Showing posts with label Makanan Sehat lansia. Show all posts
Showing posts with label Makanan Sehat lansia. Show all posts

Saturday 27 April 2024

Tambah Garam Tambah Penyakit untuk Lansia

       Garam adalah senyawa kimia yang terbentuk dari ikatan antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Dalam konteks umum, istilah "garam" sering merujuk pada garam dapur atau natrium klorida (NaCl), yang merupakan senyawa kristal yang paling umum digunakan sebagai bumbu atau penyedap makanan.

Garam yang berlebihan pada tubuh lansia berisiko penyakit.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Garam digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk sebagai bahan makanan, bahan kimia, pengawet makanan, dan dalam proses industri. Selain itu, garam juga memiliki peran penting dalam tubuh manusia, termasuk dalam menjaga keseimbangan elektrolit, kontraksi otot, dan fungsi saraf. 

Berikut daftar manfaat garam bagi tubuh manusia setiap hari:

  • Bekerjanya impuls saraf
  • Kontraksikan dan rileks  otot
  • Menjaga keseimbangan air dan mineral
  • Melindungi dari penyakit jantung
  • Mencegah kram otot
  • Mendukung sistem saraf yang sehat

Tanpa mengonsumsi garam dalam jumlah yang cukup, orang bisa merasa lemas, mengantuk, pusing, dan mengalami kelemahan otot. Orang dewasa yang lebih tua khususnya mengalami kekurangan natrium karena obat-obatan yang menyebabkan sering buang air kecil. Namun, konsumsi garam yang berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung.

Secara umum, jumlah garam yang dikonsumsi sebaiknya dibatasi agar tidak melebihi rekomendasi harian. Organisasi kesehatan seperti American Heart Association merekomendasikan bahwa orang dewasa, termasuk lansia, tidak mengonsumsi lebih dari 2.300 miligram natrium per hari. Bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi atau risiko penyakit kardiovaskular lainnya, batasan ini bisa lebih rendah, sekitar 1.500 miligram natrium per hari

Besaran satu sendok teh garam meja biasanya mengandung sekitar 2.300 miligram natrium. Jadi dapat dibayangkan bahwa jumlah garam yang terlihat kecil sehari-hari bisa mencapai atau melebihi batas harian yang direkomendasikan.

Penting untuk menyadari bahwa garam tidak hanya ditambahkan secara langsung ke makanan saat memasak atau makan, tetapi juga ada dalam makanan olahan, makanan cepat saji, dan makanan kaleng. 

Garam memiliki manfaat dan juga risiko penyakit.
(Sumber: foto canva.com)

Membaca label gizi makanan dapat membantu untuk mengidentifikasi dan membatasi asupan garam yang berlebihan, dan memungkinkan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih baik dalam hal makanan yang mereka konsumsi, sesuai dengan kebutuhan gizi dan preferensi pribadi mereka.

Namun untuk orang dewasa, termasuk lansia, rekomendasi umum adalah tidak mengonsumsi lebih dari 2.300 miligram natrium per hari, sesuai dengan pedoman dari American Heart Association. Namun, bagi orang yang memiliki tekanan darah tinggi, penyakit jantung, atau risiko kesehatan kardiovaskular lainnya, batasan bisa lebih rendah, sekitar 1.500 miligram natrium per hari, atau mendekati 0.65sendok teh.

Sementara itu, sebagian besar natrium yang dikonsumsi oleh orang dewasa tidak berasal dari garam yang ditambahkan secara langsung ke makanan saat memasak atau di atas meja. Sebagian besar natrium berasal dari makanan olahan, makanan cepat saji, dan makanan kaleng, jadi penting juga untuk membatasi asupan makanan yang mengandung garam tinggi. Membaca label gizi makanan dan memilih makanan yang lebih rendah natriumnya dapat membantu mengontrol konsumsi garam.

Jumlah garam yang dikonsumsi dan hubungannya dengan beberapa penyakit:

Konsumsi Garam Rendah: 
Konsumsi garam yang rendah (di bawah 2.300 miligram natrium per hari) dapat membantu mengurangi risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan stroke. Namun, konsumsi yang terlalu rendah juga dapat meningkatkan risiko kelelahan, dehidrasi, dan gangguan elektrolit.

Konsumsi Garam Moderat: 
Konsumsi garam yang moderat, sesuai dengan rekomendasi harian (antara 2.300 hingga 1.500 miligram natrium per hari, tergantung pada faktor-faktor kesehatan individu), dapat membantu menjaga keseimbangan elektrolit tubuh dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular.

Konsumsi Garam Tinggi: 
Konsumsi garam yang tinggi, melebihi rekomendasi harian, dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Garam berlebih dalam diet juga dapat menyebabkan retensi cairan, edema, dan peningkatan beban kerja pada jantung dan ginjal.
Selain itu, konsumsi garam yang tinggi juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko osteoporosis, kanker lambung, dan gangguan fungsi pembuluh darah.  

Beberapa pengganti garam yang dapat digunakan sebagai alternatif tanpa risiko, di antaranya:

Bumbu dan rempah: 
Bumbu dan rempah seperti merica, bawang putih, bawang merah, jahe, ketumbar, kayu manis, dan sebagainya dapat memberikan rasa yang kaya pada makanan tanpa menambahkan garam. Mereka juga memiliki banyak manfaat kesehatan dan dapat meningkatkan rasa makanan secara alami.

Bumbu dan rempah dapat meningkatkan rasa makanan.
(Sumber: foto canva.com)
Bumbu Lengkap: 
Ada banyak campuran bumbu lengkap yang tersedia di pasaran yang dapat digunakan sebagai pengganti garam. Pastikan untuk memilih yang tanpa tambahan garam atau dengan kandungan garam yang rendah.

Rasa Asin Alami: 
Beberapa makanan seperti sayuran hijau, tomat, wortel, dan sebagian besar buah-buahan memiliki rasa asin alami yang bisa membantu mengurangi kebutuhan akan garam tambahan.

Bumbu Asam: 
Jeruk nipis, jeruk lemon, atau cuka adalah pilihan yang baik untuk menambahkan rasa segar pada makanan tanpa menambahkan garam.

Bumbu Organik: 
Bumbu organik yang tersedia di toko-toko kesehatan atau toko bahan makanan khusus sering kali lebih rendah atau bahkan tidak mengandung garam sama sekali. 

Dalam mengelola keseimbangan asupan garam, langkah-langkah sederhana dapat menghasilkan perubahan signifikan dalam kesehatan seseorang. Garam, yang mengandung natrium, adalah komponen penting dalam diet manusia, namun konsumsi berlebihan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan. 

Beberapa cara praktis  lansia untuk mulai menemukan keseimbangan yang lebih sehat dalam asupan garam mereka, antara lain :

Menghilangkan Makanan Olahan:
Langkah pertama dalam perjalanan menuju keseimbangan garam yang lebih sehat adalah dengan mengurangi konsumsi makanan olahan. Makanan seperti kerupuk, keripik, sup kalengan, dan makanan beku sering kali mengandung tingkat natrium yang tinggi, yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Makanan olahan sering menggunakan tambahan natrium untuk meningkatkan daya tahan dan rasa. Dengan menghindari makanan ini, individu dapat mengurangi konsumsi garam yang tidak perlu dalam diet mereka.

Konsumsi Makanan Utuh:
Mengganti makanan olahan dengan makanan utuh adalah langkah penting lainnya dalam mencapai keseimbangan garam yang lebih baik. Makanan utuh, seperti buah-buahan segar, sayuran, daging, ikan, dan unggas, tidak hanya menyediakan nutrisi yang lebih seimbang, tetapi juga mengandung kadar natrium yang lebih rendah dibandingkan makanan olahan. Dengan memprioritaskan makanan utuh dalam diet, individu dapat mengontrol asupan garam mereka secara efektif.

Ganti makanan olahan dengan makanan utuh untuk menjaga keseimbangan garam.
(Sumber: foto canva.com)
Membilas Makanan Kalengan:
Jika memilih untuk mengonsumsi makanan kalengan, langkah berikutnya adalah membilasnya sebelum dimasak. Membilas makanan kalengan membantu mengurangi kadar garam yang terkandung di dalamnya, serta menghilangkan bahan pengawet yang mungkin ditambahkan. Dengan melakukan tindakan sederhana ini, individu dapat mengurangi asupan garam yang tidak disadari dari makanan kalengan.

Mengurangi Penggunaan Garam Meja:
Membiasakan diri untuk tidak lagi menambahkan garam meja pada makanan adalah langkah penting dalam mengurangi konsumsi garam berlebihan. Sebagai gantinya, individu dapat menggantinya dengan menggunakan bumbu dan rempah-rempah lain, seperti lemon, bawang putih, atau merica. Mengurangi penggunaan garam meja membantu menurunkan asupan natrium secara keseluruhan, sambil tetap menikmati rasa makanan yang lezat.

Dengan mengadopsi langkah-langkah sederhana ini, individu dapat mulai menemukan keseimbangan garam yang lebih sehat dalam tubuh mereka. Langkah-langkah ini tidak hanya mempromosikan kesehatan secara keseluruhan, tetapi juga membantu menciptakan gaya hidup yang lebih seimbang dan berkelanjutan.





Sumber:





Sunday 24 March 2024

Mencegah Penuaan, Suplemen Antioksidan untuk Lansia.

         Dalam teori radikal bebas tentang penuaan berhipotesis bahwa radikal bebas yang berasal dari oksigen bertanggung jawab atas kerusakan terkait usia pada tingkat sel dan jaringan. Dalam situasi normal, terdapat keseimbangan antara oksidan, antioksidan, dan biomolekul. Radikal bebas yang berlebihan dapat mengganggu pertahanan antioksidan sel alami yang menyebabkan oksidasi dan selanjutnya berkontribusi terhadap kerusakan fungsi sel. 

Radikal bebas dapat menyebabkan stres oksidatif dalam tubuh.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Suplemen antioksidan adalah produk yang dirancang untuk memberikan tambahan nutrisi yang kaya akan antioksidan ke dalam tubuh. Antioksidan adalah senyawa yang membantu melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas dapat menyebabkan stres oksidatif dalam tubuh. 

Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan. Terlalu banyak radikal bebas dapat berdampak negatif pada fungsi tubuh. Antioksidan membantu menghilangkan radikal bebas berlebih yang dapat menyebabkan kondisi kesehatan kronis yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung, kanker, dan penuaan.

Suplemen antioksidan biasanya mengandung vitamin seperti vitamin C, vitamin E, beta-karoten (provitamin A), dan mineral seperti selenium dan zinc, serta senyawa-senyawa alami lainnya seperti flavonoid dan polifenol. Mereka tersedia dalam berbagai bentuk, termasuk tablet, kapsul, serbuk, dan cairan.

        Lansia yang mungkin membutuhkan suplemen antioksidan biasanya memiliki beberapa ciri atau kondisi tertentu yang membuat mereka rentan terhadap stres oksidatif dan kerusakan sel. 

Beberapa kondisi lansia membutuhkan antioksidan, meliputi:

Polusi lingkungan atau paparan racun: 
Lansia yang tinggal di area dengan tingkat polusi udara tinggi atau yang terpapar racun lingkungan secara teratur mungkin membutuhkan tambahan antioksidan untuk melindungi tubuh dari efek negatifnya.

Pola makan yang tidak sehat: 
Lansia yang memiliki pola makan yang tidak seimbang atau kurang konsumsi makanan yang kaya akan antioksidan, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh, mungkin membutuhkan suplemen antioksidan untuk membantu mengisi kekurangan nutrisi tersebut.

Riwayat penyakit atau kondisi medis tertentu: Lansia yang memiliki riwayat penyakit atau kondisi medis tertentu, seperti penyakit jantung, diabetes, atau kanker, mungkin memiliki kebutuhan antioksidan tambahan untuk membantu melawan peradangan dan stres oksidatif yang terkait dengan kondisi kesehatan mereka.

Proses penuaan alami: 
Proses penuaan alami dapat menyebabkan penurunan kadar antioksidan alami dalam tubuh, sehingga membuat lansia lebih rentan terhadap kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas. Dalam hal ini, suplemen antioksidan dapat membantu menyeimbangkan kadar antioksidan dalam tubuh.

Penuaan alami menyebabkan penurunan kadar antioksidan.
(Sumber: foto canva.com)
Gaya hidup yang tidak sehat: 
Lansia yang memiliki gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok, konsumsi alkohol berlebihan, atau kurang berolahraga, mungkin membutuhkan suplemen antioksidan untuk membantu melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh kebiasaan tersebut.

Meskipun ada ciri-ciri tersebut, penting untuk diingat bahwa keputusan untuk mengonsumsi suplemen antioksidan harus didasarkan pada konsultasi dengan dokter atau ahli gizi yang mempertimbangkan kebutuhan individu dan kondisi kesehatan secara menyeluruh. 

         Meskipun suplemen antioksidan dapat memberikan manfaat bagi beberapa lansia, ada juga risiko yang perlu dipertimbangkan. 

Beberapa risiko yang terkait dengan konsumsi suplemen antioksidan pada lansia:

Interaksi obat: 
Lansia seringkali mengonsumsi beberapa jenis obat secara bersamaan untuk mengelola berbagai kondisi kesehatan. Suplemen antioksidan dapat berpotensi berinteraksi dengan obat-obatan tertentu, baik mengurangi atau meningkatkan efektivitasnya. Ini bisa menjadi masalah serius jika suplemen antioksidan mempengaruhi metabolisme obat-obatan tertentu di dalam tubuh.

Efek samping: 
Meskipun biasanya dianggap sebagai alternatif yang lebih aman daripada obat-obatan, suplemen antioksidan masih dapat menyebabkan efek samping pada beberapa individu. Contohnya, dosis tinggi vitamin E telah dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan, sedangkan dosis tinggi vitamin C dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti diare.

Efek toksik: 
Konsumsi dosis tinggi beberapa suplemen antioksidan, terutama dalam jangka waktu yang panjang, dapat menyebabkan toksisitas. Misalnya, konsumsi dosis tinggi vitamin A dapat menyebabkan keracunan vitamin A, yang dapat menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mual, muntah, dan bahkan kerusakan hati.

Konsumsi suplemen antioksidan dalam dosisi tinggi dapat menjadi toksisitas.
(Sumber: foto canva.com)
Masker gejala: 
Konsumsi suplemen antioksidan dapat membuat lansia merasa bahwa mereka telah memenuhi kebutuhan nutrisi mereka, sehingga mereka mungkin kurang memperhatikan pola makan yang sehat secara keseluruhan. Ini dapat menyebabkan kurangnya konsumsi nutrisi penting lainnya yang hanya dapat diperoleh dari makanan sehat.

Peningkatan risiko kanker: 
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa konsumsi dosis tinggi suplemen antioksidan tertentu, terutama beta-karoten, dapat meningkatkan risiko kanker pada beberapa populasi, terutama pada perokok.

Biaya: 
Konsumsi suplemen antioksidan secara teratur juga dapat menimbulkan biaya tambahan bagi lansia. Sebelum memutuskan untuk mengonsumsi suplemen antioksidan, penting untuk mempertimbangkan manfaatnya dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

Kualitas produk: 
Tidak semua suplemen antioksidan diproduksi dengan standar kualitas yang tinggi. Ada kemungkinan bahwa produk tersebut mengandung bahan tambahan yang tidak diinginkan atau tidak efektif. Oleh karena itu, penting untuk memilih suplemen antioksidan yang berasal dari produsen yang terpercaya dan memiliki reputasi baik.

Manfaat Suplemen Antioksidan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplemen antioksidan dalam dosis besar tidak akan mencegah penyakit kronis seperti penyakit jantung atau diabetes . Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengonsumsi beberapa antioksidan dalam dosis besar bisa berbahaya.

        Manfaat dan risiko suplemen antioksidan dapat bervariasi tergantung pada individu dan dosis yang dikonsumsi. Sebelum memulai konsumsi suplemen antioksidan, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan saran yang tepat berdasarkan kondisi kesehatan dan kebutuhan nutrisi individu.

Beberapa saran untuk lansia dalam memenuhi kebutuhan antioksidan, sebagai berikut:

Dapatkan Antioksidan dari Makanan:
Upayakan untuk memperoleh antioksidan secara alami melalui konsumsi makanan yang kaya akan antioksidan, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, dan minyak nabati. Buah-buahan dan sayuran berwarna cerah umumnya mengandung antioksidan yang tinggi.

Variasi Konsumsi Makanan: 
Pilihlah berbagai jenis makanan yang mengandung antioksidan untuk memastikan bahwa tubuh mendapatkan berbagai jenis antioksidan yang diperlukan.

Pilih Makanan dengan Nutrisi Lengkap:
Selain antioksidan, pastikan makanan yang dikonsumsi juga mengandung nutrisi lainnya yang penting untuk kesehatan tubuh, seperti vitamin, mineral, serat, dan protein.

Nutrisi lengkap dengan vitamin, mineral, serat, protein dan antioksidan.
(Sumber: foto canva.com)
Hindari Konsumsi Berlebihan: 
Hindari konsumsi dosis tinggi suplemen antioksidan, terutama jika tidak diresepkan oleh dokter. Lebih baik mendapatkan antioksidan dari makanan alami.

Konsultasi dengan Dokter atau Ahli Gizi: 
Jika Anda merasa membutuhkan suplemen antioksidan, konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi terlebih dahulu. Mereka dapat membantu menentukan jenis dan dosis suplemen yang tepat sesuai dengan kebutuhan individu dan kondisi kesehatan.

Perhatikan Interaksi Obat: 
Jika Anda sedang mengonsumsi obat-obatan tertentu, pastikan untuk memeriksa potensi interaksi antara suplemen antioksidan dan obat-obatan tersebut. Diskusikan dengan dokter tentang keamanan konsumsi suplemen antioksidan bersamaan dengan obat-obatan yang sedang Anda konsumsi.

Pilih Suplemen dari Sumber Terpercaya: 
Jika Anda memutuskan untuk mengonsumsi suplemen antioksidan, pastikan untuk memilih produk dari produsen yang terpercaya dan telah teruji secara klinis. Baca label dengan teliti dan perhatikan kandungan serta dosis yang direkomendasikan.

Perhatikan Keseimbangan Nutrisi: 
Jangan hanya fokus pada antioksidan saja. Pastikan konsumsi nutrisi lainnya juga seimbang, dan hindari mengandalkan suplemen sebagai pengganti pola makan yang sehat dan seimbang.

Dengan mengikuti saran-saran di atas, lansia dapat memastikan bahwa mereka memperoleh antioksidan yang cukup untuk melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas, sambil juga memperhatikan keseimbangan nutrisi secara menyeluruh.




Sumber:







Friday 22 March 2024

Suplemen Herbal, Apakah Aman untuk Lansia.

        Suplemen herbal adalah suplemen makanan yang berasal dari tumbuhan. Suplemen jenis ini diminum melalui mulut, baik dalam bentuk kapsul, tablet, bubuk, atau cair. Beberapa suplemen yang mungkin pernah Anda dengar adalah ginkgo biloba, ginseng, echinacea, dan black cohosh. 

Para peneliti sedang mempertimbangkan penggunaan suplemen herbal untuk mencegah atau mengobati beberapa masalah kesehatan, namun masih terlalu dini untuk mengetahui apakah keduanya aman dan bermanfaat. Penelitian sebelumnya terhadap suplemen herbal tertentu belum menunjukkan manfaat apa pun.

Lansia harus berhati-hati bila menggunakan suplemen herbal.
(Sumber: foto paguyubab pensiun 209)

Penggunaan suplemen herbal merupakan hal yang umum di kalangan lansia, sebuah populasi yang mengkonsumsi obat resep dalam jumlah yang tidak proporsional dibandingkan dengan populasi yang lebih muda.

Penggunaan suplemen herbal oleh lansia bervariasi. Beberapa orang menganggapnya sebagai cara alami untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup, sementara yang lain skeptis terhadap efektivitas dan keamanannya. Meskipun beberapa suplemen herbal memiliki dukungan ilmiah, risiko interaksi obat dan efek samping perlu dipertimbangkan.

Perlu diketahui bahwa meskipun suplemen itu alami, atau berasal dari tumbuhan, bukan berarti suplemen tersebut aman.

Beberapa suplemen herbal yang sering digunakan oleh lansia, meliputi:

Ginkgo Biloba: 
Dipercaya dapat meningkatkan aliran darah ke otak, membantu meningkatkan fungsi kognitif, dan mengurangi risiko gangguan kognitif seperti demensia.

Ginseng: 
Ada beberapa jenis ginseng yang digunakan, seperti ginseng Korea atau ginseng Amerika. Ginseng dipercaya dapat meningkatkan energi, menjaga keseimbangan gula darah, dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Ginseng korea sering digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
(Sumber: foto canva.com)
Ekstrak Saw Palmetto: 
Digunakan terutama oleh laki-laki untuk membantu mengelola gejala pembesaran prostat (hiperplasia prostat) dan masalah kesehatan prostat lainnya.

Ekstrak Ekinaea: 
Dipercaya memiliki efek merangsang sistem kekebalan tubuh, sehingga dapat membantu mencegah dan mengatasi infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu dan pilek.

Ekstrak Valerian: 
Digunakan untuk membantu mengatasi gangguan tidur dan meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami masalah tidur.

Kurkumin (Turmeric): 
Senyawa aktif dalam kunyit yang memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidan. Dipercaya dapat membantu mengurangi peradangan dan risiko penyakit degeneratif yang berhubungan dengan usia.

Omega-3: 
Banyak ditemukan dalam minyak ikan, seperti minyak salmon atau minyak krill. Omega-3 dapat membantu menjaga kesehatan jantung, mengurangi peradangan, dan mendukung fungsi otak.

       Manfaat suplemen herbal telah diteliti secara medis dalam beberapa kasus, tetapi hasilnya bisa bervariasi. Beberapa suplemen herbal telah menunjukkan manfaat dalam penelitian ilmiah, sementara yang lainnya tidak memiliki bukti yang cukup kuat untuk mendukung klaim manfaatnya. 

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Ginkgo Biloba: 
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa ginkgo biloba dapat membantu meningkatkan aliran darah ke otak dan memperbaiki fungsi kognitif pada beberapa orang, terutama mereka yang mengalami gangguan kognitif ringan atau demensia. Namun, hasil penelitian tidak selalu konsisten, dan manfaatnya bisa bervariasi.

Ginseng: 
Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa ginseng dapat memiliki efek positif pada energi, keseimbangan gula darah, dan sistem kekebalan tubuh. Namun, bukti ilmiah yang konsisten masih diperlukan untuk mendukung klaim manfaat ini.

Ekstrak Saw Palmetto: 
Meskipun banyak digunakan untuk mengelola gejala pembesaran prostat, penelitian ilmiah tentang efektivitas saw palmetto belum sepenuhnya konsisten. Beberapa penelitian menemukan manfaatnya dalam mengurangi gejala prostat, sementara yang lain tidak menemukan perbedaan signifikan dibandingkan dengan plasebo.

Ekstrak Saw Palmetto digunakan untuk mengelola pembesaran prostat.
(Sumber: foto canva.com)
Ekstrak Ekinaea: 
Penelitian tentang ekstrak ekinaea dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan membantu mencegah atau mengobati infeksi masih kontroversial. Beberapa studi menemukan manfaatnya, sementara yang lain tidak menemukan efek yang signifikan.

Ekstrak Valerian: 
Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa ekstrak valerian dapat membantu meningkatkan kualitas tidur pada orang yang mengalami insomnia ringan hingga sedang. Namun, lebih banyak penelitian masih diperlukan untuk memastikan keefektifannya dan menilai efek samping jangka panjangnya.

Kurkumin (Turmeric): 
Kurkumin telah diteliti secara luas karena potensi efek antiinflamasi dan antioksidannya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kurkumin dapat membantu mengurangi peradangan dan risiko penyakit terkait usia, tetapi hasilnya masih perlu diverifikasi lebih lanjut.

Omega-3: 
Omega-3, terutama ditemukan dalam minyak ikan, telah terbukti memiliki manfaat kesehatan yang signifikan, termasuk mendukung kesehatan jantung, fungsi otak, dan mengurangi peradangan. Banyak penelitian mendukung penggunaan suplemen omega-3 untuk kesehatan umum.

Meskipun beberapa suplemen herbal memiliki bukti ilmiah yang mendukung, penting untuk dicatat bahwa regulasi terkait suplemen herbal bisa lebih longgar daripada obat-obatan yang dijual dengan resep, dan bukti ilmiah kadang-kadang masih kurang jelas. Konsultasikan dengan dokter atau ahli kesehatan sebelum memulai penggunaan suplemen herbal untuk memastikan keamanan dan potensi manfaatnya.

Beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh lansia dalam menggunakan suplemen herbal:

Interaksi Obat: 
Suplemen herbal dapat berinteraksi dengan obat-obatan resep atau non-resep lain yang sedang dikonsumsi oleh lansia. Interaksi ini bisa meningkatkan atau mengurangi efektivitas obat atau bahkan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli farmasi sebelum memulai suplemen herbal baru.

Efek Samping:
Seperti obat-obatan, suplemen herbal juga dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan. Beberapa efek samping yang umum termasuk gangguan pencernaan, reaksi alergi, peningkatan risiko pendarahan, dan interaksi dengan kondisi medis tertentu. Lansia sering memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami efek samping karena sistem metabolisme mereka mungkin berbeda atau karena mereka memiliki kondisi medis yang sudah ada.

Kualitas Produk: 
Tidak semua suplemen herbal di pasaran memiliki kualitas yang sama. Beberapa mungkin mengandung bahan tambahan yang tidak tercantum dengan jelas di label, atau mungkin terkontaminasi dengan zat-zat berbahaya. Penting untuk memilih produk dari produsen yang terpercaya dan terkenal.

Kualitas suplemen herbal dipasaran tidak sama.
(Sumber: foto canva.com)
Keamanan Dalam Jangka Panjang: 
Meskipun beberapa suplemen herbal mungkin memiliki manfaat yang terbukti, keamanan penggunaan jangka panjang mereka belum selalu diteliti dengan baik. Beberapa suplemen herbal dapat menyebabkan masalah kesehatan jika digunakan dalam jangka panjang atau dalam dosis yang tinggi.

Toleransi dan Respons Individual: 
Respons terhadap suplemen herbal dapat bervariasi antara individu. Ada kemungkinan bahwa suatu suplemen herbal mungkin tidak sesuai dengan tubuh atau bisa menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan pada satu orang, tetapi tidak pada orang lain.

Pemalsuan dan Kontaminasi: 
Ada risiko bahwa suplemen herbal dapat dipalsukan atau terkontaminasi dengan bahan-bahan berbahaya. Ini bisa terjadi terutama dengan produk-produk yang dibeli secara online atau dari sumber yang tidak terpercaya.

Keseimbangan Nutrisi: 
Mengonsumsi suplemen herbal secara berlebihan bisa menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi dalam tubuh. Ini bisa berdampak negatif pada kesehatan Anda. Sebaiknya konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter Anda untuk menentukan apakah Anda membutuhkan suplemen tertentu dan dosis yang tepat.

Perhatikan Gejala Aneh: 
Jika Anda mengonsumsi suplemen herbal dan mulai merasakan gejala yang tidak biasa atau memperhatikan perubahan dalam kondisi kesehatan Anda, penting untuk segera berhenti mengonsumsinya dan berkonsultasi dengan dokter.

Mengingat semua risiko ini, penting bagi lansia untuk selalu berkonsultasi dengan dokter atau ahli farmasi sebelum memulai menggunakan suplemen herbal baru, serta memilih produk dari sumber yang terpercaya dan memperhatikan dosis yang direkomendasikan.


Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/vitamins-and-supplements/dietary-supplements-older-adults

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/25063588/

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17030294/

https://www.news-medical.net/news/20231126/Multi-ingredient-herbal-supplement-boosts-cognitive-speed-and-gut-health-in-seniors.aspx

https://bjgp.org/content/68/675/e711

https://www.nhs.uk/conditions/herbal-medicines/



Thursday 21 March 2024

Risiko Medis Lansia, Saat Defisiensi Vitamin Multipel.

        Seiring bertambahnya usia, massa tubuh tanpa lemak dan laju metabolisme menurun. Pada gilirannya, tubuh tidak lagi efektif menyerap mineral dan vitamin tertentu. Karena orang lanjut usia memiliki nafsu makan yang lebih kecil dan kebutuhan kalori yang lebih rendah, mereka mungkin memerlukan lebih banyak nutrisi daripada sebelumnya.

Kebanyakan lansia tidak mengonsumsi makanan sehat setiap hari. Defisiensi vitamin ringan sangat umum terjadi pada lansia, dan khususnya pada lansia yang lemah dan berada di rumah sakit. Misal: Anemia, gangguan kognitif, peningkatan kecenderungan terjadinya infeksi, dan penyembuhan luka yang buruk merupakan beberapa gejala yang terkait dengan kekurangan vitamin ringan pada lansia. 

kebanyakan lansia tidak mengkonsumsi makanan sehat setiap hari.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Walaupun defisiensi vitamin tunggal memang terjadi, biasanya defisiensi vitamin multipel terlihat pada malnutrisi umum. Kekurangan vitamin yang parah dapat menyebabkan kerusakan organ yang tidak dapat diperbaiki.

Vitamin jenis nutrisi utama yang dibutuhkan tubuh untuk bertahan hidup dan tetap sehat. Vitamin membantu tubuh tumbuh dan bekerja sebagaimana mestinya. Ada 13 vitamin penting,yaitu: vitamin A, C, D, E, K, dan vitamin B (tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, biotin, B6 , B12 , dan folat).

       Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil untuk menjaga kesehatan dan kinerja tubuh yang optimal. Vitamin tidak diproduksi oleh tubuh secara alami atau hanya diproduksi dalam jumlah yang terbatas, sehingga harus diperoleh melalui makanan atau suplemen. Vitamin terbagi menjadi dua kelompok: vitamin larut dalam lemak (seperti vitamin A, D, E, dan K) dan vitamin larut dalam air (seperti vitamin C dan semua jenis vitamin B). 

Beberapa nama vitamin, manfaat, dan sumber makanan yang mengandung vitamin tersebut:

Vitamin A (Retinol):

  • Manfaat: Mendukung kesehatan mata, kulit, dan sistem kekebalan tubuh.
  • Sumber: Wortel, bayam, ubi jalar, hati, telur.

Vitamin B1 (Tiamin):

  • Manfaat: Diperlukan untuk metabolisme karbohidrat dan fungsi saraf yang sehat.
  • Sumber: Kacang-kacangan, biji-bijian, daging, sereal, kentang.

Vitamin B2 (Riboflavin):

  • Manfaat: Penting untuk metabolisme energi, pertumbuhan sel, dan kesehatan kulit.
  • Sumber: Susu, yogurt, daging, sayuran hijau, biji-bijian.

Yogurt sumber riboflavin (vitamin B2)
(Sumber: foto canva.com)

Vitamin B3 (Niacin):

  • Manfaat: Berperan dalam metabolisme energi, sintesis DNA, dan kesehatan kulit.
  • Sumber: Daging, ikan, kacang-kacangan, kentang, sereal gandum.

Vitamin B5 (Asam Pantotenat):

  • Manfaat: Mendukung metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
  • Sumber: Daging, unggas, telur, kacang-kacangan, sayuran hijau.

Vitamin B6 (Piridoksin):

  • Manfaat: Diperlukan untuk metabolisme protein, produksi neurotransmitter, dan fungsi sistem kekebalan tubuh.
  • Sumber: Ayam, ikan, kacang-kacangan, biji-bijian, pisang.

Vitamin B7 (Biotin):

  • Manfaat: Mendukung kesehatan kulit, rambut, dan kuku, serta metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein.
  • Sumber: Telur, kacang-kacangan, sereal, hati, sayuran hijau.

Vitamin B9 (Asam Folat):

  • Manfaat: Penting untuk produksi sel darah merah, sintesis DNA, dan kesehatan janin selama kehamilan.
  • Sumber: Sayuran hijau, kacang-kacangan, buah jeruk, hati, sereal.

Vitamin B12 (Kobalamin):

  • Manfaat: Mendukung fungsi saraf, produksi sel darah merah, dan metabolisme energi.
  • Sumber: Daging, ikan, produk susu, telur, makanan laut.

Vitamin C (Asam Askorbat):

  • Manfaat: Berperan sebagai antioksidan, mendukung sistem kekebalan tubuh, dan membantu dalam penyembuhan luka.
  • Sumber: Buah jeruk, stroberi, paprika, brokoli, tomat.

Vitamin D (Kalsiferol):

  • Manfaat: Penting untuk kesehatan tulang, penyerapan kalsium, dan fungsi sistem kekebalan tubuh.
  • Sumber: Paparan sinar matahari, ikan berlemak, telur, produk susu.

Vitamin E (Tokoferol):

  • Manfaat: Melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan oksidatif, mendukung kesehatan jantung dan kulit.
  • Sumber: Minyak nabati, kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran hijau.

Vitamin K (Fitomenadion):

  • Manfaat: Diperlukan untuk pembekuan darah yang sehat, kesehatan tulang, dan fungsi saraf.
  • Sumber: Sayuran hijau, minyak sayur, hati, produk fermentasi.

💬 Vitamin dari makanan sehat adalah cara terbaik untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat timbul akibat kekurangan vitamin pada lansia:

Osteoporosis (kekurangan vitamin D dan kalsium): 
Penyakit di mana tulang menjadi rapuh dan rentan patah karena kehilangan massa tulang. Kekurangan vitamin D dan kalsium dapat menyebabkan penipisan tulang.

Osteoporosis mengakibatkan tulang rapuh dan rentan patah.
(Sumber: foto canva.com)
Anemia (kekurangan vitamin B12 dan asam folat):
Kondisi di mana jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin dalam darah di bawah normal. Kekurangan vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.

Beri-beri (kekurangan vitamin B1): 
Penyakit yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B1 (thiamine), yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf dan jantung.

Pelagra (kekurangan vitamin B3): 
Kekurangan vitamin B3 (niacin) yang menyebabkan gejala seperti kulit kering, diare, gangguan pencernaan, dan masalah mental.

Defisiensi imun (kekurangan vitamin C dan D): 
Penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh karena kekurangan vitamin C dan D, yang dapat meningkatkan risiko infeksi dan penyakit.

Penyakit jantung (kekurangan vitamin B6, B12, dan E): 
Penyakit yang melibatkan gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Kekurangan vitamin B6, B12, dan E dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit jantung.

Gangguan penglihatan (kekurangan vitamin A): 
Gangguan pada mata seperti kebutaan malam atau xerophthalmia yang disebabkan oleh kekurangan vitamin A.
Gangguan mata karena kekurangan vitamin A.
(Sumber: foto canva.com)
Pernicious anemia (kekurangan vitamin B12): 
Jenis anemia yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B12, yang sering kali terkait dengan gangguan penyerapan vitamin B12 dari makanan.

Depresi (kekurangan vitamin B6, B12, dan D): 
Gangguan suasana hati yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kekurangan vitamin B6, B12, dan D.

Demensia (kekurangan vitamin B6, B12, dan D): 
Penurunan kemampuan kognitif yang signifikan yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kekurangan vitamin B6, B12, dan D.

Keguguran (kekurangan asam folat): 
Kekurangan asam folat dapat meningkatkan risiko keguguran pada wanita hamil dan berkontribusi pada perkembangan janin yang tidak sempurna.

Neuropati perifer (kekurangan vitamin B12): 
Neuropati perifer adalah gangguan pada saraf di luar otak dan sumsum tulang belakang, yang dapat disebabkan oleh kekurangan vitamin B12.

Diabetes tipe 2 (kekurangan vitamin D): 
Kekurangan vitamin D telah dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 atau memperburuk kontrol gula darah pada penderita diabetes.

Hipertensi (kekurangan vitamin D): 
Kekurangan vitamin D telah dikaitkan dengan peningkatan risiko hipertensi atau tekanan darah tinggi.

Gangguan tiroid (kekurangan yodium dan selenium):
Kekurangan yodium dan selenium dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid, menyebabkan gangguan seperti hipotiroidisme atau pembesaran kelenjar tiroid (gondok).

Kram otot (kekurangan magnesium dan potassium): 
Kekurangan magnesium dan potassium dapat menyebabkan kram otot yang menyakitkan dan kejang.

Sistem pencernaan yang buruk (kekurangan vitamin B12): 
Kekurangan vitamin B12 dapat mengganggu penyerapan nutrisi di saluran pencernaan, menyebabkan gangguan pencernaan dan masalah lainnya.

Gangguan kulit seperti dermatitis (kekurangan vitamin B2): 
Kekurangan vitamin B2 atau riboflavin dapat menyebabkan gangguan pada kulit seperti dermatitis atau peradangan kulit.

Gangguan sistem saraf seperti tremor (kekurangan vitamin B6): 
Kekurangan vitamin B6 dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf, termasuk tremor atau getaran tidak terkontrol.

Gangguan penglihatan malam atau xerophthalmia (kekurangan vitamin A): 
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan penglihatan seperti kesulitan melihat dalam kegelapan atau xerophthalmia, yaitu mata kering dan teriritasi.

Masalah periodontal (kekurangan vitamin C): 
Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan masalah periodontal seperti peradangan gusi, pendarahan gusi, dan bahkan penyakit gusi yang parah seperti periodontitis.

Pelunakan tulang (kekurangan vitamin K): 
Kekurangan vitamin K dapat mengganggu proses pembentukan tulang yang kuat, meningkatkan risiko patah tulang, dan mengakibatkan pelunakan tulang atau osteomalasia.

Masalah tulang rawan dan otot (kekurangan vitamin A): 
Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan pada tulang rawan dan otot, seperti kerusakan pada tulang rawan dan penurunan massa otot.

Penyakit gusi (kekurangan vitamin C): 
Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit gusi seperti gusi berdarah, peradangan gusi, dan gingivitis.

Penyakit hati (kekurangan vitamin D): 
Kekurangan vitamin D telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit hati, termasuk hepatitis dan sirosis.

Gangguan perkembangan janin pada ibu hamil (kekurangan asam folat): 
Kekurangan asam folat pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan perkembangan janin, termasuk cacat tabung saraf dan risiko keguguran.

Gangguan pembekuan darah (kekurangan vitamin K): 
Kekurangan vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah dan meningkatkan risiko perdarahan yang berlebihan.

Infeksi saluran pernapasan (kekurangan vitamin D): 
Kekurangan vitamin D telah dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi saluran pernapasan, termasuk infeksi pernapasan atas dan pneumonia.

Gangguan sistem saraf pusat (kekurangan vitamin B12):
Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat, termasuk gejala seperti kelemahan, kesemutan, dan masalah kognitif.

Gangguan fungsi ginjal (kekurangan vitamin D): 
Kekurangan vitamin D dapat mengganggu fungsi ginjal dan meningkatkan risiko gangguan ginjal, termasuk penyakit ginjal kronis.
 
Kekurangan vitamin tidak selalu menyebabkan penyakit secara langsung, tetapi dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi medis tersebut. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk diagnosis dan perawatan yang tepat jika Anda mencurigai kekurangan vitamin pada diri sendiri atau seseorang yang Anda kenal.



Sumber:

https://www.nia.nih.gov/health/vitamins-and-supplements/vitamins-and-minerals-older-adults

https://www.uspharmacist.com/article/vitamin-deficiencies-in-seniors 

https://westhartfordhealth.com/news/senior-health/dietary-deficiencies/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8469089/

https://aperioncare.com/blog/6-common-dietary-deficiencies-in-older-adults/

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405457723005387


Wednesday 20 March 2024

Defisiensi Mineral, Sumber Penyakit pada Lansia.

        Populasi global mengalami penuaan dan banyak lansia menderita malnutrisi terkait usia, termasuk defisiensi mikronutrien. Asupan gizi yang cukup sangat penting agar lansia dapat terus hidup mandiri, serta mencegah penurunan status kesehatan. 

Mikronutrien adalah nutrien yang diperlukan oleh organisme dalam jumlah sangat kecil, tetapi tetap sangat penting untuk menjaga fungsi tubuh yang optimal. Ini termasuk mineral, yang dikenal karena peran pentingnya dalam menjaga kesehatan dan kinerja tubuh. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah kecil, mikronutrien sangat penting untuk berbagai proses biologis, termasuk metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi sistem kekebalan tubuh. 

Mikronutrien sangat dibutuhkan lansia untuk menjaga kesehatan dan kinerja tubuh.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Kekurangan mikronutrien dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan dan penyakit. Beberapa mineral bekerja bersama dengan bantuan hormon sesuai dengan kebutuhannya pada organ tertentu. Mineral baik sebagian atau dalam kombinasi dengan vitamin menunjukkan fungsi utama yang dibutuhkan sel dan kekurangannya menunjukkan efek samping yang merugikan meskipun tidak bersifat keturunan. 

Mineral mayor adalah jenis mineral yang diperlukan oleh organisme dalam jumlah besar untuk menjaga kesehatan dan fungsi tubuh yang optimal. Istilah "mayor" digunakan untuk membedakan mereka dari mineral minor atau mineral jejak, yang dibutuhkan dalam jumlah yang jauh lebih kecil. Mineral mayor sering kali merupakan komponen utama dalam struktur tubuh. Mineral digolongkan menurut kebutuhannya antara lain fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S).

Mineral minor, juga dikenal sebagai mineral jejak atau mineral mikro, adalah jenis mineral yang diperlukan oleh organisme dalam jumlah sangat kecil, biasanya kurang dari 100 miligram per hari, tetapi tetap penting untuk kesehatan dan fungsi tubuh yang optimal. Meskipun jumlahnya kecil, mineral-mineral ini memainkan peran yang krusial dalam berbagai proses biologis, seperti pembentukan enzim, regulasi metabolisme, dan menjaga keseimbangan elektrolit, contoh mineral minor Boron (B), klorin (Cl) , kromium (Cr), fluorida (F), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn), molibdenum (Mo), nikel (Ni), selenium (Se), natrium (Na), vanadium (V) dan seng (Zn).

Berikut penyakit karena kekurangan mineral mayor :

Kekurangan Fosfor (P):
  • Penyakit: Osteomalasia (penyakit tulang lunak) dan gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
  • Sumber mineral: Daging, ikan, telur, produk susu, kacang-kacangan, dan biji-bijian.
Kekurangan Kalium (K):
  • Penyakit: Hipokalemia, yang dapat menyebabkan kelemahan otot, gangguan irama jantung, dan kejang.
  • Sumber mineral : Pisang, kentang, tomat, jeruk, sayuran hijau, dan kacang-kacangan.
Kekurangan vitamin K dapat menyebabkan kelemahan otot.
(Sumber: foto canva.com)
Kekurangan Kalsium (Ca):
  • Penyakit: Osteoporosis (kerapuhan tulang), kejang, dan peningkatan risiko patah tulang.
  • Sumber mineral: Susu dan produk susu, kubis, brokoli, ikan berlemak, dan tahu.
Kekurangan Magnesium (Mg):
  • Penyakit: Kelemahan otot, kram, aritmia jantung, dan osteoporosis, mineral ini penting untuk mengatur kadar glukosa dan tekanan darah dalam tubuh.
  • Sumber mineral: Kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran hijau, dan cokelat hitam.
Kekurangan Belerang (S):
  • Penyakit: Jarang terjadi pada manusia secara langsung, tetapi defisiensi belerang bisa berkontribusi pada gangguan metabolisme sulfur, yang dapat memengaruhi kesehatan kulit, rambut, dan kuku.
  • Sumber mineral: Protein hewani seperti daging, telur, dan susu, serta sayuran seperti bawang putih, bawang bombay, dan kubis.
Beberapa penyakit karena Kekurangan mineral minor:

Anemia Defisiensi Besi (Kekurangan Zat Besi (Fe)):
  • Penyakit: Anemia, yang ditandai dengan kelelahan, pusing, pucat, dan penurunan kinerja fisik dan kognitif.
  • Sumber mineral: Daging merah, unggas, ikan, kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran berdaun hijau gelap, dan sereal yang diperkaya zat besi.
Gangguan Kognitif (Kekurangan Iodin (I)):
  • Penyakit: Gondok (pembengkakan kelenjar tiroid) dan gangguan kognitif, terutama pada anak-anak.
  • Sumber mineral: Garam beriodium, makanan laut, dan produk-produk susu.
Kekurangan Seng (Zinc (Zn)):
  • Penyakit: Penurunan sistem kekebalan tubuh, gangguan pertumbuhan, luka lambat sembuh, dan gangguan fungsi reproduksi.
  • Sumber mineral: Daging, unggas, kerang, kacang-kacangan, biji-bijian, dan susu.
Kekurangan seng (Zn) luka lambat sembuh.
(Sumber: foto canva.com)
Kekurangan Kromium (Chromium (Cr)):
  • Penyakit: Resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa, meningkatkan risiko diabetes.
  • Sumber mineral: Daging, ikan, biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran berdaun hijau, dan produk-produk biji-bijian utuh.
Kekurangan Mangan (Manganese (Mn)):
  • Penyakit: Gangguan pertumbuhan, gangguan tulang, gangguan reproduksi, dan gangguan metabolisme karbohidrat.
  • Sumber mineral: Kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran berdaun hijau, teh, dan makanan laut.
Kekurangan Boron (B):
  • Penyakit: Penurunan fungsi otak, gangguan kognitif, dan kerusakan tulang.
  • Sumber mineral: Buah-buahan seperti apel, pir, dan anggur; sayuran seperti brokoli, kubis, dan kacang polong; serta kacang-kacangan dan biji-bijian.
Kekurangan Klorin (Cl):
  • Penyakit: Gangguan keseimbangan cairan tubuh, kelelahan, dan gangguan pencernaan.
  • Sumber mineral: Biasanya disediakan oleh garam dapur (natrium klorida) dan juga dapat ditemukan dalam sayuran berdaun hijau dan makanan laut.
Kekurangan Fluorida (F):
  • Penyakit: Risiko tinggi terhadap kerusakan gigi, seperti karies.
  • Sumber mineral: Air minum yang difluorida, seperti air keran yang telah difluorida oleh pemerintah, dan beberapa jenis teh.
Kekurangan Molibdenum (Mo):
  • Penyakit: Gangguan metabolisme sulfur, anemia, dan gangguan pertumbuhan.
  • Sumber mineral: Daging, kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran berdaun hijau, dan produk-produk gandum.
Kekurangan Nikel (Ni):
  • Penyakit: Belum diketahui secara pasti, tetapi kekurangan nikl dapat menyebabkan gangguan reproduksi dan kulit.
  • Sumber mineral: Daging, kacang-kacangan, biji-bijian, sayuran, dan cokelat.
Kekurangan Selenium (Se):
  • Penyakit: Gangguan sistem kekebalan tubuh, risiko tinggi terhadap penyakit jantung, dan gangguan fungsi tiroid.
  • Sumber mineral: Kacang-kacangan, biji-bijian, daging, unggas, ikan, telur, dan produk-produk susu.
Kekurangan Natrium (Na):
  • Penyakit: Hiponatremia (konsentrasi natrium darah yang rendah), yang dapat menyebabkan kelemahan, kebingungan, dan bahkan koma.
  • Sumber mineral: Garam dapur, makanan olahan, dan makanan laut.
Kekurangan Natrium dapat menyebabkan kebingungan.
(Sumber: foto canva.com)
Kekurangan Vanadium (V):
  • Penyakit: Belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa penelitian menunjukkan kaitannya dengan gangguan metabolisme glukosa.
  • Sumber mineral: Sayuran hijau, biji-bijian, daging, ikan, dan makanan laut.

Kekurangan mineral-mineral ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan yang serius jika tidak diatasi melalui konsumsi makanan yang kaya akan mineral tersebut atau suplementasi yang sesuai. 



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7230219/

https://westhartfordhealth.com/news/senior-health/dietary-deficiencies/

https://www.reanfoundation.org/most-common-nutrient-deficiencies-in-older-adults/

https://www.healthline.com/health/mineral-deficiency

https://www.intechopen.com/chapters/73735

Monday 25 December 2023

Penyakit dan Makanan, Saling Terkait.

     Pada tingkat biologis, penuaan diakibatkan oleh dampak akumulasi berbagai macam kerusakan molekuler dan seluler seiring berjalannya waktu. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas fisik dan mental secara bertahap, peningkatan risiko penyakit dan akhirnya kematian.

Orang-orang di seluruh dunia hidup lebih lama. Saat ini kebanyakan orang dapat berharap untuk hidup pada usia enam puluhan atau lebih. Setiap negara di dunia mengalami pertumbuhan baik dalam jumlah maupun proporsi penduduk lanjut usia.

Pola makan padat nutrisi sangat penting bagi lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Mempertahankan pola makan padat nutrisi sangat penting bagi lansia karena dampak asupan makanan terhadap kesehatan . Penelitian bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa kualitas pola makan mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi fisik, kondisi kognitif, kesehatan tulang, kesehatan mata, fungsi pembuluh darah, dan sistem kekebalan tubuh. 

Namun, hal ini mungkin sulit dicapai karena beberapa alasan:

Hilangnya Nafsu Makan:

Penuaan sering kali disertai dengan hilangnya nafsu makan serta perubahan rasa dan bau, yang semuanya dapat menyebabkan pilihan makanan menjadi lebih terbatas dan rendahnya asupan makanan sehat.

Penurunan Kesehatan Mulut:

Penuaan juga sering kali disertai dengan penurunan kesehatan mulut secara umum dan berkurangnya kemampuan menelan, yang dapat memengaruhi pilihan dan asupan makanan.

Kendala Mobilitas:

Banyak lansia mengalami kendala mobilitas, sehingga sulit untuk berbelanja makanan, mengangkat toples yang berat, membuka wadah, dan lain-lain.

Masalah Finansial:

Pendapatan rendah lazim terjadi pada populasi lanjut usia, sehingga menyulitkan banyak lansia untuk mengakses makanan berkualitas tinggi (yaitu, karena makanan tersebut cenderung lebih mahal).

Sulit mengakses makanan berkualitas karena pendapatan rendah.
(Sumber: foto canva.com)

       Penyakit dan makanan saling terkait karena makanan yang kita konsumsi dapat memengaruhi kesehatan tubuh secara langsung. Gaya hidup dan pola makan yang sehat dapat mendukung sistem kekebalan tubuh, menjaga berat badan yang sehat, dan memberikan nutrisi yang diperlukan untuk menjaga berbagai fungsi tubuh. Sebaliknya, pola makan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko penyakit.      

Lansia (usia lanjut) rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka melemah seiring bertambahnya usia. 

Beberapa penyakit umum pada lansia dan makanan yang sebaiknya dihindari atau dikonsumsi dengan hati-hati:

Penyakit Jantung Koroner (PJK):

  • Hindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol.
  • Batasi konsumsi garam.

Hipertensi (tekanan darah tinggi):

  • Batasi asupan garam.
  • Kurangi konsumsi makanan olahan dan kemasan.

Artritis:

Kurangi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan peradangan, seperti makanan tinggi lemak jenuh.

Osteoporosis:

Perbanyak asupan kalsium dari sumber makanan seperti susu rendah lemak dan produk susu.

Diabetes:

  • Batasi konsumsi gula dan karbohidrat sederhana.
  • Pilih makanan dengan indeks glikemik rendah.

Obesitas:

  • Hindari makanan tinggi lemak dan gula.
  • Pertahankan pola makan seimbang. 
Hindari makanan tinggi lemak untuk mengurangi obesitas.
(Sumber: foto canva.com)

Demensia:

  • Konsumsi makanan tinggi omega-3 seperti ikan.
  • Batasi asupan lemak trans.

Kanker:

  • Konsumsi makanan tinggi serat seperti buah-buahan dan sayuran.
  • Hindari makanan olahan dan tinggi lemak.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):

  • Hindari paparan asap rokok dan lingkungan berpolusi.
  • Pilih makanan yang kaya antioksidan.

Glaukoma:

  • Konsumsi makanan kaya vitamin A, C, dan E.
  • Batasi konsumsi kafein.

Asam Urat:

  • Batasi konsumsi daging merah dan makanan tinggi purin.
  • Tingkatkan konsumsi air.

Gangguan Kolesterol:

  • Batasi konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan trans.
  • Pilih makanan tinggi serat.

Olahraga dan Cedera Otot/Tulang:

  • Perbanyak asupan protein untuk memperkuat otot.
  • Konsumsi makanan kaya kalsium untuk menjaga kepadatan tulang.

Gangguan Tidur:

Batasi konsumsi kafein dan alkohol, terutama sebelum tidur.

Gangguan Pencernaan:

  • Konsumsi makanan tinggi serat.
  • Hindari makanan pedas dan berlemak.

Gagal Ginjal:

  • Batasi asupan garam dan protein.
  • Konsumsi cukup air.

Anemia:

Konsumsi makanan tinggi zat besi, seperti daging merah dan sayuran hijau.

Gangguan Mental (Depresi dan Kecemasan):

  • Pilih makanan tinggi omega-3 dan vitamin B.
  • Batasi konsumsi kafein dan alkohol.

Gangguan Penglihatan (Makula Degenerasi):

Konsumsi makanan kaya lutein dan zeaxanthin, seperti sayuran berdaun hijau.

Gangguan Pendengaran:

  • Hindari paparan suara berlebihan.
  • Pilih makanan kaya magnesium.

Osteoarthritis:

  • Pertahankan berat badan yang sehat.
  • Konsumsi makanan tinggi anti inflamasi.

Ketidakseimbangan Elektrolit:

  • Konsumsi makanan yang kaya magnesium, kalium, dan natrium dalam jumlah seimbang.

Penyakit Autoimun:

  • Batasi konsumsi makanan yang dapat memicu peradangan.
  • Pilih makanan yang mendukung kesehatan usus.

Gangguan Gula Darah:

  • Pilih karbohidrat kompleks.
  • Batasi konsumsi gula.

Hipotiroidisme:

  • Konsumsi makanan tinggi yodium dan selenium.
  • Hindari konsumsi goitrogen berlebihan.

Hipertiroidisme:

  • Batasi konsumsi yodium.
  • Pilih makanan yang dapat menenangkan sistem saraf.

Infeksi Saluran Kemih (ISK):

  • Tingkatkan asupan cairan.
  • Hindari iritasi dengan menghindari makanan pedas.

Gangguan Gigi dan Mulut:

  • Pilih makanan rendah gula.
  • Konsumsi makanan yang memperkuat gigi dan tulang rahang.

Gangguan Peredaran Darah:

  • Batasi konsumsi garam dan lemak jenuh.
  • Pilih makanan tinggi serat.

Gangguan Kulit (Misalnya: Psoriasis):

  • Konsumsi makanan antiinflamasi.
  • Hindari makanan yang dapat memicu reaksi alergi.

Setiap individu memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk rekomendasi yang sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan spesifik lansia.



Sumber:

https://agingcenter.duke.edu/CLHLS

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK51837 

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health

https://www.nchpad.org/630/2596/Nutrition~for~Healthy~Aging


Friday 8 December 2023

Proses Penuaan yang Terlihat, Tak Terlihat dan Tersembunyi.

        Penuaan adalah proses alami. Setiap orang harus menjalani fase kehidupan ini pada waktu dan kecepatannya masing-masing. Usia paruh baya adalah masa ketika orang menyadari perubahan terkait usia seperti rambut beruban, kulit keriput, dan penurunan fisik yang cukup parah. Bahkan orang yang paling sehat dan bugar secara estetika pun tidak bisa lepas dari perubahan ini.

Penuaan adalah realitas biologis sejak pembuahan sampai kematian.
(Sumber:foto LPC- Lansia)

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penuaan adalah suatu rangkaian realitas biologis yang dimulai sejak pembuahan dan berakhir dengan kematian. Proses penuaan pada lansia melibatkan sejumlah perubahan fisik, mental, dan sosial. Setiap individu dapat mengalami proses penuaan dengan cara yang berbeda-beda, tetapi ada beberapa perubahan umum yang sering terjadi pada lansia. 

Beberapa hal yang terlihat pada lansia dalam proses penuaan:

Perubahan Kulit:

  • Kulit menjadi lebih tipis, kering, dan kehilangan elastisitasnya.
  • Timbul kerutan, garis halus, dan perubahan warna kulit.
  • Kemungkinan peningkatan bintik-bintik pigmentasi, bintik-bintik matahari, atau kemerahan.

Perubahan Rambut:

  • Rambut menjadi lebih tipis dan kehilangan pigmen, menyebabkan uban atau rambut berwarna putih.
  • Pada beberapa orang, rambut juga dapat menjadi lebih kering dan mudah patah.

Perubahan rambut dan kulit pada lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Perubahan Penglihatan:

  • Menurunnya ketajaman penglihatan dan adaptasi yang lebih lambat terhadap perubahan cahaya.
  • Peningkatan risiko penyakit mata terkait usia, seperti katarak atau degenerasi makula.

Penurunan Pendengaran:

  • Menurunnya kemampuan pendengaran, terutama dalam rentang frekuensi tinggi.
  • Kesulitan dalam memahami percakapan di lingkungan yang bising.

Penurunan Kekuatan Otot dan Fleksibilitas:

  • Penurunan massa otot dan kekuatan otot, yang dapat menyebabkan penurunan fleksibilitas dan keseimbangan.
  • Risiko peningkatan jatuh dan cedera.

Penurunan Kepadatan Tulang:

  • Menurunnya kepadatan tulang, meningkatkan risiko patah tulang, terutama pada wanita setelah menopause.
  • Kemungkinan pengembangan osteoporosis.

Penurunan Kemampuan Kognitif:

  • Menurunnya kemampuan kognitif dan perubahan dalam fungsi otak, seperti penurunan kecepatan pemrosesan informasi.
  • Risiko peningkatan gangguan kognitif atau demensia pada beberapa individu.

Penurunan kecepatan pemrosesan informasi pada lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Perubahan Sistem Kardiovaskular:

  • Penurunan elastisitas pembuluh darah, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah.
  • Kemungkinan peningkatan risiko penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah.

Perubahan Hormonal:

  • Menurunnya produksi hormon seks seperti estrogen dan testosteron.
  • Pada wanita, menopause terjadi, sedangkan pada pria, penurunan kadar testosteron (andropause).

Perubahan Sosial dan Emosional:

  • Kehilangan teman atau anggota keluarga.
  • Penyesuaian terhadap perubahan peran sosial, seperti pensiun.
  • Meningkatnya risiko isolasi sosial atau kehilangan dukungan sosial.

       Selain perubahan yang dapat terlihat secara fisik atau teramati secara langsung, ada juga perubahan yang terjadi pada proses penuaan lansia yang tidak selalu tampak secara kasat mata. Perubahan ini melibatkan organ dan sistem internal. 

Beberapa perubahan yang tidak selalu terlihat pada proses penuaan lansia:

Perubahan pada Sistem Imun:

  • Menurunnya respons sistem kekebalan tubuh dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi dan penyakit kronis.
  • Kemungkinan peningkatan reaktivitas autoimun, yang dapat menyebabkan kondisi seperti arthritis reumatoid.

Lansia memiliki risiko terhadap infeksi dan penyakit kronis.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Perubahan pada Sistem Endokrin:

  • Penurunan produksi hormon oleh kelenjar endokrin, seperti hormon pertumbuhan, insulin, dan hormon seks (estrogen pada wanita dan testosteron pada pria).
  • Ketidakseimbangan hormon dapat berkontribusi pada risiko penyakit kronis dan gejala terkait usia.

Perubahan pada Sistem Kardiovaskular:

  • Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan kekakuan arteri.
  • Kemungkinan perubahan dalam ritme jantung dan fungsi katup jantung.

Perubahan pada Sistem Respirasi:

  • Menurunnya elastisitas paru-paru dan kemampuan mereka untuk mentransfer oksigen ke dalam darah.
  • Penurunan kemampuan fisik untuk menangani aktivitas aerobik.

Perubahan pada Sistem Pencernaan:

  • Penurunan fungsi usus dan peningkatan risiko konstipasi.
  • Menurunnya produksi enzim pencernaan dan penyerapan nutrisi yang kurang efisien.

Perubahan pada Sistem Saraf:

  • Penurunan jumlah dan fungsi sel saraf, serta perubahan dalam transmisi sinyal saraf.
  • Kemungkinan penurunan daya ingat, kecepatan pemrosesan informasi, dan koordinasi motorik.

Perubahan pada Sistem Hormon Reproduksi:

  • Menopause pada wanita, yang melibatkan penurunan produksi estrogen dan progesteron.
  • Andropause pada pria, yang melibatkan penurunan kadar testosteron.

Perubahan pada Tulang dan Jaringan Ikat:

  • Penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko patah tulang.
  • Menurunnya elastisitas dan fleksibilitas jaringan ikat.

Perubahan pada Sistem Genetik dan Seluler:

  • Akumulasi kerusakan DNA dan penurunan fungsi seluler.
  • Risiko peningkatan perkembangan sel-sel yang bermutasi, yang dapat berkontribusi pada perkembangan kanker.

Perubahan pada Fungsi Metabolik:

  • Penurunan tingkat metabolisme basal, yang dapat berkontribusi pada peningkatan berat badan.
  • Ketidakseimbangan metabolisme glukosa, yang dapat meningkatkan risiko diabetes.

       Proses penuaan dapat membawa perubahan pada fungsi kognitif dan kesehatan mental lansia. Beberapa dari perubahan ini adalah bagian normal dari penuaan, tetapi perubahan kognitif yang signifikan juga dapat menjadi gejala penyakit yang lebih serius, seperti demensia. 

Beberapa perubahan mental yang dapat terjadi pada lansia selama proses penuaan:

Penurunan Kemampuan Kognitif:

  • Proses penuaan sering kali disertai dengan penurunan beberapa aspek kemampuan kognitif, seperti daya ingat, kecepatan pemrosesan informasi, dan keterampilan pemecahan masalah.
  • Lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengingat nama, kata, atau fakta tertentu.

Pengaruh pada Fungsi Eksekutif:

  • Fungsi eksekutif, yang melibatkan kemampuan untuk merencanakan, mengatur, dan mengendalikan perilaku, dapat mengalami penurunan.
  • Kemampuan untuk memprioritaskan tugas, membuat keputusan, dan menyelesaikan tugas kompleks bisa terpengaruh.

Perubahan dalam Perhatian dan Konsentrasi:

  • Lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian dan konsentrasi pada tugas-tugas tertentu.
  • Mudah teralihkan oleh stimulus eksternal atau memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap aktivitas yang memerlukan fokus tinggi.

Risiko Penurunan Mental yang Signifikan:

  • Risiko mengalami gangguan mental, seperti depresi atau kecemasan, dapat meningkat seiring dengan penuaan.
  • Pemahaman dan dukungan sosial yang tepat dapat membantu mengurangi risiko gangguan mental pada lansia.

Gangguan Kognitif Ringan (MCI):

  • Lansia mungkin mengalami gangguan kognitif ringan, yang melibatkan penurunan fungsi kognitif yang lebih dari yang diharapkan untuk usia, tetapi tidak cukup parah untuk dianggap sebagai demensia.
  • MCI dapat meningkatkan risiko perkembangan demensia di kemudian hari.

Gangguan kognitif ringan terjadi pada lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Risiko Demensia:

  • Proses penuaan merupakan faktor risiko utama untuk pengembangan demensia, seperti Alzheimer atau penyakit vaskular.
  • Gejala demensia dapat melibatkan kehilangan memori, kebingungan, kesulitan berbicara, dan perubahan perilaku.

Penurunan Resiliensi terhadap Stres:

  • Lansia mungkin menjadi lebih rentan terhadap stres dan memiliki kesulitan dalam mengatasi perubahan hidup atau kejadian traumatis.

Perubahan Mood:

  • Perubahan mood, seperti peningkatan kecenderungan merasa kesepian, terisolasi, atau kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, dapat terjadi.
  • Depresi pada lansia mungkin tidak selalu tampak secara langsung tetapi dapat memengaruhi kualitas hidup secara signifikan.

💬 Perubahan kognitif dan mental adalah bagian normal dari proses penuaan, tidak semua lansia mengalami perubahan tersebut secara signifikan. Faktor-faktor seperti genetika, gaya hidup sehat, dan aktivitas mental dan sosial dapat memainkan peran penting dalam memengaruhi kesehatan mental lansia. 

       Semangat lansia dapat mengalami perubahan selama proses penuaan, dan beberapa faktor dapat berkontribusi pada penurunan semangat. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua lansia mengalami penurunan semangat, dan banyak orang tetap memiliki semangat dan keberanian untuk menjalani kehidupan penuaan mereka dengan positif. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi semangat lansia meliputi:

Kesehatan Fisik:

  • Penyakit kronis atau kondisi kesehatan yang memburuk dapat mempengaruhi semangat dan energi lansia.
  • Kesehatan fisik yang buruk, nyeri kronis, atau keterbatasan mobilitas dapat menurunkan semangat untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

Isolasi Sosial:

  • Kehilangan teman atau anggota keluarga, pensiun, atau perubahan kondisi hidup dapat menyebabkan isolasi sosial.
  • Rasa kesepian atau kurangnya dukungan sosial dapat berdampak negatif pada semangat dan kebahagiaan.

Perubahan Fungsi Kognitif:

  • Penurunan fungsi kognitif atau munculnya masalah memori dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan semangat lansia.
  • Kesulitan dalam menangani tugas sehari-hari atau perasaan kebingungan dapat menurunkan semangat.

Penuaan dan Perasaan Kehilangan:

  • Proses penuaan seringkali melibatkan perubahan dalam peran sosial, fisik, dan emosional.
  • Kesulitan dalam menerima perubahan ini atau kehilangan orang yang dicintai dapat mempengaruhi semangat.

Keterbatasan Keuangan:

  • Keterbatasan keuangan atau ketidakpastian finansial dapat menjadi sumber stres yang signifikan, mempengaruhi semangat dan kebahagiaan.

Keterbatasan Mobilitas:

  • Keterbatasan mobilitas atau kesulitan dalam bergerak secara bebas dapat membatasi partisipasi dalam kegiatan sosial atau rekreasi, memengaruhi semangat.

Depresi atau Kecemasan:

  • Masalah kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan, dapat memainkan peran dalam menurunkan semangat dan energi.
  • Penting untuk diingat bahwa kondisi ini dapat diobati dan mendapatkan dukungan profesional.

Kurangnya Aktivitas atau Tujuan:

  • Kehilangan tujuan atau kegiatan yang memberikan makna dapat berkontribusi pada penurunan semangat.
  • Merencanakan dan terlibat dalam kegiatan yang memotivasi dapat membantu mempertahankan semangat positif.

Persepsi terhadap Penuaan:

  • Cara seseorang memandang proses penuaan dan sikap terhadap perubahan yang terjadi dapat memengaruhi semangat.
  • Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan ini dapat membantu menjaga semangat yang positif.

       Melibatkan diri dalam kegiatan yang memberikan kebahagiaan, menjaga kesehatan fisik dan mental, serta membangun dan memelihara hubungan sosial dapat membantu mempertahankan atau meningkatkan semangat pada masa penuaan. Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan juga dapat berperan penting dalam menjaga kesejahteraan dan semangat lansia.



Sumber:

https://www.msdmanuals.com/home/older-people%E2%80%99s-health-issues/the-aging-body/overview-of-aging

https://en.wikipedia.org/wiki/Gerontology

https://en.wikipedia.org/wiki/Geriatric_care_management

https://www.geron.org/About-GSA

https://www.intechopen.com/chapters/60564