Wednesday, 17 January 2024

Obesitas Abdominal, Berapa Ukuran Lingkar Perut Anda.

        Para peneliti pertama kali mulai fokus pada obesitas abdominal pada tahun 1980-an ketika mereka menyadari bahwa hal itu memiliki hubungan penting dengan penyakit kardiovaskular,diabetes, dan dislipidemia. Obesitas abdominal lebih erat kaitannya dengan disfungsi metabolik yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular dibandingkan obesitas umum.

Obesitas abdominal disebut juga : 

  • Lemak perut
  • Obesitas sentral
  • Adipositas sentral
  • Lemak intra-abdomen
  • Lemak visceral

Obesitas abdominal pada lansia merujuk pada penumpukan lemak di daerah perut atau pinggang pada orang yang berusia lanjut. Ini biasanya terkait dengan peningkatan lingkar pinggang. Lingkar pinggang yang besar pada lansia dapat menjadi indikator obesitas abdominal.

Obesitas abdominal merupakan penumpukan lemak di daerah perut.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Bentuk perut dari obesitas abdominal, disebut "perut berbentuk apel" dalam konteks penurunan berat badan atau kebugaran, bentuk tubuh di mana lemak terutama terakumulasi di sekitar daerah perut dan pinggang, memberikan bentuk yang mirip dengan bentuk apel. Perut apel sering kali terkait dengan distribusi lemak visceral, yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan diabetes tipe 2. 

Sedangkan untuk menggambarkan perut yang dianggap sehat atau fit adalah "perut berbentuk pir" atau "perut berbentuk segitiga." Perut ini cenderung memiliki bentuk yang meruncing ke bawah, dengan lingkar pinggang yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian atas perut. Bentuk perut pir dimana  lemak menumpuk di pinggul dan bokong. sering dianggap sebagai indikator distribusi lemak yang lebih sehat dan dapat dikaitkan dengan gaya hidup aktif dan pola makan seimbang.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan obesitas abdominal pada lansia meliputi:

Perubahan Hormonal: 

Seiring bertambahnya usia, terjadi perubahan hormonal pada lansia, termasuk penurunan kadar hormon seks seperti estrogen pada wanita dan testosteron pada pria. Perubahan ini dapat berkontribusi pada penumpukan lemak di daerah abdominal.

Penurunan Aktivitas Fisik: 

Banyak orang yang memasuki usia lanjut mungkin mengalami penurunan tingkat aktivitas fisik, yang dapat menyebabkan penumpukan lemak di daerah perut.

Memasuki usia lanjut banyak lansia mengalami penurunan aktivitas fisik.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Metabolisme: 

Metabolisme tubuh cenderung melambat seiring bertambahnya usia, yang dapat memengaruhi cara tubuh memproses dan menyimpan lemak.

Perubahan Gaya Hidup dan Pola Makan: 

Faktor gaya hidup, seperti pola makan yang tidak sehat dan kekurangan aktivitas fisik, dapat berkontribusi pada obesitas abdominal pada lansia.

Pola makan tidak sehat menimbulkan obesitas abdominal.
(Sumber: foto canva.com )

💬Obesitas abdominal pada lansia memiliki konsekuensi serius terkait dengan kesehatan. Selain risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes, obesitas abdominal juga dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan lainnya, termasuk tekanan darah tinggi, penyakit hati, dan gangguan tidur.

        Obesitas abdominal dapat memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan seseorang. 

Beberapa dampak utama obesitas abdominal:

Penyakit Kardiovaskular: 

Obesitas abdominal secara khusus terkait dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Lemak yang menumpuk di sekitar organ dalam, seperti jantung dan pembuluh darah, dapat menyebabkan peradangan dan meningkatkan tekanan darah. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, serangan jantung, dan stroke.

Resistensi Insulin dan Diabetes Tipe 2: 

Obesitas abdominal dapat menyebabkan resistensi insulin, di mana sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap insulin. Ini dapat mengarah pada pengembangan diabetes tipe 2, karena tubuh tidak dapat mengelola gula darah dengan efisien.

Masalah Kesehatan Metabolik: 

Obesitas abdominal terkait dengan peningkatan risiko masalah kesehatan metabolik, termasuk peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik), dan perubahan dalam metabolisme lemak.

Penyakit Hati Non-Alkoholik (NAFLD): 

Obesitas abdominal dapat meningkatkan risiko pengembangan NAFLD, yaitu penumpukan lemak di hati tanpa adanya konsumsi alkohol yang berlebihan. NAFLD dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, seperti sirosis hati.

Masalah Pernapasan: 

Obesitas abdominal dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan meningkatkan risiko penyakit seperti sleep apnea, yang dapat menyebabkan gangguan tidur dan masalah kesehatan lainnya.

Kanker: 

Beberapa jenis kanker, seperti kanker payudara, kanker usus besar, dan kanker rahim, telah dikaitkan dengan obesitas abdominal.

Gangguan Hormonal: 

Obesitas abdominal dapat memengaruhi keseimbangan hormonal, terutama pada wanita, dan dapat berkontribusi pada masalah reproduksi seperti sindrom ovarium polikistik (PCOS).

Gangguan Muskuloskeletal: 

Beban berlebih pada sendi dan struktur muskuloskeletal dapat menyebabkan masalah seperti osteoarthritis dan nyeri punggung.

Masalah Psikologis: 

Obesitas abdominal juga dapat berdampak pada kesejahteraan mental seseorang, memicu stres, depresi, dan masalah psikologis lainnya terkait penampilan dan harga diri.

Kualitas Hidup yang Menurun: 

Keseluruhan, obesitas abdominal dapat mengurangi kualitas hidup seseorang dengan membatasi aktivitas fisik, memicu masalah kesehatan kronis, dan mempengaruhi aspek-aspek lain dari kehidupan sehari-hari.

       Mencegah obesitas abdominal melibatkan pengelolaan gaya hidup yang sehat dan kebiasaan sehari-hari yang mendukung pengaturan berat badan yang optimal. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah obesitas abdominal:

Pola Makan Sehat:

  • Konsumsi makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan sereal utuh.
  • Batasi asupan lemak jenuh dan trans, serta gula tambahan.
  • Pertahankan porsi makan yang seimbang dan hindari makan berlebihan.
  • Perhatikan pola makan yang teratur dan hindari melewatkan waktu makan.

Konsumsi makanan yang kaya serat dengan teratur.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Fisik:

  • Lakukan aktivitas fisik secara teratur, seperti berjalan, bersepeda, atau olahraga lainnya.
  • Upayakan setidaknya 150 menit aktivitas aerobik ringan hingga sedang setiap minggu.
  • Sertakan latihan kekuatan untuk memperkuat otot-otot tubuh.
  • Kurangi perilaku duduk berlebihan, seperti menonton TV terlalu lama atau bekerja di depan komputer terus-menerus.

Manajemen Stres:

  • Temukan cara untuk mengelola stres, seperti meditasi, yoga, atau teknik relaksasi.
  • Hindari mengatasi stres dengan makan berlebihan.

Kontrol Berat Badan:

  • Pertahankan berat badan yang sehat dengan memonitor asupan kalori dan memastikan keseimbangan energi positif dan negatif.
  • Hindari diet yang ekstrem atau program penurunan berat badan yang tidak sehat.

Tidur yang Cukup:

Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup setiap malam. Tidur yang kurang dapat mempengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan dan metabolisme.

Konsumsi Alkohol yang Bijak:

Batasi konsumsi alkohol dan hindari minuman beralkohol yang tinggi kalori.

Perhatikan Lingkar Pinggang:

Monitor lingkar pinggang Anda secara teratur. Lingkar pinggang yang besar dapat menjadi indikator potensial obesitas abdominal.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

Lakukan pemeriksaan kesehatan rutin dengan dokter untuk memantau kesehatan Anda secara keseluruhan dan mendeteksi dini potensi masalah kesehatan.

Hindari Rokok:

Hindari merokok dan terpapar asap rokok. Rokok dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan berkontribusi pada penumpukan lemak abdominal.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:

Jika Anda memiliki risiko tinggi untuk obesitas abdominal atau masalah kesehatan terkait lainnya, konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk panduan dan saran yang lebih spesifik sesuai kebutuhan Anda.

Beberapa langkah mengukur lingkar perut, sebagai berikut:

Siapkan Pita Pengukur atau Pita Meteran:

Gunakan pita pengukur khusus atau pita meteran yang fleksibel. Pita pengukur tersebut biasanya digunakan di sekitar pinggang atau pinggul.

Gunakan pita pengukur yang fleksibel untuk mengukur pinggang.
(Sumber: foto canva.com)

Temukan Tempat yang Tepat untuk Pengukuran:

Berdirilah tegak dengan tubuh rata dan punggung lurus. Letakkan pita pengukur sekitar pusar dan pastikan pita tersebut sejajar dengan lantai.

Buat Pengukuran:

  • Tarik pita pengukur dengan nyaman di sekitar lingkar perut Anda, pastikan pita tersebut tidak terlalu ketat atau terlalu longgar.
  • Pastikan pita pengukur berada di posisi yang sejajar dan tidak miring di bagian belakang.

Baca Hasil Pengukuran:

  • Setelah mengelilingi lingkar perut, baca angka yang menunjukkan ukuran lingkar perut di tempat pita bertemu.
  • Hasil pengukuran biasanya diberikan dalam satuan sentimeter atau inci, tergantung pada pita pengukur yang digunakan.

Interpretasikan Hasil:

Lingkar perut normal bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, dan kelompok etnis. Namun, umumnya, untuk mengukur risiko obesitas abdominal, perhatikan batasan yang telah ditetapkan oleh organisasi kesehatan, seperti WHO atau lembaga kesehatan setempat.

Berdasarkan rekomendasi WHO:

  • Lingkar perut normal pada pria umumnya kurang dari 94 cm (37 inci).
  • Lingkar perut normal pada wanita umumnya kurang dari 80 cm (31,5 inci).

💬Rekomendasi tersebut dapat bervariasi, dan interpretasi yang lebih akurat dapat diberikan oleh profesional kesehatan berdasarkan kondisi kesehatan dan faktor individu lainnya.

Mengukur lingkar perut secara teratur dapat membantu memantau perubahan berat badan dan risiko kesehatan terkait. Jika ada kekhawatiran atau pertanyaan mengenai hasil pengukuran lingkar perut, disarankan untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan.



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7431389/

https://en.wikipedia.org/wiki/Abdominal_obesity

https://www.verywellhealth.com/what-is-abdominal-obesity-3496074

https://www.health.harvard.edu/staying-healthy/abdominal-fat-and-what-to-do-about-it

https://academic.oup.com/eurheartjsupp/article/8/suppl_B/B4/461962

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/19046737/

No comments:

Post a Comment