- Proses Mekanis: Pengunyahan (mastikasi) oleh gigi menghancurkan makanan menjadi partikel yang lebih kecil.
- Proses Kimiawi: Air liur yang mengandung enzim amilase mulai memecah karbohidrat menjadi gula sederhana.
- Gerakan Peristaltik: Gerakan otot yang mendorong makanan dari kerongkongan ke lambung.
- Proses Kimiawi: Lambung menghasilkan asam lambung (HCl) dan enzim pepsin untuk mencerna protein.
- Proses Mekanis: Otot lambung secara perlahan mengaduk makanan menjadi chyme (cairan makanan yang lebih encer).
- Duodenum: Tempat empedu dari kantung empedu dan enzim pencernaan dari pankreas dicampur dengan chyme untuk memecah lemak, protein, dan karbohidrat.
- Jejunum: Tempat sebagian besar penyerapan nutrisi berlangsung.
- Ileum: Bagian akhir dari usus halus yang juga berperan dalam penyerapan nutrisi sisa.
- Sekum: Awal dari usus besar, yang menerima chyme dari usus halus.
- Kolon: Kolon (bagian terbesar dari usus besar) berfungsi untuk menyerap air dan mineral dari sisa makanan, mengubahnya menjadi feses.
- Rektum: Tempat penyimpanan sementara feses sebelum dikeluarkan.
- Feses akhirnya dikeluarkan dari tubuh melalui anus.
- Hati: Menghasilkan empedu yang membantu dalam pemecahan lemak.
- Kantung Empedu: Menyimpan empedu yang diproduksi oleh hati.
- Pankreas: Menghasilkan enzim pencernaan (lipase, amilase, protease) serta hormon (insulin) untuk mengatur gula darah.
Sistem pencernaan pada Senior mengalami perubahan. (Sumber: foto Matematika 84) |
- Produksi Enzim Berkurang: Produksi enzim pencernaan seperti amilase, lipase, dan protease dapat menurun, menyebabkan pencernaan makanan menjadi kurang efisien.
- Produksi Asam Lambung Menurun: Asam lambung (HCl) yang diperlukan untuk memecah protein bisa menurun, mengakibatkan gangguan pencernaan dan penyerapan nutrisi.
- Konstipasi (Sembelit): Usus besar cenderung bergerak lebih lambat, menyebabkan konstipasi yang lebih sering. Hal ini disebabkan oleh penurunan aktivitas otot-otot usus.
- Pengosongan Lambung yang Lambat: Makanan bisa bertahan lebih lama di lambung, menyebabkan kembung atau rasa penuh yang berkepanjangan.
- Disfagia: Lansia bisa mengalami kesulitan menelan akibat melemahnya otot-otot di kerongkongan atau penurunan produksi air liur, sehingga meningkatkan risiko tersedak.
- Kelemahan Sfingter: Sfingter esofagus bagian bawah yang melemah dapat menyebabkan refluks asam lambung (gastroesophageal reflux disease/GERD), yang bisa menyebabkan rasa terbakar (heartburn) atau kerusakan pada lapisan esofagus.
- Malabsorpsi Nutrisi: Usia lanjut sering mengalami penurunan penyerapan nutrisi, seperti vitamin B12, kalsium, dan zat besi, yang disebabkan oleh perubahan pada lapisan usus atau produksi enzim yang tidak memadai.
- Osteoporosis dan Anemia: Kekurangan kalsium dan vitamin D bisa meningkatkan risiko osteoporosis, sedangkan malabsorpsi zat besi bisa menyebabkan anemia.
- Gastritis: Peradangan pada lapisan lambung bisa lebih umum akibat penggunaan obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau infeksi Helicobacter pylori.
- Penyakit Refluks Gastroesofagus (GERD): Penurunan kemampuan otot sfingter esofagus bagian bawah sering menyebabkan asam lambung naik ke esofagus.
- Divertikulosis: Pembentukan divertikula (kantung kecil di dinding usus besar) menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia, yang bisa menyebabkan divertikulitis (peradangan divertikula).
- Kanker Kolorektal: Risiko kanker usus besar meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit ini sering dimulai dengan polip di dinding usus besar yang berkembang menjadi kanker.
- Batu Empedu: Lansia lebih berisiko mengalami batu empedu karena metabolisme empedu yang lambat.
- Disfungsi Hati: Fungsi hati dalam detoksifikasi dan metabolisme obat-obatan bisa menurun, yang dapat memperburuk efek obat dan mengganggu pencernaan lemak.
- Disfungsi Pankreas: Produksi enzim pankreas yang kurang efisien dapat menyebabkan gangguan pada pencernaan lemak dan protein.
- Perubahan komposisi mikroflora usus dapat mengganggu pencernaan, penyerapan nutrisi, dan sistem kekebalan. Lansia sering mengalami penurunan jumlah bakteri "baik" di usus, yang dapat berkontribusi pada masalah pencernaan dan inflamasi.
- Sumber serat larut: Oatmeal, apel, buah pir, wortel, dan kacang-kacangan.
- Sumber serat tidak larut: Roti gandum utuh, sereal gandum, biji-bijian, dan sayuran berdaun hijau.
- Sumber protein rendah lemak: Daging ayam tanpa kulit, ikan (salmon, tuna, sarden), telur, tahu, dan kacang-kacangan.
- Ikan berlemak juga bagus karena mengandung asam lemak omega-3 yang baik untuk kesehatan jantung dan dapat mengurangi peradangan.
- Sumber probiotik: Yogurt dengan kultur aktif, kefir, tempe, kimchi, dan sauerkraut (kubis fermentasi).
- Sumber lemak sehat: Minyak zaitun, alpukat, kacang-kacangan, biji-bijian, dan ikan berlemak.
- Buah-buahan yang baik: Pisang, apel, pir, pepaya, dan buah beri (blueberry, strawberry, raspberry).
- Pepaya dan nanas mengandung enzim alami yang membantu pencernaan protein.
- Sayuran yang direkomendasikan: Bayam, wortel, brokoli, ubi jalar, dan labu.
- Sumber makanan kaya cairan: Timun, semangka, tomat, selada, dan sup berbahan dasar kaldu.
- Sumber vitamin D dan kalsium: Susu rendah lemak atau produk susu alternatif yang diperkaya, telur, ikan berlemak, dan makanan yang diperkaya kalsium seperti tahu atau sereal.
- Minuman yang dianjurkan: Air putih, air kelapa, teh herbal, dan jus buah alami yang tidak terlalu manis.
- Sumber antioksidan: Buah beri, sayuran berwarna-warni, teh hijau, dan cokelat hitam.
- Makanan berlemak tinggi: Makanan gorengan, daging berlemak, dan makanan cepat saji dapat memperlambat proses pencernaan.
- Makanan pedas dan asam: Bisa memperburuk gejala refluks asam.
- Makanan olahan: Makanan yang mengandung banyak garam, gula, dan bahan kimia tambahan dapat mengganggu pencernaan dan menyebabkan peradangan.
Sumber:
https://www.michiganmedicine.org/health-lab/aging-and-digestive-health-6-factors-watch
https://badgut.org/information-centre/a-z-digestive-topics/aging-digestive-tract/
https://www.mountelizabeth.com.sg/health-plus/article/ageing-and-eating