Friday, 19 January 2024

Penuaan Faktor Risiko Lansia Terkena Diabetes Tipe 2

       Banyaknya penderita diabetes mellitus merupakan masalah yang berkembang di seluruh dunia, karena tingginya angka harapan hidup dan perubahan gaya hidup. Pada usia lanjut (lebih atau sama dengan 60–65 tahun), diabetes menjadi masalah kesehatan masyarakat yang mengkhawatirkan di negara maju dan bahkan di negara berkembang. 

Diabetes tipe 2 adalah jenis diabetes yang paling umum dan paling sering terjadi pada orang dewasa paruh baya dan lebih tua. Hal ini terjadi ketika tubuh tidak membuat atau menggunakan insulin dengan baik.

Diabetes tipe 2 jenis yang paling umum terjadi pada lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna )

Prevalensi diabetes tipe 2 dan pradiabetes meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini disebabkan kurangnya sekresi insulin dan meningkatnya resistensi insulin.

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit yang ditandai oleh kadar gula darah yang tinggi, dan terdapat dua jenis diabetes utama: diabetes tipe 1 dan diabetes tipe 2

Perbedaan utama antara keduanya:

Diabetes Tipe 1:

Penyebab:
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh kerusakan sel-sel pankreas yang menghasilkan insulin. Ini biasanya terjadi karena sistem kekebalan tubuh menyerang dan merusak sel-sel insulin produsen (sel beta) dalam pankreas.

Usia Terjadinya:
Biasanya muncul pada usia muda, sering kali pada masa anak-anak atau remaja.

Ketergantungan Insulin:
Penderita diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksternal untuk hidup. Mereka tidak dapat memproduksi insulin sendiri.

Proses Onset:
Onset penyakit tipe 1 dapat terjadi dengan cepat dan tanda-tanda gejala sering kali muncul secara tiba-tiba.

Faktor Risiko:
Faktor genetik dan faktor lingkungan mungkin berkontribusi pada perkembangan diabetes tipe 1, tetapi penyebab pastinya masih belum sepenuhnya dipahami.

Diabetes Tipe 2:

Penyebab:
Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan efektif atau tidak dapat menghasilkan cukup insulin. Resistensi insulin dan penurunan produksi insulin oleh pankreas merupakan karakteristik diabetes tipe 2.

Usia Terjadinya:
Biasanya terjadi pada usia dewasa, meskipun semakin banyak kasus muncul pada usia muda.
Diabetes tipe 2 terjadi pada usia dewasa dan lebih tua.
(Sumber: foto canva.com)
Ketergantungan Insulin:
Beberapa orang dengan diabetes tipe 2 mungkin memerlukan insulin eksternal, tetapi banyak yang dapat mengelola kondisinya dengan perubahan gaya hidup, diet, dan obat-obatan.

Proses Onset:
Onset diabetes tipe 2 bisa bersifat lambat, dan seseorang mungkin tidak menyadari adanya masalah gula darah dalam waktu yang lama.

Faktor Risiko:
Faktor risiko diabetes tipe 2 melibatkan gaya hidup yang kurang aktif, obesitas, faktor genetik, dan faktor usia.

Kesamaan:

  • Kedua jenis diabetes dapat menyebabkan komplikasi serius seperti masalah jantung, masalah mata, gangguan ginjal, dan masalah saraf perifer.
  • Keduanya memerlukan manajemen gula darah yang ketat untuk mencegah komplikasi jangka panjang.

💬 Perbedaan utama ini mencerminkan perbedaan dalam mekanisme penyebab dan pengelolaan keduanya. Penting untuk mencari bantuan medis dan perawatan yang sesuai untuk mengelola baik diabetes tipe 1 maupun tipe 2.

       Diabetes tipe 2 adalah kondisi kronis yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan efektif atau tidak dapat memproduksi cukup insulin. Insulin adalah hormon yang diperlukan untuk membantu sel-sel tubuh menggunakan glukosa (gula) sebagai sumber energi. Pada diabetes tipe 2, tubuh mungkin masih memproduksi insulin, tetapi tidak cukup atau tidak dapat menggunakan insulin dengan baik.

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan diabetes tipe 2 pada lansia antara lain:

Penuaan: 
Risiko diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia.
Diabetes tipe 2 meningkat seiring bertambah usia.
(Sumber: foto canva,com)
Obesitas: 
Kelebihan berat badan atau obesitas dapat meningkatkan risiko diabetes.

Keturunan: 
Jika ada riwayat diabetes dalam keluarga, risiko seseorang untuk mengembangkan diabetes juga meningkat.

Kurangnya Aktivitas Fisik: 
Gaya hidup yang kurang aktif atau kurang bergerak dapat meningkatkan risiko diabetes.

Diet yang Tidak Sehat: 
Pola makan yang tinggi lemak dan tinggi gula dapat berkontribusi pada pengembangan diabetes tipe 2.

Tekanan Darah Tinggi dan Kolesterol Tinggi: 
Kondisi-kondisi ini dapat meningkatkan risiko diabetes.

Gaya Hidup Merokok dan Konsumsi Alkohol: 
Kebiasaan ini dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2.

💬 Gejala diabetes tipe 2 pada lansia mirip dengan gejala pada kelompok usia lainnya, termasuk peningkatan rasa haus, sering buang air kecil, penurunan berat badan yang tidak diinginkan, dan kelelahan. Penting untuk mendeteksi dan mengelola diabetes tipe 2 sejak dini untuk mencegah komplikasi jangka panjang seperti masalah jantung, gangguan mata, dan gangguan saraf.

       Lansia yang terkena diabetes tipe 2 dapat menunjukkan berbagai gejala dan tanda. Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua orang dengan diabetes akan mengalami gejala yang sama, dan beberapa orang mungkin bahkan tidak menyadari bahwa mereka memiliki diabetes. 

Beberapa ciri atau gejala umum diabetes tipe 2 pada lansia meliputi:

Peningkatan Rasa Haus dan Sering Buang Air Keil:

  • Lansia dengan diabetes tipe 2 mungkin mengalami peningkatan rasa haus yang berlebihan.
  • Frekuensi buang air kecil yang meningkat juga bisa menjadi tanda.
  • Penurunan Berat Badan yang Tidak Diinginkan:
  • Meskipun kelebihan berat badan sering terkait dengan diabetes tipe 2, beberapa orang juga dapat mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan.

Kelelahan dan Lemah:
Rasa lelah yang berlebihan atau kelemahan yang tidak dapat dijelaskan juga dapat menjadi tanda diabetes.
Kelelahan dan kelemahan juga menjadi tanda diabetes.
(Sumber: foto canva.com)
Luka yang Sulit Sembuh:
Lansia dengan diabetes tipe 2 mungkin mengalami kesulitan dalam penyembuhan luka atau luka yang lambat sembuh.

Infeksi Kulit dan Infeksi Jamur:
Infeksi pada kulit, seperti infeksi jamur, dapat lebih sering terjadi pada orang dengan diabetes.

Gatal-gatal pada Kulit:
Gatal-gatal, terutama di area genital, dapat menjadi gejala diabetes tipe 2.

Kabur atau Menurunnya Penglihatan:
Lansia dengan diabetes mungkin mengalami masalah penglihatan, seperti penglihatan kabur.

Kaki dan Tangan Kesemutan atau Mati Rasa:
Kerusakan saraf perifer (neuropati) dapat menyebabkan sensasi kesemutan atau mati rasa pada kaki dan tangan.

Penurunan Kemampuan Seksual:
Disfungsi ereksi atau penurunan libido dapat terjadi pada laki-laki dengan diabetes tipe 2.

Peningkatan Tekanan Darah dan Kolesterol:
Diabetes tipe 2 dapat berkontribusi pada peningkatan tekanan darah dan kolesterol.

💬 Gejala diabetes tipe 2 dapat muncul secara perlahan dan tidak selalu mencolok. Jika ada kekhawatiran tentang risiko diabetes atau jika seseorang mengalami gejala yang mencurigakan, disarankan untuk segera berkonsultasi dengan profesional kesehatan. 

       Mencegah diabetes tipe 2 pada lansia melibatkan adopsi gaya hidup sehat dan pemantauan kesehatan secara rutin. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah diabetes tipe 2 pada lansia:

Pola Makan Sehat:

  • Pilih makanan yang kaya serat, rendah lemak jenuh, dan rendah gula.
  • Konsumsi buah-buahan, sayuran, sumber protein sehat, dan biji-bijian utuh.

Pertahankan Berat Badan Sehat:

  • Usahakan untuk mempertahankan berat badan yang sehat sesuai dengan indeks massa tubuh (IMT) yang direkomendasikan oleh profesional kesehatan.
  • Jika berat badan berlebih, upayakan untuk menurunkan berat badan secara bertahap.

Aktivitas Fisik Rutin:

  • Lakukan aktivitas fisik secara teratur, seperti berjalan kaki, berenang, atau olahraga ringan lainnya.
  • Tujuannya adalah setidaknya 150 menit aktivitas aerobik sedang per minggu.

Aktivitas rutin seperti olahraga ringan mencegah diabetes.
(Sumber: foto canva.com)

Kontrol Tekanan Darah:

  • Pantau tekanan darah secara teratur dan upayakan untuk menjaganya dalam kisaran normal.
  • Perubahan gaya hidup seperti diet rendah garam dan olahraga dapat membantu mengelola tekanan darah.

Pantau Kolesterol:

  • Kontrol kadar kolesterol dengan diet sehat dan olahraga.
  • Berbicaralah dengan dokter tentang pengelolaan kolesterol jika diperlukan.

Hindari Merokok dan Batasi Konsumsi Alkohol:

  • Merokok dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, sehingga berhenti merokok dapat memberikan manfaat kesehatan.
  • Batasi konsumsi alkohol dan perhatikan pola minum yang sehat.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

  • Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan periksa gula darah secara teratur, terutama jika ada faktor risiko diabetes.
  • Deteksi dini memungkinkan pengelolaan yang lebih baik.

Hindari Stres Berlebihan:
Cari cara untuk mengelola stres, seperti meditasi, olahraga, atau hobi yang menyenangkan.

Konsumsi Air Secukupnya:

  • Pastikan untuk minum air dalam jumlah yang cukup setiap hari.
  • Hindari minuman manis dan minuman beralkohol yang dapat meningkatkan risiko diabetes.

Pendidikan Kesehatan:

  • Dapatkan edukasi tentang diabetes, risiko, dan cara mencegahnya.
  • Diskusikan dengan dokter atau ahli gizi untuk merancang rencana hidup sehat yang sesuai dengan kebutuhan pribadi.

💬 Langkah-langkah ini dapat membantu mengurangi risiko diabetes tipe 2 pada lansia. Penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk mendapatkan saran yang sesuai dengan kondisi kesehatan individu dan mendapatkan pemantauan yang rutin.

       Pengelolaan diabetes tipe 2 pada lansia melibatkan berbagai pendekatan, termasuk perubahan gaya hidup, pengontrolan makanan, aktivitas fisik, dan terkadang pemberian obat atau insulin. Dalam hal ini, pengobatan diabetes tipe 2 pada lansia harus dilakukan secara individual sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan masing-masing. 

Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil:

Perubahan Gaya Hidup:

  • Diet Sehat: Fokus pada pola makan sehat dengan pilihan makanan rendah karbohidrat, rendah gula, dan tinggi serat.
  • Aktivitas Fisik: Lakukan aktivitas fisik secara teratur, sesuai dengan kemampuan fisik individu. Olahraga membantu mengontrol gula darah.
  • Pengelolaan Berat Badan: Pemeliharaan atau penurunan berat badan yang sehat dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin.

Monitoring Gula Darah:
Pemantauan gula darah secara teratur sangat penting. Lansia dengan diabetes perlu memantau kadar gula darah mereka sesuai dengan petunjuk dokter.

Pengobatan Oral:
Dokter mungkin meresepkan obat antidiabetes oral, seperti metformin atau obat-obat lainnya, untuk membantu mengontrol gula darah.

Insulin:
Pada beberapa kasus, insulin mungkin diperlukan untuk mengelola gula darah. Penggunaan insulin dapat bervariasi tergantung pada respons tubuh dan kebutuhan individu.

Manajemen Tekanan Darah dan Kolesterol:
Kontrol tekanan darah dan kadar kolesterol sangat penting, karena diabetes tipe 2 dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.

Pemantauan Kesehatan Lainnya:
Pemantauan kesehatan secara menyeluruh, termasuk pemeriksaan mata, ginjal, dan kaki, juga penting untuk mendeteksi dan mencegah komplikasi.

Edukasi dan Dukungan Psikologis:
Pendidikan mengenai diabetes dan dukungan psikologis dapat membantu lansia dalam mengatasi tantangan sehari-hari dan mengelola stres.

Konsultasi dengan Tim Kesehatan:
Lansia dengan diabetes sebaiknya bekerja sama dengan tim kesehatan yang melibatkan dokter, ahli gizi, dan profesional kesehatan lainnya untuk mendapatkan perawatan terbaik.
Lansia dengan dengan diabetes konsultasi dengan dokter.
(Sumber: foto canva.com)
Hindari Merokok dan Batasi Konsumsi Alkohol:
Merokok dapat memperburuk komplikasi diabetes, sedangkan konsumsi alkohol harus dibatasi atau dihindari tergantung pada kondisi kesehatan individu.

Pemantauan dan Penyesuaian Terapi:
Terapi diabetes perlu dipantau secara teratur dan disesuaikan sesuai dengan perubahan kondisi kesehatan atau respons tubuh terhadap pengobatan.

Setiap rencana pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan khusus dan karakteristik kesehatan masing-masing individu. Diskusi terbuka dengan profesional kesehatan dan pemantauan rutin adalah kunci untuk mencapai pengelolaan diabetes tipe 2 yang efektif pada lansia.


Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4673801

https://journals.lww.com/indjem/fulltext/2015/19060/diabetes_mellitus_in_elderly.7.aspx

https://www.nia.nih.gov/health/diabetes/diabetes-older-people

https://www.nature.com/articles/s41574-021-00512-2

https://ncoa.org/article/what-are-10-warning-signs-of-diabetes-in-older-adults

https://www.endocrine.org/patient-engagement/endocrine-library/diabetes-and-older-adults


Thursday, 18 January 2024

Beberapa Ciri Umum Terdapat Kanker pada Tubuh Lansia

     Kanker adalah salah satu kata paling mengerikan yang diucapkan dokter, risiko terkena kanker meningkat seiring bertambahnya usia. Lebih dari separuh diagnosis kanker diberikan kepada lansia. Kanker tertentu lebih umum terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. 

Usia menambah kompleksitas dalam hidup dengan kanker. Banyak kanker pada orang lanjut usia yang didiagnosis pada stadium lanjut, karena gejala awal kanker dapat disalahartikan sebagai kondisi lain atau penyakit ringan yang berhubungan dengan usia tua. 

Gejala awal kanker disalahartikan penyakit ringan karena lanjut usia.
(Sumber: foto pens 49 ceria) 

Akibatnya, pengobatan kanker sering kali terlambat dimulai, sehingga meningkatkan kompleksitas pengobatan, kemungkinan efek samping yang parah, dan mengurangi kemungkinan keberhasilan pengobatan.   

Beberapa kanker yang paling umum, seperti kanker usus besar dan kanker payudara, mudah dideteksi pada tahap awal. Ini saat yang paling bisa diobati. Kanker lain, seperti kanker paru-paru, lebih sulit dideteksi dan pengobatannya bisa lebih rumit.  

Kanker adalah suatu kondisi di mana sel-sel tubuh mengalami pertumbuhan yaRisiko Anda terkena kanker meningkat seiring bertambahnya usia. Lebih dari separuh diagnosis kanker diberikan kepada orang-orang yang berusia di atas 66 tahun.ng tidak terkendali dan dapat menyerang jaringan atau organ tubuh. Normalnya, sel-sel dalam tubuh berkembang biak dan mati secara terprogram. Namun, pada kasus kanker, mekanisme pengendalian pertumbuhan sel terganggu, sehingga sel-sel terus berkembang dan membentuk massa abnormal yang disebut tumor.

Tumor dapat bersifat ganas (kanker) atau jinak. Tumor ganas memiliki kemampuan menyerang jaringan sekitarnya dan bahkan dapat menyebar ke bagian tubuh yang lain melalui aliran darah atau limfatik. Proses penyebaran ini disebut metastasis.

       Ciri-ciri kanker pada manusia dapat bervariasi tergantung pada jenis kanker, lokasi, dan sejauh mana penyakit telah berkembang.

Beberapa ciri umum yang mungkin menunjukkan adanya kanker:

Pembengkakan atau benjolan: 

Pembentukan benjolan atau pembengkakan yang tidak normal pada tubuh dapat menjadi tanda kanker. Benjolan ini dapat teraba pada payudara, leher, ketiak, atau di daerah lain.

Benjolan dapat teraba pada payudara,leher, ketiak, atau tempat lain.
(Sumber: foto canva.com)
 Perubahan pada kulit: 

Perubahan warna, tekstur, atau ukuran kulit di sekitar suatu area dapat menjadi tanda kanker kulit. Melanoma, misalnya, dapat menyebabkan perubahan pada tahi lalat atau bintik-bintik kulit.

Perubahan pada ukuran atau bentuk organ:

Peningkatan ukuran atau perubahan bentuk organ, seperti payudara yang berubah bentuk atau ukuran, dapat menjadi tanda kanker.

Perubahan pada pola buang air besar atau buang air kecil:

Perubahan dalam pola buang air besar atau buang air kecil, seperti perubahan warna, konsistensi, atau adanya darah, dapat menjadi tanda kanker pada saluran pencernaan atau saluran kemih.

Masalah dalam menelan: 

Kesulitan menelan atau nyeri saat menelan dapat menjadi tanda kanker pada tenggorokan atau esofagus.

Perubahan berat badan yang tidak dapat dijelaskan: 

Kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan gaya hidup atau diet dapat menjadi tanda kanker.

Kelelahan yang berlebihan: 

Kelelahan yang tidak dapat dijelaskan dan berlanjut dapat menjadi tanda kanker, meskipun kelelahan juga dapat disebabkan oleh berbagai kondisi lainnya.

Nyeri yang tidak hilang: 

Nyeri yang persisten dan tidak merespons pengobatan biasa dapat menjadi tanda kanker, terutama jika terkait dengan pembengkakan atau perubahan lainnya.

Perubahan pada pola menstruasi: 

Perubahan yang signifikan dalam pola menstruasi atau pendarahan yang tidak normal pada wanita dapat menjadi tanda kanker di organ reproduksi.

Pendarahan yang tidak normal pada wanita tanda kanker di organ reproduksi.
(Sumber: foto canva.com)

💬 Gejala-gejala ini tidak selalu menunjukkan kanker, dan banyak kondisi lain dapat menyebabkan gejala serupa. Namun, jika Anda mengalami gejala yang mencurigakan, penting untuk segera berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk evaluasi dan diagnosis yang tepat. Deteksi dini kanker sangat penting untuk perawatan yang lebih efektif.

Beberapa jenis kanker yang umum, antara lain:

  • Kanker Payudara: Kanker yang bermula di jaringan payudara, baik pada pria maupun wanita.
Kanker yang menyerang wanita maupun pria bermula dijaringan payudara.
(Sumber: foto canva.com) 
  • Kanker Paru-paru: Kanker yang bermula di paru-paru dan sering terkait dengan merokok.
  • Kanker Kolorektal: Melibatkan usus besar (kolon) atau rektum. Ini termasuk kanker usus besar dan kanker rektum.
  • Kanker Prostat: Kanker yang bermula di kelenjar prostat pada pria.
  • Kanker Ovarium: Kanker yang bermula di ovarium atau indung telur pada wanita.
  • Kanker Serviks: Kanker yang bermula di leher rahim atau serviks pada wanita.
  • Kanker Kandung Kemih: Melibatkan kandung kemih, organ tempat menyimpan urin.
  • Kanker Hati: Kanker yang bermula di hati.
  • Kanker Kulit (Melanoma): Melibatkan sel-sel kulit, terutama jenis melanoma.
  • Kanker Pankreas: Kanker yang bermula di pankreas, organ yang menghasilkan enzim pencernaan dan insulin.
  • Kanker Darah (Leukemia): Kanker yang terjadi di sumsum tulang, menyebabkan produksi sel darah yang abnormal.
  • Limfoma: Jenis kanker yang melibatkan sistem limfatik, termasuk limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
  • Kanker Tiroid: Kanker yang bermula di kelenjar tiroid di leher.
Kanker Tiroid bermula di kelenjar tiroid leher.
(Sumber: foto canva.com)
  • Kanker Kepala dan Leher: Melibatkan area seperti mulut, tenggorokan, lidah, dan amandel.
  • Sarkoma: Jenis kanker yang bermula di jaringan penyangga tubuh, seperti tulang, otot, atau lemak.
  • Kanker Otak: Kanker yang bermula di otak atau sumsum tulang belakang.
  • Kanker Esofagus: Kanker yang bermula di pipa makanan yang menghubungkan tenggorokan dan lambung.
  • Kanker Ginjal: Kanker yang bermula di ginjal.
  • Kanker Kandung Empedu: Melibatkan kandung empedu, organ yang menyimpan empedu.
  • Kanker Laring: Melibatkan pita suara dan saluran udara atas.

Ini hanya beberapa contoh dari banyak jenis kanker yang ada. Masing-masing jenis kanker memiliki karakteristik dan faktor risiko yang berbeda, dan perawatan yang tepat juga dapat bervariasi tergantung pada jenis dan tingkat keparahan kanker tersebut.

Beberapa faktor penyebab kanker yang umumnya diidentifikasi meliputi:

Faktor Genetik dan Herediter: 

Beberapa orang memiliki predisposisi genetik terhadap perkembangan kanker. Jika ada riwayat kanker dalam keluarga, risiko seseorang dapat meningkat.

Mutasi Genetik Akibat Paparan Lingkungan: 

Paparan zat-zat karsinogenik (pemicu kanker) dalam lingkungan sekitar dapat menyebabkan mutasi genetik yang mengarah pada perkembangan kanker. Contoh zat-zat ini meliputi asap rokok, polusi udara, radiasi, dan bahan kimia industri.

Merokok dan Penggunaan Tembakau: 

Merokok dan penggunaan tembakau adalah faktor risiko utama untuk beberapa jenis kanker, terutama kanker paru-paru, mulut, tenggorokan, dan pankreas.

Diet yang Buruk:

Konsumsi makanan yang kaya lemak jenuh, rendah serat, dan rendah nutrisi dapat meningkatkan risiko kanker. Konsumsi berlebihan daging merah atau diproses juga dapat berkontribusi.

Obesitas: 

Obesitas atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko beberapa jenis kanker, termasuk kanker payudara, usus besar, dan rahim.

Obesitas dapat meningkatkan beberapa jenis kanker.
(Sumber: foto canva.com)

Paparan Radiasi: 

Paparan radiasi, baik yang berasal dari sumber alam (seperti radiasi sinar matahari) maupun manusia (seperti terapi radiasi untuk pengobatan kanker atau pemindaian radiologi), dapat meningkatkan risiko kanker.

Infeksi dan Virus: 

Beberapa infeksi virus tertentu dapat meningkatkan risiko kanker. Contohnya, virus Human Papillomavirus (HPV) dapat meningkatkan risiko kanker serviks, dan Hepatitis B dan C dapat meningkatkan risiko kanker hati.

Alkohol: 

Konsumsi alkohol yang berlebihan telah terkait dengan peningkatan risiko kanker, terutama pada organ-organ tertentu seperti hati, esofagus, dan payudara.

Paparan Asbes: 

Paparan terhadap asbes, seperti di tempat kerja tertentu, dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru dan asbestosis.

Penuaan: 

Risiko kanker cenderung meningkat seiring bertambahnya usia, meskipun kanker dapat terjadi pada segala usia.

Hormon: 

Perubahan tingkat hormon, seperti pada wanita selama kehamilan dan menopause, dapat mempengaruhi risiko kanker payudara dan ovarium.

       Faktor usia adalah salah satu faktor risiko utama untuk perkembangan kanker. Risiko kanker cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Beberapa alasan mengapa usia dapat menjadi faktor risiko kanker melibatkan perubahan biologis dan paparan karsinogen yang dapat terjadi selama rentang hidup seseorang. 

Beberapa hal terkait kanker dan faktor usia:

Akumulasi Mutasi Genetik: 

Seiring bertambahnya usia, sel-sel tubuh dapat mengalami mutasi genetik yang akumulatif. Meskipun tubuh memiliki mekanisme perbaikan DNA, seiring waktu, beberapa perubahan genetik mungkin tetap bertahan dan dapat meningkatkan risiko perkembangan kanker.

Menurunnya Respons Kekebalan Tubuh: 

Sistem kekebalan tubuh cenderung menurun seiring bertambahnya usia, yang dapat membuat tubuh kurang efektif dalam mengenali dan melawan sel-sel kanker yang mungkin berkembang.

Paparan Karsinogen sepanjang Hidup: 

Seiring berjalannya waktu, seseorang mungkin terpapar berbagai karsinogen (zat penyebab kanker) melalui lingkungan, makanan, dan gaya hidup. Paparan karsinogen dapat memainkan peran dalam perkembangan kanker seiring berjalannya waktu.

Menurunnya Kapasitas Regenerasi Sel: 

Kemampuan sel untuk meregenerasi dan memperbaiki diri juga dapat menurun seiring penuaan. Ini dapat meningkatkan risiko kerusakan genetik yang dapat memicu perkembangan kanker.

Perubahan Hormonal: 

Pada beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara dan kanker prostat, perubahan hormonal yang terjadi seiring bertambahnya usia dapat memainkan peran penting dalam risiko kanker.

💬Meskipun usia adalah faktor risiko utama, tidak semua orang yang menua akan mengembangkan kanker. Kombinasi faktor risiko, termasuk faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup, juga memainkan peran dalam perkembangan kanker. 

       Mencegah kanker melibatkan sejumlah langkah yang dapat diambil dalam gaya hidup sehari-hari. Meskipun tidak ada jaminan mutlak bahwa mengikuti langkah-langkah ini dapat menghindarkan seseorang dari risiko kanker sepenuhnya, mereka dapat membantu mengurangi risiko secara signifikan. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kanker:

Berhenti Merokok: 

Merokok adalah faktor risiko utama untuk banyak jenis kanker, terutama kanker paru-paru, mulut, tenggorokan, dan pankreas. Berhenti merokok adalah langkah kunci dalam pencegahan kanker.

Merokok faktor risiko banyak jenis kanker.
(Sumber: foto canva.com)

Mengurangi Konsumsi Alkohol: 

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker pada beberapa organ, termasuk hati, esofagus, dan payudara. Batasi konsumsi alkohol atau hindari sepenuhnya.

Menerapkan Diet Sehat: 

Konsumsi makanan yang kaya serat, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh dapat membantu mengurangi risiko beberapa jenis kanker. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan gula tambahan.

Menjaga Berat Badan Sehat: 

Obesitas atau kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko kanker. Menjaga berat badan yang sehat melalui diet seimbang dan aktivitas fisik dapat membantu mengurangi risiko tersebut.

Aktivitas Fisik Rutin: 

Olahraga secara teratur dapat membantu menjaga berat badan, meningkatkan sistem kekebalan, dan mengurangi risiko kanker. Cobalah untuk berolahraga setidaknya 150 menit per minggu.

Melindungi Diri dari Paparan Matahari: 

Paparan berlebihan terhadap sinar matahari dapat meningkatkan risiko kanker kulit, termasuk melanoma. Gunakan tabir surya, hindari paparan matahari berlebihan, dan lakukan pemeriksaan kulit secara rutin.

Vaksinasi: 

Vaksinasi dapat membantu mencegah infeksi yang dapat meningkatkan risiko kanker. Misalnya, vaksin HPV dapat membantu melindungi terhadap kanker serviks.

Menghindari Paparan Zat Berbahaya:

Hindari paparan terhadap zat-zat karsinogenik di tempat kerja atau lingkungan sehari-hari. Gunakan perlindungan yang sesuai dan ikuti pedoman keselamatan.

Pemeriksaan Rutin dan Deteksi Dini: 

Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan tes skrining yang sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan faktor risiko pribadi dapat membantu mendeteksi kanker pada tahap awal, ketika peluang penyembuhan lebih tinggi.

Mengelola Stres:

Stres yang kronis dapat memengaruhi kesehatan secara keseluruhan, termasuk meningkatkan risiko kanker. Praktek manajemen stres, seperti meditasi, yoga, atau aktivitas santai lainnya, dapat membantu.

       Perawatan kanker dapat bervariasi tergantung pada jenis kanker, tingkat keparahan, lokasi, dan kondisi kesehatan umum pasien. Tim medis yang terdiri dari berbagai spesialis kesehatan seperti onkologis (dokter spesialis kanker), ahli bedah, radiologis, dan lain-lain, biasanya bekerja bersama untuk merencanakan perawatan yang paling efektif. 

Beberapa metode pengobatan kanker yang umum melibatkan:

Pembedahan: 

Prosedur bedah dapat dilakukan untuk mengangkat tumor atau massa kanker. Ini bisa menjadi opsi terutama jika tumor terlokalisasi dan dapat dihapus dengan aman.

Kemoterapi: 

Penggunaan obat-obatan kemo yang dapat membunuh sel kanker atau menghambat pertumbuhannya. Kemoterapi dapat diberikan secara oral atau melalui infus, dan seringkali digunakan dalam kombinasi dengan metode pengobatan lainnya.

Radioterapi: 

Penggunaan sinar radiasi untuk merusak dan membunuh sel kanker. Radioterapi dapat dilakukan dari luar tubuh (eksternal) atau dengan menyuntikkan bahan radioaktif ke dalam atau dekat area yang terkena (internal).

Terapi Target: 

Obat-obatan yang dirancang untuk menargetkan spesifik perubahan genetik atau protein pada sel kanker. Terapi target dapat mengurangi efek samping yang terkait dengan pengobatan kanker konvensional.

Imunoterapi: 

Stimulasi sistem kekebalan tubuh untuk mendeteksi dan melawan sel kanker. Imunoterapi dapat melibatkan penggunaan antibodi atau vaksin yang merangsang respons kekebalan.

Hormonoterapi: 

Menghambat atau menghentikan produksi hormon tertentu yang dapat merangsang pertumbuhan sel kanker. Ini sering digunakan pada kanker yang tergantung pada hormon, seperti kanker payudara dan prostat.

Transplantasi Sumsum Tulang: 

Pemindahan sel-sel sumsum tulang yang sehat untuk menggantikan sel-sel sumsum tulang yang rusak atau dihancurkan oleh pengobatan kanker.

Palliative Care: 

Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mengurangi gejala dan efek samping pengobatan kanker, meskipun tidak bertujuan menyembuhkan kanker.

Perawatan kanker sering kali melibatkan kombinasi dari metode-metode di atas, disesuaikan dengan karakteristik khusus kanker yang dihadapi dan kondisi pasien. Proses perawatan kanker seringkali melibatkan kerjasama erat antara pasien dan tim medis untuk mengatasi tantangan fisik dan emosional yang muncul selama perjalanan pengobatan. Perawatan yang tepat waktu dan komprehensif dapat meningkatkan peluang kesembuhan dan meningkatkan kualitas hidup.


Sumber:

https://www.webmd.com/healthy-aging/the-most-common-cancers-in-older-adults 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5763438/

https://www.uicc.org/what-we-do/thematic-areas/cancer-and-ageing

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5175057/

https://www.ageuk.org.uk/our-impact/campaigning/cancer-in-later-life/

https://www.cancer.org/content/dam/cancer-org/research/cancer-facts-and-statistics 

Wednesday, 17 January 2024

Obesitas Abdominal, Berapa Ukuran Lingkar Perut Anda.

        Para peneliti pertama kali mulai fokus pada obesitas abdominal pada tahun 1980-an ketika mereka menyadari bahwa hal itu memiliki hubungan penting dengan penyakit kardiovaskular,diabetes, dan dislipidemia. Obesitas abdominal lebih erat kaitannya dengan disfungsi metabolik yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular dibandingkan obesitas umum.

Obesitas abdominal disebut juga : 

  • Lemak perut
  • Obesitas sentral
  • Adipositas sentral
  • Lemak intra-abdomen
  • Lemak visceral

Obesitas abdominal pada lansia merujuk pada penumpukan lemak di daerah perut atau pinggang pada orang yang berusia lanjut. Ini biasanya terkait dengan peningkatan lingkar pinggang. Lingkar pinggang yang besar pada lansia dapat menjadi indikator obesitas abdominal.

Obesitas abdominal merupakan penumpukan lemak di daerah perut.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Bentuk perut dari obesitas abdominal, disebut "perut berbentuk apel" dalam konteks penurunan berat badan atau kebugaran, bentuk tubuh di mana lemak terutama terakumulasi di sekitar daerah perut dan pinggang, memberikan bentuk yang mirip dengan bentuk apel. Perut apel sering kali terkait dengan distribusi lemak visceral, yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2. 

Sedangkan untuk menggambarkan perut yang dianggap sehat atau fit adalah "perut berbentuk pir" atau "perut berbentuk segitiga." Perut ini cenderung memiliki bentuk yang meruncing ke bawah, dengan lingkar pinggang yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian atas perut. Bentuk perut pir dimana  lemak menumpuk di pinggul dan bokong. sering dianggap sebagai indikator distribusi lemak yang lebih sehat dan dapat dikaitkan dengan gaya hidup aktif dan pola makan seimbang.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan obesitas abdominal pada lansia meliputi:

Perubahan Hormonal: 

Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan hormonal pada lansia, termasuk penurunan kadar hormon seks seperti estrogen pada wanita dan testosteron pada pria. Perubahan ini dapat berkontribusi pada penumpukan lemak di daerah abdominal.

Penurunan Aktivitas Fisik: 

Banyak orang yang memasuki usia lanjut mungkin mengalami penurunan tingkat aktivitas fisik, yang dapat menyebabkan penumpukan lemak di daerah perut.

Memasuki usia lanjut banyak lansia mengalami penurunan aktivitas fisik.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Metabolisme: 

Metabolisme tubuh cenderung melambat seiring bertambahnya usia, yang dapat memengaruhi cara tubuh memproses dan menyimpan lemak.

Perubahan Gaya Hidup dan Pola Makan: 

Faktor gaya hidup, seperti pola makan yang tidak sehat dan kekurangan aktivitas fisik, dapat berkontribusi pada obesitas abdominal pada lansia.

Pola makan tidak sehat menimbulkan obesitas abdominal.
(Sumber: foto canva.com )

💬Obesitas abdominal pada lansia memiliki konsekuensi serius terkait dengan kesehatan. Selain risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes, obesitas abdominal juga dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan lainnya, termasuk tekanan darah tinggi, penyakit hati, dan gangguan tidur.

        Obesitas abdominal dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan seseorang. 

Beberapa dampak utama obesitas abdominal:

Penyakit Kardiovaskular: 

Obesitas abdominal secara khusus terkait dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Lemak yang menumpuk di sekitar organ dalam, seperti jantung dan pembuluh darah, dapat menyebabkan peradangan dan meningkatkan tekanan darah. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, serangan jantung, dan stroke.

Resistensi Insulin dan Diabetes Tipe 2: 

Obesitas abdominal dapat menyebabkan resistensi insulin, di mana sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin. Ini dapat mengarah pada pengembangan diabetes tipe 2, karena tubuh tidak dapat mengelola gula darah dengan efisien.

Masalah Kesehatan Metabolik: 

Obesitas abdominal terkait dengan peningkatan risiko masalah kesehatan metabolik, termasuk peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), dan perubahan dalam metabolisme lemak.

Penyakit Hati Non-Alkoholik (NAFLD): 

Obesitas abdominal dapat meningkatkan risiko pengembangan NAFLD, yaitu penumpukan lemak di hati tanpa adanya konsumsi alkohol yang berlebihan. NAFLD dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, seperti sirosis hati.

Masalah Pernapasan: 

Obesitas abdominal dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan meningkatkan risiko penyakit seperti sleep apnea, yang dapat menyebabkan gangguan tidur dan masalah kesehatan lainnya.

Kanker: 

Beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara, kanker usus besar, dan kanker rahim, telah dikaitkan dengan obesitas abdominal.

Gangguan Hormonal: 

Obesitas abdominal dapat memengaruhi keseimbangan hormonal, terutama pada wanita, dan dapat berkontribusi pada masalah reproduksi seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS).

Gangguan Muskuloskeletal: 

Beban berlebih pada sendi dan struktur muskuloskeletal dapat menyebabkan masalah seperti osteoarthritis dan nyeri punggung.

Masalah Psikologis: 

Obesitas abdominal juga dapat berdampak pada kesejahteraan mental seseorang, memicu stres, depresi, dan masalah psikologis lainnya terkait penampilan dan harga diri.

Kualitas Hidup yang Menurun: 

Keseluruhan, obesitas abdominal dapat mengurangi kualitas hidup seseorang dengan membatasi aktivitas fisik, memicu masalah kesehatan kronis, dan mempengaruhi aspek-aspek lain dari kehidupan sehari-hari.

       Mencegah obesitas abdominal melibatkan pengelolaan gaya hidup yang sehat dan kebiasaan sehari-hari yang mendukung pengaturan berat badan yang optimal. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah obesitas abdominal:

Pola Makan Sehat:

  • Konsumsi makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan sereal utuh.
  • Batasi asupan lemak jenuh dan trans, serta gula tambahan.
  • Pertahankan porsi makan yang seimbang dan hindari makan berlebihan.
  • Perhatikan pola makan yang teratur dan hindari melewatkan waktu makan.

Konsumsi makanan yang kaya serat dengan teratur.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Fisik:

  • Lakukan aktivitas fisik secara teratur, seperti berjalan, bersepeda, atau olahraga lainnya.
  • Upayakan setidaknya 150 menit aktivitas aerobik ringan hingga sedang setiap minggu.
  • Sertakan latihan kekuatan untuk memperkuat otot-otot tubuh.
  • Kurangi perilaku duduk berlebihan, seperti menonton TV terlalu lama atau bekerja di depan komputer terus-menerus.

Manajemen Stres:

  • Temukan cara untuk mengelola stres, seperti meditasi, yoga, atau teknik relaksasi.
  • Hindari mengatasi stres dengan makan berlebihan.

Kontrol Berat Badan:

  • Pertahankan berat badan yang sehat dengan memonitor asupan kalori dan memastikan keseimbangan energi positif dan negatif.
  • Hindari diet yang ekstrem atau program penurunan berat badan yang tidak sehat.

Tidur yang Cukup:

Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup setiap malam. Tidur yang kurang dapat mempengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan dan metabolisme.

Konsumsi Alkohol yang Bijak:

Batasi konsumsi alkohol dan hindari minuman beralkohol yang tinggi kalori.

Perhatikan Lingkar Pinggang:

Monitor lingkar pinggang Anda secara teratur. Lingkar pinggang yang besar dapat menjadi indikator potensial obesitas abdominal.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin dengan dokter untuk memantau kesehatan Anda secara keseluruhan dan mendeteksi dini potensi masalah kesehatan.

Hindari Rokok:

Hindari merokok dan terpapar asap rokok. Rokok dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan berkontribusi pada penumpukan lemak abdominal.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:

Jika Anda memiliki risiko tinggi untuk obesitas abdominal atau masalah kesehatan terkait lainnya, konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk panduan dan saran yang lebih spesifik sesuai kebutuhan Anda.

Beberapa langkah mengukur lingkar perut, sebagai berikut:

Siapkan Pita Pengukur atau Pita Meteran:

Gunakan pita pengukur khusus atau pita meteran yang fleksibel. Pita pengukur tersebut biasanya digunakan di sekitar pinggang atau pinggul.

Gunakan pita pengukur yang fleksibel untuk mengukur pinggang.
(Sumber: foto canva.com)

Temukan Tempat yang Tepat untuk Pengukuran:

Berdirilah tegak dengan tubuh rata dan punggung lurus. Letakkan pita pengukur sekitar pusar dan pastikan pita tersebut sejajar dengan lantai.

Buat Pengukuran:

  • Tarik pita pengukur dengan nyaman di sekitar lingkar perut Anda, pastikan pita tersebut tidak terlalu ketat atau terlalu longgar.
  • Pastikan pita pengukur berada di posisi yang sejajar dan tidak miring di bagian belakang.

Baca Hasil Pengukuran:

  • Setelah mengelilingi lingkar perut, baca angka yang menunjukkan ukuran lingkar perut di tempat pita bertemu.
  • Hasil pengukuran biasanya diberikan dalam satuan sentimeter atau inci, tergantung pada pita pengukur yang digunakan.

Interpretasikan Hasil:

Lingkar perut normal bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, dan kelompok etnis. Namun, umumnya, untuk mengukur risiko obesitas abdominal, perhatikan batasan yang telah ditetapkan oleh organisasi kesehatan, seperti WHO atau lembaga kesehatan setempat.

Berdasarkan rekomendasi WHO:

  • Lingkar perut normal pada pria umumnya kurang dari 94 cm (37 inci).
  • Lingkar perut normal pada wanita umumnya kurang dari 80 cm (31,5 inci).

💬Rekomendasi tersebut dapat bervariasi, dan interpretasi yang lebih akurat dapat diberikan oleh profesional kesehatan berdasarkan kondisi kesehatan dan faktor individu lainnya.

Mengukur lingkar perut secara teratur dapat membantu memantau perubahan berat badan dan risiko kesehatan terkait. Jika ada kekhawatiran atau pertanyaan mengenai hasil pengukuran lingkar perut, disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan.



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7431389/

https://en.wikipedia.org/wiki/Abdominal_obesity

https://www.verywellhealth.com/what-is-abdominal-obesity-3496074

https://www.health.harvard.edu/staying-healthy/abdominal-fat-and-what-to-do-about-it

https://academic.oup.com/eurheartjsupp/article/8/suppl_B/B4/461962

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19046737/