Saturday 5 October 2024

Ketika Realitas Terkaburkan: Penyakit yang Membuat Senior Melihat Dunia yang Tak Ada!

        Secara ilmiah, halusinasi adalah persepsi sensorik yang terjadi tanpa adanya rangsangan eksternal yang sebenarnya. Dalam kata lain, seseorang yang mengalami halusinasi akan merasakan, mendengar, melihat, atau mencium sesuatu yang tampak nyata bagi mereka, padahal sebenarnya tidak ada.

Beberapa penyakit menimbulkan halusinasi pada senior.
(Sumber: foto Ariew)
Halusinasi dapat melibatkan berbagai indra, termasuk:
  1. Halusinasi visual: Melihat sesuatu yang tidak ada, seperti bayangan, objek, atau orang.
  2. Halusinasi auditori: Mendengar suara, seperti bisikan, musik, atau percakapan, tanpa adanya sumber suara eksternal.
  3. Halusinasi olfaktori: Mencium bau yang tidak ada sumbernya.
  4. Halusinasi gustatori: Merasakan rasa di lidah tanpa adanya makanan atau minuman.
  5. Halusinasi taktil: Merasakan sensasi fisik seperti sentuhan, gigitan, atau rangsangan lain pada tubuh, tanpa adanya penyebab fisik.

Halusinasi sering kali terkait dengan gangguan mental seperti skizofrenia, gangguan bipolar, atau delirium, tetapi juga bisa disebabkan oleh kondisi lain seperti penggunaan zat psikoaktif, gangguan neurologis, atau kurang tidur ekstrem. Hal ini terjadi karena gangguan pada otak, khususnya area yang bertanggung jawab untuk pemrosesan persepsi sensorik.

        Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan halusinasi pada lansia (senior) meliputi:
  1. Demensia:

    • Kondisi seperti Alzheimer atau Demensia Lewy Body sering menyebabkan halusinasi, terutama halusinasi visual. Pada demensia Lewy body, halusinasi visual yang kompleks, seperti melihat orang atau binatang, sering terjadi.
  2. Parkinson:

    • Penyakit Parkinson dapat menyebabkan halusinasi, terutama karena perubahan di otak dan efek samping pengobatan. Halusinasi visual adalah yang paling umum pada kondisi ini.
  3. Delirium:

    • Delirium adalah kondisi kebingungan mendadak yang bisa menyebabkan halusinasi. Ini sering terjadi pada lansia yang dirawat di rumah sakit atau mengalami infeksi, dehidrasi, atau masalah metabolisme.
  4. Gangguan Penglihatan atau Pendengaran:

    • Ketika indra seperti penglihatan atau pendengaran memburuk pada lansia, otak kadang-kadang "mengisi kekosongan" dengan halusinasi, terutama pada kondisi yang dikenal sebagai sindrom Charles Bonnet, di mana individu yang mengalami kehilangan penglihatan memiliki halusinasi visual.
  5. Depresi dengan Psikosis:

    • Pada lansia, depresi berat kadang-kadang dapat berkembang menjadi depresi dengan gejala psikosis, termasuk halusinasi atau delusi. Kondisi ini disebut depresi psikotik.
  6. Infeksi atau Ketidakseimbangan Metabolik:

    • Infeksi seperti infeksi saluran kemih (ISK) atau pneumonia dapat menyebabkan halusinasi pada lansia, terutama jika mereka mengalami delirium. Gangguan keseimbangan elektrolit, seperti hiponatremia (kadar natrium rendah), juga dapat memicu halusinasi.
  7. Penggunaan Obat-obatan:

    • Beberapa obat yang sering digunakan oleh lansia, seperti obat penenang, opioid, atau obat tidur, dapat menyebabkan halusinasi sebagai efek samping. Selain itu, interaksi obat atau overdosis obat juga bisa memicu halusinasi.

Lansia lebih rentan terhadap halusinasi karena penurunan fungsi otak yang terjadi seiring bertambahnya usia dan peningkatan risiko gangguan kesehatan yang mempengaruhi sistem saraf. Jika halusinasi terjadi, penting untuk mencari penyebab yang mendasarinya untuk penanganan yang tepat.

           Gangguan ginjal dapat menyebabkan halusinasi karena ginjal yang tidak berfungsi dengan baik dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh, termasuk otak.

Beberapa alasan mengapa gangguan ginjal dapat menimbulkan halusinasi:
  1. Penumpukan Racun dalam Darah (Uremia):
    Ginjal berfungsi untuk membuang limbah dan racun dari darah. Jika ginjal mengalami kerusakan atau gagal berfungsi (gagal ginjal), zat-zat beracun, seperti urea, kreatinin, dan produk metabolisme lainnya, akan menumpuk dalam darah, suatu kondisi yang disebut uremia.
    Ketika racun ini mencapai tingkat yang tinggi dalam tubuh, mereka dapat mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat, menyebabkan ensefalopati uremik. Gejala ensefalopati uremik termasuk kebingungan, delirium, dan halusinasi, baik secara visual maupun auditori.

  2. Ketidakseimbangan Elektrolit:
    Ginjal berperan penting dalam menjaga keseimbangan elektrolit dalam tubuh, seperti natrium, kalium, kalsium, dan fosfat. Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, kadar elektrolit ini bisa menjadi tidak seimbang, yang dapat mempengaruhi fungsi otak.
    Misalnya, hiponatremia (kadar natrium rendah dalam darah) atau hiperkalemia (kadar kalium tinggi) dapat menyebabkan gangguan neurologis, termasuk kebingungan, delirium, dan halusinasi.

  3. Asidosis Metabolik:
    Ginjal juga membantu mengatur keseimbangan asam-basa tubuh. Pada gagal ginjal, kemampuan ginjal untuk membuang kelebihan asam berkurang, yang menyebabkan asidosis metabolik (peningkatan kadar asam dalam darah). Kondisi ini dapat memengaruhi fungsi otak dan menyebabkan gejala seperti kelelahan, kebingungan, dan halusinasi.

  4. Tekanan Darah Tinggi:
    Penyakit ginjal sering dikaitkan dengan hipertensi (tekanan darah tinggi). Jika hipertensi tidak terkontrol, hal ini dapat merusak pembuluh darah di otak, yang menyebabkan stroke kecil atau gangguan aliran darah di otak. Kondisi ini dapat memicu gejala neurologis seperti halusinasi.

  5. Penggunaan Obat-obatan untuk Gagal Ginjal:
    Orang dengan gangguan ginjal sering kali mengonsumsi berbagai obat untuk mengendalikan gejala atau komplikasi penyakit mereka. Beberapa obat ini, terutama dalam dosis tinggi atau karena akumulasi obat yang tidak dikeluarkan oleh ginjal, dapat memiliki efek samping berupa halusinasi atau kebingungan.
    Obat penghilang rasa sakit, diuretik, atau bahkan obat penenang yang digunakan oleh pasien gagal ginjal dapat menyebabkan efek samping pada otak, terutama jika metabolisme obat terhambat oleh gangguan fungsi ginjal.

  6. Anemia:
    Ginjal berfungsi untuk menghasilkan hormon eritropoietin, yang merangsang produksi sel darah merah. Pada penyakit ginjal, produksi hormon ini menurun, menyebabkan anemia (kekurangan sel darah merah). Kurangnya oksigen yang dibawa oleh darah ke otak akibat anemia berat dapat menyebabkan kebingungan, pusing, dan, dalam beberapa kasus, halusinasi.

  7. Gangguan Tidur dan Stres Mental:
    Gagal ginjal sering menyebabkan masalah tidur, termasuk insomnia atau sindrom kaki gelisah, yang dapat menyebabkan gangguan mental seperti kecemasan, depresi, atau kebingungan. Kurang tidur yang parah dapat menyebabkan halusinasi karena otak menjadi kurang mampu membedakan antara realitas dan imajinasi.

Secara keseluruhan, halusinasi pada pasien dengan gangguan ginjal terjadi karena kombinasi dari efek langsung penumpukan racun, ketidakseimbangan kimia tubuh, serta komplikasi lain yang memengaruhi fungsi otak dan sistem saraf pusat. Penanganan yang tepat terhadap kondisi ginjal dan pemantauan keseimbangan tubuh sangat penting untuk mencegah atau mengurangi halusinasi.

       Selain gangguan ginjal, ada beberapa penyakit fisik lain yang bisa menyebabkan halusinasi. 

Beberapa di antaranya:

1. Gangguan Hati (Ensefalopati Hepatik)

Ketika hati tidak berfungsi dengan baik (misalnya, pada gagal hati atau sirosis hati), racun seperti amonia tidak bisa dikeluarkan dengan baik dari tubuh dan menumpuk di darah, lalu mencapai otak. Kondisi ini dikenal sebagai ensefalopati hepatik, yang dapat menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, perubahan kepribadian, delirium, dan halusinasi.

2. Infeksi Otak (Ensefalitis atau Meningitis)

Infeksi yang menyerang otak seperti ensefalitis atau meningitis dapat menyebabkan peradangan pada jaringan otak, yang mempengaruhi fungsi saraf. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan, kejang, demam, dan halusinasi. Infeksi virus, bakteri, atau jamur dapat menjadi penyebab utama kondisi ini.

3. Gangguan Pernapasan (Hipoksia)

Ketika tubuh atau otak kekurangan oksigen (hipoksia), akibat gangguan pernapasan seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma berat, atau hipoventilasi, otak tidak mendapatkan cukup oksigen untuk berfungsi dengan baik. Hipoksia berat dapat menyebabkan kebingungan, delirium, dan halusinasi, terutama halusinasi visual.

4. Tumor Otak

Tumor yang tumbuh di otak, terutama di area yang berhubungan dengan persepsi sensorik (misalnya, lobus temporal atau lobus parietal), dapat menekan jaringan otak dan menyebabkan halusinasi. Tumor ini dapat memengaruhi area otak yang mengontrol penglihatan, pendengaran, atau indra lain, menyebabkan halusinasi visual, auditori, atau taktil.

5. Epilepsi

Pada kasus epilepsi, terutama epilepsi lobus temporal, kejang bisa memicu halusinasi. Sebelum atau selama kejang, beberapa pasien mungkin mengalami halusinasi visual atau auditori, seperti mendengar suara yang tidak ada atau melihat pola cahaya yang tidak nyata.

6. Migrain dengan Aura

Pada migrain yang disertai dengan aura, penderita bisa mengalami halusinasi visual, seperti melihat kilatan cahaya, pola berwarna, atau bayangan yang tidak ada. Hal ini disebabkan oleh perubahan sementara dalam aktivitas listrik di otak sebelum serangan migrain terjadi.

7. Penyakit Parkinson

Penyakit Parkinson sering kali menyebabkan halusinasi, terutama pada tahap lanjut. Halusinasi ini biasanya bersifat visual dan dapat disebabkan oleh kombinasi dari perubahan kimia di otak, khususnya terkait dopamin, serta efek samping obat yang digunakan untuk mengelola gejala Parkinson.

8. Stroke

Stroke yang memengaruhi area otak tertentu, terutama yang berhubungan dengan persepsi sensorik, dapat menyebabkan halusinasi. Jika aliran darah ke otak terganggu, jaringan otak bisa mengalami kerusakan, dan ini dapat mempengaruhi fungsi persepsi, menyebabkan halusinasi auditori atau visual.

9. Hipoglikemia (Gula Darah Rendah)

Pada pasien dengan diabetes, hipoglikemia (kadar gula darah yang sangat rendah) dapat menyebabkan berbagai gejala neurologis, termasuk kebingungan, disorientasi, dan dalam kasus yang parah, halusinasi. Otak sangat bergantung pada glukosa untuk energi, jadi ketika kadar gula turun drastis, fungsi otak bisa terganggu.

10. Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Lupus, penyakit autoimun yang dapat menyerang berbagai organ, termasuk otak, dapat menyebabkan kondisi yang disebut lupus cerebritis atau lupus neuropsikiatrik. Hal ini dapat memengaruhi fungsi saraf pusat, yang menyebabkan gejala seperti kejang, kebingungan, delirium, atau halusinasi.

11. Penyakit Huntington

Penyakit neurodegeneratif ini menyebabkan kerusakan bertahap pada otak, yang mempengaruhi gerakan, emosi, dan fungsi kognitif. Pada tahap lanjut, pasien sering mengalami halusinasi, delusi, dan perubahan perilaku karena kerusakan di area otak tertentu.

12. Kekurangan Vitamin B12

Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan kerusakan pada sistem saraf, termasuk otak. Dalam kasus yang parah, ini dapat menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, masalah memori, depresi, dan halusinasi.

Secara umum, penyakit fisik yang menimbulkan halusinasi sering kali mempengaruhi otak secara langsung atau melalui gangguan metabolisme, infeksi, kekurangan oksigen, atau penumpukan racun. Penting untuk segera mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat jika halusinasi terjadi, terutama jika berhubungan dengan kondisi medis yang mendasarinya.



Sumber:

https://www.alzheimers.org.uk/about-dementia/symptoms-and-diagnosis/hallucinations 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC437154/

https://www.nautilusshc.com/blog/hallucinations-in-the-elderly

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7707075/

https://www.delcorazonhospice.com/article/what-causes-hallucinations-in-seniors/

https://my.clevelandclinic.org/health/symptoms/23350-hallucinations

No comments:

Post a Comment