Wednesday, 23 August 2023

Perasaan Kehilangan Akibat Kematian, Berdampak Krisis Emosional

       Kehilangan orang yang dicintai adalah peristiwa yang paling menegangkan dalam hidup dan dapat menyebabkan krisis emosional yang besar. Setelah kematian seseorang yang dicintai, Ada perasaan  kehilangan yang luar biasa.

Berdukacita adalah ekspresi lahiriah dari kehilangan. Kesedihan cenderung diungkapkan secara fisik, emosional, dan psikologis. Misalnya, menangis adalah ekspresi fisik, sedangkan depresi adalah ekspresi psikologis. Sangat penting untuk membiarkan diri mengekspresikan perasaan ini. Sering kali, kematian adalah subjek yang dihindari, diabaikan atau ditolak. Pada awalnya mungkin terlihat membantu untuk memisahkan diri dari rasa sakit, tetapi Anda tidak dapat menghindari kesedihan selamanya. Suatu hari perasaan itu perlu diselesaikan atau dapat menyebabkan penyakit fisik atau emosional.

Berdukacita ekspresi lahiriah dari kehilangan
(Sumber: paguyuban pensiun 209)

Orang lanjut usia mungkin sangat rentan ketika mereka kehilangan pasangan karena itu berarti kehilangan pengalaman bersama seumur hidup. Perasaan kehilangan dapat diperparah dengan kematian teman dekat.

⛳Pemahaman kesedihan setelah kehilangan: 

  1. Kesedihan bukanlah suatu keadaan, melainkan suatu proses. 
  2. Proses berduka biasanya berlangsung secara tiba-tiba, dengan perhatian beralih ke dan dari realitas kematian yang menyakitkan. 
  3. Spektrum gangguan kesedihan emosional, kognitif, sosial, dan perilaku sangat luas, mulai dari perubahan yang hampir tidak terlihat hingga penderitaan dan disfungsi yang mendalam.
  4. Bagi kebanyakan orang kesedihan tidak pernah selesai sepenuhnya. 
  5. Kesedihan bukan hanya tentang perpisahan dari orang yang meninggal, tetapi tentang menemukan cara baru dan bermakna untuk melanjutkan hubungan dengan almarhum.
Lansia berdukacita ekspresi lahiriah dari kehilangan
(Sumber: foto canva.com)

Dalam bidang medis dan psikologis, istilah-istilah yang sering digunakan untuk mengacu pada kehilangan dan dukacita adalah sebagai berikut:

👉 Bereavement: 

Mengacu pada situasi di mana seseorang mengalami kehilangan seseorang yang dicintai, seperti pasangan, sahabat, atau anggota keluarga, yang biasanya disebabkan oleh kematian.

👉 Grief: 

Merujuk pada reaksi emosional, mental, dan fisik yang timbul sebagai akibat dari bereavement. Ini melibatkan berbagai perasaan seperti kesedihan, kehilangan minat, kebingungan, amarah, dan mungkin juga perubahan fisik dan kesehatan.

Pada lansia, proses bereavement dan grief bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus, seperti dukungan sosial yang lebih terbatas, riwayat kehidupan yang lebih panjang, dan tantangan kesehatan yang mungkin ada. Dukungan dan pengertian dari keluarga, teman, serta dukungan kesehatan mental menjadi sangat penting dalam membantu lansia mengatasi bereavement dan grief dengan cara yang sehat.

Beberapa hal yang perlu dipahami tentang bereavement dan grief pada lansia: 

🎌 Dukungan Sosial Penting: 

Lansia sering memiliki jaringan sosial yang lebih kecil dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Oleh karena itu, dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas sangat penting dalam membantu mereka menghadapi kehilangan. Kehadiran dan perhatian dari orang-orang terdekat dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan isolasi.

🎌 Respons yang Beragam: 

Respon terhadap kehilangan dapat bervariasi di antara individu lansia. Beberapa orang mungkin mengalami kesedihan yang mendalam dan kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, sementara yang lain dapat menunjukkan ketahanan yang lebih besar. Faktor-faktor seperti kesehatan fisik dan mental sebelumnya, dukungan sosial, dan jenis hubungan dengan orang yang meninggal dapat mempengaruhi bagaimana lansia merasakan grief.

🎌 Dampak Fisik dan Kesehatan:

Grief pada lansia dapat memiliki dampak fisik yang nyata, termasuk penurunan energi, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, dan masalah kesehatan lainnya. Proses ini juga bisa memicu atau memperburuk kondisi medis yang sudah ada sebelumnya.

Grief pada lansia dapat menjadi gangguan tidur
(Sumber: foto canva.com)

🎌 Kemungkinan Depresi dan Kecemasan: 

Grief yang berkepanjangan atau parah pada lansia dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi dan kecemasan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengamati perubahan perilaku atau suasana hati yang ekstrem dan mendapatkan bantuan profesional jika diperlukan.

🎌 Pentingnya Mendukung Proses Trauma: 

Lansia mungkin telah mengalami banyak peristiwa dan kehilangan dalam hidup mereka. Kehilangan yang terjadi pada tahap lanjut kehidupan mereka bisa memicu ingatan dan emosi terhadap kehilangan sebelumnya. Dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi tantangan ekstra dalam menghadapi grief.

🎌 Upaya Penanganan yang Sehat: 

Lansia perlu diarahkan untuk menghadapi grief secara sehat. Ini mungkin melibatkan berbicara dengan ahli terapi atau konselor yang berpengalaman dalam membantu orang tua. Terkadang, kelompok dukungan juga dapat memberikan ruang bagi lansia untuk berbagi pengalaman dan emosi mereka dengan orang lain yang mengalami hal serupa.

🎌 Proses Penerimaan dan Penyesuaian: 

Seperti pada semua usia, lansia juga akan melewati tahap-tahap grief yang umum, seperti penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya penerimaan. Penting untuk memberi mereka waktu untuk melalui setiap tahap ini dengan dukungan dan pengertian.

       Ingatlah bahwa setiap individu memiliki pengalaman bereavement dan grief yang unik. Ketika membantu lansia mengatasi kehilangan, kepekaan, kesabaran, dan pengertian sangat penting.

Lansia yang mengalami bereavement dan grief dapat menunjukkan berbagai ciri-ciri atau gejala yang mengindikasikan adanya perasaan kehilangan dan proses berduka, antara lain :

😥 Ekspresi Emosional:

  • Kesedihan mendalam dan terus-menerus.
  • Kegelisahan, cemas, dan perasaan tidak aman.
  • Mood yang fluktuatif, seperti merasa senang dan tiba-tiba beralih menjadi sedih.
  • Perasaan kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

😥 Fisik dan Kesehatan:

  • Gangguan tidur, seperti kesulitan tidur atau tidur berlebihan.
  • Gangguan nafsu makan, seperti kehilangan selera makan atau makan berlebihan.
  • Penurunan energi dan kelelahan yang berlebihan.
  • Gejala fisik seperti sakit kepala, nyeri tubuh, dan masalah pencernaan.

😥 Pikiran dan Perilaku:

  • Pikiran mengenai orang yang meninggal secara berlebihan.
  • Pencarian makna atas kehilangan dan kematian.
  • Kesulitan berkonsentrasi dan mengingat hal-hal.
  • Isolasi sosial atau penarikan diri dari aktivitas dan hubungan sosial.

😥 Reaksi Spiritual dan Filosofis:

  • Pertanyaan tentang arti hidup dan kematian.
  • Pencarian dukungan dari keyakinan spiritual atau agama.

😥 Fase Berduka:

Lansia yang mengalami grief akan mengalami berbagai fase berduka seperti penyangkalan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya penerimaan.

Lansia mengalami berbagai fase berduka
(Sumber: foto canva.com)

😥 Kesehatan Mental:

Kemungkinan adanya gejala depresi, kecemasan, atau stres pascatrauma yang lebih berat.

Potensi untuk mengalami komplikasi kesehatan mental yang memerlukan perhatian profesional.

😥 Perubahan Fisik dan Kesehatan yang Ada:

  • Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya dapat memburuk atau memicu oleh grief.
  • Tantangan dalam Penyesuaian:
  • Mungkin ada kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dalam rutinitas sehari-hari akibat kehilangan.

  ðŸ˜¥ Respons terhadap Peristiwa yang Lebih Awal:

Lansia mungkin merasakan keterkaitan emosional dengan kehilangan sebelumnya dalam hidup mereka, yang dapat mempengaruhi cara mereka merespons bereavement dan grief saat ini.

       Ternyata, bereavement (kehilangan) adalah bagian alami dari hidup, dan pada akhirnya, semua orang akan menghadapinya, termasuk lansia. 

Beberapa langkah untuk membantu lansia menghadapi bereavement dan grief dengan lebih baik, serta meringankan dampaknya:

👪 Membangun Jaringan Sosial: 

Membantu lansia membangun dan mempertahankan hubungan sosial yang kuat dengan keluarga, teman, dan komunitas dapat memberikan dukungan yang lebih baik saat mereka menghadapi kehilangan. Jaringan sosial yang kuat dapat memberikan rasa keterhubungan dan mengurangi isolasi.

👪 Promosikan Kesehatan Mental dan Fisik: 

Menggalakkan gaya hidup sehat, termasuk olahraga rutin, nutrisi yang tepat, tidur yang cukup, dan aktivitas yang bermanfaat secara mental, dapat membantu lansia dalam menjaga kesehatan fisik dan mental mereka. Kesehatan yang baik bisa membantu mereka lebih tangguh dalam menghadapi stres dan tantangan, termasuk bereavement.

👪 Ajarkan Strategi Mengatasi Stres: 

Memberikan lansia alat-alat untuk mengatasi stres sehari-hari, seperti teknik pernapasan, meditasi, yoga, atau hobi yang bermanfaat, dapat membantu mereka mengembangkan ketahanan terhadap situasi yang sulit, termasuk bereavement.

👪 Berbicara Terbuka tentang Kematian: 

Membuka dialog terbuka tentang kematian sebagai bagian normal dari hidup dapat membantu lansia memahami dan menghadapi realitas ini. Ini juga bisa membantu mereka merencanakan kehendak terakhir mereka dan membicarakan keinginan mereka terkait perawatan medis dan akhir hidup.

👪 Mengajak untuk Bersosialisasi: 

Mendorong lansia untuk tetap aktif secara sosial dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang mereka nikmati dapat membantu mengalihkan perhatian mereka dari perasaan kesedihan. Hal ini juga membantu mereka menjaga hubungan dan keterlibatan dengan dunia di sekitar mereka.

👪 Menciptakan Kenangan Positif: 

Bantu lansia menciptakan kenangan positif bersama orang-orang yang mereka cintai. Ini bisa meliputi menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan merayakan momen penting bersama.

👪 Dukungan Profesional: 

Jika Anda melihat tanda-tanda lansia mengalami kesulitan dalam mengatasi grief atau memiliki sejarah kesehatan mental yang kompleks, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental. Terapis atau konselor berpengalaman dapat membantu mereka mengatasi emosi yang kompleks.

👪 Rencanakan Dukungan Pascakehilangan: 

Setelah kehilangan terjadi, pastikan ada dukungan yang tersedia untuk lansia. Ini bisa termasuk dukungan keluarga, teman, atau kelompok berduka yang sesuai.

👪 Jaga Komunikasi: 

Pertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur dengan lansia mengenai perasaan mereka terkait kehilangan dan bagaimana mereka menghadapinya. Jangan ragu untuk bertanya bagaimana Anda dapat membantu.

👪 Tetap Fleksibel: 

Setiap orang mengatasi grief dengan cara yang berbeda. Ingatlah bahwa lansia juga memiliki cara unik untuk mengatasi bereavement, dan bisa jadi mereka hanya perlu ruang untuk merasakannya.

       Penting untuk diingat bahwa mencegah bereavement dan grief sepenuhnya tidak mungkin, karena itu adalah bagian dari kehidupan manusia. Namun, dengan dukungan dan persiapan yang tepat, lansia bisa belajar menghadapi kehilangan dengan lebih baik dan lebih kuat.








Sumber:

https://www.mhanational.org/bereavement-and-grief

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2691160/

https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/feelings-and-symptoms/grief-bereavement-loss/

https://en.wikipedia.org/wiki/Grief


Tuesday, 22 August 2023

Gangguan Kecemasan yang Berlebihan pada Situasi, Agoraphobia

        Gangguan kecemasan yang ditandai oleh ketakutan atau kecemasan yang berlebihan terhadap situasi atau tempat-tempat di mana seseorang merasa sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan. jika mereka mengalami gejala panik atau situasi yang membuat mereka tidak nyaman disebut agoraphobia. Pada lansia, gangguan agoraphobia dapat menjadi lebih kompleks karena faktor-faktor tertentu terkait penuaan dan perubahan fisik serta psikologis yang terkait dengan usia.

Agoraphobia memiliki prevalensi yang tinggi pada orang tua, dan tidak seperti kasus pada populasi yang lebih muda, kasus dengan onset lambat tidak lebih sering terjadi pada wanita dan tidak terkait dengan serangan panik, menunjukkan sub tipe usia lanjut. Depresi berat, kecemasan, dan ingatan visuospasial yang buruk adalah faktor risiko utama agorafobia onset lambat.

Gangguan kecemasan kepada situasi, sering kali membuat
panik dan tidak nyaman disebut agoraphobia (Sumber: foto canva.com)

Late-Life Agoraphobia, atau agoraphobia pada lansia, mengacu pada ketakutan atau kecemasan yang terjadi pada orang tua atau lansia terhadap situasi-situasi tertentu atau tempat-tempat di mana mereka merasa terjebak, terisolasi, atau sulit untuk mendapatkan bantuan jika terjadi gejala kecemasan atau panik. 

Lansia mengalami kecemasan dan visuospasial akibat agoraphobia
(Sumber: foto canva.com)

Gejala agoraphobia pada lansia mungkin mencakup:

👥 Ketidaknyamanan dalam Kerumunan: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa sangat cemas atau tidak nyaman ketika berada di kerumunan atau tempat-tempat ramai, seperti pusat perbelanjaan, pasar, atau acara publik.

👥 Ketakutan terhadap Perjalanan Jauh: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa takut untuk melakukan perjalanan jauh dari rumah mereka, Menggunakan transportasi umum, seperti bus, pesawat atau kereta api. terutama jika tidak ada yang dapat membantu mereka jika terjadi gejala kecemasan. 

👥 Ketakutan terhadap Tempat Terbuka atau Terisolasi: 

Tempat-tempat yang terbuka atau terisolasi, seperti, seperti tempat parkir, jembatan atau mal. taman atau area luas tanpa banyak orang, dapat memicu kecemasan pada lansia dengan agoraphobia. Ruang tertutup, seperti bioskop, lift, atau toko kecil.

👥 Ketakutan terhadap Tempat-tempat Tanpa Akses Cepat ke Bantuan: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa cemas jika berada di tempat-tempat di mana mereka merasa tidak akan bisa mendapatkan bantuan medis atau dukungan jika diperlukan.

Lansia dengan agoraphobia merasa cemas berada di lokasi
 tanpa bantuan medis. (Sumber: foto canva.com)

👥 Ketakutan terhadap Kejadian Tak Terduga: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa sangat cemas terhadap kemungkinan munculnya gejala fisik atau psikologis yang tidak diharapkan di tempat yang sulit untuk ditinggalkan.

       Agoraphobia pada lansia dapat memiliki ciri-ciri yang mirip dengan agoraphobia pada kelompok usia lainnya, tetapi ada beberapa perbedaan yang mungkin terkait dengan aspek penuaan. 

Beberapa ciri-ciri umum agoraphobia pada lansia: 

👤 Ketakutan terhadap Tempat atau Situasi Tertentu: 

Lansia dengan agoraphobia akan merasa cemas atau takut terhadap situasi atau tempat tertentu, seperti kerumunan, tempat-tempat terbuka, atau tempat-tempat yang sulit untuk melarikan diri dari situasi yang membuat cemas.

Lansia dengan agoraphobia cemas dengan kerumunan.
(Sumber; foto canva.com)

👤 Menghindari Situasi yang Memicu Kecemasan: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin cenderung menghindari situasi atau tempat-tempat yang memicu gejala kecemasan mereka. Ini dapat meliputi menghindari perjalanan jauh dari rumah, menghindari acara publik, atau menghindari tempat-tempat yang mereka anggap tidak aman.

👤 Keterbatasan Aktivitas Sosial: 

Agoraphobia dapat menyebabkan lansia menghindari interaksi sosial atau aktivitas di luar rumah karena takut akan gejala kecemasan atau panik. Ini dapat mengakibatkan isolasi sosial dan perasaan kesepian.

👤 Gejala Fisik dan Psikologis: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin mengalami gejala fisik seperti detak jantung cepat, napas pendek, pusing, gemetar, atau berkeringat ketika berada dalam situasi yang menimbulkan kecemasan. Gejala psikologis seperti perasaan takut yang kuat, perasaan kehilangan kendali, atau perasaan mati juga dapat muncul.

👤 Ketergantungan pada Pendamping:

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa lebih nyaman jika ada seseorang yang mendampingi mereka dalam situasi yang membuat mereka cemas. Mereka mungkin mengandalkan pendamping untuk memberikan rasa aman.

👤 Ketakutan terhadap Kejadian Darurat atau Kesehatan: 

Lansia dengan agoraphobia cenderung memiliki ketakutan yang lebih besar terhadap kejadian darurat atau kesehatan yang mungkin terjadi saat mereka berada di tempat yang sulit untuk meninggalkan.

👤 Pengaruh Terhadap Kualitas Hidup: 

Agoraphobia pada lansia dapat mengganggu kualitas hidup mereka secara signifikan, menghambat partisipasi dalam kegiatan sehari-hari, dan menghambat kebebasan dan mobilitas.

Penyebab agoraphobia pada lansia, seperti pada kelompok usia lainnya, bisa sangat kompleks dan melibatkan interaksi beberapa faktor. 

Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan agoraphobia pada lansia meliputi:

👪 Keturunan dan Faktor Genetik: 

Ada bukti bahwa kecenderungan untuk mengembangkan gangguan kecemasan, termasuk agoraphobia, dapat memiliki komponen genetik. Jika ada riwayat keluarga dengan gangguan kecemasan, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami agoraphobia.

Faktor genetik berisiko mengalami agoraphobia
(Sumber: foto canva.com)

👪 Pengalaman Trauma atau Stres: 

Pengalaman trauma atau stres berat dalam hidup, baik di masa lalu maupun pada masa tua, dapat meningkatkan risiko perkembangan agoraphobia. Pensiun, kehilangan pasangan hidup, atau perubahan signifikan dalam kehidupan dapat menjadi pemicu potensial.

👪 Perubahan Fisiologis dan Neurologis: 

Penuaan dapat menyebabkan perubahan fisik dan neurologis dalam tubuh, termasuk perubahan pada sistem saraf dan hormon. Perubahan ini dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap stres dan kecemasan, serta berkontribusi pada perkembangan agoraphobia.

👪 Keterbatasan Fisik dan Mobilitas: 

Lansia mungkin mengalami keterbatasan fisik atau mobilitas, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk melarikan diri dari situasi yang membuat mereka cemas. Keterbatasan ini dapat memicu ketakutan akan tidak dapat bergerak dengan cepat jika terjadi keadaan darurat.

👪 Isolasi Sosial: 

Lansia cenderung mengalami perubahan dalam lingkungan sosial mereka, seperti pensiun atau kehilangan teman dan anggota keluarga. Isolasi sosial atau kurangnya interaksi sosial yang sehat dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kecemasan, termasuk agoraphobia.

👪 Pengalaman Trauma atau Panic Attack:

Pengalaman serangan panik atau perasaan yang kuat dari kehilangan kendali dalam situasi tertentu dapat memicu agoraphobia. Lansia yang pernah mengalami serangan panik di tempat atau situasi tertentu mungkin mengembangkan ketakutan yang kuat terhadap situasi tersebut.

👪 Gaya Hidup dan Kesehatan Mental: 

Faktor gaya hidup, seperti merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, atau kurangnya aktivitas fisik, dapat berkontribusi terhadap risiko perkembangan gangguan kecemasan, termasuk agoraphobia. Kesehatan mental yang buruk juga dapat menjadi faktor risiko.

👪 Kognisi dan Pola Pikir Negatif: 

Pola pikir negatif, seperti mengantisipasi yang terburuk atau merasa tidak mampu mengatasi situasi, dapat memperkuat gejala agoraphobia. Lansia mungkin lebih rentan terhadap pola pikir negatif yang dapat memicu atau memperburuk kecemasan.

      💭 Penting untuk diingat bahwa agoraphobia dan gangguan kecemasan lainnya adalah masalah kompleks yang mungkin disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. 

Meskipun agoraphobia dapat menjadi tantangan yang serius, baik pada lansia maupun pada kelompok usia lainnya, perawatan yang tepat dan dukungan yang adekuat dapat membantu mengatasi gejalanya.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu menyembuhkan agoraphobia pada lansia:

👲 Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental: 

Langkah pertama yang penting adalah berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater, yang memiliki pengalaman dalam merawat gangguan kecemasan pada lansia. Mereka dapat membantu mengevaluasi gejala Anda dan merancang rencana pengobatan yang sesuai.

👲 Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive-Behavioral Therapy/CBT): 

Terapi ini merupakan pendekatan yang terbukti efektif dalam mengobati agoraphobia. Terapis CBT akan bekerja dengan Anda untuk mengidentifikasi pikiran negatif dan pola perilaku yang memicu kecemasan. Anda akan belajar strategi untuk mengubah pola pikir yang tidak sehat dan menghadapi situasi yang menimbulkan kecemasan secara bertahap.

👲 Terapi Eksposur: 

Ini adalah bagian penting dari terapi CBT di mana Anda secara bertahap akan diperkenalkan kepada situasi atau tempat yang membuat Anda cemas. Terapis akan membantu Anda menghadapi ketakutan Anda secara terkontrol dan bertahap, memungkinkan Anda untuk mengatasi rasa takut dan mengurangi respons kecemasan.

👲 Pengelolaan Kecemasan: 

Teknik relaksasi, meditasi, pernapasan dalam, dan latihan tubuh lainnya dapat membantu mengurangi kecemasan dan mengendalikan gejala serangan panik. Ini adalah keterampilan yang bisa Anda pelajari untuk mengatasi situasi yang sulit.

👲 Obat-obatan: 

Dalam beberapa kasus, profesional kesehatan mental mungkin meresepkan obat anti-kecemasan atau obat antidepresan untuk membantu mengurangi gejala agoraphobia. Obat-obatan harus diambil dengan resep dan di bawah pengawasan medis.

👲 Dukungan Sosial: 

Melibatkan anggota keluarga, teman, atau kelompok dukungan dalam proses pemulihan Anda dapat memberikan dukungan emosional yang berharga dan membantu Anda merasa lebih terhubung.

👲 Gaya Hidup Sehat:

Memelihara gaya hidup sehat, seperti tidur yang cukup, nutrisi yang seimbang, dan aktivitas fisik yang teratur, dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan mental Anda.

👲 Pentingnya Keterbukaan dan Kesabaran: 

Proses pemulihan membutuhkan waktu dan upaya. Jangan ragu untuk berbicara terbuka dengan terapis Anda tentang tantangan yang Anda hadapi dan perasaan Anda. Bersikap sabar dengan diri sendiri juga sangat penting.

       Ingatlah bahwa setiap individu unik, jadi rencana pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan Anda. Penting untuk bekerja sama dengan tim kesehatan Anda untuk menemukan pendekatan terbaik yang cocok untuk Anda dan membantu Anda mengatasi agoraphobia.




Sumber:

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/10.1176/appi.ajp.2013.12091235

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/agoraphobia/symptoms-causes/syc-20355987

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23820832/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15769-agoraphobia



Monday, 21 August 2023

Phasmophobia, Sudah Lansia Masih Takut Hantu, Kasihan

       Ketakutan akan hantu dalam banyak budaya manusia didasarkan pada kepercayaan bahwa beberapa hantu mungkin jahat terhadap manusia dan berbahaya, dengan semua kemungkinan sikap, antara lain nakal, jinak, acuh tak acuh, dan sebagainya. 

Termasuk terkait dengan takut akan kegelapan , ketakutan akan hantu adalah ketakutan yang sangat umum. Beberapa budaya memberikan nama-nama hantu sesuai dengan tampilan, bentuk, tempat atau lokasinya.

Lansia yang sangat takut hantu  disebut phasmophobia
(Sumber: pens 49 ceria)

Banyak orang merinding saat mendengarkan cerita hantu atau menonton film horor. Tetapi orang yang takut pada hal-hal mistis, secara serius dapat membatasi hidup mereka melalui perilaku menghindari   pertemuan sosial, merasa takut sendirian di rumah, atau menghindari paparan acara TV atau film karena ketakutannya.

Takut pada hal-hal mistis dan hantu sampai mereka takut hanya dengan menyebutkan cerita hantu, rumah berhantu, atau film menakutkan. Mereka mungkin merasa bahwa seseorang sedang "mengawasi" mereka atau rumah mereka dihantui.

Takut pada hal-hal mistis dan hantu.(Sumber: foto canva.com)

Syarat ketakutan sebagai fobia (bukan ketakutan sementara atau situasional), antara lain :

  1. Ketakutan mengarah pada perilaku menghindar atau bentuk lain dari kesusahan dan disfungsi, baik di tempat kerja atau dalam situasi sosial.
  2. Ketakutan tidak sebanding dengan bahaya yang sebenarnya, dan paparan gambar atau ide yang berkaitan dengan hantu atau hal mistis hampir selalu memicu ketakutan atau kecemasan langsung.
  3. Ketakutan akan hantu berlangsung selama enam bulan atau lebih.
  4. Ketakutan dapat dijelaskan oleh kondisi kesehatan lainnya, baik mental maupun fisik.

Istilah medis yang umumnya digunakan untuk menggambarkan ketakutan terhadap hantu pada lansia adalah "phasmophobia." Ini adalah istilah yang juga digunakan untuk menggambarkan ketakutan terhadap hantu pada berbagai kelompok usia. Phasmophobia adalah jenis fobia spesifik yang melibatkan ketakutan yang kuat terhadap hantu atau makhluk mistis.

Istilah medis ini mungkin tidak sering digunakan dalam praktik klinis, dan dalam praktik lain, biasanya fobia seperti ini dapat disebut sebagai "takut terhadap hantu" atau "takut terhadap hal-hal supranatural."  

Jadi phasmophobia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan yang kuat atau fobia terhadap hantu, makhluk mistis, atau hal-hal yang dianggap berhubungan dengan dunia supranatural. Orang yang menderita phasmophobia merasa cemas atau takut saat berhadapan dengan gambar, cerita, atau situasi yang melibatkan hantu atau entitas supernatural.

Gejala phasmophobia antara lain: detak jantung yang cepat, keringat berlebihan, rasa mual, perasaan kehilangan kendali, dan bahkan serangan panik.

Gejala phasmopohobia detak jantung cepat dan berkeringat
(Sumber: foto canva.com)

Phasmophobia masuk dalam kategori fobia spesifik, yaitu gangguan kecemasan yang khusus terkait dengan objek atau situasi tertentu. Fobia semacam ini dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari. Phasmophobia atau takut terhadap hantu pada lansia, seperti pada kelompok usia lainnya, dapat berkaitan dengan berbagai faktor. 

Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap phasmophobia pada lansia meliputi:

👻 Pengalaman Masa Lalu: 

Pengalaman masa lalu, seperti kisah-kisah atau keyakinan tentang dunia supranatural, bisa mempengaruhi ketakutan terhadap hantu pada lansia. Jika seseorang memiliki pengalaman negatif atau mendengar cerita-cerita yang menakutkan tentang hantu dalam hidupnya, ini dapat memicu atau memperkuat phasmophobia.

Pengalaman masa lalu dengan cerita seram memperkuat
phasmophobia (Sumber: foto canva.com)

👻 Perubahan dalam Kesehatan Mental dan Emosional: 

Lansia mungkin mengalami perubahan dalam kesehatan mental dan emosional seiring penuaan. Faktor-faktor seperti stres, kecemasan, dan depresi dapat memengaruhi persepsi mereka terhadap lingkungan sekitar dan meningkatkan sensitivitas terhadap ketakutan.

👻 Keterbatasan Fisik dan Kesehatan: 

Lansia yang mengalami keterbatasan fisik atau masalah kesehatan tertentu mungkin merasa lebih rentan dan tidak mampu untuk menghadapi atau mengatasi situasi yang menimbulkan ketakutan. Ini dapat memperburuk phasmophobia.

👻 Pergantian Sosial: 

Pergantian sosial seperti kematian pasangan hidup atau teman dekat, serta isolasi sosial, dapat meningkatkan perasaan kesepian dan meningkatkan kecenderungan terhadap ketakutan atau fobia.

👻 Pengaruh Budaya dan Media: 

Gambaran hantu dalam budaya populer atau media massa dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap hantu. Lansia mungkin lebih terpengaruh oleh narasi-narasi ini, terutama jika mereka kurang akses atau terbiasa dengan teknologi modern.

Gambaran hantu dalam budaya mempengaruhi
persepsi seseorang. (Sumber: foto canva.com)

👻 Efek Penuaan pada Sistem Sensori dan Kognitif:

Perubahan dalam sistem sensori atau kognitif akibat penuaan dapat memengaruhi persepsi lansia terhadap lingkungannya. Hal ini mungkin membuat mereka lebih sensitif terhadap rangsangan tertentu, termasuk hal-hal yang terkait dengan hantu.

       ðŸ’¬ Penting untuk dicatat bahwa phasmophobia atau fobia lainnya adalah masalah yang kompleks dan dapat dipengaruhi oleh kombinasi berbagai faktor. Jika phasmophobia mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan mental. 

Lansia yang mengalami phasmophobia atau takut terhadap hantu mungkin akan menunjukkan ciri-ciri yang mengindikasikan ketakutan dan kecemasan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dunia supranatural.

Beberapa ciri yang mungkin terlihat pada lansia yang mengalami phasmophobia:

💀 Ketidaknyamanan atau Kecemasan Yang Jelas:

Lansia dengan phasmophobia mungkin merasa cemas, takut, atau tidak nyaman ketika berbicara tentang hantu, mendengar cerita tentang hantu, atau saat berada di tempat-tempat yang dikaitkan dengan aktivitas supranatural.

Lansia dengan phasmophobia merasa tidak nyaman
 berbicara tentang hantu. (Sumber: foto canva.com)

💀 Menghindari Situasi atau Tempat Terkait Hantu:

Lansia dengan phasmophobia mungkin cenderung menghindari situasi atau tempat yang berkaitan dengan hantu atau aktivitas supranatural. Ini bisa termasuk menghindari berbicara tentang hantu, menghindari melihat gambar hantu, atau menghindari tempat-tempat yang dianggap "berhantu."

💀 Reaksi Fisik Kecemasan:

Ketika berhadapan dengan situasi atau stimulus yang berkaitan dengan hantu, lansia dengan phasmophobia mungkin mengalami reaksi fisik seperti detak jantung cepat, napas pendek, keringat berlebihan, gemetar, atau bahkan serangan panik.

💀 Kerentanan Emosional yang Lebih Tinggi:

Lansia dengan phasmophobia mungkin cenderung merasa lebih terpengaruh oleh kisah-kisah seram, gambar hantu, atau penggambaran supranatural dalam media. Mereka dapat lebih sulit untuk mengatasi emosi terkait dengan ketakutan tersebut.

💀 Pengaruh terhadap Aktivitas Harian: 

Jika phasmophobia menjadi sangat parah, lansia mungkin mengalami hambatan dalam menjalani aktivitas sehari-hari atau bahkan menghindari berpartisipasi dalam kegiatan sosial karena ketakutan mereka terhadap hantu.

💀 Perasaan Kesepian atau Kecemasan Sosial: 

Lansia dengan phasmophobia mungkin merasa kesepian atau cemas dalam situasi sosial, terutama jika obrolan atau topik berkaitan dengan dunia supranatural atau hantu.

💀 Berbicara atau Mengkhayalkan Hantu: 

Lansia dengan phasmophobia mungkin sering membicarakan atau mengkhayalkan tentang hantu dengan perasaan cemas atau ketakutan.

Lansia dengan phasmophobia mengkhayalkan hantu
(Sumber: foto canva.com)

       ðŸ’­ Penting untuk diingat bahwa masing-masing individu adalah unik, dan ciri-ciri phasmophobia dapat bervariasi.

Mengobati lansia yang mengalami phasmophobia atau takut terhadap hantu melibatkan pendekatan yang sensitif terhadap usia mereka serta penggunaan strategi terapi yang sesuai.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mengobati lansia yang mengalami phasmophobia:

👳 Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental: 

Langkah pertama adalah berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan mental yang memiliki pengalaman dalam merawat gangguan kecemasan pada lansia. Profesional ini dapat melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keadaan dan merancang rencana pengobatan yang sesuai.

👳 Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive-Behavioral Therapy/CBT): 

Terapi CBT dapat membantu lansia mengatasi phasmophobia dengan mengidentifikasi pikiran negatif atau irasional yang mendasari ketakutan mereka terhadap hantu. Terapis CBT akan membantu menggantikan pikiran-pikiran tersebut dengan pemahaman yang lebih realistis dan positif.

👳 Terapi Eksposur: 

Terapi eksposur melibatkan menghadapi ketakutan secara bertahap dan terkendali. Lansia akan diberi kesempatan untuk menghadapi gambar atau situasi yang terkait dengan hantu dengan dukungan dari terapis. Tujuannya adalah untuk mengurangi reaksi kecemasan seiring waktu.

👳 Teknik Relaksasi dan Pernapasan:

Teknik relaksasi, meditasi, pernapasan dalam, dan latihan tubuh dapat membantu mengurangi kecemasan dan membantu lansia merasa lebih tenang saat berhadapan dengan situasi yang menakutkan.

Latihan tubuh dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

👳 Edukasi tentang Hantu dan Supranatural:

Memberikan edukasi yang akurat tentang dunia supranatural, sains, dan fakta-fakta yang dapat membantu meredakan ketakutan yang tidak beralasan.

👳 Dukungan Sosial: 

Dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu lansia merasa lebih aman dan didukung saat mereka bekerja untuk mengatasi phasmophobia.

👳 Gaya Hidup Sehat: 

Menjaga gaya hidup sehat, seperti tidur yang cukup, nutrisi yang baik, dan aktivitas fisik yang teratur, dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan secara keseluruhan.

👳 Penggunaan Obat: 

Dalam beberapa kasus, obat antidepresan atau obat anti-kecemasan mungkin diresepkan oleh profesional kesehatan mental untuk membantu mengurangi gejala phasmophobia. Namun, penggunaan obat harus diawasi oleh dokter.

        Penting untuk memahami bahwa pemulihan dari phasmophobia adalah proses yang membutuhkan waktu dan upaya. Setiap individu bereaksi berbeda terhadap pengobatan, dan rencana perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan lansia tersebut. Konsistensi, dukungan, dan komunikasi dengan profesional kesehatan mental akan membantu lansia mengatasi phasmophobia dan meningkatkan kualitas hidup mereka. 

👻👻👻






Sumber:

https://www.verywellhealth.com/fear-of-ghosts-5211738

https://en.wikipedia.org/wiki/Fear_of_ghosts

https://practicalpie.com/fear-of-ghosts-phasmophobia/