Wednesday, 16 October 2024

Tetap Kuat di Usia Senja: Program Latihan Kekuatan untuk Lansia

        Hilangnya massa dan kekuatan otot pada populasi lanjut usia (khususnya setelah usia 65-70 tahun) merupakan masalah kesehatan masyarakat. Karena tingginya prevalensi kelemahan pada orang lanjut usia, latihan kardiovaskular atau latihan intensitas rendah dilaksanakan sebagai pilihan pertama. Meskipun bermanfaat, skema pelatihan ini tidak seefektif pelatihan ketahanan berbasis kekuatan untuk meningkatkan kekuatan otot dan hipertrofi

Usia 65-70 tahun timbul masalah kelemahan dan kekuatan
(Sumber: foto Sunaryo)

Faktanya, bila dilakukan secara progresif dan di bawah pengawasan profesional, pelatihan berbasis kekuatan telah diusulkan sebagai metode yang penting dan valid untuk mengurangi masalah terkait sarkopenia.

Latihan kekuatan pada lansia adalah aktivitas fisik yang dirancang untuk memperkuat otot-otot tubuh. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot, memperbaiki keseimbangan, dan mencegah kehilangan massa otot yang terkait dengan penuaan. 

       Sarcopenia adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan massa otot, kekuatan otot, dan fungsi fisik pada lansia. 

Beberapa ciri fenotip dari lansia yang terkena sarcopenia:

  1. Penurunan Massa Otot: Salah satu tanda utama sarcopenia adalah hilangnya massa otot, terutama otot rangka. Ini bisa dilihat dari pengecilan ukuran otot di lengan, kaki, dan area tubuh lainnya.

  2. Kekuatan Otot yang Berkurang: Lansia dengan sarcopenia sering kali mengalami kelemahan otot, terutama di tangan dan kaki, sehingga sulit melakukan aktivitas seperti mengangkat benda, berjalan, atau naik tangga.

  3. Penurunan Fungsi Fisik: Sarcopenia menyebabkan penurunan kemampuan motorik, seperti berkurangnya keseimbangan, kecepatan berjalan, dan kemampuan berdiri dari posisi duduk tanpa bantuan.

  4. Kelelahan: Lansia dengan sarcopenia sering merasa cepat lelah karena otot mereka lebih lemah dan kurang efisien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

  5. Perubahan Postur Tubuh: Dalam beberapa kasus, lansia dengan sarcopenia dapat mengalami perubahan postur, seperti punggung yang bungkuk atau penurunan kemampuan menjaga keseimbangan tubuh.

  6. Penurunan Berat Badan: Kehilangan massa otot dapat menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan, terutama jika disertai dengan hilangnya jaringan lemak.

  7. Mobilitas Terbatas: Karena otot yang melemah, lansia dengan sarcopenia sering kali mengalami keterbatasan dalam bergerak, seperti kesulitan berjalan atau berdiri dalam waktu lama.

       Pada wajah lansia yang terkena sarcopenia, perubahan tertentu dapat tampak akibat hilangnya massa otot dan jaringan lunak. 

Beberapa ciri yang bisa terlihat pada wajah lansia yang diakibatkan Sarcopenia:

  1. Pipi yang Tampak Cekung: Kehilangan massa otot di area pipi dapat menyebabkan wajah terlihat lebih cekung atau kurus, dengan kontur tulang pipi lebih terlihat jelas.

  2. Kulit Kendur: Penurunan otot wajah dapat menyebabkan kulit wajah kehilangan dukungan dan elastisitas, yang membuatnya tampak lebih kendur atau bergelambir, terutama di sekitar rahang dan bawah dagu.

  3. Tulang Wajah yang Lebih Terlihat: Dengan hilangnya otot di sekitar wajah, struktur tulang wajah seperti rahang, dagu, dan tulang pipi bisa menjadi lebih terlihat jelas, membuat wajah tampak lebih tirus atau cekung.

  4. Garis dan Kerutan yang Lebih Menonjol: Kehilangan massa otot bisa membuat kulit wajah tampak lebih tipis dan kering, sehingga garis-garis halus dan kerutan menjadi lebih menonjol, terutama di sekitar mata, mulut, dan dahi.

  5. Perubahan pada Bibir: Bibir bisa tampak lebih tipis dan kurang penuh karena hilangnya jaringan otot di sekitar area mulut.

Meskipun perubahan ini lebih dipengaruhi oleh penuaan secara umum, sarcopenia dapat mempercepat atau memperparah kondisi tersebut karena hilangnya massa otot wajah yang berperan dalam menjaga kekencangan kulit dan bentuk wajah.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika melakukan latihan kekuatan pada lansia:

Manfaat Latihan Kekuatan untuk Lansia:

Mencegah Penurunan Massa Otot: Penuaan sering kali disertai dengan penurunan massa otot (sarkopenia). Latihan kekuatan dapat membantu mempertahankan atau bahkan meningkatkan massa otot, yang penting untuk mempertahankan kemandirian dan kualitas hidup.

Meningkatkan Keseimbangan dan Koordinasi: Latihan kekuatan yang tepat dapat membantu meningkatkan keseimbangan dan koordinasi tubuh, yang dapat membantu mencegah jatuh dan cedera.

Mengurangi Risiko Osteoporosis: Latihan kekuatan dapat membantu memperkuat tulang dan mengurangi risiko osteoporosis.

Meningkatkan Kesehatan Jantung: Beberapa latihan kekuatan juga dapat memberikan manfaat kesehatan jantung dengan meningkatkan metabolisme dan pembakaran kalori.

Meningkatkan Kualitas Hidup: Memiliki otot yang kuat dapat membuat aktivitas sehari-hari menjadi lebih mudah dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Tips untuk Latihan Kekuatan yang Aman bagi Lansia:

Mulailah dengan Ringan: Jika Anda baru memulai program latihan kekuatan, mulailah dengan beban ringan atau tanpa beban sama sekali untuk membangun kekuatan dan memperkenalkan tubuh pada latihan.

Gunakan Teknik yang Benar: Pastikan untuk menggunakan teknik yang benar saat melakukan latihan. Ini membantu mencegah cedera dan memastikan bahwa otot yang tepat yang terlibat.

Pilih Berat yang Sesuai: Pilih beban yang sesuai dengan kemampuan Anda. Berat yang terlalu ringan tidak akan memberikan stimulus yang cukup untuk memperkuat otot, sementara berat yang terlalu berat dapat menyebabkan cedera.

Istirahat yang Cukup: Berikan otot Anda waktu untuk pulih dengan memberikan istirahat yang cukup antara sesi latihan.

Konsultasikan dengan Profesional Kesehatan: Jika Anda memiliki masalah kesehatan atau cedera sebelumnya, konsultasikan dengan dokter atau fisioterapis sebelum memulai program latihan kekuatan.

Variasi Latihan: Latihan berbagai kelompok otot untuk memastikan keseimbangan dalam kekuatan tubuh Anda. Ini juga membantu mencegah kebosanan dan menjaga motivasi.

Contoh Latihan Kekuatan untuk Lansia:

Squat: 
Duduk turun seperti akan duduk di kursi, lalu kembali berdiri. Latihan ini memperkuat otot paha dan gluteus.

Push-Up Modifikasi: 
Lakukan push-up dengan lutut di lantai atau dengan menggunakan dinding untuk dukungan. Ini memperkuat otot dada, bahu, dan lengan.


Lunges: 
Langkah maju dengan salah satu kaki dan tekuk kedua lutut hingga membentuk sudut 90 derajat. Kembali ke posisi berdiri dan ulangi dengan kaki yang lain. Latihan ini memperkuat otot paha dan panggul.

Latihan Kekuatan Tangan:
Gunakan dumbbell atau resistance band untuk melakukan latihan seperti bicep curl, tricep extension, atau shoulder press.

Plank: 
Bertumpu pada lengan dan kaki, tahan tubuh lurus selama beberapa detik hingga beberapa menit. Ini memperkuat otot inti, lengan, dan bahu.
 
Latihan kekuatan adalah bagian penting dari program kebugaran lansia untuk mempertahankan kesehatan dan kemandirian. Dengan memilih latihan yang sesuai, menggunakan teknik yang benar, dan memperhatikan batasan fisik, lansia dapat memperoleh manfaat yang signifikan dari latihan kekuatan dengan aman.







Sumber:






Monday, 14 October 2024

Penyakit Silent Killer yang Diam-Diam Mengintai Senior: Waspadai Sebelum Terlambat!

        Silent killer adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada penyakit atau kondisi kesehatan yang berkembang secara perlahan tanpa gejala yang jelas atau terlihat pada tahap awal. Karena tidak menunjukkan tanda-tanda yang mudah dikenali, orang yang menderita penyakit tersebut mungkin tidak menyadari bahwa mereka mengalami masalah kesehatan yang serius hingga penyakitnya mencapai tahap lanjut atau menyebabkan komplikasi yang berbahaya.

Senior harus waspada dengan penyakit silent killer
(Sumber: foto Budi Indrayati)
Beberapa penyakit yang sering disebut sebagai "silent killer" pada senior adalah kondisi yang berkembang secara perlahan tanpa gejala yang jelas, sehingga sulit untuk dideteksi pada tahap awal. Akibatnya, penyakit ini bisa menjadi sangat serius atau fatal sebelum terdiagnosis atau diobati. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

  • Mengapa disebut silent killer?: Hipertensi sering kali tidak menunjukkan gejala yang jelas, tetapi bisa menyebabkan kerusakan serius pada organ-organ vital seperti jantung, ginjal, dan otak jika tidak diobati. Hipertensi dapat meningkatkan risiko stroke, serangan jantung, dan gagal jantung.
  • Komplikasi: Penyakit jantung koroner, stroke, gagal ginjal.

2. Diabetes Tipe 2

  • Mengapa disebut silent killer?: Diabetes tipe 2 sering berkembang perlahan dan tanpa gejala yang jelas pada tahap awal. Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka menderita diabetes sampai mereka mengalami komplikasi seperti kerusakan saraf, gangguan penglihatan, atau masalah ginjal.
  • Komplikasi: Penyakit jantung, gagal ginjal, neuropati (kerusakan saraf), amputasi anggota tubuh, kebutaan.

3. Penyakit Jantung Koroner

  • Mengapa disebut silent killer?: Penyakit jantung koroner bisa berkembang tanpa gejala yang terlihat, terutama pada wanita dan lansia. Plak lemak yang menumpuk di arteri jantung dapat menyebabkan serangan jantung tiba-tiba atau angina (nyeri dada).
  • Komplikasi: Serangan jantung, gagal jantung, aritmia.

4. Kanker

  • Mengapa disebut silent killer?: Beberapa jenis kanker, seperti kanker pankreas, kanker usus besar, atau kanker paru-paru, sering kali tidak menunjukkan gejala sampai tahap lanjut ketika pengobatan menjadi lebih sulit.
  • Komplikasi: Penyebaran sel kanker (metastasis) ke organ lain, kerusakan organ vital, kematian.

5. Penyakit Ginjal Kronis

  • Mengapa disebut silent killer?: Kerusakan ginjal dapat terjadi perlahan tanpa gejala sampai ginjal hampir berhenti berfungsi. Penyakit ini sering kali hanya terdeteksi pada tahap lanjut.
  • Komplikasi: Gagal ginjal, penyakit jantung, anemia, kerusakan tulang.

6. Osteoporosis

  • Mengapa disebut silent killer?: Osteoporosis melemahkan tulang secara perlahan tanpa gejala yang jelas. Orang sering kali baru menyadari mereka memiliki osteoporosis setelah mengalami patah tulang, yang bisa berbahaya pada lansia.
  • Komplikasi: Patah tulang, terutama pinggul dan tulang belakang, yang bisa menyebabkan kecacatan serius.

7. Sleep Apnea

  • Mengapa disebut silent killer?: Sleep apnea adalah gangguan tidur di mana pernapasan berhenti sebentar-sebentar selama tidur. Kondisi ini sering kali tidak terdiagnosis tetapi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kematian mendadak.
  • Komplikasi: Hipertensi, penyakit jantung, stroke, diabetes tipe 2.

8. Aterosklerosis (Penyumbatan Arteri)

  • Mengapa disebut silent killer?: Aterosklerosis terjadi ketika plak lemak menumpuk di dinding arteri dan menyumbat aliran darah. Proses ini sering terjadi tanpa gejala sampai aliran darah terhambat secara signifikan, yang bisa menyebabkan serangan jantung atau stroke.
  • Komplikasi: Penyakit jantung koroner, serangan jantung, stroke.

9. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

  • Mengapa disebut silent killer?: PPOK, termasuk bronkitis kronis dan emfisema, berkembang secara perlahan dengan gejala yang sering diabaikan, seperti batuk ringan atau sesak napas. Namun, saat penyakit semakin parah, dapat menyebabkan kesulitan bernapas yang serius dan berakibat fatal.
  • Komplikasi: Gagal napas, penyakit jantung, infeksi paru-paru.

Mengelola dan mendeteksi penyakit ini lebih awal melalui pemeriksaan kesehatan rutin sangat penting, terutama bagi lansia. Penanganan dini dapat mengurangi risiko komplikasi yang serius dan membantu meningkatkan kualitas hidup.

       Menghindari penyakit silent killer pada senior memerlukan pendekatan proaktif yang melibatkan gaya hidup sehat, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pengelolaan faktor risiko. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah atau mengelola penyakit silent killer pada lansia:

1. Pemeriksaan Kesehatan Rutin

  • Deteksi dini: Banyak penyakit silent killer, seperti hipertensi, diabetes, dan kanker, dapat terdeteksi lebih awal melalui pemeriksaan medis rutin. Melakukan tes tekanan darah, pemeriksaan kadar gula darah, kolesterol, dan skrining kanker secara berkala sangat penting untuk mendeteksi potensi masalah sebelum berkembang menjadi serius.
  • Tes tambahan: Pastikan senior mendapatkan pemeriksaan tambahan sesuai usia dan faktor risiko, seperti mammogram, kolonoskopi, atau pemeriksaan osteoporosis.

2. Kendalikan Tekanan Darah

  • Mengukur tekanan darah secara teratur: Hipertensi adalah salah satu silent killer yang paling umum dan sering tanpa gejala. Mengukur tekanan darah secara rutin dan mengelola hasilnya dengan bantuan dokter sangat penting.
  • Gaya hidup sehat: Mengurangi konsumsi garam, menjaga berat badan ideal, dan berolahraga dapat membantu menurunkan tekanan darah.

3. Jaga Kadar Gula Darah

  • Pantau gula darah: Lansia yang berisiko atau sudah menderita diabetes harus memantau kadar gula darah mereka secara teratur. Ini penting untuk mengelola diabetes tipe 2, yang sering kali berkembang tanpa gejala pada tahap awal.
  • Diet sehat: Konsumsi makanan yang rendah gula, tinggi serat, dan rendah lemak jenuh. Ini penting untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil.

4. Pertahankan Kesehatan Jantung

  • Diet seimbang: Makan makanan sehat yang kaya sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan protein sehat (seperti ikan dan kacang-kacangan) dapat membantu menjaga kesehatan jantung.
  • Berolahraga secara teratur: Aktivitas fisik ringan hingga sedang, seperti berjalan kaki, berenang, atau bersepeda, dapat memperkuat jantung dan menjaga fungsi kardiovaskular.
  • Hindari merokok: Merokok dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan banyak penyakit lainnya. Menghentikan kebiasaan ini dapat secara signifikan mengurangi risiko.

5. Kendalikan Kolesterol

  • Makan makanan yang sehat untuk jantung: Batasi asupan lemak jenuh dan lemak trans, yang dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat. Sebaliknya, tingkatkan konsumsi lemak sehat seperti lemak tak jenuh yang terdapat pada ikan dan kacang-kacangan.
  • Pemeriksaan kolesterol: Pemeriksaan rutin untuk mengetahui kadar kolesterol bisa membantu mengelola risiko penyakit jantung dan stroke.

6. Cegah Kanker dengan Skrining dan Gaya Hidup Sehat

  • Skrining kanker: Lansia harus menjalani pemeriksaan rutin untuk jenis kanker tertentu seperti kanker payudara, kanker usus besar, atau kanker prostat. Deteksi dini sangat penting dalam pengobatan yang lebih efektif.
  • Hindari paparan karsinogen: Mengurangi paparan bahan kimia berbahaya, sinar UV yang berlebihan, serta berhenti merokok dapat mengurangi risiko kanker.

7. Pertahankan Berat Badan yang Sehat

  • Kontrol berat badan: Kelebihan berat badan atau obesitas dapat meningkatkan risiko banyak silent killer seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan hipertensi. Mengelola berat badan melalui pola makan sehat dan aktivitas fisik sangat penting.

8. Kesehatan Tulang dan Pencegahan Osteoporosis

  • Konsumsi kalsium dan vitamin D: Untuk mencegah osteoporosis, pastikan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup melalui makanan atau suplemen.
  • Olahraga beban: Aktivitas fisik yang melibatkan beban, seperti berjalan kaki atau latihan kekuatan, dapat membantu memperkuat tulang dan mencegah osteoporosis.

9. Perhatikan Kesehatan Paru-Paru

  • Hindari merokok dan polusi udara: Penyakit paru-paru seperti PPOK dapat dicegah dengan menghindari paparan asap rokok dan polusi udara.
  • Olahraga pernapasan: Olahraga yang melibatkan pernapasan dalam, seperti yoga atau latihan pernapasan, dapat meningkatkan kapasitas paru-paru.

10. Perhatikan Kualitas Tidur

  • Deteksi sleep apnea: Jika lansia mendengkur keras atau mengalami gangguan tidur, penting untuk memeriksakan diri ke dokter. Sleep apnea adalah kondisi yang sering diabaikan tetapi bisa berbahaya.
  • Rutin tidur cukup: Tidur yang cukup dan berkualitas baik sangat penting untuk menjaga kesehatan umum.

11. Kelola Stres

  • Praktik relaksasi: Mengelola stres melalui teknik relaksasi, meditasi, atau hobi dapat membantu menjaga keseimbangan mental dan fisik.
  • Sosialisasi: Interaksi sosial yang aktif juga bisa menjaga kesehatan mental dan fisik yang baik, serta mencegah kondisi seperti depresi.

12. Patuhi Pengobatan yang Diresepkan

  • Konsultasi dengan dokter: Jika ada diagnosis penyakit seperti hipertensi, diabetes, atau penyakit jantung, sangat penting bagi lansia untuk mengikuti instruksi dokter dan meminum obat secara teratur.
  • Pengelolaan penyakit kronis: Lansia harus terus memantau kondisi kesehatan mereka, dan bekerja sama dengan dokter untuk mengelola kondisi mereka agar tidak semakin parah.

Menghindari silent killer pada senior sangat tergantung pada pencegahan dini, gaya hidup sehat, serta pemeriksaan dan perawatan medis yang konsisten. Dukungan dari keluarga juga sangat membantu dalam memastikan bahwa lansia menjalani gaya hidup yang sehat dan mengikuti anjuran medis.


Sumber:

https://scitechdaily.com/silent-killer-unmasked-28-of-healthy-seniors-have-undiagnosed-heart-valve-disease/

https://www.fau.edu/newsdesk/articles/old-silent-killer

https://www.piedmont.org/living-real-change/4-silent-killers-of-men

https://health.ucdavis.edu/news/headlines/hypertension-the-silent-killer/2024/05

https://www.sjph.org/health-education-blog/seniors-and-the-silent-killer-by-mary-ellen-pratt-fache-ceo/

https://www.nia.nih.gov/health/high-blood-pressure/high-blood-pressure-and-older-adults

Friday, 11 October 2024

Misteri Kondisi Prima Senior Terungkap! Ini Rahasianya!

        Kesehatan senior dapat dianalisis, tetapi menentukan kapan mereka berada dalam kondisi prima bergantung pada beberapa faktor, seperti kesehatan fisik, mental, dan kondisi medis yang ada. Analisis kesehatan senior sering dilakukan melalui pemeriksaan menyeluruh yang mencakup beberapa aspek:
  1. Pemeriksaan fisik rutin: Ini termasuk memeriksa tekanan darah, denyut jantung, tingkat gula darah, dan berat badan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan tubuh berfungsi dengan baik.

  2. Tes laboratorium: Tes darah dan urin dapat memberikan informasi tentang fungsi organ seperti ginjal, hati, serta status kolesterol dan gula darah, yang semuanya memengaruhi kesehatan umum.

  3. Kesehatan mental: Evaluasi kognitif dan pemeriksaan kesehatan mental untuk mendeteksi tanda-tanda depresi, kecemasan, atau penyakit neurodegeneratif seperti demensia atau Alzheimer.

  4. Kesehatan tulang dan otot: Karena usia tua sering disertai dengan penurunan massa otot dan kekuatan tulang, analisis melalui tes kepadatan tulang (osteoporosis) dan evaluasi kekuatan fisik adalah hal yang penting.

  5. Kondisi kronis: Senior sering memiliki kondisi kronis seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung. Memantau dan mengelola kondisi ini sangat penting untuk memastikan mereka tetap berada dalam kondisi optimal.

  6. Fungsi kognitif dan neurologis: Pemeriksaan terhadap memori, fungsi eksekutif, dan kemampuan motorik penting dilakukan untuk memastikan bahwa otak dan sistem saraf senior tetap sehat.

Kondisi prima Senior sangat relatif.
(Sumber: foto Nenden)

Tidak ada satu waktu yang bisa disebut "kondisi prima" secara universal untuk senior, karena "prima" tergantung pada standar yang berbeda dari kesehatan orang dewasa muda. Dengan mengelola faktor-faktor tersebut secara optimal dan mencegah komplikasi, kesehatan senior bisa tetap baik dan stabil.

       Kondisi prima pada senior sulit ditentukan dengan satu ukuran waktu, karena setiap individu memiliki kondisi kesehatan yang unik. Namun, secara umum, kondisi prima pada senior bisa dianggap sebagai saat di mana:

  1. Kesehatan fisik stabil: Mereka tidak memiliki keluhan besar terkait penyakit kronis atau kondisi yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Penyakit seperti hipertensi, diabetes, atau radang sendi terkontrol dengan baik.

  2. Fungsi tubuh optimal: Meskipun mungkin ada penurunan kekuatan atau stamina dibanding saat lebih muda, senior yang berada dalam kondisi prima masih mampu melakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan usianya, seperti berjalan kaki, olahraga ringan, atau melakukan kegiatan rumah tangga tanpa kelelahan berlebihan.

  3. Kesehatan mental baik: Kondisi prima juga mencakup kesehatan mental yang stabil, seperti tidak adanya tanda-tanda depresi, kecemasan, atau masalah kognitif yang signifikan (seperti demensia).

  4. Kemandirian dalam aktivitas sehari-hari: Senior yang prima dapat mengurus diri sendiri dan tetap mandiri, seperti dalam hal makan, mandi, berpakaian, dan berinteraksi sosial tanpa banyak bantuan.

  5. Kualitas tidur dan nafsu makan baik: Senior yang berada dalam kondisi prima cenderung memiliki pola tidur yang teratur dan nafsu makan yang sehat.

Pada umumnya, kondisi prima senior tidak berarti mereka harus sekuat atau seaktif saat muda, tetapi lebih pada bagaimana mereka dapat menjalani kehidupan yang berkualitas, merasa bugar, dan tidak memiliki gangguan kesehatan yang signifikan. Kondisi ini juga sering terjadi ketika mereka secara teratur menjalani pemeriksaan kesehatan, menjaga pola hidup sehat, dan tetap aktif secara fisik dan mental.

       Kegembiraan yang dapat membuat senior merasa berada dalam kondisi prima sering berkaitan dengan keseimbangan antara kesehatan fisik, emosional, dan sosial. 

Beberapa hal yang umumnya memberikan kegembiraan dan membantu senior merasa prima adalah:

  1. Keterlibatan Sosial: Interaksi dengan keluarga, teman, atau komunitas sangat penting bagi kesejahteraan emosional senior. Bertemu cucu, menghadiri acara keluarga, atau berpartisipasi dalam kelompok sosial bisa memberi mereka perasaan dihargai dan dicintai.

  2. Aktivitas Fisik yang Sesuai: Olahraga ringan seperti berjalan kaki, berenang, atau yoga untuk lansia dapat memberikan rasa bugar dan energi. Senior merasa senang ketika mereka mampu melakukan aktivitas fisik tanpa merasa lelah atau sakit.

  3. Rutinitas Harian yang Bermanfaat: Kegiatan sehari-hari yang sederhana seperti berkebun, merawat hewan peliharaan, atau memasak bisa memberi mereka rasa pencapaian dan kegembiraan, terutama ketika mereka merasa mandiri.

  4. Pengembangan Diri dan Belajar Hal Baru: Keterlibatan dalam hobi, belajar keterampilan baru, seperti membaca, belajar musik, seni, atau bahkan teknologi, dapat memberi senior perasaan bahwa mereka masih berkembang dan memiliki makna dalam hidup.

  5. Penerimaan dan Keseimbangan Emosi: Senior yang dapat menerima usia mereka dengan tenang, tanpa terlalu khawatir tentang penurunan fisik, biasanya merasa lebih puas dan bahagia. Dukungan emosional dari orang terdekat juga penting dalam hal ini.

  6. Kesehatan yang Stabil: Senior yang merasa sehat secara fisik, bebas dari rasa sakit, atau memiliki kondisi medis yang terkelola dengan baik, sering merasa lebih bahagia dan energik. Merasa mampu menjaga kesehatannya adalah salah satu aspek kegembiraan yang besar.

  7. Pengalaman Spiritual atau Religius: Bagi banyak senior, keterlibatan dalam kegiatan spiritual atau agama memberi kedamaian batin, tujuan hidup, dan perasaan terhubung dengan sesuatu yang lebih besar.

  8. Bertualang atau Mengunjungi Tempat Baru: Meskipun mungkin tidak seaktif dulu, banyak senior yang menikmati perjalanan atau mengunjungi tempat-tempat yang menarik, baik itu wisata lokal, jalan-jalan, atau sekadar menikmati alam.

Kegembiraan ini membantu mereka merasa prima karena memberikan kepuasan batin, menjaga kebugaran fisik, dan membangun rasa koneksi dengan orang lain, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan dengan rasa positif dan optimisme.


Sumber:

https://www.everydayhealth.com/news/most-common-health-concerns-seniors/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7508736/

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health

https://www.apa.org/pi/aging/resources/guides/older

https://www.nia.nih.gov/health/caregiving/healthy-aging-tips-older-adults-your-life