Sunday, 17 September 2023

Pikiran Negatif Pada Lansia, Berbahaya

       Pikiran negatif adalah jenis pemikiran yang cenderung fokus pada aspek-aspek negatif, pesimis, atau merugikan dari suatu situasi, diri sendiri, atau dunia secara umum. Pikiran negatif dapat memengaruhi emosi, perilaku, dan persepsi seseorang tentang diri sendiri dan lingkungan mereka. 

Orang yang mengalami penyakit mental sering kali terlibat dalam gaya berpikir yang disebut “Berpikir Negatif Berulang”. Gaya berpikir ini melibatkan kecenderungan untuk mempunyai pikiran negatif tentang masa depan (khawatir) atau tentang masa lalu (ruminasi).

Ruminasi merupakan pikiran berulang mengenai pengalaman masa lalu dan sebagai bentuk dari refleksi maladaptif.  Jika seseorang terus mengalami ruminasi maka akan menghambat kemampuan problem solving, produktivitas dan intervensi. dan pikiran-pikiran ini bisa terasa tidak terkendali.

Istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan pikiran negatif yang berkelanjutan dan mendalam adalah "pikiran negatif yang persisten" atau "pikiran negatif yang kronis." 

 Pikiran negatif tentang masa depan (khawatir) atau tentang masa lalu (ruminasi).
(Sumber: foto canva.com)

Pikiran negatif yang persisten adalah gejala yang sering terkait dengan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan. 

Pikiran negatif yang kronis dapat merujuk pada pemikiran yang pesimis, merugikan, atau membingungkan yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari seseorang dan tidak mudah berubah.

Berikut adalah beberapa contoh pikiran negatif:

😇 Pikiran Berlebihan tentang Kegagalan: 

Pikiran negatif ini mungkin melibatkan terlalu fokus pada kesalahan atau kegagalan yang telah terjadi, tanpa melihat prestasi atau keberhasilan yang mungkin juga telah dicapai.

😇 Merasa Tidak Berharga: 

Pikiran negatif bisa membuat seseorang merasa tidak berharga atau rendah diri. Contohnya, berpikir bahwa diri mereka tidak cukup baik, pintar, atau berharga.

Pikiran negatif yang kronis, pemikiran yang merugikan
(Sumber: foto canva.com)

😇 Pesimisme Berlebihan: 

Melihat segala sesuatu dengan cara yang pesimis atau melihat potensi kegagalan daripada potensi keberhasilan.

😇 Mengkatakan Hal-hal Negatif tentang Diri Sendiri: 

Merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, bahkan dalam situasi di mana mereka tidak bertanggung jawab atas masalah tersebut.

😇 Kata-Kata dan Pemikiran Kritik Terhadap Orang Lain: 

Pikiran negatif tidak selalu hanya tentang diri sendiri; mereka juga bisa melibatkan pemikiran kritik atau negatif terhadap orang lain.

😇 Antisipasi Buruk: 

Membayangkan atau mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin terjadi di masa depan, bahkan tanpa bukti yang kuat.

😇 Generalisasi yang Negatif: 

Melihat satu kejadian atau situasi negatif sebagai sesuatu yang mencerminkan keseluruhan hidup atau keberhasilan seseorang.

Membayangkan satu kejadian, keseluruhan buruk.
(Sumber: foto canva.com)

       Pikiran negatif bisa menjadi bagian alami dari pengalaman manusia, tetapi jika mereka menjadi dominan atau berkelanjutan, mereka dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan. 

Lansia juga dapat mengalami pikiran negatif, mirip dengan individu dari berbagai kelompok usia lainnya. Pikiran negatif pada lansia dapat berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan mereka dan dapat memengaruhi kesejahteraan mental mereka.

Beberapa ciri yang mungkin muncul ketika lansia memiliki pikiran negatif meliputi:

😈 Pikiran yang Pesimis tentang Masa Depan: 

Lansia dengan pikiran negatif mungkin cenderung memikirkan masa depan dengan pesimisme. Mereka mungkin merasa bahwa masa depan mereka akan menjadi sulit atau tidak menyenangkan.

😈 Merasa Tidak Berharga atau Tidak Diperhatikan: 

Lansia dengan pikiran negatif dapat merasa tidak berharga atau tidak diperhatikan oleh orang lain. Mereka mungkin merasa bahwa kontribusi mereka diabaikan.

😈 Ketakutan Akan Kelemahan atau Penurunan Fungsi: 

Lansia sering menghadapi perubahan fisik yang terkait dengan usia, dan pikiran negatif dapat membuat mereka merasa takut akan kelemahan atau penurunan fungsi fisik mereka.

😈 Pikiran Berlebihan tentang Kegagalan: 

Mereka mungkin cenderung memikirkan kegagalan atau kesalahan yang telah mereka buat dalam hidup mereka, tanpa memperhitungkan prestasi atau keberhasilan mereka.

Cenderung selalu memikirkan tentang kegagalan.
(Sumber: foto canva.com)

😈 Isolasi Sosial: 

Pikiran negatif dapat membuat lansia merasa cenderung untuk menghindari interaksi sosial atau mengisolasi diri dari orang lain. Mereka mungkin merasa bahwa orang lain tidak ingin berhubungan dengan mereka.

😈 Gangguan Tidur: 

Pikiran negatif dapat menyebabkan gangguan tidur, seperti insomnia atau terbangun dalam tidur malam dengan pikiran yang tidak menyenangkan.

😈 Ketakutan Akan Kehilangan:

Lansia yang memiliki pikiran negatif mungkin cenderung merasa takut akan kehilangan teman, keluarga, atau dukungan sosial mereka.

😈 Ketakutan Akan Meninggal: 

Pikiran negatif juga dapat mencakup kekhawatiran atau ketakutan akan kematian. Lansia mungkin merasa cemas tentang masa depan dan apa yang akan terjadi setelah mereka meninggal.

Penting untuk mengenali tanda-tanda pikiran negatif pada lansia dan memberikan dukungan serta perhatian yang sesuai.

Beberapa penyakit dan masalah kesehatan yang mungkin menjadi penyerta lansia yang berpikir negatif :

💜 Penyakit Jantung: 

Depresi dapat memengaruhi kesehatan jantung dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Orang yang mengalami depresi seringkali memiliki perilaku yang kurang sehat, seperti merokok dan kurang berolahraga, yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.

💜 Diabetes: 

Lansia dengan depresi cenderung memiliki masalah dalam mengelola diabetes mereka, seperti mengikuti diet yang tepat atau minum obat secara teratur. Ini dapat menyebabkan perburukan kontrol gula darah.

Lansia depresi dengan penyakit diabetes.
(Sumber: foto canva.com)

💜 Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): 

Depresi dapat memengaruhi tekanan darah, dan tekanan darah tinggi adalah faktor risiko untuk berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung dan stroke.

💜 Masalah Kesehatan Mental Lainnya: 

Selain depresi, lansia yang memiliki pikiran negatif dapat berisiko mengalami gangguan kecemasan atau masalah kesehatan mental lainnya.

💜 Penurunan Fungsi Kognitif: 

Depresi dan pikiran negatif yang berkelanjutan juga dapat berkontribusi pada penurunan fungsi kognitif atau risiko demensia.

💜 Penurunan Kualitas Hidup: 

Pikiran negatif yang berkelanjutan dan depresi dapat mengurangi kualitas hidup lansia dan membuat mereka merasa kurang bersemangat dalam menjalani hidup.

       Pikiran negatif pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor, dan sering kali ada kombinasi dari beberapa faktor yang berkontribusi pada pikiran negatif. 

Beberapa faktor penyebab pikiran negatif pada lansia meliputi:

😱 Perubahan Fisik: 

Proses penuaan sering kali disertai dengan perubahan fisik, seperti penurunan kesehatan, penurunan kekuatan fisik, atau kondisi medis yang lebih serius. Perubahan fisik ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan, keterbatasan fisik, dan perasaan kurang berdaya, yang dapat memicu pikiran negatif.

😱 Kehilangan Teman dan Keluarga: 

Lansia mungkin mengalami kehilangan teman, pasangan hidup, atau anggota keluarga karena kematian atau perpisahan. Kehilangan sosial ini bisa sangat berat dan memicu perasaan kesepian dan sedih.

😱 Isolasi Sosial: 

Keterbatasan mobilitas atau kurangnya kesempatan untuk berinteraksi sosial dapat menyebabkan isolasi sosial pada lansia. Rasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial dapat memicu pikiran negatif.

😱 Masalah Kesehatan: 

Masalah kesehatan fisik atau mental, seperti penyakit kronis, nyeri kronis, atau gangguan kesehatan mental, dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Gejala fisik atau mental yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perasaan sedih dan frustrasi.

😱 Stres Finansial: 

Masalah keuangan atau ketidakpastian finansial pada lansia bisa menjadi sumber stres dan kecemasan yang signifikan, yang dapat memicu pikiran negatif tentang masa depan.

Ketidakpastian finansial membuat lansia stres
(Sumber: foto canva.com)

😱 Pensiun: 

Pensiun dari pekerjaan atau kegiatan yang sebelumnya memberi makna pada hidup seseorang bisa membuat seseorang merasa kehilangan tujuan atau identitas yang jelas.

😱 Perasaan Tidak Diperhatikan atau Diabaikan:

Lansia mungkin merasa diabaikan atau kurang diperhatikan oleh masyarakat atau keluarga mereka, terutama jika mereka tinggal sendiri atau memiliki dukungan sosial yang terbatas.

😱 Gangguan Kesehatan Kognitif: 

Lansia dengan gangguan kesehatan kognitif seperti demensia dapat mengalami pikiran negatif dan kebingungan akibat perubahan dalam kemampuan berpikir mereka.

😱 Pengalaman Trauma: 

Pengalaman traumatis di masa lalu atau peristiwa sulit dalam hidup lansia dapat menyebabkan pikiran negatif yang berulang tentang pengalaman tersebut.

😱 Perubahan Lingkungan: 

Perubahan dalam lingkungan fisik atau sosial, seperti pindah ke tempat tinggal yang baru atau kehilangan lingkungan sosial yang stabil, dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan pikiran negatif tentang perubahan tersebut.

Beberapa strategi yang dapat membantu mengurangi dan mengatasi pikiran negatif pada lansia:

😵 Konseling atau Terapi:

Konseling atau terapi kognitif perilaku (CBT) dapat membantu lansia mengidentifikasi dan mengatasi pikiran negatif mereka. Terapis dapat membantu menggantikan pikiran negatif dengan pemikiran yang lebih positif dan seimbang. Terapi juga memberikan wadah yang aman untuk berbicara tentang perasaan dan kekhawatiran.

😵 Dukungan Sosial: 

Interaksi sosial dan dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok dukungan dapat memiliki dampak positif pada kesejahteraan emosional lansia. Terlibat dalam kegiatan sosial, seperti klub, kelompok komunitas, atau program seni, dapat membantu mengurangi isolasi sosial dan memperkuat hubungan.

😵 Aktivitas Fisik: 

Olahraga dan aktivitas fisik dapat meningkatkan suasana hati dan mengurangi gejala depresi. Ini juga dapat membantu lansia merasa lebih bugar secara fisik, yang dapat mempengaruhi perasaan positif tentang diri mereka sendiri.

😵 Perawatan Kesehatan yang Tepat: 

Memastikan bahwa lansia menerima perawatan kesehatan yang tepat untuk kondisi fisik dan mental mereka penting. Dalam beberapa kasus, obat-obatan atau intervensi medis mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang mendasari.

😵 Hobi dan Aktivitas Menyenangkan:

Mendorong lansia untuk mengejar hobi dan aktivitas yang mereka nikmati dapat memberikan rasa pencapaian dan kebahagiaan. Ini dapat membantu mengalihkan perhatian dari pikiran negatif.

😵 Mindfulness dan Meditasi: 

Praktik mindfulness dan meditasi dapat membantu lansia merasa lebih tenang dan meningkatkan koneksi dengan diri mereka sendiri. Ini dapat membantu mengatasi pikiran negatif dan mengurangi stres. Mindfullness adalah jenis meditasi di mana Anda fokus untuk menyadari secara intens apa yang Anda rasakan dan rasakan pada saat itu, tanpa interpretasi atau penilaian 

😵 Pendidikan dan Informasi: 

Kadang-kadang, menginformasikan lansia tentang perubahan yang terjadi dalam tubuh mereka seiring bertambahnya usia dapat mengurangi kecemasan dan pikiran negatif yang berkaitan dengan perubahan tersebut.

😵 Pengaturan Tujuan: 

Membantu lansia menetapkan tujuan kecil dan realistis dapat memberikan rasa pencapaian dan arah dalam hidup mereka. Ini bisa menjadi sesuatu yang membuat mereka termotivasi dan bersemangat.

😵 Berbicara dengan Profesional Kesehatan Mental: 

Jika pikiran negatif berlanjut atau memburuk, berkonsultasilah dengan seorang profesional kesehatan mental yang berkualifikasi. Mereka dapat memberikan perawatan dan bimbingan yang lebih khusus sesuai dengan kebutuhan individu.

       Mengatasi pikiran negatif bisa memakan waktu, dan hasilnya mungkin berbeda untuk setiap individu. Penting untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan dan memahami bahwa perubahan positif bisa memerlukan waktu. Jika Anda peduli dengan seseorang yang mengalami pikiran negatif, penting untuk mendengarkan mereka dengan empati dan menawarkan dukungan yang mereka butuhkan.






Sumber:

https://applewoodourhouse.com/7-ways-turn-around-negative-thinking-elderly/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7547434/

https://www.washingtonpost.com/wellness/2023/08/17/internalized-ageism-health-effects-solutions/

https://www.ucl.ac.uk/news/2020/jun/analysis-negative-thinking-linked-more-rapid-cognitive-decline-study-indicates

Saturday, 16 September 2023

Gangguan Kepribadian Borderline, Hubungan Tidak Stabil Pada Lansia.

      Orang dengan gangguan kepribadian borderline dengan perubahan suasana hati yang intens dan merasa tidak yakin tentang cara mereka memandang diri sendiri. Perasaan mereka terhadap orang lain dapat berubah dengan cepat, dan berubah dari sangat dekat menjadi sangat tidak suka. Perubahan perasaan ini dapat menyebabkan hubungan tidak stabil dan penderitaan emosional.

Gangguan Kepribadian Borderline (GKB) adalah suatu kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan fluktuasi suasana hati yang ekstrem, ketidakstabilan dalam hubungan interpersonal, dan impulsif. Penderita GKB mempunyai rasa takut yang sangat besar akan ditinggalkan dan kesulitan mengatur emosinya, terutama kemarahan. Mereka juga cenderung menunjukkan perilaku impulsif dan berbahaya, seperti mengemudi sembarangan dan mengancam akan melukai diri sendiri. 

Lansia sering fluktuatif  suasana hati yang ekstrem.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

 Gangguan Kepribadian Borderline (GKB), atau dalam bahasa Inggris "Borderline Personality Disorder" (BPD). GKB adalah gangguan mental yang memengaruhi pola pikiran, emosi, dan perilaku seseorang.

Beberapa ciri utama dari Gangguan Kepribadian Borderline termasuk:

😒 Ketidakstabilan Emosi: 

Orang dengan GKB mungkin mengalami perubahan mendadak dalam perasaan mereka terhadap orang lain, diri mereka sendiri, dan dunia di sekitar mereka. Emosi irasional, termasuk kemarahan, ketakutan, kecemasan, kebencian, kesedihan, dan cinta yang tidak terkendali, sering berubah dan tiba-tiba. Perubahan ini biasanya hanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari.

😒 Hubungan yang Tidak Stabil: 

Mereka cenderung memiliki hubungan interpersonal yang intens, tetapi sering bergejolak dan terasa tidak stabil.  Penderita GKB merasa sulit menjaga hubungan pribadi yang sehat karena mereka cenderung mengubah pandangannya terhadap orang lain secara tiba-tiba dan dramatis. Mereka bisa berubah dari mengidealkan orang lain menjadi merendahkan mereka dengan cepat dan sebaliknya. Persahabatan, pernikahan, dan hubungan dengan anggota keluarga mereka sering kali kacau dan tidak stabil.

😒 Identitas yang Tidak Stabil: 

Kesulitan dalam merasa memiliki identitas yang tetap atau merasa tidak yakin tentang siapa mereka sebenarnya. Orang dengan GKB sering kali memiliki citra diri yang terdistorsi atau tidak jelas dan sering merasa bersalah atau malu serta menganggap dirinya “buruk”. Mereka mungkin juga mengubah citra diri mereka secara tiba-tiba dan dramatis, yang ditunjukkan dengan tiba-tiba mengubah tujuan, opini, karier, atau teman. Mereka juga cenderung menyabot kemajuan mereka sendiri. Misalnya, mereka mungkin sengaja gagal dalam ujian, merusak hubungan, atau dipecat dari pekerjaan.

😒 Impulsivitas: 

Kebiasaan melakukan tindakan impulsif yang mungkin berisiko, seperti penggunaan narkoba, perilaku seksual berisiko, atau pengeluaran uang yang tidak terkendali. Perilaku mengemudi sembrono, berkelahi, berjudi, penggunaan narkoba, makan berlebihan dan/atau aktivitas seksual yang tidak aman sering terjadi pada penderita BPD.

Melakukan tindakan impulsif yang berisiko.
(Sumber: foto canva.com)

😒 Ketakutan akan Pengabaian: 

Orang dengan GKB sering sangat takut akan ditolak atau ditinggalkan oleh orang yang mereka cintai. Penderita GKB biasanya merasa tidak nyaman sendirian, ketika merasa ditinggalkan atau diabaikan, mereka akan merasakan ketakutan atau kemarahan yang luar biasa. Mereka mungkin melacak keberadaan orang yang mereka cintai atau menghentikan mereka untuk pergi. Atau mereka mungkin mendorong orang menjauh sebelum menjadi terlalu dekat untuk menghindari penolakan.

😒 Perasaan Kehampaan:

Mereka mungkin merasa hampa atau kosong secara emosional. Banyak penderita GKB merasa sedih, bosan, tidak terpenuhi, atau “kosong”. Perasaan tidak berharga dan membenci diri sendiri juga sering terjadi.

😒 Riwayat Tindakan Yang Merugikan Diri: 

Beberapa orang dengan GKB mungkin melakukan tindakan merugikan diri seperti pemotongan diri atau percobaan bunuh diri. Membakar atau melukai dirinya sendiri atau mengancam untuk melakukannya. Mereka mungkin juga memiliki pikiran untuk bunuh diri. Tindakan merusak diri ini biasanya dipicu oleh penolakan, kemungkinan pengabaian, atau kekecewaan terhadap pengasuh atau kekasih.

       💬 Gangguan Kepribadian Borderline adalah kondisi yang kompleks dan dapat memengaruhi kehidupan seseorang secara signifikan

Ketidakstabilan dalam hubungan inter personal, dan impulsif
(Sumber: foto canva.com )

Gangguan Kepribadian Borderline (GKB) adalah kondisi yang kompleks, dan penyebab pastinya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Namun, ada beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengembangkan GKB. 

Faktor-faktor risiko GKB ini termasuk:

💧 Faktor Genetik: 

Ada bukti bahwa GKB dapat memiliki komponen genetik. Jika Anda memiliki anggota keluarga yang menderita GKB, Anda mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan ini.

💧 Faktor Lingkungan: 

Beberapa pengalaman lingkungan selama masa kanak-kanak dan masa remaja dapat meningkatkan risiko GKB, seperti:

💧 Trauma atau Pelecehan: 

Pengalaman traumatis seperti pelecehan seksual, fisik, atau emosional selama masa kanak-kanak dapat meningkatkan risiko GKB.

Pengalaman traumatis dapat meningkatkan risiko GKB
(Sumber: foto canva.com)

💧 Ketidakstabilan Keluarga: 

Tumbuh dalam keluarga yang tidak stabil, konflik, atau disfungsional dapat memengaruhi perkembangan kepribadian dan meningkatkan risiko GKB.

💧 Kehilangan Orang Tua atau Penolakan: 

Kehilangan orang tua karena perceraian, kematian, atau penolakan bisa menjadi faktor risiko.

💧 Faktor Neurobiologis: 

Gangguan aktivitas otak atau ketidakseimbangan neurotransmiter tertentu (zat kimia di otak yang mengatur mood dan perilaku) juga dapat memainkan peran dalam perkembangan GKB.

💧 Riwayat Gangguan Jiwa Lainnya: 

Jika seseorang memiliki riwayat gangguan jiwa lainnya seperti depresi, kecemasan, atau gangguan makan, risiko mereka untuk mengembangkan GKB juga dapat meningkat.

Riwayat gangguan jiwa dapat meningkatkan GKB.
(Sumber: foto canva.com)

💧 Stres Kronis: 

Paparan terus-menerus terhadap stres kronis dalam hidup, termasuk konflik antarpribadi yang berkepanjangan, dapat berkontribusi pada perkembangan GKB.

💧 Kurangnya Dukungan Sosial: 

Tidak memiliki sistem dukungan sosial yang kuat atau hubungan yang sehat dengan orang lain dapat meningkatkan risiko GKB.

       Pengobatan Gangguan Kepribadian Borderline (GKB) melibatkan pendekatan yang komprehensif dan individual. Terapi psikoterapi adalah komponen utama dalam pengobatan GKB.

Beberapa terapi yang telah terbukti efektif dalam mengelola gejala GKB termasuk:

📼 Terapi Dialektikal Perilaku (Dialectical Behavior Therapy, DBT):

DBT adalah terapi yang paling sering direkomendasikan untuk pengobatan GKB. Terapi ini membantu individu mengatasi impulsivitas, mengelola emosi yang kuat, dan membangun keterampilan interpersonal yang sehat.

📼 Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive-Behavioral Therapy, CBT): 

CBT dapat membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak sehat yang mungkin berkontribusi pada gejala GKB.

📼 Terapi Psikodinamik: 

Terapi ini dapat membantu individu memahami akar masalah emosional mereka dan bekerja melalui konflik emosional yang mungkin mendasari gejala GKB.

📼 Terapi Kelompok: 

Terapi dalam kelompok dapat membantu individu dengan GKB berinteraksi dengan orang lain, belajar dari pengalaman orang lain, dan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik.

📼 Terapi Keterampilan Antarpersonal: 

Terapi ini fokus pada pengembangan keterampilan interpersonal yang sehat dan membangun hubungan yang lebih stabil.

📼 Terapi Farmakologi: 

Meskipun obat-obatan tidak digunakan sebagai pengobatan utama GKB, mereka kadang-kadang digunakan untuk mengatasi gejala tertentu seperti depresi, kecemasan, atau impulsivitas. Pemilihan obat harus dilakukan oleh seorang psikiater yang berpengalaman.

      💬 Selain terapi, manajemen stres dan self-care sangat penting dalam pengobatan GKB. Ini termasuk latihan fisik teratur, pola tidur yang sehat, nutrisi yang baik, dan penghindaran penggunaan alkohol atau obat-obatan.

Pengobatan GKB sering kali memerlukan waktu yang lama dan komitmen yang kuat. Penting untuk bekerja sama dengan seorang profesional kesehatan mental yang memiliki pengalaman dalam merawat GKB. Terapi harus diarahkan oleh tujuan individu dan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemajuan yang terjadi.

 



Sumber:

https://www.nimh.nih.gov/health/topics/borderline-personality-disorder 

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/borderline-personality-disorder/symptoms-causes/syc-20370237

https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/borderline-personality-disorder/overview/

https://www.samhsa.gov/mental-health/borderline-personality-disorder


Friday, 15 September 2023

Kelelahan Pada lansia, Sering Diabaikan

         Kelelahan sering kali dianggap sebagai kekurangan energi, padahal ini merupakan gejala yang dapat melemahkan dengan cepat. Perasaan lemah atau lelah yang ekstrem ini memengaruhi setiap orang secara berbeda dan memiliki sejumlah penyebab. Terkadang penjelasannya sederhana, seperti kurang tidur. Di sisi lain, kelelahan yang sering terjadi bisa jadi merupakan gejala masalah kesehatan yang lebih serius.

Lelah adalah perasaan kelelahan atau kekurangan energi fisik atau mental. Ini adalah sensasi yang umum dialami oleh banyak orang pada waktu-waktu tertentu. Lelah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan tingkat kelelahan dapat bervariasi dari ringan hingga parah. 

Kelelahan dapat muncul karena aktivitas yang berlebihan.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Kelelahan pada lansia, hingga lansia tertua, mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap status kesehatan, fungsi, dan kematian, terkait dengan hubungan kompleks antara kelelahan dengan depresi dan tingkat aktivitas fisik.

Istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan kelelahan adalah "fatigue."  Fatigue adalah perasaan kelelahan atau kekurangan energi, baik secara fisik maupun mental. Ini adalah istilah yang umum digunakan dalam dunia medis untuk merujuk pada keadaan umum ketika seseorang merasa sangat lelah atau tidak memiliki energi.

Fatigue dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurang tidur, penyakit, gangguan tidur, stres, efek samping obat-obatan, kondisi medis kronis, atau aktivitas fisik berlebihan. 

Lelah adalah reaksi alami tubuh terhadap berbagai faktor, dan dalam banyak kasus, istirahat yang cukup, pola makan seimbang, dan manajemen stres dapat membantu mengatasi kelelahan.

Lelah adalah perasaan kelelahan karena kurang energi.
(Sumber: foto canva.com)

Lansia sering mengalami kelelahan karena sejumlah faktor fisik dan psikologis yang dapat mempengaruhi tingkat energi dan daya tahan mereka. Ciri-ciri lansia yang mengalami kelelahan dapat bervariasi dari satu individu ke individu/

Beberapa tanda dan gejala umum yang dapat muncul pada lansia yang merasa lelah meliputi:

😩 Perasaan Umum Lemah: 

Lansia yang merasa lelah sering mengalami perasaan umum lemah atau kekurangan energi.

😩 Penurunan Daya Tahan Fisik: 

Kelelahan dapat menyebabkan penurunan daya tahan fisik, yang dapat membuat aktivitas fisik yang biasanya mudah menjadi lebih sulit.

😩 Kesulitan untuk Bangun Tidur: 

Kesulitan untuk bangun tidur di pagi hari atau perasaan kurang segar setelah tidur adalah tanda umum kelelahan.

😩 Gangguan Tidur: 

Lansia yang merasa lelah mungkin mengalami gangguan tidur seperti insomnia, tidur yang tidak nyenyak, atau sering terbangun di malam hari.

Rasa lelah menimbulkan gangguan tidur.
(Sumber: foto canva.com)

😩 Kesulitan Berkonsentrasi: 

Kelelahan dapat memengaruhi kemampuan untuk 

😩 Perubahan Mood: 

Kelelahan dapat memengaruhi mood, menyebabkan perasaan mudah tersinggung, sedih, atau mudah marah.

😩 Penurunan Aktivitas Fisik: 

Lansia yang merasa lelah cenderung menjadi kurang aktif fisik atau enggan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang biasanya mereka nikmati.

😩 Penurunan Hasrat untuk Berinteraksi Sosial: 

Kelelahan juga dapat memengaruhi hasrat untuk berinteraksi dengan orang lain, menyebabkan isolasi sosial.

😩 Nyeri Tubuh atau Pegal-pegal: 

Beberapa lansia mungkin mengalami nyeri tubuh atau pegal-pegal yang terkait dengan kelelahan.

lansia merasa pegal-pegal terkait dengan kelelahan.
(Sumber: foto canva.com)

😩 Kehilangan Nafsu Makan: 

Kelelahan bisa memengaruhi nafsu makan, yang bisa menyebabkan penurunan berat badan.

😩 Penggunaan Energi yang Berlebihan: 

Lansia yang merasa lelah mungkin merasa bahwa melakukan aktivitas sehari-hari yang biasa mereka lakukan memerlukan upaya yang lebih besar.

😩 Gangguan Emosional: 

Kelelahan dapat menyebabkan gangguan emosional seperti perasaan tertekan atau cemas.

Beberapa alasan umum mengapa lansia mudah lelah meliputi:

😕 Penuaan Fisiologis:

Seiring bertambahnya usia, perubahan fisik dalam tubuh dapat mempengaruhi tingkat energi. Penurunan massa otot, penurunan kapasitas paru-paru, dan penurunan fungsi jantung adalah beberapa perubahan yang dapat mengurangi daya tahan fisik.

😕 Gangguan Tidur: 

Lansia cenderung mengalami perubahan pola tidur, termasuk kesulitan tidur atau tidur yang lebih dangkal. Gangguan tidur seperti insomnia atau sleep apnea dapat menyebabkan tidur yang tidak berkualitas dan membuat mereka merasa lebih lelah di siang hari.

😕 Penurunan Aktivitas Fisik: 

Beberapa lansia mungkin menjadi kurang aktif secara fisik karena keterbatasan fisik atau penyakit tertentu. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan penurunan kebugaran dan daya tahan tubuh.

Beberapa lansia mengurangi aktivitas fisik karena keterbatasan.
(Sumber: foto canva.com)

😕 Gangguan Medis: 

Lansia sering memiliki kondisi medis kronis seperti penyakit jantung, diabetes, arthritis, atau penyakit paru-paru, yang dapat menyebabkan kelelahan kronis.

😕 Efek Obat-obatan: 

Lansia sering mengonsumsi berbagai jenis obat, dan beberapa obat dapat memiliki efek samping seperti kelelahan atau mengganggu tidur.

😕 Kurangnya Nutrisi: 

Kurangnya konsumsi makanan yang seimbang atau defisiensi nutrisi tertentu dapat menyebabkan kurangnya energi dan kelelahan.

😕 Depresi atau Kecemasan: 

Masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan dapat menyebabkan kelelahan yang signifikan.

😕 Perubahan Hormonal: 

Perubahan hormon yang terjadi selama penuaan, terutama pada wanita setelah menopause, dapat memengaruhi tingkat energi.

😕 Pemrosesan Informasi yang Lebih Lambat: 

Beberapa lansia mungkin mengalami penurunan dalam pemrosesan informasi dan kognisi yang lambat, yang dapat membuat mereka merasa lebih cepat lelah saat melakukan tugas-tugas mental yang intens.

        Kelelahan pada lansia tidak selalu merupakan bagian normal dari penuaan. Kelelahan pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit atau kondisi medis yang mungkin menyertainya. 

Beberapa penyakit atau kondisi yang sering kali berhubungan dengan kelelahan pada lansia meliputi:

💧 Anemia: 

 Anemia adalah kondisi di mana tubuh kekurangan sel darah merah atau hemoglobin yang cukup untuk mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Ini dapat menyebabkan kelelahan yang signifikan.

💧 Penyakit Jantung: 

Penyakit jantung seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner, atau ritme jantung yang tidak normal dapat mengurangi pasokan darah dan oksigen ke jaringan tubuh, yang dapat menyebabkan kelelahan.

💧 Penyakit Paru-paru: 

Kondisi paru-paru seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau pneumonia dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengambil oksigen, yang dapat menyebabkan kelelahan.

💧 Diabetes: 

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan fluktuasi gula darah yang ekstrem, yang dapat menyebabkan kelelahan.

💧 Hipotiroidisme:

Hipotiroidisme adalah kondisi di mana kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah cukup. Ini dapat mengakibatkan penurunan energi dan kelelahan.

💧 Penyakit Ginjal: 

Penyakit ginjal yang parah dapat menyebabkan penumpukan racun dalam tubuh, yang dapat menghasilkan kelelahan.

💧 Kanker: 

Kanker dan perawatan kanker seperti kemoterapi atau radioterapi dapat menyebabkan kelelahan yang intens.

💧 Penyakit Infeksi:

Infeksi seperti flu, pneumonia, atau infeksi saluran kemih dapat menyebabkan kelelahan saat tubuh berjuang melawan infeksi.

💧 Gangguan Pencernaan: 

Gangguan seperti sindrom iritasi usus besar (IBS) atau penyakit celiac dapat memengaruhi penyerapan nutrisi dan menyebabkan kelelahan.

💧 Depresi dan Kecemasan: 

Kesehatan mental juga dapat memainkan peran dalam kelelahan. Depresi dan kecemasan yang parah dapat mengakibatkan kelelahan fisik dan mental.

💧 Obat-obatan: 

Beberapa obat-obatan, termasuk obat tekanan darah rendah, obat tidur, atau obat-obatan tertentu, dapat memiliki efek samping yang menyebabkan kelelahan.

💧 Penggunaan Alkohol atau Narkoba:

Penyalahgunaan alkohol atau narkoba dapat menyebabkan kelelahan dan mengganggu kesehatan secara keseluruhan.

💧 Hiperkalsemia :

Hiperkalsemia atau peningkatan kadar kalsium dalam darah, dapat memengaruhi ginjal, jantung, dan sistem saraf Anda. Kondisi ini disebabkan oleh kelenjar paratiroid yang terlalu aktif, dan dapat menimbulkan sejumlah gejala yang mengkhawatirkan selain kelelahan. Tanda-tanda hiperkalsemia lainnya termasuk nyeri otot, kehilangan ingatan, kebingungan, dan mulas.

💧 Infeksi Saluran Kemih (ISK) : 

Meskipun beberapa orang mengalami kegelisahan yang signifikan akibat ISK , yang lain mengalami kelelahan yang ekstrem. Pergeseran tingkat energi yang tidak terduga pada orang lanjut usia harus menjadi perhatian. Kelelahan dan kelesuan adalah tanda-tanda dari banyak masalah mental dan fisik, namun kekurangan energi sering terjadi ketika tubuh Anda sedang melawan infeksi.

Kebiasaan Gaya Hidup dan Kelelahan

😁 Begadang sampai larut malam.:

Tidur malam yang nyenyak penting untuk merasa segar dan energik. Usahakan tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari.

😁 Mengonsumsi terlalu banyak kafein:

Minum soda, teh, atau kopi berkafein, atau bahkan makan coklat, dapat membuat Anda tidak bisa tidur nyenyak. Batasi jumlah kafein yang Anda konsumsi di siang hari dan hindari di malam hari.

😁 Minum terlalu banyak alkohol.:

Alkohol adalah depresan sistem saraf pusat yang mengubah cara Anda berpikir dan bertindak. Ini juga dapat berinteraksi secara negatif dengan obat-obatan tertentu.

😁 Terlalu sedikit atau terlalu banyak berolahraga:

Olahraga teratur dapat membantu meningkatkan tingkat energi Anda. Berlebihan tanpa istirahat yang cukup dapat menyebabkan stres dan berujung pada kelelahan.

😁  Kebosanan:

Jika Anda sibuk selama masa kerja, Anda mungkin merasa bingung bagaimana menghabiskan waktu saat pensiun. Terlibat dalam aktivitas sosial dan produktif yang Anda sukai , seperti menjadi sukarelawan di komunitas, dapat membantu menjaga kesejahteraan Anda.

       Mengobati kelelahan pada lansia melibatkan berbagai langkah yang dapat membantu meningkatkan tingkat energi dan daya tahan mereka. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi kelelahan pada lansia:

👴 Konsultasi dengan Dokter: 

Jika lansia Anda mengalami kelelahan yang berkepanjangan atau parah, langkah pertama yang perlu diambil adalah berkonsultasi dengan dokter atau profesional medis. Dokter dapat melakukan evaluasi menyeluruh untuk menentukan penyebab kelelahan dan merencanakan pengelolaan atau perawatan yang sesuai.

👴 Pola Tidur yang Sehat: 

Pastikan lansia Anda memiliki pola tidur yang baik. Ajarkan mereka untuk tidur dalam suasana yang tenang dan nyaman, hindari kafein atau alkohol sebelum tidur, dan ciptakan rutinitas tidur yang teratur.

👴 Aktivitas Fisik yang Tepat: 

Lansia perlu menjaga kebugaran fisik mereka. Aktivitas fisik teratur, seperti berjalan, berenang, atau senam ringan, dapat membantu meningkatkan energi dan daya tahan. Konsultasikan dengan dokter tentang jenis dan tingkat aktivitas yang aman untuk lansia.

👴 Diet Seimbang: 

Pastikan lansia mengonsumsi makanan yang seimbang dan berkualitas. Diet yang kaya akan nutrisi penting seperti vitamin, mineral, serat, dan protein dapat membantu meningkatkan tingkat energi.

Diet kaya nutrisi dan vitamin sangat penting.
(Sumber: foto canva.com)

👴 Hidrasi yang Cukup: 

Pastikan lansia Anda terhidrasi dengan baik. Kekurangan cairan dapat menyebabkan kelelahan.

👴 Manajemen Stres: 

Bantu lansia Anda dalam mengelola stres dengan teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam. Stres yang berlebihan dapat menyebabkan kelelahan.

👴 Hindari Kafein dan Alkohol Berlebihan: 

Batasi konsumsi kafein dan alkohol, terutama jika lansia Anda memiliki masalah tidur atau sensitivitas terhadap zat-zat ini.

👴 Perawatan Medis: 

Jika dokter menemukan penyakit atau kondisi medis yang mendasari kelelahan, mereka akan meresepkan perawatan yang sesuai, seperti obat-obatan atau terapi fisik.

👴 Probiotik: 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi probiotik tertentu dapat membantu meningkatkan energi dan mengurangi kelelahan dengan memengaruhi kesehatan usus. Konsultasikan dengan dokter sebelum mengambil suplemen probiotik.

👴 Dukungan Sosial: 

Dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat memiliki dampak positif pada kelelahan. Mendorong lansia untuk tetap terlibat dalam aktivitas sosial dan memiliki jaringan dukungan yang kuat dapat membantu mengatasi kelelahan.

       Mengatasi kelelahan pada lansia bisa menjadi proses yang memerlukan waktu. Penting untuk berkomunikasi secara terbuka dengan dokter untuk memahami penyebab kelelahan dan merencanakan perawatan yang sesuai. Selain itu, pendekatan yang komprehensif yang mencakup perubahan gaya hidup sehat dan perawatan medis dapat membantu meningkatkan kualitas hidup lansia yang mengalami kelelahan.





Sumber:

https://bluemoonseniorcounseling.com/10-causes-of-fatigue-in-older-adults/ 

https://www.nia.nih.gov/health/fatigue-older-adults

https://www.dispatchhealth.com/blog/common-causes-of-fatigue-in-seniors/

https://www.washingtonpost.com/health/2023/03/31/fatigue-older-adults-causes/

https://academic.oup.com/biomedgerontology/article/65A/8/887/571355