Monday, 11 September 2023

Makanan Tinggi Oksidatif, Mempercepat Penuaan, Bahaya Untuk Lansia

       Seiring bertambahnya usia, tubuh kita kehilangan kemampuan untuk melawan efek radikal bebas. Hal ini dapat mempercepat tanda-tanda penuaan dan risiko terkena penyakit kronis. Dalam konteks kesehatan dan gizi, makanan yang dapat meningkatkan stres oksidatif dalam tubuh sering disebut sebagai "makanan prooksidan" atau "makanan pro-inflamasi." 

Makanan prooksidan adalah makanan yang dapat merangsang atau mempercepat proses oksidasi dalam tubuh, yang dapat menghasilkan radikal bebas dan stres oksidatif. Makanan ini sering kali rendah antioksidan atau mengandung senyawa yang dapat memicu peradangan dalam tubuh.

Makanan yang tinggi oksidatif adalah makanan yang dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas adalah molekul yang tidak stabil dan dapat merusak sel-sel tubuh dan berkontribusi pada berbagai penyakit. Sementara stres oksidatif adalah keadaan ketika jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisasinya. Makanan tinggi oksidatif biasanya memiliki sifat prooksidan. 

Prooksidan adalah substansi atau molekul yang mendorong atau meningkatkan proses oksidasi dalam tubuh atau dalam lingkungan tertentu. Proses oksidasi melibatkan reaksi kimia di mana oksigen digunakan untuk mengubah molekul-molekul lain, sering kali menghasilkan radikal bebas atau senyawa reaktif oksigen yang dapat merusak sel-sel dan jaringan. Dalam konteks kesehatan, prooksidan sering dikaitkan dengan efek merusak pada tubuh manusia.

Prooksidan dikaitkan dengan efek merusak  tubuh manusia.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Beberapa contoh prooksidan termasuk:

💥 Radikal Bebas: 

Molekul-molekul seperti radikal hidroksil (•OH) dan radikal peroksil (•OOH) adalah contoh radikal bebas yang memiliki sifat prooksidan. Mereka dapat merusak komponen sel, termasuk DNA, protein, dan lipid.

💥 Polusi Udara:

Polusi udara yang mengandung senyawa seperti oksida nitrogen dan oksida sulfur dapat berperan sebagai prooksidan, merusak paru-paru dan sistem pernapasan.

Polusi udara mengandung oksida nitrogen dan sulfur
berperan sebagai prooksidan. (Canva.com)

💥 Lemak Oksidatif:

Lemak yang telah teroksidasi (misalnya, minyak goreng yang digunakan berulang-ulang) dapat menjadi sumber prooksidan yang dapat merusak sel dan jaringan dalam tubuh.

💥 Zat Kimia Tertentu:

Beberapa senyawa kimia tertentu, seperti benzene, dapat memiliki sifat prooksidan dan berpotensi merusak kesehatan.

       Prooksidan dapat meningkatkan stres oksidatif dalam tubuh, yang dapat menjadi faktor risiko bagi berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung, kanker, diabetes, dan gangguan neurodegeneratif.  

Beberapa contoh makanan yang dapat memiliki efek prooksidan dalam tubuh adalah:

💩 Lemak trans: 

Lemak trans, yang ditemukan dalam makanan olahan dan makanan cepat saji, dapat meningkatkan peradangan dan stres oksidatif dalam tubuh.

💩 Minyak goreng yang digunakan berulang-ulang:

Minyak yang digunakan berulang-ulang dalam proses penggorengan dapat menjadi oksidatif dan menghasilkan senyawa yang merusak kesehatan.

Minyak goreng yang dipakai berulang kali dapat 
menjadi senyawa yang merusak kesehatan. (Sumber: foto canva.com)

💩 Makanan cepat saji: 

Makanan cepat saji sering mengandung lemak trans, garam berlebihan, dan bahan tambahan kimia yang dapat meningkatkan stres oksidatif.

💩 Makanan tinggi gula: 

Konsumsi berlebihan gula dapat menyebabkan peradangan dan stres oksidatif dalam tubuh.

💩 Daging merah yang dipanggang berlebihan:

Memasak daging merah pada suhu tinggi atau hingga terlalu gosong dapat menghasilkan senyawa yang berpotensi merusak sel.

💩 Alkohol berlebihan:

Alkohol dapat meningkatkan stres oksidatif dalam tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan.

💩 Makanan yang digoreng dalam minyak yang digunakan berulang-ulang:

Penggorengan berulang-ulang dengan minyak yang sudah sering digunakan dapat menghasilkan senyawa oksidatif.

💩 Makanan tinggi zat aditif kimia: 

Makanan yang mengandung banyak zat aditif kimia, seperti pewarna buatan dan pengawet sintetis, dapat berkontribusi pada stres oksidatif dalam tubuh.       

       Makanan tinggi oksidatif dapat meningkatkan risiko sejumlah kondisi kesehatan dan penyakit. Peningkatan stres oksidatif dalam tubuh dapat merusak sel-sel dan jaringan.

Beberapa penyakit dampak dari makanan tinggi oksidatif , antara lain :

💜 Penyakit Jantung: 

Stres oksidatif dapat merusak pembuluh darah dan arteri, menyebabkan peradangan dan aterosklerosis (pengerasan arteri). Ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, seperti penyakit arteri koroner.

💜 Kanker: 

Kerusakan sel akibat radikal bebas yang dihasilkan oleh stres oksidatif dapat menjadi faktor dalam perkembangan beberapa jenis kanker.

💜 Diabetes:

Stres oksidatif dapat memengaruhi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin, yang berkontribusi pada perkembangan diabetes tipe 2.

💜 Penyakit Alzheimer: 

Beberapa penelitian telah menghubungkan stres oksidatif dengan perkembangan penyakit Alzheimer dan gangguan neurodegeneratif lainnya.

💜 Penyakit Parkinson: 

Radikal bebas dan stres oksidatif juga dapat berperan dalam perkembangan penyakit Parkinson.

💜 Penuaan Dini: 

Stres oksidatif dapat mempercepat penuaan kulit dan munculnya tanda-tanda penuaan dini, seperti keriput.

💜 Penyakit Autoimun:

Beberapa penyakit autoimun, seperti lupus, rheumatoid arthritis, dan sklerosis multipel, dapat dipengaruhi oleh stres oksidatif.

💜 Masalah Pencernaan: 

Radikal bebas dapat merusak sel-sel usus dan berkontribusi pada perkembangan masalah pencernaan seperti penyakit radang usus.

💜 Gangguan Mata: 

Stres oksidatif dapat berperan dalam perkembangan penyakit mata seperti katarak dan degenerasi makula.

Mekanisme prooksidan merusak sel-sel tubuh manusia.

Proses merusak prooksidan pada sel-sel tubuh melibatkan berbagai sistem pertahanan tubuh yang disebut sistem antioksidan. Sistem ini bekerja untuk menetralisir radikal bebas dan senyawa reaktif oksigen lainnya yang dapat merusak sel-sel tubuh. 

Berikut adalah beberapa cara bagaimana proses ini berlangsung:

👉 Antioksidan Endogen: 

Tubuh manusia menghasilkan antioksidan endogen (internal) yang merupakan senyawa-senyawa seperti glutation, superoksida dismutase, dan katalase. Mereka berperan dalam menangkap dan menonaktifkan radikal bebas serta senyawa berbahaya lainnya.

 ðŸ‘‰ Antioksidan Eksogen: 

Antioksidan juga dapat diperoleh dari makanan dan suplemen. Beberapa contoh antioksidan eksogen yang penting termasuk vitamin C, vitamin E, beta-karoten, selenyum, dan zat lainnya yang ditemukan dalam berbagai jenis makanan, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan minyak ikan.

👉 Enzim Antioksidan:

Beberapa enzim dalam tubuh, seperti superoksida dismutase dan katalase, bekerja sebagai katalisator untuk mengubah radikal bebas menjadi senyawa yang kurang berbahaya.

👉 Penghapusan Radikal Bebas: 

Proses penghapusan radikal bebas melibatkan reaksi kimia yang mengubah radikal bebas menjadi molekul stabil yang tidak merusak. Misalnya, glutation dapat mengikat radikal bebas dan mengubahnya menjadi bentuk yang tidak berbahaya.

👉 Menghentikan Rantai Reaksi: 

Beberapa antioksidan bekerja dengan cara menghentikan rantai reaksi yang dihasilkan oleh radikal bebas, sehingga mencegah kerusakan lebih lanjut.

👉 Memperbaiki Kerusakan:

Setelah terjadi kerusakan pada sel-sel tubuh, proses perbaikan selular termasuk dalam upaya merusak prooksidan. Sel-sel tubuh dapat memperbaiki kerusakan DNA dan struktur sel lainnya.

Perbanyak Makanan Antioksidan.

        Antioksidan adalah molekul yang mencegah molekul lain dari oksidasi. Molekul antioksidan yang stabil dapat menyumbangkan elektron ke radikal bebas untuk menetralisir dan menghentikan kerusakan. Tubuh dapat menangkap beberapa radikal bebas melalui metabolisme normal namun sebagian besar membutuhkan bantuan antioksidan.

Penting untuk mengonsumsi makanan yang kaya antioksidan, seperti buah-buahan dan sayuran segar, untuk membantu melawan efek oksidatif ini dalam tubuh. Antioksidan membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Makanan seimbang dan pola makan yang sehat dapat membantu mengurangi risiko stres oksidatif dan penyakit terkaitnya.

Sementara makanan tinggi oksidatif dapat meningkatkan risiko penyakit, tidak hanya makanan yang mempengaruhi stres oksidatif dalam tubuh. Gaya hidup, pola makan keseluruhan, polusi lingkungan, dan genetika juga memainkan peran dalam perkembangan penyakit

Banyak makan buah-buahan sistem antioksidan
bekerja secara optimal. (Sumber: foto canva.com)

Anda harus mendapatkan cukup antioksidan dalam diet dan menjaga pola makan sehat agar sistem antioksidan tubuh dapat bekerja secara optimal dalam melawan stres oksidatif dan melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan. 

Buah-buahan makanan yang kaya anti oksidan.
(Sumber: foto LPC- lansia)

Oleh karena itu, mengonsumsi beragam makanan yang kaya antioksidan seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian merupakan bagian penting dari menjaga kesehatan tubuh dan melindungi dari efek negatif prooksidan.



Sumber:

https://healthhub.hif.com.au/healthy-living/free-radicals-and-antioxidants-what-are-they-and-do-you-need-them

https://www.theralight.com/what-foods-cause-oxidative-stress/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8391153/

https://kresserinstitute.com/what-really-causes-oxidative-damage/





Sunday, 10 September 2023

Hati-hati Malas pada Lansia, Kemungkinan Penyakit

        Malas adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang mengacu pada kurangnya motivasi atau semangat untuk melakukan sesuatu, atau keinginan untuk tidak melakukan pekerjaan atau aktivitas tertentu. Orang yang merasa "malas" cenderung enggan atau tidak termotivasi untuk bergerak atau bekerja.

Istilah medis yang mengacu pada perasaan "malas" atau kurangnya motivasi untuk beraktivitas adalah "apathetic" atau "apathy." Apati adalah kondisi di mana seseorang kehilangan minat atau semangat untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya mereka nikmati atau yang seharusnya mereka lakukan. Ini bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi medis dan gangguan kesehatan mental.

Apati dapat terjadi sebagai bagian dari berbagai penyakit atau kondisi, termasuk depresi, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, gangguan neuropsikiatrik, cedera otak traumatis, dan banyak kondisi lainnya.

Apati adalah bila kondisi seseorang kehilangan motivasi.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Lansia sering mengalami perasaan malas atau kurangnya motivasi untuk beraktivitas karena beberapa alasan yang dapat berhubungan dengan perubahan fisik, mental, dan sosial yang terjadi seiring penuaan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perasaan malas pada lansia meliputi:

📢 Perubahan Fisik:

Proses penuaan sering kali menyebabkan penurunan energi fisik, kekuatan otot yang berkurang, serta masalah kesehatan fisik seperti nyeri sendi atau kelelahan yang lebih cepat. Semua ini dapat membuat lansia merasa lebih sulit untuk melakukan aktivitas fisik.

Perubahan fisik dan mental membuat lansia sering
 merasa malas dan motivasi. (Sumber: foto canva.com)

📢 Perubahan Kesehatan:

Lansia cenderung lebih rentan terhadap masalah kesehatan seperti penyakit kronis, penyakit jantung, diabetes, dan penyakit lainnya. Kondisi medis yang membatasi mobilitas atau kenyamanan fisik dapat mengurangi motivasi untuk bergerak.

📢 Perubahan Mental: 

Perubahan dalam fungsi kognitif, seperti gangguan ingatan atau gangguan kognitif ringan (seperti demensia), dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

📢 Kehilangan Teman dan Keluarga: 

Lansia sering mengalami kehilangan teman dan anggota keluarga, yang dapat memicu perasaan kesepian atau isolasi sosial. Hal ini juga dapat mengurangi motivasi untuk beraktivitas.

Kehilangan teman atau keluarga mengurangi motivasi.
(Sumber: foto canva.com)

📢 Perubahan Sosial:

Perubahan dalam peran sosial atau perasaan tidak berguna karena pensiun atau perubahan kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi motivasi.

📢 Kebosanan:

Lansia yang tidak memiliki kegiatan yang menarik atau tujuan yang jelas dalam kehidupan sehari-hari mereka dapat mengalami kebosanan, yang dapat memicu perasaan malas.

📢 Depresi:

Depresi adalah masalah kesehatan mental yang umum pada lansia. Salah satu gejalanya adalah kurangnya minat atau motivasi untuk melakukan aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

📢 Efek Obat:

Beberapa obat yang umumnya digunakan oleh lansia untuk mengelola kondisi kesehatan mereka dapat memiliki efek samping yang mempengaruhi energi dan motivasi.

       Perasaan malas pada lansia tidak selalu menjadi masalah, dan terkadang istirahat dan relaksasi yang cukup juga penting untuk kesejahteraan mereka. 

Beberapa ciri yang mungkin bahwa seorang lansia mengalami perasaan malas:

😓 Kurang Minat pada Aktivitas Sehari-hari: 

Lansia yang malas mungkin kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati atau yang seharusnya mereka lakukan sehari-hari, seperti menjaga kebersihan diri, berolahraga, atau mengejar hobi.

Lansia malas melakukan aktivitas yang sebelumnya diminati.
(Sumber: foto canva.com)

😓 Rendahnya Energi: 

Malas sering kali disertai dengan rendahnya tingkat energi. Lansia tersebut mungkin merasa lelah atau kelelahan secara terus-menerus, bahkan setelah istirahat yang cukup.

😓 Kesulitan Memulai atau Menyelesaikan Tugas: 

Lansia yang mengalami malas dapat merasa kesulitan untuk memulai tugas-tugas tertentu atau untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah mereka mulai. Mereka mungkin terhambat oleh prokrastinasi.

😓 Kehilangan Minat pada Interaksi Sosial: 

Perasaan malas juga dapat memengaruhi interaksi sosial. Lansia tersebut mungkin menghindari pertemuan dengan teman-teman atau anggota keluarga dan lebih suka menjalani waktu sendiri.

😓 Kurang Minat pada Nutrisi dan Perawatan Kesehatan:

Lansia yang malas mungkin kurang peduli terhadap pola makan sehat dan perawatan kesehatan. Mereka mungkin menghindari pergi ke dokter atau mengabaikan aspek-aspek penting dari perawatan diri.

😓 Perasaan Kesepian atau Isolasi Sosial:

Malas juga dapat disebabkan oleh perasaan kesepian atau isolasi sosial. Lansia yang merasa kesepian cenderung kurang termotivasi untuk berinteraksi dengan orang lain.

😓 Perubahan Mood:

Lansia yang mengalami malas mungkin juga memiliki perubahan mood, seperti menjadi lebih mudah tersinggung atau cenderung merasa sedih atau putus asa.

😓 Ketidakpuasan dengan Kualitas Hidup: 

Mereka mungkin mengeluh tentang ketidakpuasan dengan kualitas hidup mereka atau merasa bahwa hidup mereka tidak memiliki tujuan yang jelas.

Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat memengaruhi lansia dan menyebabkan perasaan malas meliputi:

😓 Depresi: 

Depresi adalah salah satu kondisi kesehatan mental yang umum pada lansia. Gejala depresi termasuk perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati, kelelahan, dan perasaan malas.

😓 Demensia: 

Lansia dengan demensia, seperti Alzheimer, dapat mengalami penurunan fungsi kognitif yang signifikan. Ini bisa menyebabkan perasaan malas karena kesulitan berpikir, memori yang buruk, dan kebingungan.

😓 Penyakit Jantung:

Lansia yang menderita penyakit jantung atau gangguan sirkulasi darah dapat mengalami kelelahan fisik yang berlebihan, yang dapat menyebabkan perasaan malas.

Lansia yang sakit jantung memiliki perasaan malas.
(Sumber: foto canva.com)

😓 Artritis dan Nyeri Sendi:

Penyakit seperti artritis atau nyeri sendi dapat mengganggu mobilitas dan menyebabkan nyeri fisik yang dapat mengurangi motivasi untuk bergerak dan aktif.

😓 Penyakit Kronis Lainnya:

Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), atau penyakit ginjal kronis dapat menguras energi dan menyebabkan perasaan malas.

😓 Hipotiroidisme: 

Kondisi ini terjadi ketika kelenjar tiroid tidak menghasilkan cukup hormon tiroid, yang dapat menyebabkan kelelahan, penurunan energi, dan perasaan malas.

😓 Anemia:

Anemia terjadi ketika kadar sel darah merah dalam tubuh terlalu rendah. Gejala anemia termasuk kelelahan, lemah, dan kurangnya motivasi untuk beraktivitas.

😓 Efek Samping Obat-obatan:

Beberapa obat-obatan yang sering digunakan oleh lansia untuk mengelola kondisi medis mereka dapat memiliki efek samping yang menyebabkan kelelahan atau perasaan malas.

😓 Kecemasan: 

Kecemasan dapat mengganggu kualitas tidur dan menyebabkan perasaan malas dan lelah di siang hari.

Beberapa kiat untuk mencegah malas:

📅 Tetapkan Tujuan yang Jelas:

Menetapkan tujuan yang spesifik dan terukur dapat memberikan Anda motivasi intrinsik untuk bekerja menuju pencapaian tujuan tersebut.

📅 Buat Rencana:

Membuat rencana tindakan yang terstruktur dapat membantu Anda mengorganisasi pekerjaan Anda dan memecahnya menjadi tugas-tugas yang lebih kecil dan dapat diatasi.

📅 Beri Hadiah pada Diri Sendiri:

Beri hadiah pada diri sendiri setelah menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan tertentu. Ini bisa menjadi insentif yang efektif untuk tetap produktif.

Beri hadiah untuk diri sendiri agar termotivasi.
(Sumber: foto canva.com)

📅 Berikan Istirahat yang Cukup:

Terlalu banyak pekerjaan atau stres berkepanjangan dapat menyebabkan kelelahan mental dan fisik. Pastikan Anda memberikan diri Anda istirahat yang cukup.

📅 Prioritaskan Tugas:

Fokus pada tugas-tugas yang paling penting dan mendesak terlebih dahulu. Ini dapat membantu Anda merasa lebih produktif dan merasa lebih terpenuhi saat menyelesaikan pekerjaan yang penting.

📅 Hindari Prokrastinasi:

Prokrastinasi adalah kebiasaan menunda-nunda pekerjaan. Cobalah untuk mengenali kapan Anda cenderung prokrastinasi dan cari strategi untuk mengatasinya.

📅 Ciptakan Rutinitas:

Membangun rutinitas harian atau mingguan dapat membantu meningkatkan disiplin Anda dan mengurangi perasaan malas.

📅 Cari Motivasi:

Temukan sumber motivasi eksternal atau internal. Ini bisa berupa membaca inspirasi, mendengarkan pidato motivasi, atau merenung tentang tujuan dan nilai-nilai Anda.

📅 Menghindari Gangguan:

Cobalah untuk mengurangi gangguan saat bekerja. Ini bisa berarti mematikan pemberitahuan di ponsel atau komputer Anda atau mencari tempat kerja yang tenang.

📅 Berbagi Tujuan Anda: 

Berbicara tentang tujuan Anda kepada teman, keluarga, atau kolega dapat memberi Anda akuntabilitas sosial dan dorongan ekstra untuk mencapainya.

📅 Terus Belajar dan Berkembang: 

Tetap terbuka untuk pembelajaran baru dan pertumbuhan. Ini dapat membuat Anda merasa lebih termotivasi untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan Anda.

📅 Perawatan Diri: 

Pastikan Anda menjaga kesehatan fisik dan mental Anda dengan tidur yang cukup, makan makanan sehat, berolahraga secara teratur, dan mengelola stres dengan baik.

       Mengobati perasaan malas pada lansia tidak selalu sederhana karena bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan fisik, mental, dan sosial yang terjadi seiring penuaan. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mengatasi atau mengurangi perasaan malas pada lansia:

👳 Konsultasikan dengan Profesional Kesehatan: 

Jika perasaan malas lansia disertai dengan gejala seperti perubahan mood yang signifikan, perubahan perilaku, atau penurunan kualitas hidup yang nyata, sangat penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan atau seorang psikolog. Mereka dapat melakukan penilaian menyeluruh untuk mengidentifikasi penyebab perasaan malas dan merencanakan perawatan yang sesuai.

👳 Pengelolaan Kesehatan Fisik: 

Pastikan bahwa kondisi kesehatan fisik lansia terkelola dengan baik. Ini termasuk mematuhi perawatan medis yang diresepkan oleh dokter, menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan menjaga berat badan yang sehat.

👳  Aktivitas Fisik yang Teratur:

Olahraga dapat membantu meningkatkan energi dan mengurangi perasaan malas. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan jenis dan tingkat olahraga yang sesuai dengan kondisi fisik lansia.

👳 Sosialisasi yang Teratur: 

Interaksi sosial dapat membantu mengatasi perasaan kesepian dan malas. Mendorong lansia untuk menjalin hubungan sosial, baik dengan teman, keluarga, atau anggota kelompok sosial, dapat meningkatkan motivasi mereka untuk beraktivitas.

👳 Rutinitas Harian yang Terstruktur: 

Membangun rutinitas harian atau mingguan yang terstruktur dapat membantu lansia merasa lebih termotivasi dan produktif. Ini menciptakan ekspektasi yang jelas tentang apa yang harus dilakukan setiap hari.

👳 Terapi Psikologis: 

Terapi perilaku kognitif (CBT) atau terapi lainnya dapat membantu lansia mengatasi perasaan malas dan perubahan mood yang mungkin terkait. Terapis dapat membantu mereka mengidentifikasi pola pikiran negatif dan menggantinya dengan pola pikiran yang lebih positif.

👳 Mencari Minat dan Hobi Baru: 

Mencari minat atau hobi baru dapat membantu menghidupkan kembali semangat dan minat lansia dalam kehidupan sehari-hari.

👳 Manajemen Stres: 

Melakukan teknik manajemen stres seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu lansia merasa lebih tenang dan mengurangi perasaan malas.

👳 Obat-obatan:

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat-obatan tertentu untuk mengatasi gejala terkait malas jika diperlukan.

       Setiap lansia memiliki kebutuhan yang unik, dan pendekatan perawatan harus disesuaikan dengan keadaan mereka. Pekerja kesehatan yang berpengalaman akan dapat memberikan panduan yang lebih khusus sesuai dengan situasi individu. Dalam semua kasus, dukungan keluarga dan lingkungan yang positif dapat memainkan peran penting dalam membantu lansia mengatasi perasaan malas.




Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5592638/

https://www.hebrewseniorlife.org/blog/apathy-people-alzheimers-or-dementia

https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fnagi.2017.00124/full

https://www.jamda.com/article/S1525-8610(09)00099-1/pdf

https://www.aan.com/PressRoom/Home/PressRelease/1268

Friday, 8 September 2023

Lansia Buat Kesal atau Buat Kesal Lansia, Hati -Hati.

      Seiring bertambahnya usia, orang lanjut usia lebih sering mengalami jenis stres tertentu seperti kematian dan masalah kesehatan dibandingkan orang yang lebih muda. Stres ini membuat lansia mudah kesal. Tambah lagi dengan kerumitan yang juga memicu kesal bagi orang yang sangat tua dan sangat terkait dengan gejala depresi. 

Kesal adalah perasaan yang umumnya merujuk pada perasaan frustrasi, ketidakpuasan, atau ketidaknyamanan ringan yang disebabkan oleh situasi atau peristiwa tertentu. Ini adalah bentuk emosi yang lebih ringan daripada marah, tetapi masih menggambarkan ketidakpuasan atau ketidaknyamanan terhadap sesuatu yang terjadi.

Lansia mudah kesal bila ada ketidaknyamanan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Orang mungkin merasa kesal ketika menghadapi hal-hal seperti:

  • Tantangan kecil sehari-hari, seperti mengalami kemacetan lalu lintas atau antrian panjang di toko.
  • Peristiwa kecil yang tidak sesuai dengan harapan, seperti pesanan makanan yang salah di restoran.
  • Gangguan dalam rutinitas harian, seperti masalah teknis dengan perangkat elektronik.
  • Keterlambatan atau ketidaktepatan dari orang lain yang memengaruhi jadwal atau rencana.

       Kesal adalah emosi yang normal dan manusiawi, dan sebagian besar orang mengalami perasaan ini dari waktu ke waktu. Ini adalah reaksi alami terhadap ketidaknyamanan atau ketidakpuasan dalam kehidupan sehari-hari. 

Penting untuk mengelola kesal dengan sehat dan produktif untuk menghindari penumpukan stres dan dampak negatif pada kesejahteraan mental dan fisik. Ini bisa melibatkan teknik relaksasi, berbicara dengan orang yang terkait dengan situasi tersebut, atau mencari cara untuk menyelesaikan masalah yang mungkin muncul.

Jika perasaan kesal atau frustrasi menjadi terus-menerus, berat, atau berdampak pada kesejahteraan mental seseorang, maka istilah medis yang mungkin digunakan adalah "distress psikologis" atau "gangguan suasana hati," tergantung pada karakteristik gejala yang dialami individu. 

Jenis stres tertentu sering buat lansia kesal.
(Sumber: foto canva.com)

Distress psikologis adalah istilah yang digunakan dalam konteks kesehatan mental untuk menggambarkan ketidaknyamanan atau penderitaan psikologis yang dialami seseorang,  dengan berbagai gejala dan pengalaman emosional yang dapat mencakup perasaan seperti kecemasan, depresi, ketidakbahagiaan, kebingungan, kemarahan, dan perasaan tidak mampu mengatasi stres atau tekanan hidup. Lansia, seperti individu pada segala usia, dapat merasa kesal atau frustrasi karena berbagai alasan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan atau memperburuk perasaan kesal pada lansia meliputi:

💊 Masalah Kesehatan: 

Lansia sering menghadapi masalah kesehatan fisik yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan frustrasi. Rasa sakit kronis, mobilitas terbatas, atau gangguan kesehatan lainnya dapat memicu perasaan kesal.

💊 Keterbatasan Fisik:

Perubahan dalam fisik mereka, seperti penurunan daya penglihatan, pendengaran, atau mobilitas, dapat menyebabkan kesal. Keterbatasan ini bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari.

💊 Isolasi Sosial: 

Lansia yang mengalami isolasi sosial atau merasa kesepian mungkin merasa kesal karena kurangnya interaksi sosial atau kurangnya dukungan dari teman dan keluarga.

💊 Perubahan Lingkungan: 

Perubahan dalam lingkungan, seperti pindah ke tempat tinggal yang berbeda, bisa menjadi sumber frustrasi bagi lansia. Mereka mungkin merasa tidak nyaman atau kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Perubahan lingkungan membuat lansia frustrasi dan kesal.
(Sumber: foto canva,com)

💊 Perubahan dalam Peran dan Identitas:

Lansia mungkin mengalami perubahan dalam peran dan identitas mereka seiring penuaan, seperti pensiun atau kehilangan peran sebagai penyandang gawai. Perubahan ini dapat memicu perasaan kesal atau kebingungan.

💊 Masalah Keuangan:

Masalah keuangan, seperti kesulitan dalam mengelola keuangan pensiun atau peningkatan biaya perawatan medis, dapat menyebabkan kesal.

💊 Efek Samping Obat: 

Beberapa obat yang sering digunakan oleh lansia untuk mengelola kondisi medis tertentu dapat memiliki efek samping yang memengaruhi suasana hati dan emosi mereka.

💊 Kehilangan Teman atau Keluarga: 

Kehilangan teman atau anggota keluarga yang dekat dapat sangat menyakitkan dan memicu perasaan kesal atau kesedihan.

💊  Ketidaknyamanan dalam Berkomunikasi:

Kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, baik karena masalah pendengaran atau gangguan kognitif, dapat menimbulkan frustrasi.

Ciri-ciri kesal pada lansia bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya, tetapi ada beberapa tanda umum yang dapat menunjukkan perasaan kesal atau frustrasi pada populasi lansia. 

Beberapa ciri kesal pada lansia meliputi:

😌 Perubahan Mood: 

Lansia yang merasa kesal dapat mengalami perubahan mood yang tajam. Mereka mungkin tiba-tiba menjadi lebih iritabel atau marah.

😌 Komunikasi yang Tidak Sabar: 

Mereka dapat menunjukkan ketidakkesabaran dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti berbicara dengan nada yang tajam atau menjawab dengan singkat.

Komunikasi yang tidak sabar dengan menjawab singkat.
(Sumber: foto canva.com)

😌 Kemarahan yang Terlihat: 

Beberapa lansia mungkin mengekspresikan kemarahan mereka melalui ekspresi wajah yang marah, bahasa tubuh yang tegang, atau suara yang keras.

😌 Retraksi Sosial: 

Mereka dapat mulai menghindari interaksi sosial atau menarik diri dari kegiatan yang biasanya mereka nikmati.

😌 Gangguan Tidur:

Perasaan kesal dapat memengaruhi tidur lansia. Mereka mungkin mengalami kesulitan tidur, bangun di malam hari, atau merasa lelah saat bangun tidur.

😌 Ketidakpuasan dengan Perubahan: 

Lansia mungkin merasa kesal terhadap perubahan dalam hidup mereka, seperti masalah kesehatan baru, penurunan mobilitas, atau perubahan dalam rutinitas.

😌 Perubahan dalam Kebiasaan Makan:

Beberapa lansia mungkin mengalami perubahan dalam kebiasaan makan, seperti kehilangan nafsu makan atau kelebihan makan sebagai respons terhadap perasaan kesal.

😌 Keterbatasan Fisik: 

Jika mereka mengalami masalah kesehatan fisik atau mobilitas yang membatasi aktivitas sehari-hari, perasaan kesal dapat meningkat.

😌 Kemarahan terhadap Ketergantungan:

Lansia yang merasa kesal karena perasaan ketergantungan pada orang lain atau kehilangan kemandirian mereka dapat mengekspresikan kemarahan.

😌 Ketidakmampuan Mengatasi Stres: 

Kesulitan dalam mengatasi situasi stres atau perubahan dalam hidup mereka juga dapat menjadi tanda kesal pada lansia.

       Mengatasi perasaan kesal pada lansia memerlukan pendekatan yang sensitif dan pengertian terhadap perubahan yang terjadi dalam hidup mereka. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi perasaan kesal pada lansia:

👂 Bicara dan Mendengar: 

Cobalah untuk mendengarkan dengan sabar ketika lansia ingin berbicara tentang perasaan mereka. Terkadang, hanya dengan memberi mereka kesempatan untuk berbicara dan merasa didengar dapat membantu mereka merasa lebih baik.

👂 Peka terhadap Perubahan: 

Ketika lansia merasa kesal terhadap perubahan dalam hidup mereka, seperti masalah kesehatan, peran yang berubah, atau lingkungan yang berbeda, cobalah untuk memahami perspektif mereka dan membantu mereka menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

👂 Aktivitas Fisik: 

Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu mengurangi stres dan perasaan kesal. Ajak lansia untuk berolahraga ringan atau melakukan aktivitas fisik yang mereka nikmati, sesuai dengan kemampuan mereka.

👂 Terapi atau Konseling: 

Terapis atau konselor yang berpengalaman dalam merawat lansia dapat membantu mereka mengatasi perasaan kesal dengan berbicara tentang masalah emosional mereka dan memberikan dukungan.

👂 Teknik Relaksasi: 

Mengajarkan teknik-teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu lansia meredakan stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional mereka.

👂 Aktivitas Sosial: 

Dorong lansia untuk tetap terlibat dalam aktivitas sosial dan menjalin hubungan dengan teman-teman atau anggota keluarga. Interaksi sosial yang positif dapat mengurangi perasaan kesal.

Interaksi sosial dapat mengurangi perasaan kesal pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

👂 Perhatikan Kesehatan Fisik: 

Pastikan bahwa lansia mendapatkan perawatan medis yang sesuai dan mengelola kondisi kesehatan mereka. Kadang-kadang, perasaan kesal dapat dipicu atau diperburuk oleh masalah kesehatan fisik.

👂 Pemecahan Masalah: 

Bantu lansia untuk mengidentifikasi masalah yang mungkin menyebabkan perasaan kesal dan mencari solusi atau cara mengatasi masalah tersebut.

👂 Bantuan Profesional: 

Jika perasaan kesal berkepanjangan atau parah dan memengaruhi kualitas hidup mereka, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang profesional kesehatan mental atau psikolog yang berpengalaman dalam merawat lansia.

👂 Dukungan Keluarga dan Teman: 

Keluarga dan teman-teman memiliki peran penting dalam memberikan dukungan emosional kepada lansia. Jangan ragu untuk menawarkan dukungan, mendengarkan mereka, dan memahami perasaan mereka.

       Mengatasi perasaan kesal pada lansia mungkin memerlukan waktu, dan pendekatan yang efektif dapat berbeda-beda untuk setiap individu. Yang penting adalah menunjukkan pengertian, kesabaran, dan dukungan yang konsisten untuk membantu lansia mengatasi perasaan mereka dengan lebih baik.





Sumber:

https://www.agingcare.com/articles/how-to-handle-an-elderly-parents-bad-behavior-138673.htm

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6572214/

https://www.homecareassistanceoakville.ca/what-makes-older-adults-erupt-in-anger/

https://www.homecareassistancedesmoines.com/whats-making-my-elderly-parent-angry/

https://www.agingcare.com/articles/elderly-temper-tantrums-156852.htm