Dalam konteks medis dan kesehatan mental, istilah "gila" tidak digunakan secara tepat atau resmi untuk menggambarkan kondisi kesehatan mental. Sebaliknya, istilah-istilah yang lebih tepat digunakan seperti "gangguan mental", "gangguan jiwa", atau nama spesifik gangguan mental tertentu seperti depresi, skizofrenia, atau gangguan bipolar.
Gangguan mental yang diturunkan dari orang tua atau kerabat, istilah yang lebih tepat dan tidak stigmatik adalah "gangguan mental turunan" atau "gangguan mental yang memiliki faktor risiko genetik". Ini merujuk pada situasi di mana seseorang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan mental tertentu karena faktor genetik yang mereka warisi dari orang tua atau kerabat mereka yang menderita gangguan mental serupa.
|
Beberapa gangguan mental diturunkan dari orang tua. (Sumber: foto forum 0909) |
Penyakit gangguan mental turunan pada lansia merujuk pada gangguan mental yang memiliki faktor genetik atau turunan dari orang tua atau leluhur dan muncul pada usia lanjut. Ini berarti bahwa individu tersebut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan gangguan mental tertentu karena faktor genetik yang diwarisi dari keluarga mereka.
Tanda-tanda gangguan mental turunan dari orang tua pada lansia bisa bervariasi tergantung pada jenis gangguan mental yang terlibat.
Beberapa ciri umum yang mungkin muncul:
Riwayat Keluarga:
Lansia dengan riwayat keluarga yang memiliki gangguan mental tertentu, seperti depresi, skizofrenia, atau gangguan bipolar, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan mental serupa.
Perubahan Perilaku:
Perubahan perilaku yang signifikan dan tidak biasa dapat menjadi tanda gangguan mental. Ini bisa termasuk isolasi sosial, kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain, atau perubahan drastis dalam kebiasaan sehari-hari.
Ketakutan atau Kecemasan yang Berlebihan:
Lansia yang menderita gangguan mental turunan mungkin memiliki ketakutan atau kecemasan yang tidak masuk akal atau berlebihan terhadap hal-hal tertentu.
Gangguan Mood:
Perubahan mood yang tiba-tiba dan ekstrem, seperti periode depresi yang dalam atau periode mania yang berlebihan, dapat menjadi tanda gangguan mental.
Gangguan Pikiran atau Persepsi:
Lansia dengan gangguan mental turunan mungkin mengalami gangguan pikiran atau persepsi, seperti halusinasi atau paranoid.
Gangguan Kognitif:
Gangguan kognitif, seperti kesulitan dalam pemikiran, ingatan, atau penilaian, juga bisa menjadi tanda gangguan mental pada lansia.
|
Gangguan kognitif berupa kesulitan dalam penilaian. (Sumber: foto canva.com) |
Gangguan Pola Tidur atau Makan:
Perubahan dalam pola tidur atau makan yang signifikan dan berkelanjutan juga dapat mengindikasikan masalah kesehatan mental.
Gangguan Fisik yang Tak Terdiagnosis:
Kadang-kadang, gangguan mental dapat menyebabkan gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh kondisi medis lainnya.
Rasa Putus Asa atau Tidak Berdaya:
Lansia yang mengalami gangguan mental mungkin merasa putus asa, tidak berdaya, atau kehilangan minat dalam aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati.
Meskipun tidak semua ciri-ciri ini muncul pada setiap individu, dan diagnosis akurat memerlukan evaluasi oleh profesional kesehatan mental.
Beberapa gangguan mental yang dapat diturunkan dari orang tua:
Demensia, termasuk Alzheimer:
Gangguan neurodegeneratif yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif, termasuk memori, pemikiran, dan perilaku, yang umumnya terjadi pada usia lanjut.
Skizofrenia:
Gangguan mental serius yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan berperilaku, dengan gejala seperti halusinasi, delusi, dan gangguan pemikiran.
Gangguan bipolar:
Gangguan suasana hati yang ditandai dengan perubahan drastis antara episode mania yang tinggi energi dan episode depresi yang sedih.
Gangguan depresi mayor:
Gangguan suasana hati yang menyebabkan perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas, serta gejala fisik dan mental lainnya.
Gangguan kecemasan generalisata:
Kecemasan kronis yang berlebihan dan tidak proporsional terhadap situasi tertentu, dengan gejala seperti kegelisahan yang persisten, ketegangan otot, dan kesulitan berkonsentrasi.
|
Gangguan kecemasan kronis pada lansia. (Sumber: foto canva.com) |
Gangguan obsesif-kompulsif:
Gangguan yang ditandai oleh pemikiran obsesif yang tidak diinginkan dan kuat serta perilaku kompulsif yang dilakukan sebagai respons terhadap obsesi tersebut.
Gangguan bipolar tipe II:
Versi lebih ringan dari gangguan bipolar, ditandai dengan episode depresi mayor yang sering terjadi diselingi dengan episode hipomania.
Gangguan kepribadian antisosial:
Gangguan yang ditandai oleh pola perilaku yang menunjukkan kurangnya penyesalan atau belas kasihan terhadap orang lain, serta ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.
Gangguan kepribadian borderline:
Gangguan kepribadian yang ditandai oleh ketidakstabilan emosi, perilaku impulsif, hubungan interpersonal yang tidak stabil, dan citra diri yang buruk.
Gangguan kepribadian narsistik:
Gangguan kepribadian yang ditandai oleh kebutuhan akan pujian, rasa superioritas yang berlebihan, dan kurangnya empati terhadap orang lain.
Gangguan bipolar tipe I:
Versi yang lebih parah dari gangguan bipolar, dengan episode mania yang lebih ekstrem dan seringkali memerlukan perawatan medis darurat.
Gangguan bipolar campuran:
Gangguan bipolar dengan gejala mania dan depresi yang terjadi bersamaan atau dalam waktu singkat.
Gangguan kepribadian paranoid:
Gangguan kepribadian yang ditandai oleh kecurigaan yang mendalam dan merasa bahwa orang lain memiliki motif jahat terhadap mereka.
|
Paranoid gangguan kepribadian yang ditandai dengan kecurigaan. (Sumber: foto canva.com) |
Gangguan kecemasan sosial:
Kecemasan yang berlebihan terhadap situasi sosial atau kinerja di depan orang lain, dengan ketakutan akan penghakiman negatif.
Gangguan stres pascatrauma:
Gangguan mental yang muncul setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis, dengan gejala seperti mimpi buruk, kecemasan, dan peningkatan reaktivitas emosional.
Gangguan makan seperti bulimia nervosa:
Gangguan makan yang ditandai oleh pola makan impulsif yang disertai dengan periode makan berlebihan yang diikuti oleh perilaku kompensasi seperti muntah atau puasa.
Gangguan makan seperti anoreksia nervosa:
Gangguan makan yang ditandai oleh ketakutan akan berat badan dan citra tubuh yang tidak realistis, yang mengarah pada penolakan untuk menjaga berat badan yang sehat.
Gangguan kecemasan fobik:
Kecemasan yang berlebihan dan tidak terkendali terhadap objek atau situasi tertentu, seperti ketinggian atau hewan.
Gangguan kecemasan terpisah:
Kecemasan terhadap perpisahan dari figur pengasuh atau orang yang dekat, sering terjadi pada anak-anak atau remaja.
Gangguan kecemasan agorafobia: Kecemasan terhadap situasi atau tempat di mana mungkin sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan jika terjadi serangan panik.
Gangguan makan lainnya:
Gangguan makan yang tidak termasuk dalam kategori anoreksia nervosa atau bulimia nervosa, seperti binge eating disorder.
Gangguan somatoform:
Gangguan yang ditandai oleh gejala fisik yang nyata tetapi tidak dapat dijelaskan secara medis atau tidak memiliki penyebab fisik yang jelas.
Gangguan hiperaktivitas dengan defisit perhatian:
Gangguan neurobiologis yang ditandai oleh pola perilaku hiperaktif, impulsif, dan kurangnya perhatian.
Gangguan bipolar campuran dengan ketergantungan alkohol:
Gangguan bipolar dengan gejala campuran yang seringkali disertai dengan kecanduan alkohol.
Gangguan somatisasi:
Gangguan di mana seseorang mengalami gejala fisik yang berulang dan kronis, tetapi tidak memiliki penyebab medis yang jelas.
Gangguan bipolar campuran dengan ketergantungan obat:
Gangguan bipolar dengan gejala campuran yang seringkali disertai dengan kecanduan obat.
Gangguan bipolar tipe I dengan onset psikotik:
Gangguan bipolar tipe I dengan episode mania yang parah dan disertai dengan gejala psikotik seperti halusinasi atau delusi.
Gangguan mood campuran:
Gangguan mood yang ditandai oleh gejala mania dan depresi yang terjadi bersamaan atau bergantian dengan cepat.
|
Gangguan mood ditandai dengan mania dan depresi. (Sumber: foto canva.com) |
Gangguan depresi utama dengan onset psikotik:
Gangguan depresi mayor dengan gejala psikotik seperti halusinasi atau delusi.
Gangguan bipolar campuran dengan onset psikotik:
Gangguan bipolar campuran dengan episode mania dan depresi yang disertai dengan gejala psikotik.
Faktor gangguan mental yang diturunkan dari orang tua dapat melibatkan berbagai komponen, termasuk genetik, lingkungan, dan interaksi antara keduanya.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi kemungkinan gangguan mental turun-temurun dari orang tua:
Faktor Genetik:
Genetika memainkan peran penting dalam rentang gangguan mental, dan studi menunjukkan bahwa seseorang memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan mental jika ada riwayat keluarga yang kuat. Namun, genetika tidaklah satu-satunya faktor yang berperan.
Pengaruh Lingkungan dalam Keluarga:
Lingkungan di mana anak dibesarkan, termasuk dinamika keluarga, tingkat stres, dan tingkat dukungan sosial, juga dapat mempengaruhi perkembangan gangguan mental. Misalnya, kekerasan dalam rumah tangga, konflik keluarga yang persisten, atau kurangnya dukungan emosional dapat meningkatkan risiko gangguan mental pada anak-anak.
Model Perilaku:
Anak-anak dapat meniru atau menyesuaikan perilaku orang tua mereka, termasuk pola pikir dan cara mereka menangani stres. Jika orang tua memiliki pola pikir atau respons yang tidak sehat terhadap situasi tertentu, ini dapat memengaruhi bagaimana anak-anak mereka mengatasi stres dan masalah emosional.
Paparan Lingkungan yang Berbahaya:
Paparan anak-anak terhadap lingkungan yang berbahaya, seperti kekerasan, penyalahgunaan zat, atau pengabaian, yang mungkin ada dalam lingkungan keluarga, dapat berkontribusi pada risiko gangguan mental.
Faktor Biologis:
Selain faktor genetik, ada faktor biologis lain yang mungkin berperan, seperti perubahan neurobiologis yang disebabkan oleh stres kronis atau pengalaman traumatis pada masa kanak-kanak.
Interaksi Genetik dan Lingkungan:
Penting untuk diingat bahwa interaksi antara faktor genetik dan lingkungan juga berperan dalam perkembangan gangguan mental. Misalnya, seseorang dengan kerentanan genetik terhadap depresi mungkin memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi jika mereka juga mengalami stres kronis dalam lingkungan keluarga.
Setiap individu memiliki risiko unik terhadap gangguan mental, dan faktor-faktor ini dapat berinteraksi secara kompleks dalam menentukan apakah seseorang akan mengalami gangguan mental tertentu.
Mencegah gangguan mental turunan pada lansia melibatkan serangkaian langkah dan praktik yang bertujuan untuk mempromosikan kesehatan mental dan kesejahteraan. Meskipun tidak selalu mungkin untuk sepenuhnya mencegah gangguan mental, terutama jika ada faktor genetik yang terlibat.
Beberapa langkah berikut dapat membantu mengurangi risiko atau mengelola gejalanya:
Pola Hidup Sehat: Mengadopsi pola hidup sehat, termasuk diet seimbang, berolahraga secara teratur, cukup tidur, dan menghindari konsumsi alkohol berlebihan serta merokok, dapat mendukung kesehatan mental.
Manajemen Stres: Belajar teknik manajemen stres seperti meditasi, yoga, atau relaksasi dapat membantu mengurangi tingkat stres, yang dapat memengaruhi kesehatan mental.
Jaga Koneksi Sosial: Menjaga hubungan yang sehat dan aktif dengan keluarga, teman, dan komunitas dapat memberikan dukungan sosial yang penting untuk kesehatan mental.
Hindari Isolasi: Mencegah isolasi sosial dengan tetap terlibat dalam aktivitas sosial dan komunitas dapat membantu mengurangi risiko gangguan mental.
Tetap Aktif Secara Kognitif: Melakukan latihan otak seperti teka-teki, membaca, belajar hal baru, atau terlibat dalam kegiatan yang menantang secara kognitif dapat membantu menjaga kesehatan mental.
Konseling atau Terapi: Menerima konseling atau terapi psikologis secara teratur, terutama jika ada riwayat keluarga dengan gangguan mental, dapat membantu dalam pengelolaan stres dan emosi yang mungkin berkaitan dengan faktor genetik.
Pantau Kesehatan Fisik: Penting untuk menjaga kesehatan fisik secara menyeluruh dengan melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur dan mengobati kondisi medis yang mungkin berkontribusi pada gangguan mental.
Edukasi Keluarga: Meningkatkan pemahaman tentang gangguan mental dalam keluarga dan mempromosikan dukungan dan pemahaman yang positif dapat membantu dalam pengelolaan gejala.
Perhatian pada Tanda-tanda Awal: Penting untuk mengenali tanda-tanda dan gejala gangguan mental pada tahap awal dan mencari bantuan profesional jika diperlukan.
Dukungan Medis dan Terapi: Menerima pengobatan yang sesuai, baik itu melalui terapi psikologis, obat-obatan, atau kombinasi keduanya, dapat membantu mengelola gejala dan mencegah kekambuhan.
Memiliki pemahaman yang baik tentang risiko dan langkah-langkah pencegahan gangguan mental turunan pada lansia dapat membantu individu dan keluarga mengambil tindakan proaktif untuk menjaga kesehatan mental yang optimal.
Sumber: