Monday, 18 September 2023

Eructation Pada Lansia, Teliti, Mungkin Ada Penyakit

        Bersendawa (Eructation) adalah hal yang wajar dan umum terjadi. Sendawa yang berlebihan, disertai rasa kembung, nyeri, atau bengkak pada perut (distensi), terkadang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan rasa malu. Namun tanda dan gejala ini biasanya tidak menunjukkan kondisi serius yang mendasarinya dan sering kali dapat dikurangi dengan perubahan gaya hidup sederhana. 

Sendawa adalah proses keluarnya gas dari dalam lambung melalui mulut. Proses ini terjadi ketika udara yang terperangkap dalam lambung dilepaskan. Sendawa adalah salah satu cara tubuh manusia untuk mengatasi penumpukan gas yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi makanan atau minuman. Proses sendawa juga dapat terjadi secara alami sebagai bagian dari pencernaan normal.

Dalam medis, istilah untuk sendawa adalah "eructation" atau "belching". Istilah-istilah ini digunakan oleh tenaga medis untuk merujuk pada proses keluarnya gas dari dalam lambung melalui mulut.

Sendawa adalah cara untuk mengatasi penumpukan gas .
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Biasanya, sendawa terjadi karena udara yang tertelan saat makan atau minum. Udara ini kemudian naik ke kerongkongan dan keluar melalui mulut dalam bentuk suara "sendawa". Sendawa juga dapat terjadi setelah mengonsumsi minuman berkarbonasi atau makanan yang menghasilkan gas dalam lambung.

Sendawa adalah proses yang normal dan biasanya tidak memerlukan perhatian medis, kecuali jika terjadi secara berlebihan atau terkait dengan gejala lain yang lebih serius. Sendawa adalah proses alami yang dapat dialami oleh siapa pun, termasuk lansia (orang tua). 

Ada beberapa alasan mengapa lansia dapat mengalami sendawa, dan alasan-alasan ini mirip dengan yang dialami oleh orang dewasa lainnya. 

Beberapa alasan mengapa lansia mengalami sendawa meliputi:

✨ Udara tertelan: 

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sendawa sering terjadi karena udara tertelan saat makan atau minum. Lansia, seperti orang dewasa lainnya, juga bisa secara tidak sengaja menelan udara saat makan atau minum, yang kemudian bisa menyebabkan sendawa.

✨ Gangguan pencernaan: 

Lansia mungkin memiliki masalah pencernaan tertentu, seperti refluks asam lambung atau gangguan pencernaan lainnya, yang dapat menyebabkan penumpukan gas dalam perut. Gas ini bisa dikeluarkan melalui sendawa.

✨ Pola makan: 

Pola makan yang cepat atau tidak teratur dapat menyebabkan lansia menelan udara lebih banyak saat makan. Ini bisa terjadi jika mereka makan terlalu cepat, mengunyah makanan dengan buru-buru, atau berbicara saat makan.

Makan yang cepat atau terburu-buru dapat menelan udara.
( Sumber: foto canva.com) 

✨ Diet tertentu: 

Makanan tertentu dalam diet lansia, seperti makanan yang mengandung banyak karbonasi (misalnya, minuman berkarbonasi) atau makanan yang menghasilkan gas dalam lambung (misalnya, kubis atau kacang-kacangan), juga dapat menyebabkan penumpukan gas dan sendawa.

✨ Kondisi medis:

Beberapa kondisi medis tertentu yang lebih umum pada lansia, seperti sindrom iritasi usus besar atau intoleransi laktosa, dapat memengaruhi pencernaan dan menyebabkan sendawa.

       Sendawa pada lansia biasanya adalah hal yang normal dan tidak perlu dikhawatirkan, terutama jika tidak disertai dengan gejala lain yang lebih serius.

Sendawa itu sendiri bukanlah penyakit, melainkan proses alami keluarnya gas dari dalam lambung melalui mulut. Namun, dalam beberapa kasus, sendawa dapat menjadi gejala atau tanda dari kondisi medis atau gangguan tertentu. 

Beberapa kondisi yang mungkin menyertai atau berhubungan dengan sendawa meliputi:

⛅ Refluks Gastroesofageal (GERD): 

GERD adalah kondisi di mana asam lambung naik ke kerongkongan dan dapat menyebabkan gejala seperti nyeri dada, mulas, atau sendawa yang tidak biasa.

⛅ Sindrom Irritasi Usus Besar (Irritable Bowel Syndrome, IBS): 

IBS adalah gangguan pencernaan yang dapat disertai dengan perubahan dalam pola buang air besar, nyeri perut, dan gas, yang dapat menyebabkan sendawa.

IBS menimbulkan perubahan pola buang air besar.
(Sumber: foto canva.com)

⛅ Sindrom Dispepsia (Sindrom Gangguan Pencernaan): 

Ini adalah kondisi di mana seseorang mengalami berbagai gejala pencernaan seperti rasa kembung, mulas, dan sendawa.

⛅ Intoleransi Laktosa: 

Intoleransi laktosa adalah kondisi di mana seseorang memiliki kesulitan mencerna laktosa, gula yang terdapat dalam produk susu. Ini dapat menyebabkan gejala seperti gas dan sendawa setelah mengonsumsi produk susu.

⛅ Kembung Abdominal: 

Kembung adalah kondisi di mana perut terasa penuh dan buncit akibat penumpukan gas dalam perut. Ini dapat disertai dengan sendawa yang lebih sering.

⛅ Ketidakcocokan Makanan: 

Makanan tertentu dalam diet seseorang dapat menyebabkan gas yang berlebihan dalam lambung, yang kemudian dikeluarkan melalui sendawa. Contohnya adalah makanan berkarbonasi, kacang-kacangan, atau makanan pedas.

⛅ Infeksi Saluran Pencernaan: 

Beberapa infeksi yang memengaruhi saluran pencernaan, seperti gastroenteritis, juga dapat menyebabkan gejala seperti sendawa, biasanya bersamaan dengan diare dan mual.

⛅ Ketidakseimbangan Bakteri Usus:

 Perubahan dalam komposisi bakteri dalam usus (disbiosis usus) dapat memengaruhi pencernaan dan menghasilkan gas berlebihan yang kemudian dikeluarkan melalui sendawa.

       Lansia, seperti orang dewasa pada umumnya, dapat mengalami sendawa karena berbagai alasan, termasuk penyakit. Ciri-ciri lansia yang bersendawa karena penyakit mungkin melibatkan gejala-gejala lain yang dapat memberikan petunjuk bahwa ada masalah kesehatan yang mendasarinya. 

Beberapa ciri sendawa karena penyakit :

💨 Sendawa yang Berlebihan: 

Jika lansia mengalami sendawa secara berlebihan dan tidak biasa, ini dapat menjadi tanda bahwa ada masalah dalam saluran pencernaan atau gangguan lain yang memengaruhi proses pencernaan.

Sendawa berlebihan tanda ada masalah pencernaan.
(Sumber: foto canva.com)

💨 Nyeri Perut atau Gangguan Pencernaan: 

Lansia yang bersendawa karena penyakit mungkin juga mengalami nyeri perut yang tidak biasa, mulas, perut kembung, mual, muntah, atau gangguan pencernaan lainnya.

💨 Perubahan Berat Badan yang Tidak Wajar: 

Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dengan mudah atau perubahan dalam pola makan dapat menjadi tanda adanya masalah kesehatan yang mendasari, termasuk masalah pencernaan.

💨 Perubahan dalam Pola Buang Air Besar: 

Perubahan dalam pola buang air besar, seperti diare atau sembelit yang parah dan persisten, dapat menjadi tanda gangguan pencernaan atau masalah usus.

💨 Gejala Pencernaan Lainnya: 

Selain sendawa, lansia yang memiliki gangguan pencernaan mungkin juga mengalami gejala lain seperti buang gas yang lebih sering, perut buncit, atau perasaan tidak nyaman dalam perut.

💨 Perubahan dalam Kebiasaan Makan:

Lansia yang mengalami masalah pencernaan atau penyakit terkait pencernaan mungkin mengalami perubahan dalam kebiasaan makan, seperti hilangnya selera makan atau menghindari makanan tertentu karena gejala yang memburuk setelah mengonsumsinya.

💨 Keluhan Umum yang Berkaitan dengan Pencernaan: 

Lansia yang bersendawa karena penyakit dapat mengeluhkan gejala umum yang berkaitan dengan pencernaan, seperti rasa penuh cepat saat makan, sensasi terbakar di dada (yang dapat mengindikasikan refluks asam lambung), atau perasaan tidak enak di perut.

       Sendawa itu sendiri bukanlah gejala kesehatan yang serius, tetapi gejala yang mungkin mengindikasikan masalah pencernaan atau penyakit lainnya. 

Sendawa pada lansia, seperti pada orang dewasa lainnya, biasanya bukan masalah serius dan dapat diatasi dengan mengikuti beberapa langkah sederhana. Namun, perlu diingat bahwa jika sendawa disebabkan oleh masalah medis yang lebih serius, pengobatan yang lebih mendalam mungkin diperlukan. 

Di bawah ini adalah beberapa langkah yang dapat membantu mengurangi sendawa pada lansia:

😜 Perhatikan Pola Makan: 

Pastikan lansia makan dengan tenang dan perlahan, mengunyah makanan dengan baik, dan tidak menelan udara saat makan. Hindari makan terlalu cepat atau berbicara saat makan.

😜 Hindari Makanan dan Minuman yang Menyebabkan Gas: 

Beberapa makanan dan minuman, seperti makanan pedas, kacang-kacangan, brokoli, kembang kol, dan minuman berkarbonasi, dapat menyebabkan penumpukan gas dalam lambung. Membatasi konsumsi makanan ini dapat membantu mengurangi sendawa. Minuman berkarbonasi dan menelan udara adalah alasan paling umum orang bersendawa. Sering kali, gas tersebut tidak sampai ke perut Anda. Sebaliknya, ia tetap terjebak di kerongkongan sampai muncul kembali.

Hindari minum minuman yang berkarbonasi.
(Sumber: foto canva.com)

😜 Hindari Menggunakan Sedotan:

Penggunaan sedotan saat minum dapat menyebabkan lebih banyak udara tertelan, yang dapat menyebabkan sendawa. Menghindari sedotan atau menggunakan sedotan yang lebih lebar bisa membantu mengurangi masalah ini.

😜 Makan dengan Posisi Tegak:

Makan dengan posisi tubuh yang tegak dapat membantu mencegah udara tertelan saat makan.

😜 Minum Air dengan Benar: 

Hindari minum dengan cepat atau dalam jumlah yang besar, karena ini dapat menyebabkan udara tertelan bersama dengan air. Minum air dengan perlahan dan dalam jumlah kecil bisa membantu menghindari sendawa.

😜 Jalani Gaya Hidup yang Sehat:

Menjaga berat badan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan menghindari merokok dapat membantu mengurangi risiko gangguan pencernaan yang dapat menyebabkan sendawa.

😜 Hindari Pakaian yang Terlalu Ketat:

Pakaian yang terlalu ketat di sekitar perut dapat memberikan tekanan tambahan pada perut dan mengakibatkan penumpukan gas.

Sendawa proses keluar gas dari dalam lambung melalui mulut.
(Sumber: foto canva.com)

😜 Konsultasi dengan Dokter: 

Jika sendawa pada lansia sangat mengganggu atau disertai dengan gejala lain yang mengkhawatirkan seperti nyeri perut yang parah, gangguan pencernaan yang persisten, atau perubahan berat badan yang tidak wajar, sebaiknya konsultasikan dengan dokter. Dokter dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab sendawa dan memberikan perawatan yang sesuai jika diperlukan.

Kiat lain mengurangi sendawa, jika Anda:

  • Makan dan minum perlahan; Meluangkan waktu dapat membantu Anda menelan lebih sedikit udara. Cobalah untuk membuat waktu makan menjadi santai; makan saat Anda stres atau dalam pelarian meningkatkan jumlah udara yang Anda telan.
  • Hindari minuman berkarbonasi dan bir; Mereka melepaskan gas karbon dioksida.
  • Hindari permen karet dan permen keras; Saat Anda mengunyah permen karet atau menghisap permen keras, Anda menelan lebih sering dari biasanya. Bagian dari apa yang Anda telan adalah udara.
  • Jangan merokok; Saat Anda menghirup asap, Anda juga menghirup dan menelan udara.
  • Periksa gigi palsu Anda. Gigi palsu yang tidak pas dapat menyebabkan Anda menelan udara berlebih saat makan dan minum.
  • Bergeraklah; Mungkin ada gunanya berjalan-jalan sebentar setelah makan.
  • Mengobati sakit maag; Untuk nyeri ulu hati ringan yang terjadi sesekali, antasida yang dijual bebas atau obat lain mungkin bisa membantu. GERD mungkin memerlukan obat resep atau perawatan lain.

       Sendawa adalah respons tubuh yang normal terhadap udara yang tertelan selama makan atau minum. Namun, jika sendawa menjadi masalah yang berulang atau mengganggu aktivitas sehari-hari lansia, sebaiknya cari bantuan medis untuk menilai penyebab dan mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengatasi masalah ini.

Jika seseorang mengalami sendawa yang terus-menerus atau disertai dengan gejala seperti nyeri perut yang parah, gangguan pencernaan, atau perubahan berat badan yang tidak wajar, sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk evaluasi lebih lanjut.





Sumber:

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/gas-and-gas-pains/in-depth/gas-and-gas-pains/art-20044739

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2280790/

https://www.medicalnewstoday.com/articles/325121

https://www.webmd.com/digestive-disorders/burping-reasons

https://www.uclahealth.org/medical-services/gastro/esophageal-health/diseases-we-treat/belching-disorders

Sunday, 17 September 2023

Pikiran Negatif Pada Lansia, Berbahaya

       Pikiran negatif adalah jenis pemikiran yang cenderung fokus pada aspek-aspek negatif, pesimis, atau merugikan dari suatu situasi, diri sendiri, atau dunia secara umum. Pikiran negatif dapat memengaruhi emosi, perilaku, dan persepsi seseorang tentang diri sendiri dan lingkungan mereka. 

Orang yang mengalami penyakit mental sering kali terlibat dalam gaya berpikir yang disebut “Berpikir Negatif Berulang”. Gaya berpikir ini melibatkan kecenderungan untuk mempunyai pikiran negatif tentang masa depan (khawatir) atau tentang masa lalu (ruminasi).

Ruminasi merupakan pikiran berulang mengenai pengalaman masa lalu dan sebagai bentuk dari refleksi maladaptif.  Jika seseorang terus mengalami ruminasi maka akan menghambat kemampuan problem solving, produktivitas dan intervensi. dan pikiran-pikiran ini bisa terasa tidak terkendali.

Istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan pikiran negatif yang berkelanjutan dan mendalam adalah "pikiran negatif yang persisten" atau "pikiran negatif yang kronis." 

 Pikiran negatif tentang masa depan (khawatir) atau tentang masa lalu (ruminasi).
(Sumber: foto canva.com)

Pikiran negatif yang persisten adalah gejala yang sering terkait dengan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan. 

Pikiran negatif yang kronis dapat merujuk pada pemikiran yang pesimis, merugikan, atau membingungkan yang terjadi secara terus-menerus dalam kehidupan sehari-hari seseorang dan tidak mudah berubah.

Berikut adalah beberapa contoh pikiran negatif:

😇 Pikiran Berlebihan tentang Kegagalan: 

Pikiran negatif ini mungkin melibatkan terlalu fokus pada kesalahan atau kegagalan yang telah terjadi, tanpa melihat prestasi atau keberhasilan yang mungkin juga telah dicapai.

😇 Merasa Tidak Berharga: 

Pikiran negatif bisa membuat seseorang merasa tidak berharga atau rendah diri. Contohnya, berpikir bahwa diri mereka tidak cukup baik, pintar, atau berharga.

Pikiran negatif yang kronis, pemikiran yang merugikan
(Sumber: foto canva.com)

😇 Pesimisme Berlebihan: 

Melihat segala sesuatu dengan cara yang pesimis atau melihat potensi kegagalan daripada potensi keberhasilan.

😇 Mengkatakan Hal-hal Negatif tentang Diri Sendiri: 

Merasa bersalah atau menyalahkan diri sendiri secara berlebihan, bahkan dalam situasi di mana mereka tidak bertanggung jawab atas masalah tersebut.

😇 Kata-Kata dan Pemikiran Kritik Terhadap Orang Lain: 

Pikiran negatif tidak selalu hanya tentang diri sendiri; mereka juga bisa melibatkan pemikiran kritik atau negatif terhadap orang lain.

😇 Antisipasi Buruk: 

Membayangkan atau mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin terjadi di masa depan, bahkan tanpa bukti yang kuat.

😇 Generalisasi yang Negatif: 

Melihat satu kejadian atau situasi negatif sebagai sesuatu yang mencerminkan keseluruhan hidup atau keberhasilan seseorang.

Membayangkan satu kejadian, keseluruhan buruk.
(Sumber: foto canva.com)

       Pikiran negatif bisa menjadi bagian alami dari pengalaman manusia, tetapi jika mereka menjadi dominan atau berkelanjutan, mereka dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan. 

Lansia juga dapat mengalami pikiran negatif, mirip dengan individu dari berbagai kelompok usia lainnya. Pikiran negatif pada lansia dapat berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan mereka dan dapat memengaruhi kesejahteraan mental mereka.

Beberapa ciri yang mungkin muncul ketika lansia memiliki pikiran negatif meliputi:

😈 Pikiran yang Pesimis tentang Masa Depan: 

Lansia dengan pikiran negatif mungkin cenderung memikirkan masa depan dengan pesimisme. Mereka mungkin merasa bahwa masa depan mereka akan menjadi sulit atau tidak menyenangkan.

😈 Merasa Tidak Berharga atau Tidak Diperhatikan: 

Lansia dengan pikiran negatif dapat merasa tidak berharga atau tidak diperhatikan oleh orang lain. Mereka mungkin merasa bahwa kontribusi mereka diabaikan.

😈 Ketakutan Akan Kelemahan atau Penurunan Fungsi: 

Lansia sering menghadapi perubahan fisik yang terkait dengan usia, dan pikiran negatif dapat membuat mereka merasa takut akan kelemahan atau penurunan fungsi fisik mereka.

😈 Pikiran Berlebihan tentang Kegagalan: 

Mereka mungkin cenderung memikirkan kegagalan atau kesalahan yang telah mereka buat dalam hidup mereka, tanpa memperhitungkan prestasi atau keberhasilan mereka.

Cenderung selalu memikirkan tentang kegagalan.
(Sumber: foto canva.com)

😈 Isolasi Sosial: 

Pikiran negatif dapat membuat lansia merasa cenderung untuk menghindari interaksi sosial atau mengisolasi diri dari orang lain. Mereka mungkin merasa bahwa orang lain tidak ingin berhubungan dengan mereka.

😈 Gangguan Tidur: 

Pikiran negatif dapat menyebabkan gangguan tidur, seperti insomnia atau terbangun dalam tidur malam dengan pikiran yang tidak menyenangkan.

😈 Ketakutan Akan Kehilangan:

Lansia yang memiliki pikiran negatif mungkin cenderung merasa takut akan kehilangan teman, keluarga, atau dukungan sosial mereka.

😈 Ketakutan Akan Meninggal: 

Pikiran negatif juga dapat mencakup kekhawatiran atau ketakutan akan kematian. Lansia mungkin merasa cemas tentang masa depan dan apa yang akan terjadi setelah mereka meninggal.

Penting untuk mengenali tanda-tanda pikiran negatif pada lansia dan memberikan dukungan serta perhatian yang sesuai.

Beberapa penyakit dan masalah kesehatan yang mungkin menjadi penyerta lansia yang berpikir negatif :

💜 Penyakit Jantung: 

Depresi dapat memengaruhi kesehatan jantung dan meningkatkan risiko penyakit jantung. Orang yang mengalami depresi seringkali memiliki perilaku yang kurang sehat, seperti merokok dan kurang berolahraga, yang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.

💜 Diabetes: 

Lansia dengan depresi cenderung memiliki masalah dalam mengelola diabetes mereka, seperti mengikuti diet yang tepat atau minum obat secara teratur. Ini dapat menyebabkan perburukan kontrol gula darah.

Lansia depresi dengan penyakit diabetes.
(Sumber: foto canva.com)

💜 Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): 

Depresi dapat memengaruhi tekanan darah, dan tekanan darah tinggi adalah faktor risiko untuk berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung dan stroke.

💜 Masalah Kesehatan Mental Lainnya: 

Selain depresi, lansia yang memiliki pikiran negatif dapat berisiko mengalami gangguan kecemasan atau masalah kesehatan mental lainnya.

💜 Penurunan Fungsi Kognitif: 

Depresi dan pikiran negatif yang berkelanjutan juga dapat berkontribusi pada penurunan fungsi kognitif atau risiko demensia.

💜 Penurunan Kualitas Hidup: 

Pikiran negatif yang berkelanjutan dan depresi dapat mengurangi kualitas hidup lansia dan membuat mereka merasa kurang bersemangat dalam menjalani hidup.

       Pikiran negatif pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor, dan sering kali ada kombinasi dari beberapa faktor yang berkontribusi pada pikiran negatif. 

Beberapa faktor penyebab pikiran negatif pada lansia meliputi:

😱 Perubahan Fisik: 

Proses penuaan sering kali disertai dengan perubahan fisik, seperti penurunan kesehatan, penurunan kekuatan fisik, atau kondisi medis yang lebih serius. Perubahan fisik ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan, keterbatasan fisik, dan perasaan kurang berdaya, yang dapat memicu pikiran negatif.

😱 Kehilangan Teman dan Keluarga: 

Lansia mungkin mengalami kehilangan teman, pasangan hidup, atau anggota keluarga karena kematian atau perpisahan. Kehilangan sosial ini bisa sangat berat dan memicu perasaan kesepian dan sedih.

😱 Isolasi Sosial: 

Keterbatasan mobilitas atau kurangnya kesempatan untuk berinteraksi sosial dapat menyebabkan isolasi sosial pada lansia. Rasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial dapat memicu pikiran negatif.

😱 Masalah Kesehatan: 

Masalah kesehatan fisik atau mental, seperti penyakit kronis, nyeri kronis, atau gangguan kesehatan mental, dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Gejala fisik atau mental yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perasaan sedih dan frustrasi.

😱 Stres Finansial: 

Masalah keuangan atau ketidakpastian finansial pada lansia bisa menjadi sumber stres dan kecemasan yang signifikan, yang dapat memicu pikiran negatif tentang masa depan.

Ketidakpastian finansial membuat lansia stres
(Sumber: foto canva.com)

😱 Pensiun: 

Pensiun dari pekerjaan atau kegiatan yang sebelumnya memberi makna pada hidup seseorang bisa membuat seseorang merasa kehilangan tujuan atau identitas yang jelas.

😱 Perasaan Tidak Diperhatikan atau Diabaikan:

Lansia mungkin merasa diabaikan atau kurang diperhatikan oleh masyarakat atau keluarga mereka, terutama jika mereka tinggal sendiri atau memiliki dukungan sosial yang terbatas.

😱 Gangguan Kesehatan Kognitif: 

Lansia dengan gangguan kesehatan kognitif seperti demensia dapat mengalami pikiran negatif dan kebingungan akibat perubahan dalam kemampuan berpikir mereka.

😱 Pengalaman Trauma: 

Pengalaman traumatis di masa lalu atau peristiwa sulit dalam hidup lansia dapat menyebabkan pikiran negatif yang berulang tentang pengalaman tersebut.

😱 Perubahan Lingkungan: 

Perubahan dalam lingkungan fisik atau sosial, seperti pindah ke tempat tinggal yang baru atau kehilangan lingkungan sosial yang stabil, dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan pikiran negatif tentang perubahan tersebut.

Beberapa strategi yang dapat membantu mengurangi dan mengatasi pikiran negatif pada lansia:

😵 Konseling atau Terapi:

Konseling atau terapi kognitif perilaku (CBT) dapat membantu lansia mengidentifikasi dan mengatasi pikiran negatif mereka. Terapis dapat membantu menggantikan pikiran negatif dengan pemikiran yang lebih positif dan seimbang. Terapi juga memberikan wadah yang aman untuk berbicara tentang perasaan dan kekhawatiran.

😵 Dukungan Sosial: 

Interaksi sosial dan dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok dukungan dapat memiliki dampak positif pada kesejahteraan emosional lansia. Terlibat dalam kegiatan sosial, seperti klub, kelompok komunitas, atau program seni, dapat membantu mengurangi isolasi sosial dan memperkuat hubungan.

😵 Aktivitas Fisik: 

Olahraga dan aktivitas fisik dapat meningkatkan suasana hati dan mengurangi gejala depresi. Ini juga dapat membantu lansia merasa lebih bugar secara fisik, yang dapat mempengaruhi perasaan positif tentang diri mereka sendiri.

😵 Perawatan Kesehatan yang Tepat: 

Memastikan bahwa lansia menerima perawatan kesehatan yang tepat untuk kondisi fisik dan mental mereka penting. Dalam beberapa kasus, obat-obatan atau intervensi medis mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatan mental yang mendasari.

😵 Hobi dan Aktivitas Menyenangkan:

Mendorong lansia untuk mengejar hobi dan aktivitas yang mereka nikmati dapat memberikan rasa pencapaian dan kebahagiaan. Ini dapat membantu mengalihkan perhatian dari pikiran negatif.

😵 Mindfulness dan Meditasi: 

Praktik mindfulness dan meditasi dapat membantu lansia merasa lebih tenang dan meningkatkan koneksi dengan diri mereka sendiri. Ini dapat membantu mengatasi pikiran negatif dan mengurangi stres. Mindfullness adalah jenis meditasi di mana Anda fokus untuk menyadari secara intens apa yang Anda rasakan dan rasakan pada saat itu, tanpa interpretasi atau penilaian 

😵 Pendidikan dan Informasi: 

Kadang-kadang, menginformasikan lansia tentang perubahan yang terjadi dalam tubuh mereka seiring bertambahnya usia dapat mengurangi kecemasan dan pikiran negatif yang berkaitan dengan perubahan tersebut.

😵 Pengaturan Tujuan: 

Membantu lansia menetapkan tujuan kecil dan realistis dapat memberikan rasa pencapaian dan arah dalam hidup mereka. Ini bisa menjadi sesuatu yang membuat mereka termotivasi dan bersemangat.

😵 Berbicara dengan Profesional Kesehatan Mental: 

Jika pikiran negatif berlanjut atau memburuk, berkonsultasilah dengan seorang profesional kesehatan mental yang berkualifikasi. Mereka dapat memberikan perawatan dan bimbingan yang lebih khusus sesuai dengan kebutuhan individu.

       Mengatasi pikiran negatif bisa memakan waktu, dan hasilnya mungkin berbeda untuk setiap individu. Penting untuk memberikan dukungan yang berkelanjutan dan memahami bahwa perubahan positif bisa memerlukan waktu. Jika Anda peduli dengan seseorang yang mengalami pikiran negatif, penting untuk mendengarkan mereka dengan empati dan menawarkan dukungan yang mereka butuhkan.






Sumber:

https://applewoodourhouse.com/7-ways-turn-around-negative-thinking-elderly/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7547434/

https://www.washingtonpost.com/wellness/2023/08/17/internalized-ageism-health-effects-solutions/

https://www.ucl.ac.uk/news/2020/jun/analysis-negative-thinking-linked-more-rapid-cognitive-decline-study-indicates

Saturday, 16 September 2023

Gangguan Kepribadian Borderline, Hubungan Tidak Stabil Pada Lansia.

      Orang dengan gangguan kepribadian borderline dengan perubahan suasana hati yang intens dan merasa tidak yakin tentang cara mereka memandang diri sendiri. Perasaan mereka terhadap orang lain dapat berubah dengan cepat, dan berubah dari sangat dekat menjadi sangat tidak suka. Perubahan perasaan ini dapat menyebabkan hubungan tidak stabil dan penderitaan emosional.

Gangguan Kepribadian Borderline (GKB) adalah suatu kondisi kesehatan mental yang ditandai dengan fluktuasi suasana hati yang ekstrem, ketidakstabilan dalam hubungan interpersonal, dan impulsif. Penderita GKB mempunyai rasa takut yang sangat besar akan ditinggalkan dan kesulitan mengatur emosinya, terutama kemarahan. Mereka juga cenderung menunjukkan perilaku impulsif dan berbahaya, seperti mengemudi sembarangan dan mengancam akan melukai diri sendiri. 

Lansia sering fluktuatif  suasana hati yang ekstrem.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

 Gangguan Kepribadian Borderline (GKB), atau dalam bahasa Inggris "Borderline Personality Disorder" (BPD). GKB adalah gangguan mental yang memengaruhi pola pikiran, emosi, dan perilaku seseorang.

Beberapa ciri utama dari Gangguan Kepribadian Borderline termasuk:

😒 Ketidakstabilan Emosi: 

Orang dengan GKB mungkin mengalami perubahan mendadak dalam perasaan mereka terhadap orang lain, diri mereka sendiri, dan dunia di sekitar mereka. Emosi irasional, termasuk kemarahan, ketakutan, kecemasan, kebencian, kesedihan, dan cinta yang tidak terkendali, sering berubah dan tiba-tiba. Perubahan ini biasanya hanya berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari beberapa hari.

😒 Hubungan yang Tidak Stabil: 

Mereka cenderung memiliki hubungan interpersonal yang intens, tetapi sering bergejolak dan terasa tidak stabil.  Penderita GKB merasa sulit menjaga hubungan pribadi yang sehat karena mereka cenderung mengubah pandangannya terhadap orang lain secara tiba-tiba dan dramatis. Mereka bisa berubah dari mengidealkan orang lain menjadi merendahkan mereka dengan cepat dan sebaliknya. Persahabatan, pernikahan, dan hubungan dengan anggota keluarga mereka sering kali kacau dan tidak stabil.

😒 Identitas yang Tidak Stabil: 

Kesulitan dalam merasa memiliki identitas yang tetap atau merasa tidak yakin tentang siapa mereka sebenarnya. Orang dengan GKB sering kali memiliki citra diri yang terdistorsi atau tidak jelas dan sering merasa bersalah atau malu serta menganggap dirinya “buruk”. Mereka mungkin juga mengubah citra diri mereka secara tiba-tiba dan dramatis, yang ditunjukkan dengan tiba-tiba mengubah tujuan, opini, karier, atau teman. Mereka juga cenderung menyabot kemajuan mereka sendiri. Misalnya, mereka mungkin sengaja gagal dalam ujian, merusak hubungan, atau dipecat dari pekerjaan.

😒 Impulsivitas: 

Kebiasaan melakukan tindakan impulsif yang mungkin berisiko, seperti penggunaan narkoba, perilaku seksual berisiko, atau pengeluaran uang yang tidak terkendali. Perilaku mengemudi sembrono, berkelahi, berjudi, penggunaan narkoba, makan berlebihan dan/atau aktivitas seksual yang tidak aman sering terjadi pada penderita BPD.

Melakukan tindakan impulsif yang berisiko.
(Sumber: foto canva.com)

😒 Ketakutan akan Pengabaian: 

Orang dengan GKB sering sangat takut akan ditolak atau ditinggalkan oleh orang yang mereka cintai. Penderita GKB biasanya merasa tidak nyaman sendirian, ketika merasa ditinggalkan atau diabaikan, mereka akan merasakan ketakutan atau kemarahan yang luar biasa. Mereka mungkin melacak keberadaan orang yang mereka cintai atau menghentikan mereka untuk pergi. Atau mereka mungkin mendorong orang menjauh sebelum menjadi terlalu dekat untuk menghindari penolakan.

😒 Perasaan Kehampaan:

Mereka mungkin merasa hampa atau kosong secara emosional. Banyak penderita GKB merasa sedih, bosan, tidak terpenuhi, atau “kosong”. Perasaan tidak berharga dan membenci diri sendiri juga sering terjadi.

😒 Riwayat Tindakan Yang Merugikan Diri: 

Beberapa orang dengan GKB mungkin melakukan tindakan merugikan diri seperti pemotongan diri atau percobaan bunuh diri. Membakar atau melukai dirinya sendiri atau mengancam untuk melakukannya. Mereka mungkin juga memiliki pikiran untuk bunuh diri. Tindakan merusak diri ini biasanya dipicu oleh penolakan, kemungkinan pengabaian, atau kekecewaan terhadap pengasuh atau kekasih.

       ðŸ’¬ Gangguan Kepribadian Borderline adalah kondisi yang kompleks dan dapat memengaruhi kehidupan seseorang secara signifikan

Ketidakstabilan dalam hubungan inter personal, dan impulsif
(Sumber: foto canva.com )

Gangguan Kepribadian Borderline (GKB) adalah kondisi yang kompleks, dan penyebab pastinya tidak dapat diidentifikasi dengan jelas. Namun, ada beberapa faktor risiko yang telah diidentifikasi yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengembangkan GKB. 

Faktor-faktor risiko GKB ini termasuk:

💧 Faktor Genetik: 

Ada bukti bahwa GKB dapat memiliki komponen genetik. Jika Anda memiliki anggota keluarga yang menderita GKB, Anda mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan ini.

💧 Faktor Lingkungan: 

Beberapa pengalaman lingkungan selama masa kanak-kanak dan masa remaja dapat meningkatkan risiko GKB, seperti:

💧 Trauma atau Pelecehan: 

Pengalaman traumatis seperti pelecehan seksual, fisik, atau emosional selama masa kanak-kanak dapat meningkatkan risiko GKB.

Pengalaman traumatis dapat meningkatkan risiko GKB
(Sumber: foto canva.com)

💧 Ketidakstabilan Keluarga: 

Tumbuh dalam keluarga yang tidak stabil, konflik, atau disfungsional dapat memengaruhi perkembangan kepribadian dan meningkatkan risiko GKB.

💧 Kehilangan Orang Tua atau Penolakan: 

Kehilangan orang tua karena perceraian, kematian, atau penolakan bisa menjadi faktor risiko.

💧 Faktor Neurobiologis: 

Gangguan aktivitas otak atau ketidakseimbangan neurotransmiter tertentu (zat kimia di otak yang mengatur mood dan perilaku) juga dapat memainkan peran dalam perkembangan GKB.

💧 Riwayat Gangguan Jiwa Lainnya: 

Jika seseorang memiliki riwayat gangguan jiwa lainnya seperti depresi, kecemasan, atau gangguan makan, risiko mereka untuk mengembangkan GKB juga dapat meningkat.

Riwayat gangguan jiwa dapat meningkatkan GKB.
(Sumber: foto canva.com)

💧 Stres Kronis: 

Paparan terus-menerus terhadap stres kronis dalam hidup, termasuk konflik antarpribadi yang berkepanjangan, dapat berkontribusi pada perkembangan GKB.

💧 Kurangnya Dukungan Sosial: 

Tidak memiliki sistem dukungan sosial yang kuat atau hubungan yang sehat dengan orang lain dapat meningkatkan risiko GKB.

       Pengobatan Gangguan Kepribadian Borderline (GKB) melibatkan pendekatan yang komprehensif dan individual. Terapi psikoterapi adalah komponen utama dalam pengobatan GKB.

Beberapa terapi yang telah terbukti efektif dalam mengelola gejala GKB termasuk:

📼 Terapi Dialektikal Perilaku (Dialectical Behavior Therapy, DBT):

DBT adalah terapi yang paling sering direkomendasikan untuk pengobatan GKB. Terapi ini membantu individu mengatasi impulsivitas, mengelola emosi yang kuat, dan membangun keterampilan interpersonal yang sehat.

📼 Terapi Kognitif Perilaku (Cognitive-Behavioral Therapy, CBT): 

CBT dapat membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang tidak sehat yang mungkin berkontribusi pada gejala GKB.

📼 Terapi Psikodinamik: 

Terapi ini dapat membantu individu memahami akar masalah emosional mereka dan bekerja melalui konflik emosional yang mungkin mendasari gejala GKB.

📼 Terapi Kelompok: 

Terapi dalam kelompok dapat membantu individu dengan GKB berinteraksi dengan orang lain, belajar dari pengalaman orang lain, dan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik.

📼 Terapi Keterampilan Antarpersonal: 

Terapi ini fokus pada pengembangan keterampilan interpersonal yang sehat dan membangun hubungan yang lebih stabil.

📼 Terapi Farmakologi: 

Meskipun obat-obatan tidak digunakan sebagai pengobatan utama GKB, mereka kadang-kadang digunakan untuk mengatasi gejala tertentu seperti depresi, kecemasan, atau impulsivitas. Pemilihan obat harus dilakukan oleh seorang psikiater yang berpengalaman.

      💬 Selain terapi, manajemen stres dan self-care sangat penting dalam pengobatan GKB. Ini termasuk latihan fisik teratur, pola tidur yang sehat, nutrisi yang baik, dan penghindaran penggunaan alkohol atau obat-obatan.

Pengobatan GKB sering kali memerlukan waktu yang lama dan komitmen yang kuat. Penting untuk bekerja sama dengan seorang profesional kesehatan mental yang memiliki pengalaman dalam merawat GKB. Terapi harus diarahkan oleh tujuan individu dan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan kemajuan yang terjadi.

 



Sumber:

https://www.nimh.nih.gov/health/topics/borderline-personality-disorder 

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/borderline-personality-disorder/symptoms-causes/syc-20370237

https://www.nhs.uk/mental-health/conditions/borderline-personality-disorder/overview/

https://www.samhsa.gov/mental-health/borderline-personality-disorder