Monday, 28 October 2024

Deteksi Pikun Hanya dalam 5 Menit: Tes Sederhana untuk Lansia

        Pikun pada lansia, atau dikenal juga sebagai demensia, adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan kemampuan kognitif, seperti ingatan, berpikir, dan penalaran, yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Pikun tidak dianggap sebagai bagian normal dari penuaan, melainkan gejala dari gangguan tertentu yang memengaruhi otak. Penyebab paling umum dari pikun adalah Alzheimer, namun ada juga penyebab lain seperti demensia vaskular, demensia frontotemporal, dan demensia karena penyakit Parkinson.

Beberapa metode pengukuran yang mudah dan sederhana untuk mengetahui apakah seorang lansia mengalami pikun (demensia). Tes-tes ini biasanya dilakukan oleh tenaga medis, tetapi beberapa di antaranya cukup sederhana sehingga dapat dilakukan oleh keluarga atau pengasuh untuk deteksi awal

Tes sederhana untuk mengetahui pikun pada Lansia.
(Sumber: foto Karningsih)

Beberapa Metode Pengukuran yang Mudah:

1. Mini-Cog Test

Ini adalah tes singkat dan mudah yang sering digunakan untuk mendeteksi demensia. Mini-Cog mengombinasikan tes ingatan jangka pendek dan kemampuan visual-spasial. Tes ini dapat dilakukan dalam beberapa menit dan memiliki dua komponen:

  • Tes Ingatan: Orang diminta untuk mengingat tiga kata sederhana (misalnya, apel, meja, dan koin).
  • Clock Drawing Test (CDT): Setelah itu, orang diminta menggambar jam dan menunjukkan waktu tertentu (misalnya, jam 11:10).
  • Setelah tes menggambar selesai, orang diminta mengulang tiga kata yang disebutkan sebelumnya.

Interpretasi:

  • Jika mereka kesulitan mengingat kata-kata atau membuat jam yang benar, ini bisa menjadi indikasi adanya masalah kognitif.

2. Clock Drawing Test (CDT)

Tes ini dapat dilakukan secara mandiri dan berfungsi untuk mengukur fungsi visual-spasial dan kemampuan perencanaan seseorang. Prosesnya adalah sebagai berikut:

  • Orang diminta untuk menggambar lingkaran (sebagai jam), menempatkan angka-angka dengan benar di posisi yang tepat, dan kemudian menggambar jarum jam yang menunjukkan waktu tertentu (misalnya, jam 10:15).

Interpretasi:

  • Kesalahan dalam menggambar jam, seperti menempatkan angka di tempat yang salah atau tidak bisa menempatkan jarum dengan tepat, dapat menunjukkan masalah kognitif.

3. Geriatric Depression Scale (GDS) - Skala Depresi Geriatri

Depresi bisa memengaruhi kemampuan kognitif, dan tes ini digunakan untuk menilai apakah depresi berperan dalam penurunan memori atau kognisi. Meskipun bukan tes demensia, ini berguna karena depresi sering salah didiagnosis sebagai demensia pada lansia.

  • Tes terdiri dari serangkaian pertanyaan yang dapat dijawab dengan "ya" atau "tidak", dan hasilnya membantu mengevaluasi apakah seseorang mungkin mengalami depresi yang mempengaruhi fungsi otak mereka.

4. Memory Impairment Screen (MIS)

Tes ini sangat sederhana dan bisa dilakukan dalam beberapa menit. Orang diminta untuk mengingat empat kata dan kemudian diinstruksikan untuk mengategorikan masing-masing kata (misalnya, apel sebagai buah). Setelah beberapa menit, orang diminta mengingat kembali kata-kata tersebut.

Interpretasi:

  • Kesulitan dalam mengingat kata-kata setelah gangguan sementara bisa menjadi indikasi awal adanya masalah memori.

5. Six-Item Screener (SIS)

Ini adalah tes singkat yang menilai fungsi kognitif seseorang dalam enam pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan ini mencakup ingatan dan orientasi waktu. Contoh pertanyaan:

  • Hari apa ini?
  • Bulan apa ini?
  • Ulangi tiga kata ini setelah saya: apel, kunci, dan mobil. (Kemudian diminta untuk mengulang kata-kata tersebut setelah beberapa waktu.)

Interpretasi:

  • Skor rendah pada tes ini dapat menunjukkan adanya penurunan kognitif.

6. Informant Questionnaire on Cognitive Decline in the Elderly (IQCODE)

Kuesioner ini diisi oleh keluarga atau pengasuh yang dekat dengan lansia. Kuesioner ini menilai perubahan perilaku dan kemampuan sehari-hari yang terkait dengan penurunan kognitif. Ini sangat membantu dalam mengevaluasi apakah penurunan fungsi terjadi secara bertahap.

7. 10-Word Recall Test

Ini adalah tes sederhana di mana seseorang diminta untuk mengingat 10 kata yang dibacakan dengan interval singkat. Setelah itu, orang diminta untuk mengulang kata-kata tersebut. Tes ini berfokus pada kemampuan memori jangka pendek.

Rekomendasi Penggunaan

Tes-tes ini efektif sebagai deteksi awal dan bisa memberikan indikasi apakah lansia mengalami penurunan kognitif. Namun, hasil dari tes ini tidak bisa dijadikan diagnosis pasti. Jika hasilnya menunjukkan potensi masalah, langkah selanjutnya adalah konsultasi dengan dokter atau ahli saraf untuk evaluasi lebih lanjut dan diagnosa yang lebih akurat.

Kapan Tes Ini Diperlukan?

Jika lansia mulai menunjukkan gejala seperti:

  • Lupa janji atau peristiwa baru-baru ini.
  • Kebingungan tentang waktu atau tempat.
  • Kesulitan menyelesaikan tugas-tugas sederhana.
  • Perubahan kepribadian atau suasana hati.

Maka tes-tes ini bisa digunakan sebagai langkah awal untuk memahami apakah penurunan kognitif tersebut memerlukan penanganan lebih lanjut.

Apakah Tes Sederhana untuk Pikun dapat Dikerjakan Sendiri oleh Lansia ?

Tes sederhana untuk mendeteksi pikun (demensia) dapat dilakukan oleh lansia sendiri, tetapi lebih disarankan dilakukan bersama dengan anggota keluarga atau pengasuh. Hal ini karena beberapa tes mungkin membutuhkan penilaian objektif atau instruksi yang harus diikuti dengan benar. Selain itu, melakukan tes bersama orang lain dapat membantu memastikan hasil yang lebih akurat dan membantu mendeteksi masalah yang mungkin terlewat.

Namun, ada beberapa tes yang cukup sederhana dan dapat dilakukan oleh lansia sendiri. Contoh-contoh tes tersebut adalah:

Tes yang Dapat Dilakukan Sendiri oleh Lansia:

  1. Clock Drawing Test (CDT)

    • Lansia bisa mencoba menggambar jam dengan waktu tertentu (misalnya, jam 10:15). Ini adalah tes sederhana untuk mengukur kemampuan visual-spasial dan fungsi eksekutif.
    • Interpretasi: Jika hasilnya tidak sesuai (misalnya, salah menempatkan angka atau waktu), hal ini bisa menjadi tanda awal penurunan kognitif.
  2. 10-Word Recall Test

    • Lansia mendengarkan atau mencatat 10 kata sederhana dan mencoba mengingatnya setelah beberapa menit.
    • Interpretasi: Jika sulit mengingat sebagian besar kata, ini bisa mengindikasikan masalah memori.
  3. Mini-Cog (Bagian Tes Mengingat Kata)

    • Tes ini termasuk mengingat 3 kata (seperti apel, meja, koin), kemudian setelah beberapa menit diminta untuk mengulang kata-kata tersebut.
    • Interpretasi: Jika kesulitan mengingat ketiga kata setelah gangguan singkat, bisa menjadi indikasi masalah kognitif.

Mengapa Lebih Baik Dilakukan Bersama Orang Lain? 

  1. Kesalahan Interpretasi: Beberapa tes memerlukan penilaian, seperti Clock Drawing Test, di mana lansia mungkin merasa gambarnya benar padahal tidak. Keterlibatan orang lain membantu dalam menilai hasil secara lebih objektif.

  2. Memastikan Instruksi Dilaksanakan dengan Benar: Beberapa tes, seperti Mini-Cog atau MMSE, memerlukan instruksi yang tepat. Orang lain bisa memastikan bahwa lansia mengikuti instruksi dengan benar dan membantu mencatat hasilnya.

  3. Deteksi Perubahan Perilaku: Orang yang mengenal lansia dengan baik, seperti anggota keluarga atau pengasuh, sering kali lebih baik dalam melihat perubahan perilaku atau kebingungan yang mungkin tidak disadari oleh lansia sendiri.

Lansia dapat melakukan beberapa tes sederhana sendiri untuk mendeteksi pikun, terutama yang melibatkan tugas-tugas ingatan atau menggambar. Namun, untuk hasil yang lebih akurat, lebih baik dilakukan dengan bantuan orang lain, baik itu keluarga atau tenaga medis, yang dapat membantu memberikan instruksi, mengamati perilaku, dan menilai hasil secara objektif.




Sumber:

https://mini-cog.com/

https://www.cgakit.com/m-1-clock-test

https://geriatrictoolkit.missouri.edu/cog/GDS_SHORT_FORM.PDF

https://www.alz.org/media/documents/memory-impairment-screening-mis.pdf

https://sites.cscc.unc.edu/hchs/system/files/forms/SIB_QXQ.pdf

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/34278561/

https://en.wikipedia.org/wiki/Recall_test

https://www.alz.org/alzheimers-dementia/what-is-dementia#:~:text=Dementia%20is%20a%20general%20term,Diagnosis

Wednesday, 23 October 2024

Tak Disangka! Pepaya Ternyata Solusi Alami untuk Lansia Tetap Fit!

        Pepaya (Carica papaya) berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko bagian selatan. Buah ini pertama kali dibudidayakan oleh suku-suku asli di daerah tersebut. Pepaya kemudian menyebar ke berbagai wilayah tropis dan subtropis di seluruh dunia, termasuk Asia Tenggara, Afrika, dan Karibia, melalui perdagangan dan kolonialisasi Eropa. Sekarang, pepaya tumbuh di banyak negara tropis dan menjadi tanaman yang sangat populer di banyak budaya karena manfaat kesehatannya dan rasanya yang manis.
Pepaya sangat bermanfaat untuk dikonsumsi tua-muda.
(Sumber: foto Kissumi)
Beberapa manfaat utama pepaya untuk lansia:
  1. Melancarkan Pencernaan: Kandungan enzim papain dan serat dalam pepaya membantu melancarkan pencernaan, mencegah sembelit, dan menjaga kesehatan usus, yang sering menjadi masalah pada lansia.

  2. Menjaga Kesehatan Jantung: Pepaya mengandung antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, dan beta-karoten yang membantu mengurangi peradangan dan risiko penyakit jantung. Serat juga berperan dalam menurunkan kadar kolesterol.

  3. Meningkatkan Sistem Imun: Vitamin C yang tinggi dalam pepaya mendukung sistem kekebalan tubuh, membantu melawan infeksi dan penyakit, yang penting bagi lansia dengan sistem kekebalan yang menurun.

  4. Menjaga Kesehatan Mata: Pepaya kaya akan vitamin A dan karotenoid seperti beta-karoten, lutein, dan zeaxanthin, yang penting untuk menjaga kesehatan mata dan mencegah degenerasi makula atau masalah penglihatan terkait usia.

  5. Sumber Antioksidan: Antioksidan dalam pepaya, seperti likopen, membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas, yang dapat memperlambat proses penuaan dan mencegah penyakit degeneratif.

  6. Mendukung Kesehatan Kulit: Vitamin C dan E dalam pepaya berperan dalam produksi kolagen, yang menjaga elastisitas dan kesehatan kulit, mengurangi kerutan, dan membantu penyembuhan luka.

  7. Mengurangi Peradangan: Pepaya memiliki sifat anti-inflamasi berkat enzim papain dan chymopapain, yang dapat membantu mengurangi nyeri dan peradangan pada kondisi seperti arthritis, yang sering dialami oleh lansia.

Secara keseluruhan, pepaya merupakan pilihan buah yang sangat bermanfaat bagi lansia untuk mendukung kesehatan tubuh secara menyeluruh.

Porsi Konsumsi Pepaya untuk Lansia

       Porsi konsumsi pepaya yang dianjurkan untuk lansia adalah sekitar 100-150 gram per hari, atau setara dengan 1 potong besar pepaya. Jumlah ini sudah cukup untuk memberikan manfaat gizi yang optimal tanpa menyebabkan efek samping seperti gangguan pencernaan (misalnya diare jika dikonsumsi berlebihan, karena pepaya mengandung serat yang tinggi).

Namun, selalu penting memperhatikan kondisi kesehatan lansia secara individual, seperti adanya alergi atau kondisi medis tertentu. Jika ada kondisi kesehatan khusus, sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan porsi yang sesuai.

Kandungan Buah Pepaya.

Buah pepaya mengandung berbagai nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Berikut adalah beberapa kandungan utama dalam buah pepaya:

  1. Vitamin C: Pepaya kaya akan vitamin C, yang berfungsi sebagai antioksidan, mendukung sistem kekebalan tubuh, dan membantu penyerapan zat besi.

  2. Vitamin A: Terdapat dalam bentuk beta-karoten, vitamin A penting untuk kesehatan mata, kulit, dan fungsi kekebalan tubuh.

  3. Serat: Pepaya mengandung serat yang baik untuk pencernaan, membantu mencegah sembelit dan menjaga kesehatan usus.

  4. Folat (Vitamin B9): Penting untuk produksi sel darah merah, fungsi otak, dan mencegah cacat lahir pada janin.

  5. Vitamin E: Berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas dan mendukung kesehatan kulit.

  6. Kalium: Mineral penting untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, fungsi jantung, dan tekanan darah.

  7. Magnesium: Membantu fungsi otot dan saraf, serta berperan dalam produksi energi.

  8. Enzim Papain: Enzim yang membantu mencerna protein dan melancarkan pencernaan, juga dikenal karena sifat anti-inflamasi.

  9. Likopen: Sebagai antioksidan kuat yang dapat membantu melindungi tubuh dari kerusakan sel dan mengurangi risiko beberapa penyakit kronis.

  10. Kalsium: Meskipun dalam jumlah kecil, kalsium dalam pepaya dapat membantu menjaga kesehatan tulang.

Dengan kandungan nutrisi tersebut, pepaya menjadi buah yang sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Mengapa Pepaya Melancarkan Pencernaan Lansia.

Pencernaan menjadi lebih lancar setelah memakan pepaya, terutama bagi lansia, karena beberapa kandungan penting dalam buah ini yang mendukung fungsi pencernaan:

  1. Kandungan Serat yang Tinggi: Pepaya kaya akan serat, baik serat larut maupun tidak larut. Serat membantu meningkatkan volume tinja dan memudahkan pergerakannya melalui saluran pencernaan, sehingga mencegah sembelit, yang sering menjadi masalah bagi lansia.

  2. Enzim Papain: Pepaya mengandung enzim papain, yang merupakan enzim proteolitik. Papain membantu memecah protein menjadi asam amino dan peptida yang lebih mudah dicerna. Ini sangat membantu dalam meningkatkan pencernaan secara keseluruhan, terutama bagi mereka yang mengalami kesulitan mencerna makanan berprotein tinggi.

  3. Sifat Anti-Inflamasi: Papain dan enzim lain dalam pepaya juga memiliki sifat anti-inflamasi, yang dapat membantu mengurangi peradangan pada saluran pencernaan. Hal ini bermanfaat bagi lansia yang mungkin memiliki kondisi seperti gastritis atau iritasi usus.

  4. Kandungan Air yang Tinggi: Pepaya juga mengandung banyak air, yang membantu menjaga tubuh tetap terhidrasi dan melunakkan tinja, sehingga memudahkan proses buang air besar.

  5. Pencegahan Masalah Pencernaan: Selain mencegah sembelit, kandungan serat dan enzim dalam pepaya membantu menjaga keseimbangan bakteri baik dalam usus, yang penting untuk pencernaan yang sehat dan penyerapan nutrisi yang lebih baik.

Kombinasi dari serat, enzim papain, dan kandungan air yang tinggi dalam pepaya membuat buah ini sangat bermanfaat untuk melancarkan pencernaan, terutama bagi lansia yang sering mengalami masalah pencernaan seiring bertambahnya usia.

Pepaya yang Baik Dikonsumsi Lansia.

Buah pepaya yang sebaiknya dikonsumsi oleh Lansia adalah pepaya yang sudah matang. Pepaya matang memiliki tekstur yang lebih lembut dan lebih mudah dicerna, serta kandungan gizinya lebih optimal. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  1. Kematangan Pepaya: Pilih pepaya yang berwarna oranye atau kuning cerah pada kulitnya, yang menandakan bahwa buah sudah matang sempurna. Pepaya matang memiliki rasa manis dan tekstur lembut, sehingga mudah dikunyah dan dicerna oleh lansia, yang mungkin memiliki masalah gigi atau pencernaan.

  2. Hindari Pepaya Mentah: Pepaya mentah atau setengah matang bisa lebih sulit dicerna dan kurang manis. Pepaya mentah juga mengandung lebih banyak enzim papain, yang bisa menyebabkan iritasi pada perut jika dikonsumsi dalam jumlah besar.

  3. Ukuran Potongan: Pastikan pepaya dipotong menjadi potongan-potongan kecil untuk memudahkan konsumsi, terutama jika lansia memiliki masalah dalam mengunyah atau menelan.

  4. Kebersihan dan Penyajian: Cuci pepaya dengan baik sebelum memotongnya untuk menghilangkan kotoran atau pestisida yang mungkin ada di kulitnya. Sajikan pepaya dalam keadaan segar, dan hindari menambahkan gula atau pemanis lainnya.

Dengan mengonsumsi pepaya matang yang disiapkan dengan baik, lansia dapat merasakan manfaat gizi yang maksimal dan mendukung kesehatan secara keseluruhan.


Sumber:

https://www.conservatoryseniorliving.com/senior-living-blog/health-benefits-of-eating-papaya-for-seniors/

https://www.homecareassistancetucson.com/papaya-health-advantages/

https://www.terrabellaseniorliving.com/senior-living-blog/health-benefits-of-papayas-for-seniors/



Sunday, 20 October 2024

Di Balik Keputusan Akhir: Lansia Bunuh Diri Meski Umur Sudah Tidak Lama

        Dalam ilmu sosial, bunuh diri didefinisikan sebagai tindakan individu yang secara sengaja mengakhiri hidupnya sendiri. Pengertian ini melibatkan faktor-faktor sosial, psikologis, dan budaya yang mempengaruhi individu untuk memilih bunuh diri sebagai jalan keluar dari kesulitan yang dirasakan.

Menurut sosiolog Émile Durkheim, yang pertama kali meneliti bunuh diri dari perspektif sosial, bunuh diri adalah fenomena sosial yang dipengaruhi oleh hubungan seseorang dengan masyarakat. Ia mengidentifikasi empat tipe bunuh diri berdasarkan tingkat integrasi sosial dan regulasi sosial, yaitu:

  1. Bunuh diri egoistik: Terjadi ketika seseorang merasa terisolasi dari masyarakat, kurangnya dukungan sosial atau perasaan kesepian yang mendalam.
  2. Bunuh diri altruistik: Terjadi ketika seseorang terlalu terikat pada kelompok atau tujuan sosial sehingga mengorbankan hidupnya demi kelompok tersebut, seperti dalam kasus bunuh diri martir.
  3. Bunuh diri anomik: Terjadi saat ada kekacauan sosial atau norma sosial yang tidak jelas, seperti saat mengalami krisis ekonomi atau perubahan besar dalam hidup.
  4. Bunuh diri fatalistik: Terjadi dalam situasi di mana seseorang merasa terperangkap dalam kondisi yang sangat menindas atau membatasi, seperti perbudakan atau penjara.

Faktor-faktor sosial lain yang berpengaruh termasuk stigma, tekanan sosial, ekspektasi budaya, ketidakadilan ekonomi, dan peran gender. Banyak teori sosial juga menunjukkan bahwa isolasi sosial, kurangnya dukungan emosional, atau stres dari lingkungan sosial yang tidak sehat dapat memperparah risiko bunuh diri​

Kesepian dan isolasi membuat lansia ingin bunuh diri.
(Sumber ilustrasi: foto canva.com)

        Bunuh diri pada lansia, meskipun usia mereka mendekati akhir secara alami, dapat disebabkan oleh berbagai faktor sosial, psikologis, dan fisik yang memengaruhi kualitas hidup mereka. 

Beberapa faktor utama yang menyebabkan lansia berisiko tinggi untuk bunuh diri:
  1. Kesepian dan isolasi sosial: Lansia sering kali kehilangan pasangan hidup, teman-teman, dan jaringan sosial, yang membuat mereka merasa terisolasi dan kesepian. Kesepian dapat memperburuk kondisi mental mereka dan mendorong pikiran untuk mengakhiri hidup​.

  2. Depresi dan masalah kesehatan mental: Depresi pada lansia sering kali tidak terdiagnosis atau tidak ditangani dengan baik. Kondisi ini diperburuk oleh penurunan kemampuan fisik, kehilangan peran sosial, dan kesulitan finansial. Depresi menjadi faktor utama dalam keputusan mereka untuk bunuh diri​.

  3. Penyakit kronis atau rasa sakit yang tidak tertahankan: Penyakit-penyakit seperti kanker, penyakit jantung, atau nyeri kronis yang tidak tertahankan dapat menyebabkan penderitaan fisik dan emosional yang berat. Banyak lansia merasa tidak ada jalan keluar dari rasa sakit ini, yang mendorong mereka untuk memilih bunuh diri sebagai solusi.

  4. Perasaan menjadi beban: Beberapa lansia merasa bahwa mereka menjadi beban bagi keluarga atau masyarakat, baik secara emosional, finansial, maupun fisik. Perasaan tidak berharga dan merasa tidak berguna ini dapat meningkatkan risiko bunuh diri.

  5. Kurangnya dukungan dan perhatian keluarga: Banyak lansia merasa diabaikan atau kurang mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar. Hubungan yang renggang dengan anak-anak atau keluarga lainnya dapat memperburuk perasaan kesepian dan keputusasaan​.

  6. Perubahan hidup yang drastis: Kehilangan pekerjaan, pensiun, atau berpindah ke panti jompo adalah perubahan besar yang dapat mengguncang identitas dan rasa kontrol lansia atas hidup mereka. Perubahan ini sering kali disertai dengan perasaan kehilangan tujuan hidup, yang bisa memicu bunuh diri.

Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa meskipun lansia berada di akhir kehidupan, tantangan emosional, sosial, dan fisik yang mereka alami tetap menjadi pendorong utama dalam keputusan untuk mengakhiri hidup.

       Lansia yang mungkin mempertimbangkan bunuh diri sering menunjukkan sejumlah tanda atau perubahan perilaku yang mencerminkan keputusasaan atau perasaan tertekan. Ciri-ciri ini dapat meliputi perubahan fisik, emosional, dan sosial yang harus diperhatikan oleh keluarga atau orang di sekitarnya. 

Bebeberapa ciri utama lansia ingin bunuh diri:

  1. Perubahan mood yang mendadak: Lansia yang tampak tertekan mungkin tiba-tiba menjadi tenang atau tampak lebih bahagia. Perubahan ini bisa menjadi tanda bahwa mereka telah memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dan merasa lega setelah membuat keputusan tersebut.

  2. Berbicara tentang kematian atau bunuh diri: Ini termasuk pernyataan eksplisit seperti "Saya ingin mati" atau "Tidak ada gunanya hidup lagi." Mereka mungkin juga berbicara tentang menjadi beban bagi orang lain, atau merasa tidak punya alasan untuk hidup.

  3. Menarik diri dari interaksi sosial: Mereka mungkin mulai menghindari keluarga, teman-teman, atau aktivitas yang dulu mereka nikmati. Isolasi ini bisa menjadi tanda depresi atau keputusasaan yang dalam.

  4. Pemberian barang-barang pribadi: Tindakan seperti memberikan barang-barang berharga atau sentimental kepada orang lain tanpa alasan yang jelas bisa menjadi sinyal bahwa mereka sedang mempersiapkan diri untuk bunuh diri.

  5. Perubahan pola tidur dan makan: Lansia yang sedang dalam krisis mental mungkin mengalami gangguan tidur (insomnia atau tidur berlebihan) dan perubahan nafsu makan yang signifikan, baik makan terlalu banyak atau terlalu sedikit.

  6. Penurunan perawatan diri: Tanda seperti mengabaikan kebersihan pribadi, rumah yang tidak terawat, atau tidak meminum obat yang diresepkan bisa menjadi sinyal bahwa mereka kehilangan minat dalam hidup dan kesejahteraan mereka sendiri.

  7. Membuat rencana atau meneliti cara bunuh diri: Ini mungkin termasuk mencari informasi tentang metode bunuh diri atau menyimpan bahan yang bisa digunakan untuk mengakhiri hidup.

  8. Penurunan kesehatan fisik yang cepat: Kadang-kadang, lansia dengan kondisi fisik yang memburuk mungkin mulai menyuarakan rasa putus asa terkait kesehatan mereka, dan hal ini bisa mendorong mereka ke arah tindakan bunuh diri.

Jika ada tanda-tanda ini, intervensi cepat dengan memberikan dukungan emosional dan bantuan profesional sangat penting untuk mencegah kemungkinan bunuh diri.

       Mencegah kasus bunuh diri pada lansia membutuhkan pendekatan yang komprehensif, termasuk dukungan sosial, psikologis, dan medis. 

Beberapa langkah efektif untuk mencegah bunuh diri pada lansia:

1. Dukungan Sosial dan Keluarga

  • Menjaga Koneksi Sosial: Isolasi sosial merupakan salah satu faktor utama yang berkontribusi pada keinginan bunuh diri pada lansia. Keluarga dan teman perlu menjaga hubungan yang erat dengan lansia, mengunjungi mereka secara rutin, serta melibatkan mereka dalam aktivitas sosial.
  • Meningkatkan Rasa Berharga: Membantu lansia merasa bahwa mereka masih memiliki peran penting dalam keluarga atau masyarakat bisa mengurangi perasaan tidak berharga. Ini bisa dilakukan dengan melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan, atau aktivitas yang mereka nikmati.

2. Perawatan Kesehatan Mental

  • Deteksi dan Pengobatan Depresi: Depresi sering kali tidak terdiagnosis pada lansia. Sangat penting bagi tenaga kesehatan dan keluarga untuk mengenali gejala depresi dan memberikan akses ke layanan kesehatan mental yang tepat. Terapi dan obat antidepresan dapat membantu mengurangi gejala depresi yang berhubungan dengan pikiran bunuh diri​.
  • Konseling dan Terapi Psikologis: Terapi perilaku kognitif (CBT) dan konseling bisa membantu lansia mengatasi perasaan putus asa, depresi, dan isolasi. Pendekatan psikologis ini membantu mereka untuk memproses pengalaman dan emosi yang menyakitkan dengan cara yang sehat.

3. Dukungan Medis dan Manajemen Nyeri

  • Penanganan Kondisi Kesehatan Fisik: Penyakit kronis dan rasa sakit yang tidak tertahankan dapat menjadi alasan utama bagi lansia untuk memilih bunuh diri. Manajemen nyeri yang efektif dan perawatan medis yang baik dapat membantu mengurangi beban fisik yang mereka rasakan.
  • Perawatan Paliatif: Bagi lansia dengan penyakit terminal, layanan perawatan paliatif dapat membantu meningkatkan kualitas hidup dengan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan, serta memberikan dukungan emosional.

4. Pendekatan Komunitas dan Dukungan Profesional

  • Program Komunitas untuk Lansia: Menciptakan atau memperkuat program-program yang memungkinkan lansia untuk tetap aktif secara sosial dan terlibat dalam kegiatan komunitas dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan keterasingan.
  • Pelatihan bagi Keluarga dan Pengasuh: Pengasuh dan anggota keluarga harus mendapatkan pelatihan untuk mengenali tanda-tanda depresi atau perilaku yang menunjukkan risiko bunuh diri pada lansia, sehingga mereka dapat memberikan bantuan yang diperlukan.

5. Akses Layanan Dukungan Krisis

  • Hotline atau Layanan Krisis: Memastikan bahwa lansia memiliki akses ke layanan dukungan krisis seperti hotline bunuh diri, di mana mereka dapat berbicara dengan konselor atau profesional kesehatan mental saat mereka merasa tertekan.
  • Peningkatan Kesadaran Masyarakat: Kampanye publik yang meningkatkan kesadaran tentang masalah kesehatan mental pada lansia, termasuk stigma yang sering dihadapi oleh lansia dalam mencari bantuan, sangat penting untuk pencegahan.

Dengan menggabungkan langkah-langkah di atas, keluarga, komunitas, dan profesional kesehatan dapat secara efektif membantu lansia yang berisiko bunuh diri, memberikan dukungan yang mereka butuhkan untuk menghadapi masa-masa sulit dan mengembalikan kualitas hidup mereka.



Sumber:

https://en.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim

https://lib.litbang.kemendagri.go.id/index.php?p=show_detail&id=1134

https://www.britannica.com/biography/Emile-Durkheim

https://www.ncoa.org/article/suicide-and-older-adults-what-you-should-know/

https://www.healthaffairs.org/content/forefront/suicide-rates-high-and-rising-among-older-adults-us

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3503915/

https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC3503915/