Tuesday, 12 September 2023

Perilaku Lansia Kikir , Konflik Hubungan Dengan Teman atau Keluarga.

        Kekikiran adalah kebalikan dari kemurahan hati. Jika orang yang pemurah memberi dengan cuma-cuma, sering kali menganggap memberi sebagai aktivitas yang menyenangkan, orang yang pelit menahan diri dan menganggap memberi itu sulit dan tidak nyaman. Meskipun kekikiran umumnya dikaitkan dengan uang, hal ini juga terjadi di bidang lain.

Perilaku seseorang yang sangat pelit atau kikir dalam mengeluarkan uang atau berbagi dengan orang lain. Orang yang kikir (stingy) cenderung sangat hemat dan enggan memberikan atau mengeluarkan uang, bahkan dalam situasi di mana memberi atau berbagi dianggap pantas atau sesuai.

Orang yang dianggap "stingy" dapat memiliki alasan atau motivasi pribadi untuk perilaku mereka, seperti kekhawatiran tentang keuangan pribadi mereka atau ketidakmampuan untuk berbagi secara murah hati. Namun, perilaku yang terlalu pelit atau kikir dapat memengaruhi hubungan sosial dan menyebabkan ketegangan dalam interaksi dengan orang lain.

Kekikiran dan Berhemat.

Kikir tidak sama dengan berhemat. Meskipun berhemat adalah penggunaan waktu, energi, dan sumber daya secara cerdas dan efisien, kekikiran adalah salah satu bentuk rasa takut, yaitu rasa takut  tidak  mempunyai cukup uang. Hal ini memotivasi seseorang untuk tidak memberikan harta bendanya meskipun memberikannya tidak akan menimbulkan masalah bagi mereka.

Orang tua atau lansia yang cenderung kikir atau pelit dapat menunjukkan beberapa ciri-ciri atau perilaku tertentu. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua lansia memiliki sifat ini, dan perilaku kikir dapat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya

Kekikiran berbeda dengan berhemat.
(Sumber: foto forum warga 09/09)

Beberapa ciri yang mungkin ditemui pada lansia yang cenderung kikir:

😈 Menahan Pengeluaran:

Lansia kikir mungkin menahan diri dari menghabiskan uang untuk hal-hal yang dianggap tidak penting. Mereka dapat menghindari pengeluaran besar atau pembelian yang tidak diperlukan.

😈 Penghematan yang Berlebihan: 

Mereka cenderung sangat menghemat dan mungkin enggan menghabiskan uang bahkan untuk kebutuhan dasar seperti makanan, perawatan medis, atau perawatan pribadi.

Hemat berlebihan bahkan untuk kebutuhan dasar.
(Sumber: foto canva.com)

😈 Ketidaksetujuan terhadap Hiburan atau Aktivitas Sosial: 

Lansia kikir mungkin enggan menghabiskan uang untuk hiburan atau aktivitas sosial, seperti makan di luar, liburan, atau pertemuan dengan teman-teman.

😈 Perasaan Kecemasan Finansial: 

Mereka sering memiliki kecemasan berlebihan tentang keuangan mereka dan khawatir kehabisan uang di masa depan, bahkan jika situasinya sebenarnya baik-baik saja.

😈 Pemantauan Pengeluaran yang Ketat: 

Lansia kikir mungkin memantau pengeluaran mereka dengan sangat ketat, mencatat setiap pengeluaran kecil, dan berusaha untuk mengurangi pengeluaran sebanyak mungkin.

😈 Kepemilikan Benda yang Lama dan Rusak: 

Mereka mungkin cenderung mempertahankan benda-benda lama yang sudah rusak daripada membeli yang baru sebagai upaya untuk menghemat uang.

Mempertahankan benda lama yang sudah rusak
(Sumber: foto canva.com)

😈 Ketidakmampuan untuk Memberi atau Berbagi:

Mereka mungkin kesulitan memberi atau berbagi dengan orang lain, bahkan dalam situasi di mana memberi dianggap pantas atau sesuai.

😈 Isolasi Sosial: 

Sifat kikir dapat mengarah pada isolasi sosial, di mana lansia menghindari interaksi sosial atau pertemuan dengan teman dan keluarga yang mungkin melibatkan pengeluaran.

       ðŸ’¬ Sifat kikir pada lansia bisa bervariasi dari ringan hingga parah, dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kondisi keuangan pribadi, pengalaman hidup sebelumnya, dan perubahan dalam kesehatan fisik dan mental.

Beberapa penyebab umum perilaku kikir pada lansia meliputi:

😇 Keterbatasan Keuangan:

Banyak lansia hidup dengan pendapatan tetap, seperti pensiun atau tabungan yang terbatas. Ketika sumber pendapatan ini terbatas, beberapa lansia mungkin merasa perlu untuk sangat menghemat uang mereka untuk mengatasi ketidakpastian finansial di masa depan.

😇 Kecemasan Finansial: 

Kecemasan tentang keuangan di masa depan dapat membuat seseorang menjadi sangat kikir. Mereka mungkin merasa perlu untuk menahan pengeluaran mereka sebagai cara untuk mengurangi stres dan kecemasan finansial.

Kecemasan finasial cara mengurangi stres.
(Sumber: foto canva.com)

😇 Pengalaman Masa Lalu:

Pengalaman hidup masa lalu, seperti masa muda yang sulit atau pengalaman finansial yang buruk, dapat mempengaruhi perilaku kikir pada lansia. Mereka mungkin membawa ketakutan akan kekurangan uang dari masa lalu ke dalam masa pensiun.

😇 Kehilangan Pasangan atau Teman:

Kehilangan pasangan hidup atau teman-teman dekat dapat mengisolasi seseorang dan membuatnya lebih enggan untuk menghabiskan uang untuk aktivitas sosial atau hiburan.

😇 Kesehatan yang Buruk:

Lansia dengan masalah kesehatan serius atau biaya perawatan medis yang tinggi mungkin cenderung kikir untuk menghemat uang untuk perawatan mereka.

😇 Perubahan Dalam Kebutuhan dan Prioritas: 

Seiring bertambahnya usia, prioritas dan kebutuhan seseorang bisa berubah. Lansia mungkin lebih fokus pada kebutuhan dasar seperti perawatan kesehatan dan perumahan daripada pengeluaran tambahan.

Perilaku terlalu pelit (kikir) mempengaruhi hubungan sosial.
(Sumber: foto canva.com)

😇 Isolasi Sosial:

Lansia yang merasa terisolasi sosial mungkin cenderung kikir karena mereka memiliki lebih sedikit kesempatan untuk menghabiskan uang dalam interaksi sosial atau kegiatan sosial.

😇 Perasaan Tidak Aman: 

Rasa tidak aman atau kekhawatiran akan masa depan ekonomi bisa mendorong seseorang untuk menjadi sangat kikir.

       ðŸ’­ Perilaku kikir pada lansia bisa menjadi respons yang wajar terhadap berbagai tekanan dan tantangan yang dihadapi di usia lanjut. 

       ðŸ’¬ Kikir yang mengganggu kesejahteraan lansia adalah perilaku kikir yang berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Perilaku ini bisa melibatkan penahanan diri yang berlebihan dalam hal pengeluaran uang, hingga tingkat yang merugikan kesehatan, kualitas hidup, dan hubungan sosial lansia. 

Beberapa contoh kikir yang dapat mengganggu kesejahteraan lansia meliputi:

📌 Penahanan Perawatan Medis: 

Lansia yang sangat kikir mungkin menunda atau menghindari perawatan medis yang diperlukan karena khawatir biaya. Ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mereka.

Khawatir biaya menghindari perawatan.
(Sumber: foto canva.com)

📌 Penghematan pada Nutrisi: 

Kikir yang ekstrem dapat menyebabkan lansia mengurangi pengeluaran untuk makanan yang baik dan bergizi, yang dapat memengaruhi kesehatan dan gizi mereka.

📌 Isolasi Sosial: 

Lansia yang sangat kikir mungkin enggan menghabiskan uang untuk aktivitas sosial atau pertemuan dengan teman-teman dan keluarga, yang bisa menyebabkan isolasi sosial dan perasaan kesepian.

📌 Pengeluaran untuk Kebutuhan Dasar yang Terabaikan:

Terlalu fokus pada penghematan dapat menyebabkan lansia mengabaikan kebutuhan dasar seperti perawatan perumahan yang layak atau perawatan diri pribadi yang diperlukan.

📌 Penghindaran Hiburan dan Rekreasi:

Lansia yang sangat kikir mungkin enggan untuk menghabiskan uang untuk hiburan, rekreasi, atau liburan, yang dapat mengurangi kualitas hidup mereka.

📌 Pertumbuhan Stres dan Kecemasan:

Penyebab stres finansial dan kecemasan yang berkelanjutan akibat perilaku kikir dapat merusak kesejahteraan emosional lansia.

📌 Konflik dalam Hubungan:

Perilaku kikir yang berlebihan dapat menyebabkan konflik dalam hubungan dengan anggota keluarga atau teman yang mungkin merasa diabaikan atau tidak dihargai.

📌 Ketidakmampuan untuk Menghadapi Keadaan Darurat: 

Kikir yang ekstrem dapat membuat lansia kurang siap untuk menghadapi keadaan darurat finansial atau situasi tak terduga.

Penting untuk mengenali tanda-tanda perilaku kikir yang mengganggu kesejahteraan lansia dan mencari solusi yang sesuai.  

Beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi kikir pada lansia:

😀 Logika dan Empati:

Manusia menggunakan dua hal ketika mereka menilai apakah akan bermurah hati, yaitu logika dan empati. Pengambilan keputusan di otak menentukan untuk menjadi lebih murah hati.  Logika melakukan penilaian manfaat dan kerugian bagi pemberi dan penerima. Jika pemberi melihat bahwa mereka dapat membuat perbedaan bagi penerima tanpa kerugian yang signifikan bagi pemberi maka muncul kemurahan hati yang logis.

Bermurah hati lawan dari kekikiran.
(Sumber: foto canva.com)

😀 Pemahaman dan Empati:

Cobalah memahami penyebab perilaku kikir mereka. Beberapa lansia mungkin mengalami ketakutan finansial atau kecemasan tentang masa depan mereka. Berbicaralah dengan mereka dengan empati dan pendekatan yang penuh pengertian untuk mengetahui apa yang mendasari perilaku kikir mereka.

😀 Bicarakan dengan Tenang: 

Ajak lansia untuk berbicara tentang kekhawatiran finansial mereka. Hindari menyalahkan atau mengkritik mereka, tetapi dorong diskusi yang terbuka dan jujur.

😀 Bantu dengan Perencanaan Keuangan:

Bantu lansia membuat rencana keuangan yang bijaksana untuk masa pensiun mereka. Ini bisa mencakup membuat anggaran, mengidentifikasi prioritas pengeluaran, dan merencanakan investasi atau aset pensiun.

😀 Perhatikan Kesehatan: 

Pastikan lansia mendapatkan perawatan medis yang diperlukan. Kikir yang berlebihan yang mengarah pada penundaan perawatan medis bisa berdampak negatif pada kesehatan mereka.

😀 Berikan Informasi: 

Bagikan informasi tentang program atau bantuan keuangan yang mungkin tersedia untuk lansia, seperti bantuan sosial atau bantuan keuangan dari pemerintah.

😀 Ajak Terlibat dalam Kegiatan Sosial:

Dorong lansia untuk tetap aktif sosial dengan mengikuti kegiatan atau pertemuan dengan teman-teman dan keluarga. Ini dapat membantu mengurangi isolasi sosial.

😀 Berikan Dukungan Emosional:

Lansia mungkin membutuhkan dukungan emosional dalam menghadapi kecemasan atau stres yang mungkin mereka rasakan terkait dengan perilaku kikir. Dengarkan mereka dan tawarkan dukungan.

😀 Gunakan Bantuan Profesional: 

Jika perilaku kikir sangat merugikan kesejahteraan lansia dan sulit untuk diatasi secara pribadi, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang profesional, seperti seorang konselor atau ahli keuangan yang berpengalaman dalam masalah lansia.

😀 Sosialisasi dan Aktivitas: 

Ajak lansia untuk mengikuti aktivitas sosial dan rekreasi yang sesuai dengan anggaran mereka. Ini dapat membantu mereka tetap merasa terlibat dalam kehidupan sosial tanpa merasa terlalu khawatir tentang biaya.

😀 Edukasi: 

Bantu lansia untuk memahami pentingnya merencanakan masa pensiun dengan bijak dan mengelola keuangan mereka secara efektif. Edukasi tentang investasi, manajemen keuangan, dan perencanaan pensiun bisa sangat berharga.

       Mengatasi perilaku kikir pada lansia dapat memerlukan waktu dan kesabaran. Selalu prioritaskan kesejahteraan dan kesehatan mereka, dan berikan dukungan yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah ini.





Sumber:

https://thelucybloom.com/2019/06/why-so-stingy/

https://www.psychmechanics.com/personality-traits-stinginess/

https://www.agingcare.com/discussions/stingy-180238.htm?orderby=oldest

https://en.wikipedia.org/wiki/Miser






Monday, 11 September 2023

Makanan Tinggi Oksidatif, Mempercepat Penuaan, Bahaya Untuk Lansia

       Seiring bertambahnya usia, tubuh kita kehilangan kemampuan untuk melawan efek radikal bebas. Hal ini dapat mempercepat tanda-tanda penuaan dan risiko terkena penyakit kronis. Dalam konteks kesehatan dan gizi, makanan yang dapat meningkatkan stres oksidatif dalam tubuh sering disebut sebagai "makanan prooksidan" atau "makanan pro-inflamasi." 

Makanan prooksidan adalah makanan yang dapat merangsang atau mempercepat proses oksidasi dalam tubuh, yang dapat menghasilkan radikal bebas dan stres oksidatif. Makanan ini sering kali rendah antioksidan atau mengandung senyawa yang dapat memicu peradangan dalam tubuh.

Makanan yang tinggi oksidatif adalah makanan yang dapat meningkatkan pembentukan radikal bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas adalah molekul yang tidak stabil dan dapat merusak sel-sel tubuh dan berkontribusi pada berbagai penyakit. Sementara stres oksidatif adalah keadaan ketika jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisasinya. Makanan tinggi oksidatif biasanya memiliki sifat prooksidan. 

Prooksidan adalah substansi atau molekul yang mendorong atau meningkatkan proses oksidasi dalam tubuh atau dalam lingkungan tertentu. Proses oksidasi melibatkan reaksi kimia di mana oksigen digunakan untuk mengubah molekul-molekul lain, sering kali menghasilkan radikal bebas atau senyawa reaktif oksigen yang dapat merusak sel-sel dan jaringan. Dalam konteks kesehatan, prooksidan sering dikaitkan dengan efek merusak pada tubuh manusia.

Prooksidan dikaitkan dengan efek merusak  tubuh manusia.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Beberapa contoh prooksidan termasuk:

💥 Radikal Bebas: 

Molekul-molekul seperti radikal hidroksil (•OH) dan radikal peroksil (•OOH) adalah contoh radikal bebas yang memiliki sifat prooksidan. Mereka dapat merusak komponen sel, termasuk DNA, protein, dan lipid.

💥 Polusi Udara:

Polusi udara yang mengandung senyawa seperti oksida nitrogen dan oksida sulfur dapat berperan sebagai prooksidan, merusak paru-paru dan sistem pernapasan.

Polusi udara mengandung oksida nitrogen dan sulfur
berperan sebagai prooksidan. (Canva.com)

💥 Lemak Oksidatif:

Lemak yang telah teroksidasi (misalnya, minyak goreng yang digunakan berulang-ulang) dapat menjadi sumber prooksidan yang dapat merusak sel dan jaringan dalam tubuh.

💥 Zat Kimia Tertentu:

Beberapa senyawa kimia tertentu, seperti benzene, dapat memiliki sifat prooksidan dan berpotensi merusak kesehatan.

       Prooksidan dapat meningkatkan stres oksidatif dalam tubuh, yang dapat menjadi faktor risiko bagi berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung, kanker, diabetes, dan gangguan neurodegeneratif.  

Beberapa contoh makanan yang dapat memiliki efek prooksidan dalam tubuh adalah:

💩 Lemak trans: 

Lemak trans, yang ditemukan dalam makanan olahan dan makanan cepat saji, dapat meningkatkan peradangan dan stres oksidatif dalam tubuh.

💩 Minyak goreng yang digunakan berulang-ulang:

Minyak yang digunakan berulang-ulang dalam proses penggorengan dapat menjadi oksidatif dan menghasilkan senyawa yang merusak kesehatan.

Minyak goreng yang dipakai berulang kali dapat 
menjadi senyawa yang merusak kesehatan. (Sumber: foto canva.com)

💩 Makanan cepat saji: 

Makanan cepat saji sering mengandung lemak trans, garam berlebihan, dan bahan tambahan kimia yang dapat meningkatkan stres oksidatif.

💩 Makanan tinggi gula: 

Konsumsi berlebihan gula dapat menyebabkan peradangan dan stres oksidatif dalam tubuh.

💩 Daging merah yang dipanggang berlebihan:

Memasak daging merah pada suhu tinggi atau hingga terlalu gosong dapat menghasilkan senyawa yang berpotensi merusak sel.

💩 Alkohol berlebihan:

Alkohol dapat meningkatkan stres oksidatif dalam tubuh jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan.

💩 Makanan yang digoreng dalam minyak yang digunakan berulang-ulang:

Penggorengan berulang-ulang dengan minyak yang sudah sering digunakan dapat menghasilkan senyawa oksidatif.

💩 Makanan tinggi zat aditif kimia: 

Makanan yang mengandung banyak zat aditif kimia, seperti pewarna buatan dan pengawet sintetis, dapat berkontribusi pada stres oksidatif dalam tubuh.       

       Makanan tinggi oksidatif dapat meningkatkan risiko sejumlah kondisi kesehatan dan penyakit. Peningkatan stres oksidatif dalam tubuh dapat merusak sel-sel dan jaringan.

Beberapa penyakit dampak dari makanan tinggi oksidatif , antara lain :

💜 Penyakit Jantung: 

Stres oksidatif dapat merusak pembuluh darah dan arteri, menyebabkan peradangan dan aterosklerosis (pengerasan arteri). Ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, seperti penyakit arteri koroner.

💜 Kanker: 

Kerusakan sel akibat radikal bebas yang dihasilkan oleh stres oksidatif dapat menjadi faktor dalam perkembangan beberapa jenis kanker.

💜 Diabetes:

Stres oksidatif dapat memengaruhi sel beta pankreas yang menghasilkan insulin, yang berkontribusi pada perkembangan diabetes tipe 2.

💜 Penyakit Alzheimer: 

Beberapa penelitian telah menghubungkan stres oksidatif dengan perkembangan penyakit Alzheimer dan gangguan neurodegeneratif lainnya.

💜 Penyakit Parkinson: 

Radikal bebas dan stres oksidatif juga dapat berperan dalam perkembangan penyakit Parkinson.

💜 Penuaan Dini: 

Stres oksidatif dapat mempercepat penuaan kulit dan munculnya tanda-tanda penuaan dini, seperti keriput.

💜 Penyakit Autoimun:

Beberapa penyakit autoimun, seperti lupus, rheumatoid arthritis, dan sklerosis multipel, dapat dipengaruhi oleh stres oksidatif.

💜 Masalah Pencernaan: 

Radikal bebas dapat merusak sel-sel usus dan berkontribusi pada perkembangan masalah pencernaan seperti penyakit radang usus.

💜 Gangguan Mata: 

Stres oksidatif dapat berperan dalam perkembangan penyakit mata seperti katarak dan degenerasi makula.

Mekanisme prooksidan merusak sel-sel tubuh manusia.

Proses merusak prooksidan pada sel-sel tubuh melibatkan berbagai sistem pertahanan tubuh yang disebut sistem antioksidan. Sistem ini bekerja untuk menetralisir radikal bebas dan senyawa reaktif oksigen lainnya yang dapat merusak sel-sel tubuh. 

Berikut adalah beberapa cara bagaimana proses ini berlangsung:

👉 Antioksidan Endogen: 

Tubuh manusia menghasilkan antioksidan endogen (internal) yang merupakan senyawa-senyawa seperti glutation, superoksida dismutase, dan katalase. Mereka berperan dalam menangkap dan menonaktifkan radikal bebas serta senyawa berbahaya lainnya.

 ðŸ‘‰ Antioksidan Eksogen: 

Antioksidan juga dapat diperoleh dari makanan dan suplemen. Beberapa contoh antioksidan eksogen yang penting termasuk vitamin C, vitamin E, beta-karoten, selenyum, dan zat lainnya yang ditemukan dalam berbagai jenis makanan, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan minyak ikan.

👉 Enzim Antioksidan:

Beberapa enzim dalam tubuh, seperti superoksida dismutase dan katalase, bekerja sebagai katalisator untuk mengubah radikal bebas menjadi senyawa yang kurang berbahaya.

👉 Penghapusan Radikal Bebas: 

Proses penghapusan radikal bebas melibatkan reaksi kimia yang mengubah radikal bebas menjadi molekul stabil yang tidak merusak. Misalnya, glutation dapat mengikat radikal bebas dan mengubahnya menjadi bentuk yang tidak berbahaya.

👉 Menghentikan Rantai Reaksi: 

Beberapa antioksidan bekerja dengan cara menghentikan rantai reaksi yang dihasilkan oleh radikal bebas, sehingga mencegah kerusakan lebih lanjut.

👉 Memperbaiki Kerusakan:

Setelah terjadi kerusakan pada sel-sel tubuh, proses perbaikan selular termasuk dalam upaya merusak prooksidan. Sel-sel tubuh dapat memperbaiki kerusakan DNA dan struktur sel lainnya.

Perbanyak Makanan Antioksidan.

        Antioksidan adalah molekul yang mencegah molekul lain dari oksidasi. Molekul antioksidan yang stabil dapat menyumbangkan elektron ke radikal bebas untuk menetralisir dan menghentikan kerusakan. Tubuh dapat menangkap beberapa radikal bebas melalui metabolisme normal namun sebagian besar membutuhkan bantuan antioksidan.

Penting untuk mengonsumsi makanan yang kaya antioksidan, seperti buah-buahan dan sayuran segar, untuk membantu melawan efek oksidatif ini dalam tubuh. Antioksidan membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Makanan seimbang dan pola makan yang sehat dapat membantu mengurangi risiko stres oksidatif dan penyakit terkaitnya.

Sementara makanan tinggi oksidatif dapat meningkatkan risiko penyakit, tidak hanya makanan yang mempengaruhi stres oksidatif dalam tubuh. Gaya hidup, pola makan keseluruhan, polusi lingkungan, dan genetika juga memainkan peran dalam perkembangan penyakit

Banyak makan buah-buahan sistem antioksidan
bekerja secara optimal. (Sumber: foto canva.com)

Anda harus mendapatkan cukup antioksidan dalam diet dan menjaga pola makan sehat agar sistem antioksidan tubuh dapat bekerja secara optimal dalam melawan stres oksidatif dan melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan. 

Buah-buahan makanan yang kaya anti oksidan.
(Sumber: foto LPC- lansia)

Oleh karena itu, mengonsumsi beragam makanan yang kaya antioksidan seperti buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian merupakan bagian penting dari menjaga kesehatan tubuh dan melindungi dari efek negatif prooksidan.



Sumber:

https://healthhub.hif.com.au/healthy-living/free-radicals-and-antioxidants-what-are-they-and-do-you-need-them

https://www.theralight.com/what-foods-cause-oxidative-stress/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8391153/

https://kresserinstitute.com/what-really-causes-oxidative-damage/





Sunday, 10 September 2023

Hati-hati Malas pada Lansia, Kemungkinan Penyakit

        Malas adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia yang mengacu pada kurangnya motivasi atau semangat untuk melakukan sesuatu, atau keinginan untuk tidak melakukan pekerjaan atau aktivitas tertentu. Orang yang merasa "malas" cenderung enggan atau tidak termotivasi untuk bergerak atau bekerja.

Istilah medis yang mengacu pada perasaan "malas" atau kurangnya motivasi untuk beraktivitas adalah "apathetic" atau "apathy." Apati adalah kondisi di mana seseorang kehilangan minat atau semangat untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya mereka nikmati atau yang seharusnya mereka lakukan. Ini bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi medis dan gangguan kesehatan mental.

Apati dapat terjadi sebagai bagian dari berbagai penyakit atau kondisi, termasuk depresi, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, gangguan neuropsikiatrik, cedera otak traumatis, dan banyak kondisi lainnya.

Apati adalah bila kondisi seseorang kehilangan motivasi.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Lansia sering mengalami perasaan malas atau kurangnya motivasi untuk beraktivitas karena beberapa alasan yang dapat berhubungan dengan perubahan fisik, mental, dan sosial yang terjadi seiring penuaan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perasaan malas pada lansia meliputi:

📢 Perubahan Fisik:

Proses penuaan sering kali menyebabkan penurunan energi fisik, kekuatan otot yang berkurang, serta masalah kesehatan fisik seperti nyeri sendi atau kelelahan yang lebih cepat. Semua ini dapat membuat lansia merasa lebih sulit untuk melakukan aktivitas fisik.

Perubahan fisik dan mental membuat lansia sering
 merasa malas dan motivasi. (Sumber: foto canva.com)

📢 Perubahan Kesehatan:

Lansia cenderung lebih rentan terhadap masalah kesehatan seperti penyakit kronis, penyakit jantung, diabetes, dan penyakit lainnya. Kondisi medis yang membatasi mobilitas atau kenyamanan fisik dapat mengurangi motivasi untuk bergerak.

📢 Perubahan Mental: 

Perubahan dalam fungsi kognitif, seperti gangguan ingatan atau gangguan kognitif ringan (seperti demensia), dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

📢 Kehilangan Teman dan Keluarga: 

Lansia sering mengalami kehilangan teman dan anggota keluarga, yang dapat memicu perasaan kesepian atau isolasi sosial. Hal ini juga dapat mengurangi motivasi untuk beraktivitas.

Kehilangan teman atau keluarga mengurangi motivasi.
(Sumber: foto canva.com)

📢 Perubahan Sosial:

Perubahan dalam peran sosial atau perasaan tidak berguna karena pensiun atau perubahan kehidupan sehari-hari dapat mempengaruhi motivasi.

📢 Kebosanan:

Lansia yang tidak memiliki kegiatan yang menarik atau tujuan yang jelas dalam kehidupan sehari-hari mereka dapat mengalami kebosanan, yang dapat memicu perasaan malas.

📢 Depresi:

Depresi adalah masalah kesehatan mental yang umum pada lansia. Salah satu gejalanya adalah kurangnya minat atau motivasi untuk melakukan aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

📢 Efek Obat:

Beberapa obat yang umumnya digunakan oleh lansia untuk mengelola kondisi kesehatan mereka dapat memiliki efek samping yang mempengaruhi energi dan motivasi.

       Perasaan malas pada lansia tidak selalu menjadi masalah, dan terkadang istirahat dan relaksasi yang cukup juga penting untuk kesejahteraan mereka. 

Beberapa ciri yang mungkin bahwa seorang lansia mengalami perasaan malas:

😓 Kurang Minat pada Aktivitas Sehari-hari: 

Lansia yang malas mungkin kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati atau yang seharusnya mereka lakukan sehari-hari, seperti menjaga kebersihan diri, berolahraga, atau mengejar hobi.

Lansia malas melakukan aktivitas yang sebelumnya diminati.
(Sumber: foto canva.com)

😓 Rendahnya Energi: 

Malas sering kali disertai dengan rendahnya tingkat energi. Lansia tersebut mungkin merasa lelah atau kelelahan secara terus-menerus, bahkan setelah istirahat yang cukup.

😓 Kesulitan Memulai atau Menyelesaikan Tugas: 

Lansia yang mengalami malas dapat merasa kesulitan untuk memulai tugas-tugas tertentu atau untuk menyelesaikan pekerjaan yang telah mereka mulai. Mereka mungkin terhambat oleh prokrastinasi.

😓 Kehilangan Minat pada Interaksi Sosial: 

Perasaan malas juga dapat memengaruhi interaksi sosial. Lansia tersebut mungkin menghindari pertemuan dengan teman-teman atau anggota keluarga dan lebih suka menjalani waktu sendiri.

😓 Kurang Minat pada Nutrisi dan Perawatan Kesehatan:

Lansia yang malas mungkin kurang peduli terhadap pola makan sehat dan perawatan kesehatan. Mereka mungkin menghindari pergi ke dokter atau mengabaikan aspek-aspek penting dari perawatan diri.

😓 Perasaan Kesepian atau Isolasi Sosial:

Malas juga dapat disebabkan oleh perasaan kesepian atau isolasi sosial. Lansia yang merasa kesepian cenderung kurang termotivasi untuk berinteraksi dengan orang lain.

😓 Perubahan Mood:

Lansia yang mengalami malas mungkin juga memiliki perubahan mood, seperti menjadi lebih mudah tersinggung atau cenderung merasa sedih atau putus asa.

😓 Ketidakpuasan dengan Kualitas Hidup: 

Mereka mungkin mengeluh tentang ketidakpuasan dengan kualitas hidup mereka atau merasa bahwa hidup mereka tidak memiliki tujuan yang jelas.

Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat memengaruhi lansia dan menyebabkan perasaan malas meliputi:

😓 Depresi: 

Depresi adalah salah satu kondisi kesehatan mental yang umum pada lansia. Gejala depresi termasuk perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati, kelelahan, dan perasaan malas.

😓 Demensia: 

Lansia dengan demensia, seperti Alzheimer, dapat mengalami penurunan fungsi kognitif yang signifikan. Ini bisa menyebabkan perasaan malas karena kesulitan berpikir, memori yang buruk, dan kebingungan.

😓 Penyakit Jantung:

Lansia yang menderita penyakit jantung atau gangguan sirkulasi darah dapat mengalami kelelahan fisik yang berlebihan, yang dapat menyebabkan perasaan malas.

Lansia yang sakit jantung memiliki perasaan malas.
(Sumber: foto canva.com)

😓 Artritis dan Nyeri Sendi:

Penyakit seperti artritis atau nyeri sendi dapat mengganggu mobilitas dan menyebabkan nyeri fisik yang dapat mengurangi motivasi untuk bergerak dan aktif.

😓 Penyakit Kronis Lainnya:

Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), atau penyakit ginjal kronis dapat menguras energi dan menyebabkan perasaan malas.

😓 Hipotiroidisme: 

Kondisi ini terjadi ketika kelenjar tiroid tidak menghasilkan cukup hormon tiroid, yang dapat menyebabkan kelelahan, penurunan energi, dan perasaan malas.

😓 Anemia:

Anemia terjadi ketika kadar sel darah merah dalam tubuh terlalu rendah. Gejala anemia termasuk kelelahan, lemah, dan kurangnya motivasi untuk beraktivitas.

😓 Efek Samping Obat-obatan:

Beberapa obat-obatan yang sering digunakan oleh lansia untuk mengelola kondisi medis mereka dapat memiliki efek samping yang menyebabkan kelelahan atau perasaan malas.

😓 Kecemasan: 

Kecemasan dapat mengganggu kualitas tidur dan menyebabkan perasaan malas dan lelah di siang hari.

Beberapa kiat untuk mencegah malas:

📅 Tetapkan Tujuan yang Jelas:

Menetapkan tujuan yang spesifik dan terukur dapat memberikan Anda motivasi intrinsik untuk bekerja menuju pencapaian tujuan tersebut.

📅 Buat Rencana:

Membuat rencana tindakan yang terstruktur dapat membantu Anda mengorganisasi pekerjaan Anda dan memecahnya menjadi tugas-tugas yang lebih kecil dan dapat diatasi.

📅 Beri Hadiah pada Diri Sendiri:

Beri hadiah pada diri sendiri setelah menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan tertentu. Ini bisa menjadi insentif yang efektif untuk tetap produktif.

Beri hadiah untuk diri sendiri agar termotivasi.
(Sumber: foto canva.com)

📅 Berikan Istirahat yang Cukup:

Terlalu banyak pekerjaan atau stres berkepanjangan dapat menyebabkan kelelahan mental dan fisik. Pastikan Anda memberikan diri Anda istirahat yang cukup.

📅 Prioritaskan Tugas:

Fokus pada tugas-tugas yang paling penting dan mendesak terlebih dahulu. Ini dapat membantu Anda merasa lebih produktif dan merasa lebih terpenuhi saat menyelesaikan pekerjaan yang penting.

📅 Hindari Prokrastinasi:

Prokrastinasi adalah kebiasaan menunda-nunda pekerjaan. Cobalah untuk mengenali kapan Anda cenderung prokrastinasi dan cari strategi untuk mengatasinya.

📅 Ciptakan Rutinitas:

Membangun rutinitas harian atau mingguan dapat membantu meningkatkan disiplin Anda dan mengurangi perasaan malas.

📅 Cari Motivasi:

Temukan sumber motivasi eksternal atau internal. Ini bisa berupa membaca inspirasi, mendengarkan pidato motivasi, atau merenung tentang tujuan dan nilai-nilai Anda.

📅 Menghindari Gangguan:

Cobalah untuk mengurangi gangguan saat bekerja. Ini bisa berarti mematikan pemberitahuan di ponsel atau komputer Anda atau mencari tempat kerja yang tenang.

📅 Berbagi Tujuan Anda: 

Berbicara tentang tujuan Anda kepada teman, keluarga, atau kolega dapat memberi Anda akuntabilitas sosial dan dorongan ekstra untuk mencapainya.

📅 Terus Belajar dan Berkembang: 

Tetap terbuka untuk pembelajaran baru dan pertumbuhan. Ini dapat membuat Anda merasa lebih termotivasi untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan Anda.

📅 Perawatan Diri: 

Pastikan Anda menjaga kesehatan fisik dan mental Anda dengan tidur yang cukup, makan makanan sehat, berolahraga secara teratur, dan mengelola stres dengan baik.

       Mengobati perasaan malas pada lansia tidak selalu sederhana karena bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan fisik, mental, dan sosial yang terjadi seiring penuaan. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mengatasi atau mengurangi perasaan malas pada lansia:

👳 Konsultasikan dengan Profesional Kesehatan: 

Jika perasaan malas lansia disertai dengan gejala seperti perubahan mood yang signifikan, perubahan perilaku, atau penurunan kualitas hidup yang nyata, sangat penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan atau seorang psikolog. Mereka dapat melakukan penilaian menyeluruh untuk mengidentifikasi penyebab perasaan malas dan merencanakan perawatan yang sesuai.

👳 Pengelolaan Kesehatan Fisik: 

Pastikan bahwa kondisi kesehatan fisik lansia terkelola dengan baik. Ini termasuk mematuhi perawatan medis yang diresepkan oleh dokter, menjaga pola makan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan menjaga berat badan yang sehat.

👳  Aktivitas Fisik yang Teratur:

Olahraga dapat membantu meningkatkan energi dan mengurangi perasaan malas. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan jenis dan tingkat olahraga yang sesuai dengan kondisi fisik lansia.

👳 Sosialisasi yang Teratur: 

Interaksi sosial dapat membantu mengatasi perasaan kesepian dan malas. Mendorong lansia untuk menjalin hubungan sosial, baik dengan teman, keluarga, atau anggota kelompok sosial, dapat meningkatkan motivasi mereka untuk beraktivitas.

👳 Rutinitas Harian yang Terstruktur: 

Membangun rutinitas harian atau mingguan yang terstruktur dapat membantu lansia merasa lebih termotivasi dan produktif. Ini menciptakan ekspektasi yang jelas tentang apa yang harus dilakukan setiap hari.

👳 Terapi Psikologis: 

Terapi perilaku kognitif (CBT) atau terapi lainnya dapat membantu lansia mengatasi perasaan malas dan perubahan mood yang mungkin terkait. Terapis dapat membantu mereka mengidentifikasi pola pikiran negatif dan menggantinya dengan pola pikiran yang lebih positif.

👳 Mencari Minat dan Hobi Baru: 

Mencari minat atau hobi baru dapat membantu menghidupkan kembali semangat dan minat lansia dalam kehidupan sehari-hari.

👳 Manajemen Stres: 

Melakukan teknik manajemen stres seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu lansia merasa lebih tenang dan mengurangi perasaan malas.

👳 Obat-obatan:

Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat-obatan tertentu untuk mengatasi gejala terkait malas jika diperlukan.

       Setiap lansia memiliki kebutuhan yang unik, dan pendekatan perawatan harus disesuaikan dengan keadaan mereka. Pekerja kesehatan yang berpengalaman akan dapat memberikan panduan yang lebih khusus sesuai dengan situasi individu. Dalam semua kasus, dukungan keluarga dan lingkungan yang positif dapat memainkan peran penting dalam membantu lansia mengatasi perasaan malas.




Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5592638/

https://www.hebrewseniorlife.org/blog/apathy-people-alzheimers-or-dementia

https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fnagi.2017.00124/full

https://www.jamda.com/article/S1525-8610(09)00099-1/pdf

https://www.aan.com/PressRoom/Home/PressRelease/1268