Wednesday, 24 January 2024

Impostor syndrome, Lansia Merasa Sukses karena Keberuntungan saja.

      Impostor syndrome (Sindrom penipu) merupakan hal yang nyata. Dan, jika Anda pernah mengucapkan atau memikirkan kata-kata, "Saya membodohi semua orang. Saya merasa seperti seorang penipu," Anda sudah mempunyai pengalaman dengan hal tersebut.

Sindrom penipu (juga dikenal sebagai fenomena penipu, sindrom penipuan, persepsi penipuan, atau pengalaman penipu) menggambarkan individu berprestasi tinggi yang, meskipun sukses secara objektif, gagal menginternalisasi pencapaian mereka dan terus-menerus merasa ragu dan takut terungkap sebagai penipu. 

Impostor syndrome merupakan hal yang nyata terjadi.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Orang dengan sindrom penipu kesulitan menghubungkan kinerja mereka dengan kompetensi aktual mereka secara akurat (misalnya, mereka menghubungkan kesuksesan dengan faktor eksternal seperti keberuntungan atau menerima bantuan dari orang lain dan mengaitkan kemunduran sebagai bukti ketidakmampuan profesional mereka).

Impostor syndrome atau sindrom penipu adalah kondisi psikologis di mana seseorang, meskipun memiliki prestasi dan kualifikasi yang nyata, merasa seperti mereka tidak pantas atau tidak layak atas kesuksesan atau posisi yang mereka capai.

Orang yang mengalami impostor syndrome cenderung merasa bahwa mereka hanyalah "penipu" atau "palsu" dan bahwa sukses mereka hanyalah hasil dari keberuntungan atau kesalahpahaman orang lain.

Beberapa ciri umum dari orang yang mengalami impostor syndrome meliputi:

Ketidakpercayaan Terhadap Prestasi Sendiri: 
Orang dengan impostor syndrome sering meragukan kemampuan dan prestasi mereka sendiri, bahkan ketika bukti empiris menunjukkan sebaliknya.
Ketidakpercayaan dengan prestasi sendiri.
(Sumber: foto canva.com)
Ketakutan Ditemukan: 
Mereka merasa takut bahwa suatu saat orang lain akan "menemukan" bahwa mereka sebenarnya tidak kompeten atau tidak layak.

Meremehkan Prestasi Sendiri: 
Meskipun memiliki prestasi yang signifikan, mereka cenderung meremehkan pencapaian mereka sendiri dan menyalahkan faktor eksternal seperti keberuntungan.

Perasaan Tertekan oleh Standar Tinggi: 
Mereka sering menetapkan standar yang sangat tinggi untuk diri sendiri dan merasa tidak pernah mencapai standar tersebut.

Komparasi Diri dengan Orang Lain: 
Orang yang mengalami impostor syndrome sering membandingkan diri mereka dengan orang lain yang dianggap lebih sukses atau lebih kompeten, tanpa memperhatikan prestasi mereka sendiri.

Menyembunyikan Kesulitan: 
Mereka mungkin cenderung menyembunyikan kesulitan atau ketidakpastian mereka, karena takut akan penilaian negatif.

Impostor syndrome dapat mempengaruhi siapa saja, terlepas dari tingkat prestasi atau keberhasilan yang telah dicapai. Faktor-faktor seperti kecenderungan perfeksionisme, kurangnya dukungan sosial, atau pengalaman trauma masa lalu dapat berperan dalam perkembangan sindrom ini. Penting untuk menyadari adanya impostor syndrome dan bekerja untuk mengatasi perasaan negatif ini dengan bantuan dukungan sosial, pembinaan diri, dan, jika diperlukan, bantuan profesional.

       Impostor syndrome pada lansia bisa terjadi dengan karakteristik yang mirip dengan yang dialami oleh orang di berbagai rentang usia. 

Beberapa aspek yang mungkin membedakan pengalaman impostor syndrome pada lansia.

Keterkaitan dengan Penuaan: 
Lansia mungkin mengalami perasaan impostor syndrome terkait dengan aspek-aspek penuaan, seperti perubahan fisik, penurunan kesehatan, atau perubahan peran dalam keluarga dan masyarakat.

Keterbatasan Fisik dan Kognitif: 
Lansia sering menghadapi keterbatasan fisik dan kognitif, yang dapat menyebabkan perasaan tidak kompeten atau tidak berdaya. Mereka mungkin merasa seperti mereka bukanlah versi terbaik dari diri mereka yang dulu.

Pensiun dan Identitas:
Pensiun dapat menjadi faktor yang memicu impostor syndrome pada lansia. Setelah pensiun, mereka mungkin merasa kehilangan identitas yang terkait dengan pekerjaan atau peran spesifik yang mereka jalani selama bertahun-tahun.
Pensiun menjadi pemicu impostor syndrome.
(Sumber: foto canva,com)
Perasaan Kurang Berguna atau Tidak Diperlukan: 
Lansia mungkin mengalami perasaan kurang berguna atau tidak diperlukan, terutama jika mereka mengalami isolasi sosial atau kehilangan jaringan dukungan.

Refleksi atas Kehidupan yang Sudah Berlalu: 
Pada tahap-tahap akhir kehidupan, lansia mungkin merenungkan pencapaian dan keputusan yang telah mereka buat sepanjang hidup mereka. Impostor syndrome bisa muncul ketika mereka meragukan nilai atau arti dari apa yang telah mereka lakukan.

Ketergantungan pada Orang Lain: 
Lansia yang bergantung pada perawatan atau dukungan dari orang lain mungkin merasa seperti mereka tidak mampu berdiri sendiri, menggambarkan perasaan "penipu."

       Impostor syndrome dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang memainkan peran dalam pengembangan dan memperkuat pengalaman ini. 

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi terhadap impostor syndrome:

Perfectionisme: 
Orang yang memiliki standar yang sangat tinggi untuk diri sendiri dan cenderung menilai diri mereka sendiri berdasarkan kesalahan atau kekurangan mungkin lebih rentan terhadap impostor syndrome. Mereka mungkin merasa tidak puas meskipun mencapai sukses.

Kurangnya Dukungan Sosial:
Isolasi sosial atau kurangnya dukungan dari teman, keluarga, atau rekan kerja dapat meningkatkan perasaan penipuan. Rasa terisolasi dapat membuat seseorang meragukan kemampuan dan prestasinya.

Trauma atau Pengalaman Negatif Masa Lalu:
Pengalaman trauma atau pengalaman negatif lainnya dalam masa lalu dapat membentuk pandangan diri yang negatif dan mendalam, memicu impostor syndrome.

Pembandingan Sosial yang Berlebihan: 
Membandingkan diri dengan orang lain yang dianggap lebih sukses atau lebih kompeten dapat meningkatkan perasaan kurang berharga dan tidak pantas.
Membandingkan diri dengan orang lain yang dianggap sukses.
(sumber: foto canva.com)
Keterbatasan Identitas: 
Perubahan dalam peran atau identitas, seperti setelah pensiun atau perubahan signifikan dalam kehidupan, dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan identitas dan nilai diri.

Citra Diri yang Rendah:
Kurangnya keyakinan dalam kemampuan dan nilai diri dapat memicu impostor syndrome. Orang yang memiliki citra diri yang rendah cenderung meragukan pencapaian positif mereka.

Kurangnya Pengakuan atau Umpan Balik Positif:
Kurangnya umpan balik positif atau pengakuan atas prestasi dapat membuat seseorang merasa bahwa mereka hanya beruntung dan bukan karena kemampuan atau usaha mereka sendiri.

Budaya Perusahaan atau Lingkungan Kerja: 
Lingkungan kerja yang sangat kompetitif atau mendukung persepsi bahwa keberhasilan hanya bisa dicapai melalui standar yang sangat tinggi dapat memicu impostor syndrome.

Pengalaman Diskriminasi atau Prasangka:
Orang yang telah mengalami diskriminasi atau prasangka mungkin merasa bahwa keberhasilan mereka dianggap sebagai hasil dari kebijakan afirmatif atau faktor lainnya, bukan karena kompetensi mereka.

       Mencegah impostor syndrome pada lansia melibatkan kombinasi upaya individu dan dukungan sosial. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mencegah atau mengatasi impostor syndrome pada lansia:

Peningkatan Kesadaran Diri:
  • Lansia dapat mengembangkan kesadaran diri yang lebih baik terkait dengan pencapaian, keterampilan, dan nilai mereka.
  • Merefleksikan peran dan kontribusi yang telah mereka berikan dalam keluarga, komunitas, dan kehidupan secara keseluruhan.
Peningkatan kesadaran diri atas segala pencapaiannya..
(Sumber : foto canva,com)
Berpikir Positif:
  • Mendorong pemikiran positif dan menggantikan pikiran negatif dengan afirmasi positif.
  • Menilai pencapaian dan kontribusi mereka secara realistis tanpa meremehkan diri sendiri.

Pengembangan Keterampilan Adaptasi:
  • Mengembangkan keterampilan adaptasi untuk mengatasi perubahan yang terkait dengan penuaan, seperti kesehatan yang menurun atau pensiun.
  • Menyadari bahwa kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dapat tetap ada sepanjang hidup.

Dukungan Sosial:
  • Membangun dan memelihara jaringan sosial yang sehat dengan teman, keluarga, dan masyarakat.
  • Terlibat dalam kegiatan sosial untuk menghindari isolasi dan merasa kurang berguna.

Menerima Keterbatasan:
  • Menerima keterbatasan fisik dan kognitif sebagai bagian dari penuaan normal.
  • Fokus pada aspek-aspek positif dan nilai-nilai yang masih dapat mereka kontribusikan.

Pengakuan Diri dan Penghargaan:
  • Mengenali prestasi dan kontribusi mereka sendiri.
  • Menerima penghargaan dan pengakuan dari orang lain tanpa merasa tidak pantas.

Mengatasi Perfeksionisme:
  • Mengurangi tekanan untuk mencapai standar yang tidak realistis.
  • Mengakui bahwa tidak ada yang sempurna dan menghargai upaya yang telah dilakukan.

Melibatkan Diri dalam Kegiatan Positif:
  • Terlibat dalam kegiatan yang memberikan kepuasan dan meningkatkan perasaan kompetensi.
  • Mengejar hobi, minat, atau kegiatan sosial yang memberikan kegembiraan dan rasa prestasi.

Bantuan Profesional:
Jika perasaan impostor syndrome berlanjut atau sangat mempengaruhi kesejahteraan mental, mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau konselor dapat menjadi pilihan yang baik.

💬Menciptakan lingkungan yang mendukung dan membangun kesadaran diri yang sehat dapat membantu lansia mengatasi atau mencegah impostor syndrome. Dukungan dari keluarga, teman, dan tenaga kesehatan dapat memainkan peran penting dalam membantu mereka menghargai diri sendiri dan merasa bermanfaat dalam tahap-tahap akhir kehidupan mereka.

       Impostor syndrome adalah tantangan psikologis, dan pengobatannya melibatkan serangkaian strategi dan pendekatan yang dapat membantu seseorang mengatasi perasaan dan pikiran negatif yang terkait dengan rasa penipuan atau tidak berdaya. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengelola dan mengatasi kondisi ini:

Peningkatan Kesadaran Diri:
  • Membangun kesadaran diri tentang perasaan dan pikiran negatif yang muncul terkait dengan impostor syndrome.
  • Menyadari bahwa perasaan tersebut mungkin tidak selalu mencerminkan kenyataan dan bisa disesuaikan.

Pembinaan Diri:
  • Mendorong pemikiran positif dan mengenali prestasi dan kemampuan pribadi.
  • Membangun keyakinan diri dan menggantikan pemikiran negatif dengan afirmasi positif.

Penerimaan Keterbatasan:
  • Menerima bahwa tidak ada yang sempurna dan bahwa setiap orang memiliki keterbatasan atau kelemahan.
  • Fokus pada pencapaian dan potensi positif, sambil mengakui area di mana perbaikan mungkin diperlukan.

Mengenali Peran Eksternal:
  • Mengenali bahwa faktor eksternal seperti keberuntungan, dukungan sosial, atau peluang dapat memengaruhi kesuksesan.
  • Mencegah diri dari menyalahkan diri sendiri secara berlebihan.

Pencarian Dukungan Sosial:
  • Berbicara dengan teman, keluarga, atau rekan kerja tentang perasaan dan pengalaman yang terkait dengan impostor syndrome.
  • Memperoleh dukungan sosial dapat membantu mengurangi isolasi dan meningkatkan rasa nilai diri.

Mengatasi Perfeksionisme:
  • Mengurangi tekanan untuk mencapai standar yang sangat tinggi.
  • Fokus pada upaya yang memadai dan mencapai tujuan, tanpa menuntut kesempurnaan.

Bantuan Profesional:
  • Jika perasaan impostor syndrome berlanjut dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, mempertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental seperti psikolog atau konselor.
  • Terapi kognitif atau terapi perilaku kognitif (CBT) dapat membantu mengubah pola pikir negatif.

Pelatihan Keterampilan Sosial dan Kepemimpinan:
Meningkatkan keterampilan sosial dan kepemimpinan untuk membangun rasa percaya diri dan kenyamanan dalam berinteraksi dengan orang lain.

Pendidikan dan Pelatihan Lanjutan:
Melanjutkan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri.

Mengatasi impostor syndrome memerlukan waktu, kesabaran, dan dedikasi. Kombinasi berbagai strategi ini dapat membantu seseorang mengubah persepsi diri dan mengembangkan kesejahteraan mental yang lebih baik. Penting untuk diingat bahwa setiap orang bergerak melalui tantangan ini dengan cara yang berbeda, dan jika diperlukan, bantuan profesional dapat memberikan panduan dan dukungan tambahan.




Sumber:

https://www.psycom.net/imposter-syndrome

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7174434/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4048136/

https://www.medicalnewstoday.com/articles/321730

https://www.ynetnews.com/health_science/article/h1fw7g009n

https://academic.oup.com/ajhp/article-abstract/79/6/421/6422615

No comments:

Post a Comment