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung dan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi ini.

💎 Pengelolaan Kesehatan Fisik:

Merawat kesehatan fisik juga penting. Kekurangan tidur, pola makan yang tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik dapat mempengaruhi kesehatan mental. Memastikan bahwa lansia memiliki pola hidup sehat dapat membantu mengurangi dampak gejala.

💎 Ketekunan dan Kesabaran:

Pengobatan gangguan personalitas paranoid pada lansia mungkin memerlukan waktu yang lama dan kerja keras. Diperlukan ketekunan dan kesabaran dalam menjalani proses perawatan.

       Penting untuk diingat bahwa pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi individu. Setiap orang merespon pengobatan dengan cara yang berbeda. Jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami gejala paranoid personality disorder, konsultasikan dengan profesional kesehatan mental untuk menentukan pendekatan terbaik yang sesuai.



Sumber:

https://medlineplus.gov/healthtopics.html

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/9784-paranoid-personality-disorder

https://www.webmd.com/mental-health/paranoid-personality-disorder

https://en.wikipedia.org/wiki/Paranoid_personality_disorder

https://www.merckmanuals.com/professional/psychiatric-disorders/personality-disorders/paranoid-personality-disorder-ppd

Saturday, 12 August 2023

Hati-hati Bipolar Kena Lansia, Gembira- Sedih Silih Berganti

       Bipolar merupakan sebuah istilah yang belakangan ini populer di masyarakat. Sesuai dengan namanya, bi artinya dua dan polar artinya kutub, orang dengan bipolar akan mengalami situasi emosi yang sangat ekstrem, pada kutub mania dan depresi.

Bipolar dikenal sebagai sebuah gangguan psikologis yang berkaitan dengan perubahan suasana hati. Perubahan suasana hati (mood) adalah suatu kondisi di mana seseorang bisa merasa gembira yang ekstrem dan rasa sedih yang ekstrem dalam durasi waktu yang tidak terlalu lama.

Rasa gembira yang ekstrem ini dikenal dengan istilah mania dan rasa sedih yang ekstrem dikenal dengan istilah depresi.   

Gejala gangguan bipolar orang yang lebih muda berbeda dengan
orang yang lebih tua, lansia mengalami sedikit di episode mania
(Sumber: foto paguyuban pensiun 209) 

Gangguan bipolar adalah gangguan kejiwaan yang parah dan kronis yang meliputi keadaan suasana hati yang tinggi dan rendah. Mereka yang menderita gangguan tersebut sering mengalami kecacatan fungsional yang serius, masalah keuangan, meningkatnya pikiran untuk bunuh diri dan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan.   

Orang dengan gangguan bipolar memiliki episode:  

✅  Depresi, kondisi merasa sangat rendah dan lesu   

✅  Mania, kondisi merasa sangat tinggi dan terlalu aktif

Bipolar gangguan psikologis berkaitan perubahan mood
(Sumber: foto canva.com)

Istilah medis untuk bipolar pada lansia adalah "Gangguan Bipolar pada Usia Lanjut" atau "Late-Onset Bipolar Disorder". Ini merujuk pada kondisi gangguan bipolar yang muncul pada usia lanjut, penelitian menunjukkan bahwa 10% kasus didiagnosis setelah usia 50 tahun, dan 5% didiagnosis setelah usia 60 . Gangguan bipolar pada usia lanjut memiliki karakteristik dan gejala yang mungkin berbeda dari gangguan bipolar yang muncul pada usia yang lebih muda. 

Kondisi mental di mana seseorang mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem, yang meliputi episode mania (periode euforia, peningkatan energi) dan episode depresi (periode kesedihan, kehilangan minat). Gangguan bipolar dapat mempengaruhi orang dari berbagai kelompok usia, termasuk lansia. 

Beberapa karakteristik khusus terkait gangguan bipolar pada lansia:

😇 Gejala yang Berbeda: 

Gejala gangguan bipolar pada lansia dapat berbeda dari gejala yang muncul pada orang yang lebih muda. Lansia mungkin cenderung mengalami lebih sedikit episode mania yang ekstrem, tetapi episode depresi dapat lebih umum. Mereka mungkin juga mengalami gejala campuran, di mana ciri khas episode mania dan depresi terjadi bersamaan.

😇 Diagnosis yang Sulit: 

Diagnosa gangguan bipolar pada lansia bisa menjadi lebih sulit karena beberapa alasan. Gejala-gejala bipolar mungkin disalahartikan sebagai bagian dari proses penuaan atau kondisi medis lainnya. Selain itu, lansia mungkin kurang cenderung untuk melaporkan gejala mania karena perasaan malu atau ketidaktahuan tentang gangguan bipolar.

😇 Komorbiditas: 

Lansia dengan gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi medis dan mental lainnya, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan gangguan kecemasan. Komorbiditas ini dapat mempersulit manajemen gangguan bipolar dan merespons pengobatan.

😇 Respons terhadap Pengobatan: 

Tanggapan lansia terhadap pengobatan bipolar dapat bervariasi. Beberapa obat mungkin memiliki efek samping yang lebih kuat pada tubuh yang lebih tua atau dapat berinteraksi dengan obat-obatan lain yang mungkin sedang dikonsumsi oleh lansia.

😇 Pentingnya Dukungan Sosial: 

Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan sangat penting dalam manajemen gangguan bipolar pada lansia. Dukungan ini dapat membantu dalam memantau perubahan suasana hati, memastikan pengobatan rutin, dan memberikan pemahaman tentang kondisi tersebut.

       Gejala gangguan bipolar pada lansia dapat bervariasi, tetapi umumnya melibatkan perubahan suasana hati yang ekstrem, yaitu episode mania dan episode depresi. 

Beberapa gejala yang mungkin muncul pada lansia yang mengalami gangguan bipolar:

Episode Mania:

😖 Perasaan Euforia atau Gelisah Berlebihan: 

Lansia dengan gangguan bipolar mungkin mengalami perasaan berlebihan dari kebahagiaan, kepercayaan diri yang berlebihan, atau kegelisahan yang intens.

Perasaan euforia atau berlebihan (Sumber: foto canva.com)

😖 Peningkatan Energi:

Pada episode mania, seseorang mungkin memiliki tingkat energi yang sangat tinggi, bahkan tanpa perlu tidur banyak.

😖 Berbicara Cepat dan Berlebihan:

Orang dengan episode mania mungkin berbicara sangat cepat, melompat-lompat dari satu topik ke topik lain, dan sulit untuk diikuti.

😖 Pengambilan Risiko yang Tidak Biasa: 

Selama episode mania, lansia dapat mengambil keputusan yang berisiko tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang, seperti pengeluaran uang berlebihan atau perilaku seksual yang tidak pantas.

😖 Gangguan Konsentrasi:

Kesulitan memusatkan perhatian dan mempertahankan fokus adalah gejala umum selama episode mania.

Episode Depresi:

😭 Perasaan Sedih yang Mendalam:

Lansia dengan episode depresi mungkin merasa sangat sedih, kosong, atau tidak berdaya. Perasaan ini dapat berlangsung selama periode yang cukup lama.

😭 Kehilangan Minat atau Kenikmatan: 

Gangguan bipolar pada lansia juga dapat menunjukkan kehilangan minat pada aktivitas yang biasanya dinikmati, bahkan pada hal-hal yang dulu membuat mereka senang.

😭 Perubahan Pola Tidur: 

Gangguan tidur, seperti insomnia (kesulitan tidur) atau hipersomnia (tidur berlebihan), sering terjadi selama episode depresi.

😭 Perubahan Berat Badan: 

Lansia dengan episode depresi mungkin mengalami penurunan berat badan yang tidak disengaja atau peningkatan berat badan signifikan.

Peningkatan berat badan signifikan (Sumber: foto canva.com)

😭 Pengurangan Energi: 

Merasa lelah terus-menerus atau memiliki energi yang rendah adalah gejala umum selama episode depresi.

😭 Pikiran Negatif:

Lansia dengan episode depresi mungkin memiliki pikiran yang sangat negatif tentang diri sendiri, merasa bersalah, atau merasa tidak berharga.

     ðŸ’¬  Penting untuk diingat bahwa gejala gangguan bipolar pada lansia dapat bervariasi dan tidak semua orang akan mengalami semua gejala ini

Penyebab pasti dari gangguan bipolar pada lansia atau pada siapa pun tidak sepenuhnya dipahami. Gangguan bipolar melibatkan interaksi kompleks antara faktor genetik, lingkungan, dan biologis. 

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan gangguan bipolar pada lansia:

💧 Faktor Genetik: 

Riwayat keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan gangguan bipolar. Jika ada anggota keluarga yang menderita gangguan bipolar, risiko seseorang untuk mengalami gangguan ini dapat meningkat.

💧 Perubahan Biologis:

 Ada bukti bahwa perubahan biologis dalam otak, seperti ketidakseimbangan kimia otak (neurotransmitter), dapat berperan dalam gangguan bipolar. Perubahan ini dapat memengaruhi regulasi suasana hati dan emosi.

💧 Faktor Lingkungan: 

Lingkungan juga dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan bipolar. Trauma masa kecil, stres kronis, dan peristiwa hidup signifikan dapat memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar.

💧 Perubahan Fisiologis terkait Usia: 

Proses penuaan dapat memengaruhi fungsi otak dan kimia otak, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perkembangan gangguan bipolar pada lansia. Perubahan hormonal dan neurologis yang terjadi seiring bertambahnya usia juga dapat memainkan peran.

💧 Penyakit atau Kondisi Medis:

Beberapa kondisi medis, seperti gangguan tiroid, penyakit kardiovaskular, dan kondisi neurologis, dapat memengaruhi keseimbangan kimia otak dan memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar pada lansia.

💧 Penggunaan Obat-obatan atau Zat Tambahan:

Penggunaan obat-obatan tertentu atau penyalahgunaan zat tambahan juga dapat memicu atau memperburuk gejala gangguan bipolar.

💧 Stres dan Perubahan Hidup: 

Perubahan besar dalam hidup, seperti pensiun, kehilangan orang yang dicintai, atau perubahan status sosial, dapat menyebabkan stres yang berkontribusi pada timbulnya atau memperburuk gejala gangguan bipolar pada lansia.

       ðŸ’­ Penting untuk diingat bahwa gangguan bipolar adalah kondisi yang kompleks dan multi faktorial. Kombinasi dari beberapa faktor tersebut di atas dapat berinteraksi dan memengaruhi perkembangan gangguan bipolar pada lansia.

Pengobatan gangguan bipolar pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif dan dapat mencakup terapi obat, terapi psikososial, dukungan keluarga, dan manajemen gaya hidup. Penting untuk bekerja sama dengan profesional kesehatan yang berpengalaman dalam merawat lansia dengan gangguan bipolar untuk memastikan rencana perawatan yang efektif dan aman. 

Beberapa komponen umum dalam pengobatan gangguan bipolar pada lansia:

💡 Terapi Obat:

Obat-obatan adalah bagian penting dalam pengobatan gangguan bipolar. Beberapa jenis obat yang mungkin diresepkan termasuk stabilizer suasana hati (seperti litium), obat antipsikotik, dan obat antidepresan. Penting untuk mengawasi efek samping potensial dari obat-obatan ini pada lansia, karena mereka mungkin memiliki sensitivitas yang lebih besar terhadap efek samping tertentu.

💡 Terapi Psikososial: 

Terapi kognitif perilaku (CBT), terapi interpersonal, dan terapi dukungan sosial dapat membantu lansia untuk mengembangkan strategi untuk mengatasi gejala dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Terapi ini dapat membantu dalam mengatasi stres, memahami perubahan dalam suasana hati, dan meningkatkan keterampilan dalam mengelola gejala gangguan bipolar.

💡 Pantauan Medis Rutin:

Lansia dengan gangguan bipolar perlu menjalani pantauan medis secara teratur untuk memantau respons terhadap pengobatan dan memeriksa adanya efek samping. Dokter dapat melakukan penyesuaian dosis atau penggantian obat jika diperlukan.

Lansia dalam pantauan medis dengan rutin
(Sumber: foto canva.com)

💡 Manajemen Gaya Hidup: 

Menjaga gaya hidup yang sehat dapat mendukung pengobatan gangguan bipolar. Ini termasuk tidur yang cukup, pola makan yang seimbang, berolahraga secara teratur, dan menghindari alkohol atau obat-obatan terlarang.

💡 Dukungan Keluarga dan Sosial:

Dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu lansia mengatasi tantangan yang terkait dengan gangguan bipolar. Mereka dapat membantu memantau perubahan suasana hati, mengingatkan untuk minum obat, dan memberikan dukungan emosional.

💡 Edukasi tentang Kondisi: 

Edukasi tentang gangguan bipolar dan pengelolaannya penting untuk lansia dan keluarga mereka. Memahami gejala, pengobatan, dan strategi pencegahan kambuh dapat membantu dalam menghadapi kondisi ini dengan lebih baik.

💡 Penghindaran Stres: 

Mengelola stres dan menghindari situasi atau faktor yang dapat memicu episode mania atau depresi sangat penting. Ini dapat mencakup penghindaran situasi yang memicu, penggunaan teknik relaksasi, dan strategi koping yang positif.

       Penting untuk dicatat bahwa rencana perawatan dapat bervariasi berdasarkan kebutuhan individu. Konsultasikan dengan dokter dan profesional kesehatan mental untuk merancang rencana perawatan yang sesuai dengan kondisi dan keadaan kesehatan lansia tersebut.






Sumber:

https://www.choosingtherapy.com/late-onset-bipolar-disorder/ 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2848458/

https://www.medicalnewstoday.com/articles/late-onset-bipolar-disorder

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/10.1176/appi.ajp.163.2.198

https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/bipolar-disorder/overview/


Friday, 11 August 2023

Lansia Pindah Rumah, Kesepian Dapat Membunuh

        Kesepian bukan masalah yang dapat disepelekan. Kesepian membuat seseorang merasa tertekan karena seolah memikul seluruh bebannya seorang diri. Hal tersebut meningkatkan risiko depresi, dan tidak jarang mendorong pada tindakan-tindakan berbahaya seperti perilaku maladaptasi (penyesuaian diri yang buruk) sampai bunuh diri.

Orang lanjut usia sangat rentan terhadap kesepian dan isolasi sosial yang dapat berdampak serius pada kesehatan. Perasaan terisolasi tersebut muncul karena tidak adanya teman atau relasi sosial yang berkualitas di sisi mereka. Akibatnya, individu dengan kesepian tidak mampu memenuhi kebutuhan cinta dan rasa memiliki. 

Berdasarkan data WHO, isolasi sosial dan kesepian tersebar luas, dengan beberapa negara melaporkan bahwa satu dari tiga orang lanjut usia merasa kesepian. Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa isolasi sosial dan kesepian berdampak serius pada umur panjang, kesehatan fisik dan mental, serta kualitas hidup lansia.

Interaksi sosial dengan lingkungan menjauhkan lansia
dari perasaan kesepian (Sumber: foto pens 49 ceria)

"Kesepian bertindak sebagai pupuk bagi penyakit lain,”  menurut Steve Cole, Ph.D., direktur Laboratorium Inti Genomik Sosial di Universitas California, Los Angeles.  

Perasaan kesepian pada lansia dalam istilah medis disebut geriatric loneliness atau elderly loneliness. Istilah ini digunakan untuk merujuk pada kesepian yang dialami oleh orang lanjut usia.

Banyak yang menjadi  pemicu munculnya perasaan kesepian, adanya perubahan lingkungan, seperti pindah rumah, dirawat di rumah sakit atau masuk ke panti jompo.

Lansia yang pindah rumah karena mencari tempat yang tenang dan jauh dari kebisingan, ikut anak-menantu, atau tinggal di panti jompo. Sering kali muncul perasaan kesepian dan isolasi karena kurang mampu beradaptasi.

Kesepian sering kali, mempengaruhi kesehatan fisik dan mental lansia, dan merupakan masalah kesehatan yang penting untuk diperhatikan dalam perawatan dan memberikan dukungan bagi orang lanjut usia. 

Risiko Kesehatan yang Timbul dari Kesepian.

Ada bukti kuat bahwa banyak orang dewasa berusia 50 tahun ke atas terisolasi secara sosial atau kesepian yang dapat membahayakan kesehatan mereka, studi terbaru menemukan bahwa:

  1. Isolasi sosial secara signifikan meningkatkan risiko kematian dini seseorang dari semua penyebab, risiko yang dapat menyaingi risiko merokok, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.
  2. Isolasi sosial dikaitkan dengan sekitar 50% peningkatan risiko demensia. 
  3. Hubungan sosial yang buruk (ditandai dengan isolasi sosial atau kesepian) dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung sebesar 29% dan peningkatan risiko stroke sebesar 32%. 
  4. Kesepian dikaitkan dengan tingkat depresi, kecemasan, dan bunuh diri yang lebih tinggi.
  5. Kesepian di antara pasien gagal jantung dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian hampir 4 kali lipat, peningkatan risiko rawat inap sebesar 68%, dan peningkatan risiko kunjungan unit gawat darurat sebesar 57%. 

Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mendukung lansia dalam mengatasi kesepian dengan memberikan dukungan sosial, kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan menjaga hubungan yang erat dengan keluarga dan teman-teman mereka.

Perasaan kesepian pada lansia (orang tua lanjut usia) sangat kompleks dan bervariasi tergantung pada individu dan situasi mereka. 

Lansia sering kali mengalami perasaan kesepian karena beberapa alasan berikut:

😭 Kehilangan Pasangan: 

Banyak lansia mengalami kesepian karena kehilangan pasangan hidup mereka. Setelah hidup bersama selama bertahun-tahun, kematian pasangan bisa menyebabkan perasaan kekosongan dan kesepian yang mendalam.

Lansia sangat rentan terhadap kesepian dan isolasi sosial
(Sumber: foto canva.com)

😭 Kurangnya Interaksi Sosial: 

Lansia mungkin mengalami kesulitan dalam menjaga interaksi sosial karena keterbatasan fisik atau mobilitas, yang menyebabkan rasa terisolasi dan kesepian.

😭 Jarak dengan Keluarga dan Teman:

Beberapa lansia tinggal jauh dari keluarga dan teman-teman terdekat mereka, menyebabkan kurangnya dukungan emosional dan interaksi sosial. Banyak pensiunan yang menjual rumah tempat asalnya hidup bertahun-tahun, dan membuat rumah yang jauh atau di kampung halamannya. Namun merasa kesepian dengan tempat yang baru, dan kembali lagi ke tempat semula.

Lansia tinggal jauh dari keluarga dan teman-teman
kurang dukungan emosional dan interaksi sosial.
(Sumber: foto canva.com)

😭 Penurunan Aktivitas: 

Ketika aktivitas fisik dan mental berkurang karena proses penuaan atau kondisi kesehatan, lansia mungkin merasa kesepian karena kurangnya keterlibatan dalam kegiatan sehari-hari.

😭 Hilangnya Peran Sosial:

Pensiun atau kehilangan peran sosial yang sebelumnya mereka miliki, seperti sebagai pekerja, orangtua, atau anggota masyarakat yang aktif, dapat menyebabkan perasaan kesepian dan kurangnya identitas.

😭 Perubahan Lingkungan: 

Pindah ke tempat tinggal baru, seperti panti jompo atau rumah perawatan, dapat menyebabkan perasaan kesepian karena beradaptasi dengan lingkungan yang tidak familier.

😭 Kondisi Kesehatan: 

Beberapa kondisi kesehatan tertentu, seperti demensia atau gangguan kognitif lainnya, dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, meningkatkan risiko kesepian.

          💬 Perasaan kesepian pada lansia tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan mental mereka tetapi juga dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik mereka.

Lansia yang mengalami perasaan kesepian biasanya menunjukkan beberapa ciri-ciri atau tanda-tanda tertentu. Namun, perlu diingat bahwa ciri-ciri ini tidak selalu berlaku untuk setiap individu, dan mungkin bervariasi tergantung pada situasi dan kepribadian masing-masing. 

Beberapa ciri lansia yang mengalami perasaan kesepian antara lain:

😕 Menarik Diri dari Interaksi Sosial:

Lansia yang kesepian cenderung menarik diri dari interaksi sosial. Mereka mungkin menghindari pertemuan sosial, acara keluarga, atau aktivitas komunitas yang sebelumnya mereka nikmati.

😕 Ekspresi Rasa Kehilangan:

Lansia yang kesepian sering kali menyampaikan perasaan kehilangan, kesepian, atau terisolasi ketika berbicara dengan orang lain.

Lansia kesepian sering menyampaikan perasaan kehilangan
(Sumber: foto canva.com)

😕 Rendahnya Semangat dan Energi:

Perasaan kesepian dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan rendahnya energi. Lansia yang kesepian mungkin terlihat lebih sedih atau kurang bersemangat.

😕 Kesulitan Tidur: 

Lansia yang merasa kesepian mungkin mengalami kesulitan tidur, seperti sulit tertidur, terbangun di tengah malam, atau tidur terlalu banyak.

😕 Menunjukkan Tanda-tanda Keterasingan:

Mereka mungkin menunjukkan tanda-tanda keterasingan, seperti menghabiskan banyak waktu sendirian, mengisolasi diri di rumah, atau menghindari kontak dengan orang lain.

😕 Penurunan Minat dan Aktivitas:

Perasaan kesepian dapat menyebabkan penurunan minat dalam kegiatan yang sebelumnya dinikmati. Mereka mungkin kehilangan minat dalam hobi, olahraga, atau acara sosial.

😕 Kondisi Fisik dan Kesehatan yang Memperburuk:

Lansia yang kesepian mungkin mengalami penurunan kesehatan fisik dan mental. Perasaan kesepian dapat berdampak negatif pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit fisik dan mental.

😕 Merasa Terlupakan atau Tidak Diinginkan: 

Lansia yang kesepian dapat merasa terlupakan atau tidak diinginkan oleh keluarga atau masyarakat sekitar. Memiliki karakter yang tidak disukai, misal: pemarah, galak, cerewet dan sebagainya.

Perasaan kesepian pada lansia dapat berhubungan dengan berbagai penyakit dan masalah kesehatan yang mendasari. 

Beberapa di antaranya adalah:

😱 Depresi: 

Depresi adalah gangguan suasana hati yang serius dan dapat menyebabkan perasaan kesepian yang mendalam. Lansia yang mengalami depresi cenderung merasa sedih, putus asa, kehilangan minat pada kegiatan sehari-hari, dan mengisolasi diri dari interaksi sosial.

😱 Gangguan Kognitif: 

Lansia dengan gangguan kognitif seperti demensia atau penyakit Alzheimer mungkin merasa kesepian karena kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Lansia merasa kesepian karena kesulitan berkomunikasi
dan berinteraksi (Sumber: foto canva.com)

😱 Kondisi Medis Kronis: 

Lansia dengan kondisi medis kronis seperti penyakit jantung, diabetes, atau arthritis mungkin menghadapi kesulitan dalam berpartisipasi dalam kegiatan sosial karena keterbatasan fisik atau kelelahan.

😱 Kehilangan Pasangan: 

Kehilangan pasangan hidup bisa menyebabkan perasaan kesepian yang mendalam pada lansia. Setelah hidup bersama selama bertahun-tahun, kehilangan pasangan bisa menyebabkan perasaan kekosongan dan isolasi sosial.

😱 Penurunan Mobilitas: 

Lansia yang mengalami penurunan mobilitas, misalnya karena masalah pada kaki atau punggung, mungkin mengalami kesulitan dalam bergerak dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial, yang dapat menyebabkan perasaan kesepian.

😱 Kurangnya Dukungan Sosial: 

Kurangnya dukungan sosial dari keluarga, teman, atau masyarakat sekitar dapat meningkatkan risiko perasaan kesepian pada lansia.

😱 Isolasi Sosial: 

Lansia yang mengalami isolasi sosial, baik karena tinggal jauh dari keluarga dan teman-teman atau karena faktor lain, lebih mungkin merasa kesepian.

😱 Perubahan Lingkungan:  

Pindah ke tempat tinggal baru, seperti panti jompo atau rumah perawatan, dapat menyebabkan perasaan kesepian karena beradaptasi dengan lingkungan yang tidak familier.

            Perasaan kesepian dapat memiliki dampak buruk yang signifikan, terutama pada kesejahteraan fisik, mental, dan sosial individu yang mengalaminya. 

Beberapa dampak buruk perasaan kesepian:

💢 Masalah Kesehatan Mental:

Perasaan kesepian dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental, termasuk depresi, kecemasan, dan stres kronis. Lansia yang kesepian berisiko lebih tinggi mengalami depresi dan memiliki kualitas hidup yang lebih rendah.

💢 Penurunan Kognitif: 

Studi telah menunjukkan bahwa perasaan kesepian dapat berhubungan dengan penurunan kognitif pada lansia. Kondisi seperti demensia atau penyakit Alzheimer juga dapat memperburuk akibat perasaan kesepian.

💢 Penyakit Fisik:

Perasaan kesepian dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung, hipertensi, diabetes, dan gangguan kekebalan tubuh.

💢 Isolasi Sosial: 

Lansia yang merasa kesepian cenderung menarik diri dari interaksi sosial. Isolasi sosial dapat menyebabkan penurunan dukungan emosional dan sosial, meningkatkan risiko kesepian lebih lanjut, dan memperburuk masalah kesehatan mental.

💢 Kurangnya Motivasi dan Energi: 

Perasaan kesepian dapat mengurangi motivasi dan energi seseorang untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari atau mengejar minat dan hobi.

💢 Kualitas Hidup yang Buruk: 

Lansia yang kesepian mungkin mengalami penurunan kualitas hidup karena merasa terasing dan tidak dihargai.

💢 Ketergantungan pada Narkotika atau Alkohol:

Beberapa lansia yang kesepian mungkin mencoba untuk mengatasi perasaan mereka dengan mengandalkan obat-obatan atau alkohol, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan tambahan.

💢 Kematian Dini: 

Beberapa penelitian telah menemukan korelasi antara perasaan kesepian yang kronis dengan risiko kematian dini pada lansia.

               Mengobati perasaan kesepian pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif untuk meningkatkan kesejahteraan sosial, emosional, dan mental mereka. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi perasaan kesepian pada lansia:

✌ Dukungan Sosial: 

Dukungan dari keluarga, teman, atau anggota masyarakat lainnya sangat penting dalam mengatasi perasaan kesepian. Melibatkan lansia dalam interaksi sosial yang positif dapat membantu mereka merasa lebih terhubung dengan orang lain.

✌ Aktivitas Sosial dan Komunitas: 

Mendorong lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan komunitas dapat membantu mereka merasa lebih terlibat dan terhubung dengan orang lain. Misalnya, bergabung dengan klub sosial, program kegiatan lansia di daerah setempat, atau kelompok dukungan.

✌ Berbicara dan Mendengarkan: 

Mendengarkan perasaan dan pengalaman lansia dengan penuh perhatian dapat membantu mereka merasa didengar dan dihargai. Mengobrol dan berbagi cerita dengan orang lain juga dapat meningkatkan perasaan koneksi.

✌ Teknologi dan Media Sosial: 

Mengajari lansia untuk menggunakan teknologi dan media sosial dapat membantu mereka tetap terhubung dengan keluarga dan teman-teman, terutama jika jarak geografis menjadi kendala.

✌ Aktivitas Kreatif: 

Mendorong lansia untuk terlibat dalam aktivitas kreatif seperti seni, musik, atau menulis dapat memberikan rasa pencapaian dan kepuasan, serta menciptakan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain yang memiliki minat serupa.

✌ Pendampingan dan Perawatan:

Jika lansia mengalami masalah kesehatan mental yang serius atau kondisi medis yang mempengaruhi perasaan kesepian, penting untuk mencari dukungan profesional dari tenaga medis atau profesional kesehatan mental.

✌ Perawatan Diri:

Mendorong lansia untuk menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, tidur cukup, dan melakukan kegiatan yang memberikan rasa kepuasan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

✌ Membantu dengan Mobilitas: 

Jika lansia mengalami keterbatasan mobilitas, memberikan bantuan dengan perawatan diri atau membantu mereka berpartisipasi dalam aktivitas sosial dapat membantu mengurangi perasaan kesepian.

               ðŸ’­ Penting untuk diingat bahwa perasaan kesepian pada lansia adalah isu serius yang memerlukan perhatian dan dukungan. 

Memberikan dukungan sosial, menggalakkan partisipasi dalam kegiatan sosial, dan menjaga hubungan yang erat dengan keluarga dan teman-teman dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan meningkatkan kesejahteraan lansia. 

Jika perasaan kesepian dan masalah kesehatan mental menjadi signifikan, disarankan untuk mencari bantuan dari tenaga medis atau profesional kesehatan mental.

                                                       ðŸŽ† 🎆 🎆



Sumber:

https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/feelings-and-symptoms/feeling-lonely/

https://www.cdc.gov/aging/publications/features/lonely-older-adults.html

https://www.nia.nih.gov/news/social-isolation-loneliness-older-people-pose-health-risks

https://www.who.int/activities/reducing-social-isolation-and-loneliness-among-older-people