Monday, 4 March 2024

Skala Depresi Geriatri, Kapan Lansia Membutuhkan.

         Skala Depresi Geriatri adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengukur tingkat depresi pada populasi geriatri atau orang lanjut usia. Skala ini dirancang khusus untuk menilai gejala-gejala depresi yang mungkin muncul pada orang lanjut usia, mengingat adanya perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi seiring dengan proses penuaan.

Terdapat beberapa jenis Skala Depresi Geriatri yang umum digunakan, salah satunya adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Skala ini terdiri dari serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk mengevaluasi perasaan dan perilaku yang berkaitan dengan depresi pada orang lanjut usia.

Skala Depresi Geriatri (GDS) mengevaluasi perasaan dan perilaku.
(Sumber: foto pens 49 ceria) 

GDS, adalah alat skrining yang dirancang khusus untuk menilai depresi pada orang dewasa lanjut usia . Dikembangkan oleh Yesavage dkk. pada tahun 1982, GDS bertujuan untuk menyediakan cara yang andal dan efisien untuk mendeteksi gejala depresi pada lansia.  

Awalnya, GDS terdiri dari 30 pertanyaan ya/tidak, dengan fokus pada berbagai gejala yang berhubungan dengan depresi. Seiring waktu, versi skala yang lebih pendek, seperti GDS-15 dan GDS-5, dikembangkan untuk menyederhanakan proses penilaian sekaligus menjaga akurasi diagnostik.

Tujuan dari Skala Depresi Geriatri adalah untuk membantu dalam mendeteksi dan mengukur tingkat depresi pada populasi geriatri, sehingga dapat memberikan intervensi atau perawatan yang sesuai. Skala ini membantu tenaga kesehatan untuk memahami dan mengelola depresi pada orang lanjut usia, yang dapat berdampak pada kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.

       Geriatric Depression Scale (GDS) atau Skala Depresi Geriatri digunakan untuk mengevaluasi tingkat depresi pada orang lanjut usia. 

Beberapa ciri lansia yang mungkin memerlukan penilaian menggunakan GDS:

Perubahan Perilaku: 
Lansia yang mengalami perubahan drastis dalam perilaku mereka, seperti menjadi lebih terisolasi, cenderung menarik diri dari interaksi sosial, atau menunjukkan kecenderungan untuk menghindari aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati.

Perubahan perilaku, lansia menarik diri dari interaksi sosial.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Mood:
Mereka yang sering merasa sedih, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, atau menunjukkan penurunan mood yang signifikan secara konsisten.

Gangguan Tidur: 
Kesulitan tidur, seperti sulit tidur, bangun terlalu awal, atau tidur terlalu banyak, bisa menjadi tanda depresi pada lansia.

Perubahan Fisik: 
Depresi pada lansia juga dapat menyebabkan gejala fisik, seperti penurunan berat badan yang tidak diinginkan, kelelahan yang terus-menerus, atau masalah kesehatan lainnya yang tidak dapat dijelaskan dengan faktor medis lainnya.

Perubahan Kognitif: 
Depresi pada lansia juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif mereka, seperti kesulitan konsentrasi, penurunan daya ingat, atau penurunan kemampuan untuk membuat keputusan.

Rasa Putus Asa atau Kehilangan Harapan:
Lansia yang merasa putus asa, tidak berdaya, atau kehilangan harapan untuk masa depan juga bisa menjadi ciri-ciri depresi.

Perubahan Pola Makan: 
Perubahan dalam pola makan, seperti kehilangan nafsu makan atau meningkatnya konsumsi makanan sebagai respons terhadap emosi, dapat menjadi tanda depresi pada lansia.

Keluhan Fisik yang Persisten:
Lansia yang mengeluh tentang nyeri tubuh yang tidak dijelaskan dengan penyebab medis yang jelas atau gejala fisik lainnya yang persisten, meskipun telah mendapatkan perawatan medis, bisa menjadi tanda depresi.

💬 Tidak semua orang lanjut usia yang mengalami salah satu atau beberapa ciri di atas pasti mengalami depresi. 

       Lansia dapat menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) dengan bantuan orang lain atau secara mandiri, tergantung pada kemampuan kognitif dan fisik mereka. 

Beberapa langkah yang dapat membantu lansia dalam menggunakan GDS:

Bimbingan dari Tenaga Kesehatan: 
Jika memungkinkan, lansia dapat meminta bimbingan dari tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, atau tenaga medis lainnya dalam mengisi formulir GDS. Petugas kesehatan akan membantu menjelaskan pertanyaan dan memberikan arahan tentang cara menjawabnya.

Lansia dapat minta bantuan tenaga medis untuk mengisi formulir.
(Sumber: foto canva.com)
Bantuan dari Anggota Keluarga atau Penjaga:
Lansia juga dapat meminta bantuan dari anggota keluarga, teman, atau penjaga mereka dalam mengisi formulir GDS. Mereka dapat membantu dengan membacakan pertanyaan dan mencatat jawaban yang diberikan oleh lansia.

Pengisian Mandiri dengan Petunjuk: 
Lansia yang memiliki kemampuan kognitif yang cukup dapat mencoba mengisi formulir GDS sendiri dengan petunjuk yang disediakan. Petunjuk ini biasanya terdapat di bagian atas formulir dan memberikan arahan tentang cara menjawab setiap pertanyaan.

Penggunaan Versi Simplified GDS:
Terdapat versi Simplified GDS yang dirancang khusus untuk lansia yang mungkin mengalami kesulitan dalam membaca atau memahami pertanyaan pada formulir standar. Versi ini menggunakan pertanyaan yang lebih sederhana dan bahasa yang lebih mudah dipahami.

Komitmen untuk Jujur: 
Lansia perlu diingatkan untuk menjawab pertanyaan dengan jujur dan seobjektif mungkin. Ini membantu dalam mendapatkan hasil yang akurat dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan tingkat depresi dan langkah-langkah yang tepat untuk mengelola kondisi tersebut.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:
Setelah mengisi formulir GDS, penting bagi lansia untuk berbicara dengan profesional kesehatan mereka tentang hasilnya. Dokter atau tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan interpretasi dan saran mengenai langkah selanjutnya yang perlu diambil berdasarkan skor GDS.

Dengan bantuan dari orang lain atau secara mandiri dengan petunjuk yang tepat, lansia dapat menggunakan Geriatric Depression Scale sebagai alat untuk mengevaluasi tingkat depresi mereka dan mendapatkan perawatan atau intervensi yang sesuai jika diperlukan.

Formulir GDS tersedia dalam tiga bentuk:
  • GDS bentuk panjang (GDS-30) yang terdiri dari 30 soal
  • Bentuk pendek (GDS-15), yang terdiri dari 15 pertanyaan
  • Versi empat dan lima item, yang keakuratannya tidak dapat disimpulkan.

Pertanyaan pada Skala

Pilih jawaban terbaik sesuai perasaan Anda selama seminggu terakhir:

1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan hidup Anda? YA TIDAK
2. Apakah Anda banyak meninggalkan aktivitas dan minat Anda? YA TIDAK
3. Apakah Anda merasa hidup Anda hampa? YA TIDAK
4. Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
5. Apakah Anda selalu bersemangat? YA TIDAK
6. Apakah Anda takut terjadi sesuatu yang buruk pada diri Anda? YA TIDAK
7. Apakah Anda selalu merasa bahagia? YA TIDAK
8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? YA TIDAK
9. Apakah Anda lebih suka berdiam diri di rumah dibandingkan keluar rumah dan melakukan hal baru? YA TIDAK
10. Apakah Anda merasa mempunyai lebih banyak masalah ingatan dibandingkan kebanyakan orang? YA TIDAK
11. Menurut Anda, apakah hidup sekarang menyenangkan? YA TIDAK
12. Apakah Anda merasa tidak berharga dengan keadaan Anda sekarang? YA TIDAK
13. Apakah Anda merasa penuh energi? YA TIDAK
14. Apakah Anda merasa situasi Anda tidak ada harapan? YA TIDAK
15. Apakah menurut Anda kebanyakan orang lebih baik keadaannya dibandingkan Anda? YA TIDAK   

Mencetak skor
Setiap jawaban yang menunjukkan depresi mendapat skor satu poin. Misalnya, pada pertanyaan di atas, satu poin akan diberikan jika orang tersebut menjawab “tidak” untuk pertanyaan pertama dan “ya” untuk pertanyaan kedua. Jawaban yang mengindikasikan depresi biasanya digarisbawahi atau dicetak tebal untuk menunjukkan respons yang diberi poin. Skor untuk GDS-15 berkisar dari 0 hingga 15: Semakin tinggi skornya, kemungkinan depresinya semakin parah.

GDS -15 diberi skor sebagai berikut:

>5 Poin   : menunjukkan depresi dan harus diikuti dengan penilaian komprehensif
≥10 Poin : hampir selalu menunjukkan depresi
<5 Poin   : depresi tidak mungkin terjadi

Hasil akhir dari penggunaan Geriatric Depression Scale (GDS) adalah skor total yang mencerminkan tingkat depresi seseorang. Skor ini dapat membantu dalam menentukan apakah seseorang mengalami depresi, seberapa parah gejalanya, dan langkah apa yang mungkin perlu diambil untuk mengelola kondisi tersebut. 

Beberapa manfaat dari penggunaan GDS antara lain:

Deteksi Dini Depresi:
GDS membantu mendeteksi dini gejala depresi pada orang lanjut usia. Ini penting karena depresi pada lansia sering kali tidak terdiagnosis dan tidak terkelola dengan baik.

Gda membantu deteksi dini gejala stres.
(Sumber: foto canva.com)

Penilaian yang Objektif: 
GDS memberikan penilaian objektif terhadap tingkat depresi seseorang berdasarkan respons terhadap serangkaian pertanyaan standar. Hal ini membantu profesional kesehatan dalam mengevaluasi kondisi pasien secara lebih terperinci.

Perencanaan Perawatan yang Tepat:
Berdasarkan skor GDS, profesional kesehatan dapat merencanakan perawatan yang tepat sesuai dengan tingkat keparahan depresi pasien. Ini dapat mencakup terapi kognitif perilaku, terapi obat, atau intervensi lainnya.

Pemantauan Perkembangan: 
GDS juga dapat digunakan sebagai alat pemantauan untuk menilai perkembangan pasien selama periode pengobatan atau intervensi. Dengan memantau skor GDS dari waktu ke waktu, profesional kesehatan dapat mengetahui apakah perawatan yang diberikan efektif atau perlu disesuaikan.

Peningkatan Kualitas Hidup: 
Dengan mengidentifikasi dan mengelola depresi secara efektif, GDS dapat membantu meningkatkan kualitas hidup orang lanjut usia. Mengurangi gejala depresi dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif, fisik, dan emosional mereka.

Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: 
Hasil dari GDS dapat membantu orang lanjut usia dan keluarga mereka dalam mengambil keputusan yang lebih baik terkait perawatan dan manajemen kondisi depresi.

Dengan demikian, hasil akhir dari penggunaan GDS adalah memberikan informasi yang berharga kepada profesional kesehatan dan individu yang dinilai, sehingga dapat meningkatkan pemahaman, deteksi, dan pengelolaan depresi pada orang lanjut usia.


Sumber:

https://bluemoonseniorcounseling.com/how-the-geriatric-depression-scale-helps-seniors/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8257896/

https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/geriatric-depression-scale 

https://journals.lww.com/md-journal/fulltext/2021/07020/gds_score_as_screening_tool_to_assess_the_risk_of.11.aspx

https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0046958020971184

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13607863.2012.758231

https://www.apa.org/pi/about/publications/caregivers/practice-settings/assessment/tools/geriatric-depression

https://typeset.io/questions/how-does-the-5-item-yesavage-geriatric-depression-scale-4auml3dpmt

https://www.verywellmind.com/geriatric-depression-scale-98621

Sunday, 3 March 2024

Obat-obatan Jadi Penyebab Masalah Kesehatan Lansia.

        Populasi global lansia multimorbid terus bertambah. Multimorbiditas adalah penyebab utama polifarmasi yang kompleks, yang pada gilirannya merupakan faktor risiko utama untuk peresepan yang tidak tepat serta reaksi dan kejadian obat yang merugikan. 

Kesalahan pengobatan dapat mengakibatkan cedera parah atau kematian pasien, dan hal ini dapat dicegah. Meskipun sebagian besar kesalahan kecil, spektrumnya sangat luas, dan beberapa di antaranya berakibat fatal. Kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan sebagai setiap peristiwa yang dapat dicegah yang dapat menyebabkan atau menyebabkan penggunaan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien ketika obat tersebut berada dalam kendali profesional layanan kesehatan, pasien, atau konsumen.

Kesalahan pengobatan dapat mengakibatkan cedera parah atau kematian pasien.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Pasien lansia yang memiliki masalah klinis kompleks dan menjalani banyak pengobatan, sangat rentan terhadap kesalahan pengobatan. Meskipun mereka mungkin benar-benar membutuhkan lebih banyak obat namun mereka sering kali menjadi korban dari 'peresepan kaskade', memiliki peningkatan risiko interaksi obat-obat dan obat-penyakit, dan sering menderita penggunaan obat-obatan yang tidak tepat. ].

Kesalahan dalam pengelolaan obat dapat menjadi penyebab masalah kesehatan pada lansia karena lansia sering kali memiliki karakteristik dan kondisi kesehatan tertentu yang membuat mereka lebih rentan terhadap efek samping obat. 

Beberapa penyebab masalah kesehatan yang mungkin timbul pada lansia terkait dengan obat-obatan:

Penyakit Kronis: 
Lansia cenderung menderita penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung yang membutuhkan penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang. Kesalahan dalam dosis atau penggunaan obat-obatan ini dapat mempengaruhi kesehatan secara keseluruhan.

Penurunan Fungsi Ginjal dan Hati: 
Fungsi ginjal dan hati cenderung menurun seiring bertambahnya usia, sehingga kemampuan tubuh untuk mengeluarkan obat dari sistem tubuh juga menurun. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan risiko efek samping obat yang merugikan.

Kemampuan ginjal menurun seiring bertambah usia.
(Sumber: foto canva.com)
Penurunan Fungsi Kognitif: 
Lansia yang mengalami penurunan fungsi kognitif atau gangguan seperti demensia mungkin kesulitan memahami instruksi penggunaan obat atau mengikuti jadwal pengobatan yang tepat.

Interaksi Obat: 
Lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat sekaligus untuk mengelola beberapa kondisi kesehatan. Interaksi antar obat-obatan ini dapat meningkatkan risiko efek samping atau mengurangi efektivitas pengobatan.

Alergi atau Sensitivitas: 
Lansia juga bisa memiliki alergi atau sensitivitas terhadap beberapa jenis obat yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau efek samping yang serius.

Penyimpanan Obat yang Tidak Tepat: 
Lansia mungkin memiliki kesulitan dalam menyimpan obat dengan benar, sehingga obat-obatan dapat menjadi terkontaminasi atau kehilangan efektivitasnya.

Penurunan Fungsi Penglihatan dan Pendengaran: 
Penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran pada lansia dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk membaca instruksi penggunaan obat atau mendengar informasi yang disampaikan oleh petugas kesehatan.

Muncul Gejala baru: 
Gejala baru apa pun, seperti pusing atau mual, bisa jadi merupakan efek samping atau reaksi pengobatan. Dokter utama Anda harus mengetahui semua obat yang diminum, termasuk obat baru.  Penting untuk selalu memberikan informasi kepada dokter daftar obat-obatan yang sedang digunakan, termasuk siapa yang meresepkan obat tersebut, untuk menghindari obat-obatan saling merugikan.

Masalah mobilitas: 
Pusing dan sakit kepala ringan adalah efek samping umum dari banyak obat termasuk obat tekanan darah tinggi. Efek samping tersebut dapat memperburuk kemampuan berjalan pada orang yang mengalami kesulitan berjalan karena radang sendi atau masalah lainnya. Amankan rumah dari terjatuh dengan melepas atau mengamankan permadani yang longgar dan bahaya tersandung lainnya.

Lansia banyak yang mengalami kesulitan berjalan.
(Sumber: foto canva.com)
Perubahan cara berpikir, penalaran atau ketajaman mental: 
Ada banyak kemungkinan penyebab kelupaan dan kebingungan. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah masalah pengobatan, termasuk pengobatan berlebihan. Minta dokter untuk menilai sepenuhnya perubahan kognitif atau mental. Obat-obatan bisa jadi penyebabnya.

Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari: 
Potensi efek samping pengobatan apa pun dapat mempersulit perawatan diri bagi orang dewasa yang menua, mulai dari mandi dan menggunakan toilet hingga makan dan berpakaian. Itu sebabnya, jika tidak diperiksa oleh dokter, beberapa efek samping pengobatan bisa menimbulkan masalah serius yang membuat Anda lebih sulit tinggal di rumah. 

Kesulitan tidur: 
Beberapa obat resep, termasuk antidepresan, dapat menyebabkan insomnia dan kebutuhan akan obat tidur. Bicarakan dengan dokter tentang cara untuk membantu menghindari efek samping semacam ini.

Perubahan nafsu makan: 
Beberapa obat berdampak pada nafsu makan , baik menurunkan nafsu makan atau, seperti yang umumnya terjadi ketika mengonsumsi obat steroid, meningkatkan rasa lapar. Jika lansia mengalami masalah nafsu makan, tanyakan kepada dokter tentang penjadwalan pertemuan dengan ahli gizi.

Perubahan kesejahteraan secara keseluruhan: 
Obat-obatan yang tidak diminum dengan benar dapat mempengaruhi kesejahteraan seseorang. Atur agar obat-obatan ditinjau setidaknya setiap tahun atau setiap kali ada perubahan dalam resep.

        Kesalahan pengelolaan obat pada lansia dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang bervariasi tergantung pada jenis kesalahan yang terjadi. 

Beberapa contoh penyakit atau masalah kesehatan yang dapat timbul dari kesalahan pengelolaan obat pada lansia:

Efek Samping Obat: 
Lansia cenderung lebih rentan terhadap efek samping obat karena tubuh mereka mungkin lebih sensitif terhadap zat-zat kimia dalam obat. Efek samping seperti mual, pusing, kebingungan, gangguan kognitif, gangguan keseimbangan, atau reaksi alergi dapat muncul sebagai hasil dari kesalahan dosis atau interaksi obat.

Efek samping obat seperti mual,pusing, kebingungan.
(Sumber: foto canva.com)

Kerusakan Organ: 
Penggunaan obat yang tidak sesuai dosis atau obat yang berpotensi berbahaya bagi fungsi ginjal atau hati dapat menyebabkan kerusakan organ. Lansia, yang sering kali memiliki fungsi ginjal dan hati yang menurun, lebih rentan terhadap kerusakan organ tersebut.

Overdosis atau Keracunan: 
Kesalahan dalam pengelolaan dosis obat dapat menyebabkan overdosis pada lansia, yang dapat mengakibatkan keracunan obat dan berbagai masalah kesehatan serius, bahkan kematian.

Reaksi Hipersensitivitas: 
Lansia juga bisa mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap obat-obatan tertentu, yang dapat menghasilkan ruam kulit, gatal-gatal, pembengkakan, atau reaksi alergi serius lainnya.

Gangguan Kognitif atau Mental: 
Kesalahan dalam pengelolaan obat, terutama yang memengaruhi sistem saraf pusat, dapat menyebabkan gangguan kognitif atau mental pada lansia, seperti kebingungan, kehilangan memori, depresi, atau gangguan kejiwaan lainnya.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Kesalahan dalam pengelolaan obat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada lansia, baik secara fisik maupun psikologis, karena efek samping yang mengganggu atau komplikasi kesehatan yang timbul.

Peningkatan Risiko Cedera atau Kecelakaan: 
Efek samping obat tertentu, seperti pusing atau gangguan keseimbangan, dapat meningkatkan risiko jatuh dan cedera pada lansia, terutama jika mereka mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem saraf pusat.

Peningkatan risiko jatuh karena efek samping obat pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Penting untuk memastikan bahwa lansia menerima perawatan yang tepat dari penyedia layanan kesehatan yang terlatih dan bahwa mereka dan keluarga mereka memahami instruksi penggunaan obat dengan benar. Kesalahan pengelolaan obat dapat berdampak serius pada kesehatan lansia, oleh karena itu upaya pencegahan dan pemantauan yang baik sangat penting.

       Interaksi obat adalah ketika dua atau lebih obat yang dikonsumsi bersama-sama mempengaruhi cara obat-obatan tersebut bekerja di dalam tubuh. Interaksi obat pada lansia bisa memiliki dampak yang lebih serius daripada pada kelompok usia lainnya karena lansia sering mengonsumsi beberapa jenis obat untuk mengelola kondisi kesehatan yang kompleks.

Beberapa dampak dari interaksi obat pada lansia meliputi:

Efek Samping yang Lebih Parah: 
Interaksi obat dapat meningkatkan risiko efek samping obat secara keseluruhan. Lansia cenderung lebih rentan terhadap efek samping obat karena perubahan fisiologis dalam tubuh mereka seiring bertambahnya usia.

Penurunan Efektivitas Pengobatan: 
Interaksi obat dapat mengurangi efektivitas satu atau beberapa obat yang dikonsumsi. Hal ini bisa mengurangi efektivitas pengobatan untuk kondisi kesehatan tertentu atau menyebabkan kondisi kesehatan yang ada menjadi lebih sulit dikontrol.

Resiko Kejadian Reaksi Alergi: 
Interaksi obat dapat meningkatkan risiko terjadinya reaksi alergi pada lansia, terutama jika mereka memiliki riwayat alergi terhadap salah satu obat yang digunakan.

Gangguan Fungsi Organ: 
Interaksi obat dapat menyebabkan gangguan fungsi organ tertentu, terutama hati dan ginjal. Lansia sering kali memiliki fungsi organ yang menurun seiring bertambahnya usia, sehingga lebih rentan terhadap efek negatif dari interaksi obat.

Kemungkinan Overdosis atau Toksisitas: 
Interaksi obat juga bisa menyebabkan peningkatan risiko overdosis atau toksisitas obat karena pengaruh gabungan obat-obatan yang saling memperkuat efeknya.

Gangguan Kognitif atau Mental: 
Beberapa interaksi obat dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan menyebabkan gangguan kognitif atau mental pada lansia, seperti kebingungan, kehilangan memori, atau depresi.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Interaksi obat dapat mengakibatkan penurunan kualitas hidup pada lansia karena efek samping yang mengganggu atau komplikasi kesehatan yang timbul.

Oleh karena itu, penting bagi lansia dan penyedia layanan kesehatan untuk memantau interaksi obat dengan cermat dan memastikan bahwa obat-obatan yang diresepkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan individu serta meminimalkan risiko interaksi obat yang merugikan.

       Mencegah kesalahan obat dan interaksi obat pada lansia memerlukan perhatian khusus dan kerja sama antara lansia, penyedia layanan kesehatan, dan keluarga atau penjaga. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kesalahan obat dan interaksi obat pada lansia:

Komunikasi Terbuka dengan Dokter: 
Penting bagi lansia untuk berkomunikasi secara terbuka dengan dokter mereka tentang semua obat yang mereka konsumsi, termasuk obat resep, obat non-resep, dan suplemen. Dokter harus mengetahui riwayat kesehatan lengkap pasien, termasuk alergi, kondisi kesehatan yang sedang diobati, dan obat-obatan yang telah digunakan sebelumnya.

Daftar Obat yang Lengkap: 
Lansia harus memiliki daftar obat yang lengkap, termasuk nama obat, dosis, frekuensi konsumsi, dan tujuan penggunaan. Daftar ini harus diperbarui secara teratur dan dibawa setiap kali berkonsultasi dengan dokter atau apoteker.

Konsultasi dengan Apoteker: 
Apoteker adalah sumber informasi yang berharga tentang interaksi obat dan efek samping potensial. Lansia harus berkonsultasi dengan apoteker mereka untuk memastikan bahwa obat-obatan yang mereka konsumsi aman untuk dikonsumsi bersama-sama dan untuk memahami instruksi penggunaan obat dengan benar.

Pemantauan Teratur: 
Lansia harus dipantau secara teratur oleh dokter mereka untuk memantau respons terhadap pengobatan dan memeriksa kemungkinan interaksi obat. Pemantauan ini juga dapat membantu dalam menyesuaikan dosis obat jika diperlukan.

Hindari Penggunaan Obat Non-Resep yang Tidak Perlu:
Lansia harus menghindari penggunaan obat non-resep tanpa konsultasi dokter atau apoteker. Beberapa obat non-resep dapat berinteraksi dengan obat resep atau kondisi kesehatan tertentu.

Jaga Ketersediaan Informasi: 
Pastikan informasi tentang obat-obatan disimpan dengan baik dan mudah diakses, baik oleh lansia sendiri maupun oleh keluarga atau penjaga jika diperlukan.

Edukasi dan Pemahaman: 
Lansia dan keluarga atau penjaga mereka harus mendapatkan edukasi yang memadai tentang obat-obatan yang dikonsumsi, termasuk instruksi penggunaan obat, efek samping yang mungkin terjadi, dan tanda-tanda interaksi obat yang perlu diperhatikan.

Pemantauan Efek Samping: 
Lansia harus waspada terhadap gejala atau efek samping yang muncul setelah memulai penggunaan obat baru. Jika terjadi efek samping yang tidak diharapkan, segera konsultasikan dengan dokter atau apoteker.

Dengan memperhatikan langkah-langkah ini dan berkomunikasi dengan penyedia layanan kesehatan secara teratur, lansia dapat membantu mencegah kesalahan obat dan interaksi obat yang dapat membahayakan kesehatan mereka.





Sumber:

https://www.homeinstead.com/care-resources/health-conditions/10-signs-medications-could-be-to-blame/

https://www.mayoclinicproceedings.org/article/S0025-6196(14)00567-9/fulltext 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2723202/

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/17512433.2019.1615442

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4922820/

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S1551741121001145



Saturday, 2 March 2024

Strategi Mereduksi Kecemasan pada lansia

      Merasa cemas atau gugup adalah emosi yang umum terjadi pada orang-orang dari segala usia dan merupakan reaksi normal terhadap stres. Merasa cemas dapat membantu kita menangani masalah dan situasi aneh, bahkan menghindari bahaya. Merasa cemas terhadap penyakit, interaksi sosial baru, dan kejadian menakutkan adalah hal yang wajar. Namun bila seseorang sering merasa cemas dan kecemasannya sangat berlebihan serta memengaruhi tugas sehari-hari, kehidupan sosial, dan hubungan, hal itu mungkin merupakan suatu penyakit.

Lansia dapat mereduksi kecemasan dengan aktivitas fisik.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Mereduksi kecemasan pada lansia merujuk pada upaya untuk mengurangi atau mengendalikan tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yang berusia lanjut. Ini melibatkan penerapan strategi dan intervensi yang bertujuan untuk mengurangi intensitas dan frekuensi perasaan kecemasan, serta meningkatkan kesejahteraan emosional dan psikologis lansia tersebut.

Tujuan dari mereduksi kecemasan pada lansia adalah untuk membantu mereka merasa lebih tenang, stabil, dan mampu menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari dengan lebih baik. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai metode, termasuk teknik relaksasi, aktivitas fisik teratur, terapi psikologis, dukungan sosial, dan pengelolaan stres.

Mereduksi kecemasan pada lansia juga dapat melibatkan pendekatan holistik yang mempertimbangkan aspek-aspek fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam kehidupan mereka. Dengan demikian, upaya mereduksi kecemasan pada lansia sering melibatkan kerja sama antara individu, keluarga, tenaga kesehatan, dan profesional kesehatan mental untuk mencapai hasil yang optimal dalam meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional lansia tersebut.

Kecemasan pada lansia merujuk pada kondisi ketika seseorang yang berusia lanjut mengalami perasaan khawatir, gelisah, atau ketidaknyamanan yang berlebihan terhadap situasi atau peristiwa tertentu. Kecemasan pada lansia dapat muncul sebagai respons terhadap perubahan fisik, psikologis, atau lingkungan yang terjadi seiring bertambahnya usia.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pada lansia meliputi:

Penurunan kesehatan fisik: 
Penurunan kesehatan fisik, seperti gangguan kesehatan kronis atau penurunan mobilitas, dapat menyebabkan kekhawatiran terhadap kesehatan dan kemandirian mereka.

Penurunan kesehatan fisik menyebabkan kekhawatiran.
(Sumber: foto canva.com)

Penurunan kesehatan mental:
Lansia sering mengalami penurunan kesehatan mental, seperti gangguan kecemasan, depresi, atau gangguan kognitif, yang dapat meningkatkan tingkat kecemasan.

Perubahan sosial dan lingkungan: 
Perubahan signifikan dalam kehidupan sosial, seperti kehilangan pasangan hidup, pensiun, atau perubahan tempat tinggal, dapat menyebabkan perasaan cemas dan tidak nyaman.

Isolasi sosial:
Lansia yang mengalami isolasi sosial atau kurangnya dukungan sosial cenderung memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi.

Kecemasan pada lansia merupakan hal yang penting untuk diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Penanganan kecemasan pada lansia biasanya melibatkan pendekatan holistik yang mencakup dukungan psikososial, intervensi kognitif-perilaku, terapi obat-obatan jika diperlukan, dan dukungan keluarga atau masyarakat.

Beberapa ciri yang dapat menandakan bahwa seorang lansia mengalami kecemasan:

Perubahan perilaku: 
Mereka mungkin menunjukkan perubahan drastis dalam perilaku mereka, seperti menjadi lebih gelisah, mudah tersinggung, atau sulit tidur.

Ketakutan yang berlebihan: 
Lansia yang mengalami kecemasan mungkin memiliki ketakutan yang tidak proporsional terhadap situasi tertentu atau membesar-besarkan risiko potensial.

Gejala fisik: 
Kecemasan pada lansia juga dapat menimbulkan gejala fisik seperti denyut jantung yang cepat, napas pendek, gemetar, berkeringat berlebihan, atau masalah pencernaan.

Kecemasan menimbulkan gejala fisik, seperti jantung berdebar.
(Sumber: foto canva.com)

Kesulitan berkonsentrasi:
Kecemasan dapat membuat lansia sulit untuk berkonsentrasi atau memusatkan perhatian pada tugas-tugas sehari-hari.

Kekhawatiran yang berlebihan tentang kesehatan:
Mereka mungkin cenderung khawatir berlebihan tentang kesehatan mereka sendiri atau kondisi fisik tertentu yang mungkin tidak berdasar.

Perasaan tidak nyaman dalam situasi sosial: 
Lansia dengan kecemasan mungkin merasa tidak nyaman atau khawatir dalam situasi sosial atau interaksi sosial dengan orang lain.

Gangguan tidur: 
Kesulitan tidur atau gangguan tidur lainnya, seperti insomnia, seringkali terkait dengan kecemasan pada lansia.

Ketergantungan pada orang lain:
Mereka mungkin menjadi lebih tergantung pada orang lain untuk pengambilan keputusan atau untuk mengatasi kecemasan mereka.

Jika seorang lansia mengalami beberapa dari ciri-ciri ini secara konsisten dan ini mengganggu kehidupan sehari-harinya, penting untuk mencari bantuan medis atau dukungan psikososial untuk menangani kecemasan mereka.

Beberapa strategi yang dapat membantu mereduksi kecemasan pada lansia:

Teknik Relaksasi:
Latihan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, yoga, atau senam tai chi dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh, serta mengurangi tingkat kecemasan. Bernapas dalam-dalam adalah cara yang bagus untuk mengatasi gejala fisiologis kecemasan. Saat bernapas dalam-dalam, Anda mendapatkan lebih banyak karbon dioksida dalam darah, yang dapat menenangkan bagian otak yang bertanggung jawab atas kecemasan. Pernapasan dalam juga mengaktifkan sistem saraf parasimpatis, yang membantu beristirahat dan rileks.

Aktivitas Fisik Teratur:
Melakukan aktivitas fisik secara teratur, sesuai dengan kemampuan fisik masing-masing, dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan dengan meningkatkan produksi endorfin, hormon yang dapat meningkatkan suasana hati. Para lansia sering kali kurang berolahraga, namun aktivitas fisik adalah salah satu cara terbaik untuk meningkatkan kesehatan mental. Beberapa bentuk olahraga terbaik untuk orang lanjut usia:
  • Jalan kaki atau hiking
  • Kursus yoga
  • Berenang atau aerobik air
  • Tarian
  • Latihan berat badan
Renang adalah olahraga terbaik mengatasi kecemasan.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Sosial: 
Menjaga koneksi sosial dengan teman, keluarga, atau kelompok dukungan dapat memberikan dukungan emosional yang penting dan mengurangi perasaan isolasi sosial yang dapat memicu kecemasan. Banyak lansia yang mengalami kesepian, terutama jika mobilitas mereka terbatas dan tidak bisa sering bersosialisasi. Membantu para lansia mengatasi isolasi sosial dapat menjadi cara terbaik untuk meredakan kecemasan dan tantangan kesehatan mental lainnya. Keluarga adalah sumber dukungan sosial yang besar. Kunjungan rutin dengan saudara, anak, cucu, atau anggota keluarga lainnya dapat mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran yang membuat stres dan meningkatkan suasana hati.

Menghindari Stimulan Kecemasan:
Mengurangi atau menghindari konsumsi kafein, alkohol, atau nikotin, karena substansi-substansi tersebut dapat meningkatkan tingkat kecemasan.

Menjaga Pola Tidur yang Teratur: 
Pola tidur yang teratur dan berkualitas penting untuk kesehatan mental dan emosional. Membuat rutinitas tidur yang nyaman dan menjaga lingkungan tidur yang tenang dan gelap dapat membantu mereduksi kecemasan.

Membatasi Pemberitaan Negatif: 
Terlalu banyak menonton atau membaca berita yang negatif dan menakutkan dapat meningkatkan tingkat kecemasan. Membatasi paparan terhadap berita-berita tersebut dapat membantu menjaga kesejahteraan mental.

Berbagi dan Mendiskusikan Perasaan: 
Berbicara dengan seseorang yang dipercaya tentang perasaan dan kekhawatiran dapat membantu meringankan beban kecemasan. Hal ini bisa dilakukan dengan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan mental atau terapis.

Terapi Psikologis:
Terapi kognitif-perilaku (CBT) atau terapi lainnya dengan profesional kesehatan mental dapat membantu lansia untuk mengidentifikasi dan mengatasi pikiran-pikiran negatif atau pola pikiran yang memicu kecemasan.

Perubahan Pola Makan:
Nutrisi yang tepat sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik Anda. Makanan memberi bahan bakar pada otak, jadi mendapatkan keseimbangan protein, lemak sehat, dan karbohidrat yang tepat akan membantu Anda mengelola pikiran cemas. Pastikan mengonsumsi beragam makanan sehat setiap kali makan, dan nikmati camilan favorit secukupnya.

Pertimbangkan Obat-obatan:
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat-obatan untuk mengatasi kecemasan yang parah. Namun, ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter dan hanya sebagai bagian dari rencana perawatan yang lebih luas.

Setiap individu memiliki preferensi dan kebutuhan yang unik, jadi penting untuk menemukan strategi yang paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing lansia. Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan mental juga sangat penting dalam mengatasi kecemasan pada lansia.
 

Sumber: