Wednesday, 23 August 2023

Meningkatkan Energi dan Stamina Lansia, Ini Caranya

       Semakin bertambah umur, semakin renta pula tubuh lansia. Kondisi ini bisa mengakibatkan badan lemas. Badan lemas sering kali menjadi keluhan pada mereka yang juga berusia lanjut. Pada mereka yang berusia lanjut di atas 60 tahun bahkan dianggap wajar dan normal jika mengidap sebuah penyakit tertentu atau sering mengalami badan lemas karena stamina pun menurun.  

Namun perlu dibedakan lemas yang terjadi karena adanya penyakit dengan lemas karena melemahnya kekuatan. Lemas sendiri merupakan kondisi di mana perasaan lelah dan membutuhkan istirahat karena kekurangan energi akibat kurangnya olahraga, kurang tidur, cemas, bosan dan sebagainya.

Energi dan stamina adalah dua konsep yang berhubungan tetapi memiliki perbedaan penting, terutama dalam konteks lansia.

πŸ‘‰Energi:

Energi mengacu pada kapasitas tubuh untuk melakukan aktivitas fisik atau mental. Ini bisa berarti memiliki cukup daya untuk bangun tidur, menjalani aktivitas sehari-hari, dan tetap aktif sepanjang hari. Pada lansia, penurunan energi sering kali disebabkan oleh perubahan fisik, penurunan metabolisme, dan faktor-faktor lain seperti gangguan tidur, pola makan yang buruk, atau kondisi kesehatan yang mendasarinya.

πŸ‘‰Stamina:

Stamina merujuk pada daya tahan fisik yang memungkinkan seseorang untuk melanjutkan aktivitas fisik dalam jangka waktu yang lebih lama tanpa merasa terlalu lelah. Ini berkaitan dengan kemampuan otot dan sistem kardiovaskular untuk bekerja secara efisien selama periode waktu yang lebih panjang. Pada lansia, stamina dapat menurun karena perubahan dalam massa otot, penurunan kapasitas kardiorespiratori, dan penurunan tingkat aktivitas fisik. 

Energi dan stamina saling berhubungan dan penting untuk lansia
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Perbedaan utama antara energi dan stamina pada lansia adalah bahwa energi mengacu pada kemampuan umum tubuh untuk melakukan aktivitas, sementara stamina berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga aktivitas fisik dalam jangka waktu yang lebih lama. Keduanya saling terkait dan memainkan peran penting dalam menjaga kualitas hidup dan kesejahteraan lansia.

Lansia (orang tua) sering mengalami penurunan energi karena berbagai faktor fisik, psikologis, dan sosial yang dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka. 

Beberapa alasan mengapa lansia mungkin memiliki kurang energi antara lain:

πŸ’₯ Perubahan Fisiologis: 

Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi organ tubuh termasuk jantung, paru-paru, dan otot. Ini dapat mengakibatkan penurunan kapasitas fisik dan metabolisme, yang pada gilirannya dapat berdampak pada energi yang dirasakan.

πŸ’₯ Penurunan Aktivitas Hormonal: 

Hormon seperti hormon tiroid dan hormon seks seperti estrogen dan testosteron dapat mengalami penurunan produksi seiring bertambahnya usia. Hormon ini berperan dalam mengatur metabolisme dan energi tubuh, sehingga penurunan produksinya dapat berdampak pada tingkat energi.

πŸ’₯ Penurunan Massa Otot: 

Massa otot cenderung menurun seiring bertambahnya usia, suatu kondisi yang disebut sarcopenia. Otot memiliki peran penting dalam membakar energi, jadi penurunan massa otot dapat mengurangi kemampuan tubuh untuk mempertahankan tingkat energi yang tinggi

Massa otot lansia cenderung menurun seiring bertambah usia
(Sumber: foto canva.com)

πŸ’₯ Gangguan Tidur: 

Lansia sering mengalami perubahan dalam pola tidur, seperti sulit tidur, bangun lebih sering di malam hari, atau tidur yang lebih pendek. Gangguan tidur dapat menyebabkan kelelahan dan kurangnya energi selama aktivitas sehari-hari.

πŸ’₯ Gangguan Nutrisi:

 Asupan nutrisi yang tidak memadai atau gangguan dalam penyerapan nutrisi dari makanan dapat menyebabkan penurunan energi. Beberapa lansia mungkin mengalami kesulitan dalam mengunyah atau menelan, yang dapat mempengaruhi asupan makanan mereka.

πŸ’₯ Penyakit Kronis:

Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan arthritis dapat menyebabkan penurunan energi karena mengganggu fungsi fisik dan metabolisme.

πŸ’₯ Faktor Psikologis: 

Depresi, kecemasan, dan perasaan kesepian adalah masalah psikologis umum di kalangan lansia. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi tingkat energi dan motivasi mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari.

πŸ’₯ Kurangnya Aktivitas Fisik: 

Semakin sedikit aktivitas fisik yang dilakukan, semakin berkurang pula energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan penurunan kebugaran fisik dan stamina.

πŸ’₯ Isolasi Sosial:

Kehilangan teman, pasangan, atau koneksi sosial lainnya dapat mengakibatkan perasaan kesepian dan isolasi. Ini dapat mempengaruhi motivasi untuk beraktivitas dan berkontribusi pada penurunan energi.

πŸ’₯ Penggunaan Obat-obatan:

Beberapa obat-obatan yang umum dikonsumsi oleh lansia memiliki efek samping seperti kelelahan dan kelemahan.

Meningkatkan energi pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik, yang mencakup perubahan dalam pola makan, gaya hidup, aktivitas fisik, kesehatan mental, dan perawatan medis. 

Beberapa kiat yang dapat membantu meningkatkan energi pada lansia:

πŸ’ Pola Makan Seimbang:

Konsumsi makanan yang kaya akan nutrisi seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, protein rendah lemak, dan produk susu rendah lemak. Hindari makanan olahan yang tinggi gula, lemak jenuh, dan garam berlebih.

πŸ’ Hidrasi yang Cukup: 

Pastikan untuk minum cukup air sepanjang hari. Dehidrasi dapat menyebabkan kelelahan dan penurunan energi.

πŸ’ Porsi Makan yang Terkendali:

Hindari makan berlebihan, karena ini dapat menyebabkan rasa kenyang berlebihan dan penurunan energi.

Lansia menghindari makan berlebihan (Sumber: foto canva.com)

πŸ’ Makan Lebih Sering dan Kecil:

Pilih untuk makan lebih sering dalam porsi lebih kecil. Ini dapat membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil dan mencegah energi yang merosot.

πŸ’ Olahraga Teratur: 

Meskipun tidak perlu melakukan aktivitas fisik yang intens, olahraga ringan seperti berjalan kaki, senam, atau berenang dapat membantu meningkatkan stamina, kekuatan otot, dan energi.

πŸ’ Tidur yang Cukup: 

Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup. Tidur yang baik diperlukan untuk pemulihan tubuh dan menjaga tingkat energi yang sehat.

πŸ’ Atasi Stres: 

Stres dapat menguras energi. Cobalah teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga untuk mengurangi tingkat stres.

πŸ’ Jaga Kesehatan Mental: 

Pertahankan interaksi sosial, hobi yang disukai, dan aktivitas yang menyenangkan untuk menjaga kesehatan mental. Depresi dan kecemasan dapat mempengaruhi tingkat energi.

πŸ’ Hindari Merokok dan Alkohol Berlebih: 

Merokok dan alkohol dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan dan energi.

πŸ’ Konsultasi dengan Profesional Medis:

Jika Anda merasa energi Anda terus menurun meskipun telah mencoba langkah-langkah di atas, sebaiknya konsultasikan dengan dokter atau profesional medis. Mereka dapat melakukan evaluasi kesehatan menyeluruh dan memberikan saran yang lebih khusus sesuai kondisi Anda.

πŸ’ Suplemen: 

Pada beberapa kasus, suplemen tertentu seperti vitamin B12, vitamin D, atau zat besi mungkin diperlukan untuk mengatasi defisiensi nutrisi yang dapat menyebabkan kelelahan.

Beberapa langkah yang dapat membantu meningkatkan stamina pada lansia:

πŸ‘³ Konsultasi dengan Profesional Medis:

Sebelum memulai program latihan atau perubahan gaya hidup apa pun, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli medis. Mereka dapat menilai kondisi kesehatan Anda dan memberikan panduan yang sesuai dengan kondisi Anda.

πŸ‘³ Aktivitas Fisik Teratur: 

Melakukan latihan fisik secara teratur adalah kunci untuk meningkatkan stamina. Latihan aerobik ringan seperti berjalan kaki, berenang, atau bersepeda dapat membantu meningkatkan kapasitas kardiorespiratori dan daya tahan otot.

Berjalan kaki secara teratur merupakan kunci meningkatkan stamina
(Sumber: foto canva.com)

πŸ‘³ Latihan Kekuatan: 

Latihan kekuatan seperti angkat beban ringan atau latihan menggunakan berat tubuh dapat membantu membangun massa otot dan meningkatkan kekuatan fisik. Ini juga membantu dalam menjaga fungsi tubuh yang lebih baik seiring bertambahnya usia.

πŸ‘³ Latihan Keseimbangan:

Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan stabilitas sangat penting pada lansia. Ini membantu mencegah jatuh yang dapat mengakibatkan cedera serius.

πŸ‘³ Pemanasan dan Pendinginan yang Baik:

Sebelum dan setelah latihan, pastikan Anda melakukan pemanasan dan pendinginan yang cukup untuk menghindari cedera otot atau cedera lainnya.

πŸ‘³  dan Konsisten:

Mulailah dengan tingkat intensitas yang sesuai dengan kemampuan Anda dan secara perlahan tingkatkan seiring waktu. Konsistensi dalam latihan lebih penting daripada intensitas yang tinggi dalam jangka pendek.

πŸ‘³ Pijat dan Peregangan: 

Pijatan ringan dan peregangan dapat membantu meredakan ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi darah, yang pada gilirannya dapat membantu dalam memulihkan stamina.

πŸ‘³ Pola Makan Seimbang:

Asupan nutrisi yang baik penting untuk memberikan bahan bakar yang diperlukan untuk aktivitas fisik. Pastikan Anda mengonsumsi makanan seimbang yang mengandung karbohidrat kompleks, protein, lemak sehat, serta vitamin dan mineral penting.

πŸ‘³ Tidur yang Cukup:

Pemulihan tubuh terjadi selama tidur. Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup agar tubuh bisa memulihkan energi dan stamina Anda.

πŸ‘³ Atasi Stres: 

Stres dapat menguras stamina. Praktikkan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga untuk mengurangi stres.

πŸ‘³ Minum Cukup Air: 

Dehidrasi dapat mempengaruhi stamina. Pastikan Anda minum cukup air sepanjang hari.

πŸ‘³ Hindari Overtraining:

Sementara latihan penting, jangan terlalu berlebihan. Dengan bertambahnya usia, tubuh mungkin membutuhkan lebih banyak waktu untuk pulih.

       Selalu perhatikan batasan fisik Anda dan jangan ragu untuk berbicara dengan profesional medis atau pelatih kebugaran sebelum memulai program latihan yang baru.

Makanan yang baik untuk meningkatkan energi dan stamina pada lansia adalah makanan yang kaya akan nutrisi dan memberikan sumber energi yang berkelanjutan. 

Beberapa jenis makanan yang sebaiknya dipertimbangkan:

🍏 Buah-buahan: 

Buah-buahan seperti apel, pisang, jeruk, dan buah beri mengandung serat dan gula alami yang dapat memberikan energi secara bertahap.

Buah-buahan memberikan energi secara bertahap
(Sumber: foto canva.com) 

🍏 Sayuran Berwarna-warni: 

Sayuran seperti brokoli, bayam, wortel, dan kentang manis kaya akan vitamin, mineral, dan serat yang penting untuk menjaga tingkat energi.

🍏 Biji-bijian Utuh: 

Biji-bijian seperti oatmeal, beras merah, dan quinoa mengandung karbohidrat kompleks yang memberikan energi bertahap dan serat yang membantu menjaga kadar gula darah stabil.

🍏 Protein Rendah Lemak: 

Protein membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh. Pilih sumber protein rendah lemak seperti daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, ikan, kacang-kacangan, dan produk susu rendah lemak.

🍏 Produk Susu Rendah Lemak: 

Produk susu rendah lemak seperti yogurt dan susu skim mengandung kalsium dan vitamin D yang penting untuk kesehatan tulang.

🍏 Kacang-kacangan: 

Kacang-kacangan seperti almond, kenari, dan kacang merah mengandung protein, serat, dan lemak sehat yang dapat memberikan energi tahan lama.

🍏 Telur:

Telur mengandung protein berkualitas tinggi dan nutrisi penting seperti vitamin B12 dan zat besi.

🍏 Minyak Zaitun dan Lemak Sehat Lainnya:

Lemak sehat seperti minyak zaitun, alpukat, dan kacang-kacangan membantu memberikan energi dan mendukung kesehatan jantung.

🍏 Air Putih:

Hindari dehidrasi dengan minum cukup air putih sepanjang hari. Dehidrasi dapat menyebabkan penurunan energi.

🍏 Makanan Tinggi Serat: 

Serat membantu menjaga pencernaan dan membantu menjaga tingkat energi stabil. Sumber serat yang baik meliputi biji-bijian utuh, sayuran, buah-buahan, dan kacang-kacangan.

🍏 Makanan Kaya Vitamin B:

Vitamin B kompleks, seperti B12 dan folat, penting untuk metabolisme energi. Sumbernya termasuk daging tanpa lemak, ikan, telur, dan produk susu rendah lemak.

🍏 Camilan Sehat:

Pilih camilan sehat seperti kacang-kacangan, buah-buahan segar, yogurt rendah lemak, atau biskuit gandum utuh.

       Meningkatkan stamina pada lansia memerlukan pendekatan yang hati-hati dan terkoordinasi, terutama mengingat perubahan fisik yang terjadi seiring bertambahnya usia. 

Energi dan stamina tetap penting bagi lansia. Meskipun ada perubahan alami dalam tubuh seiring bertambahnya usia, menjaga tingkat energi dan stamina yang sehat dapat memiliki dampak positif pada kualitas hidup lansia. 

Berikut alasan mengapa energi dan stamina tetap penting:

πŸ’ͺ Kemandirian:

Memiliki cukup energi dan stamina memungkinkan lansia untuk tetap mandiri dalam menjalani aktivitas sehari-hari, seperti berpakaian, mandi, memasak, berbelanja, dan membersihkan rumah.

πŸ’ͺ Aktivitas Sosial: 

Tingkat energi yang baik memungkinkan lansia untuk tetap aktif secara sosial, berinteraksi dengan teman dan keluarga, dan berpartisipasi dalam acara-acara sosial yang dapat meningkatkan kesejahteraan mental.

πŸ’ͺ Kesehatan Fisik:

Mempertahankan stamina dan energi dapat membantu dalam menjaga kesehatan fisik secara umum. Aktivitas fisik yang cukup dan rutin dapat membantu menjaga berat badan yang sehat, menjaga kesehatan jantung, dan mengurangi risiko penyakit kronis.

πŸ’ͺ Kesehatan Mental:

Energi yang cukup juga berkontribusi pada kesehatan mental. Ketika tubuh merasa segar, pikiran juga cenderung lebih jernih dan suasana hati lebih baik.

πŸ’ͺ Pertahankan Hobi dan Interes: 

Dengan cukup energi dan stamina, lansia dapat tetap menikmati hobi, minat, dan aktivitas yang mereka sukai, yang membantu menjaga semangat hidup.

πŸ’ͺ Mencegah Risiko Jatuh: 

Mempertahankan stamina membantu mencegah kelelahan berlebihan saat melakukan aktivitas fisik. Ini bisa membantu mengurangi risiko jatuh dan cedera.

πŸ’ͺ Kualitas Hidup yang Lebih Baik: 

Tingkat energi dan stamina yang baik dapat berkontribusi pada kualitas hidup yang lebih baik secara keseluruhan. Lansia dapat terlibat dalam berbagai aktivitas dengan lebih banyak kenyamanan dan kemerdekaan.

       Setiap individu adalah unik, dan tingkat energi serta stamina dapat bervariasi tergantung pada kesehatan masing-masing. Adapun lansia, sambil berusaha mempertahankan dan meningkatkan energi serta stamina, juga penting untuk menghormati dan mendukung perubahan fisik dan mental yang terjadi seiring proses penuaan.



Sumber:

https://www.vistaspringsliving.com/blog/10-foods-that-boost-energy-and-build-endurance-in-seniors

https://www.sunhealthcommunities.org/helpful-tools/articles/9-unexpected-energy-boosters-for-older-adults

https://www.webmd.com/healthy-aging/best-energy-foods-older-adults

https://www.hopkinsmedicine.org/health/wellness-and-prevention/age-defying-energy-levels

https://www.riverroadretirement.com/boost-energy-levels-seniors/

Perasaan Kehilangan Akibat Kematian, Berdampak Krisis Emosional

       Kehilangan orang yang dicintai adalah peristiwa yang paling menegangkan dalam hidup dan dapat menyebabkan krisis emosional yang besar. Setelah kematian seseorang yang dicintai, Ada perasaan  kehilangan yang luar biasa.

Berdukacita adalah ekspresi lahiriah dari kehilangan. Kesedihan cenderung diungkapkan secara fisik, emosional, dan psikologis. Misalnya, menangis adalah ekspresi fisik, sedangkan depresi adalah ekspresi psikologis. Sangat penting untuk membiarkan diri mengekspresikan perasaan ini. Sering kali, kematian adalah subjek yang dihindari, diabaikan atau ditolak. Pada awalnya mungkin terlihat membantu untuk memisahkan diri dari rasa sakit, tetapi Anda tidak dapat menghindari kesedihan selamanya. Suatu hari perasaan itu perlu diselesaikan atau dapat menyebabkan penyakit fisik atau emosional.

Berdukacita ekspresi lahiriah dari kehilangan
(Sumber: paguyuban pensiun 209)

Orang lanjut usia mungkin sangat rentan ketika mereka kehilangan pasangan karena itu berarti kehilangan pengalaman bersama seumur hidup. Perasaan kehilangan dapat diperparah dengan kematian teman dekat.

⛳Pemahaman kesedihan setelah kehilangan: 

  1. Kesedihan bukanlah suatu keadaan, melainkan suatu proses. 
  2. Proses berduka biasanya berlangsung secara tiba-tiba, dengan perhatian beralih ke dan dari realitas kematian yang menyakitkan. 
  3. Spektrum gangguan kesedihan emosional, kognitif, sosial, dan perilaku sangat luas, mulai dari perubahan yang hampir tidak terlihat hingga penderitaan dan disfungsi yang mendalam.
  4. Bagi kebanyakan orang kesedihan tidak pernah selesai sepenuhnya. 
  5. Kesedihan bukan hanya tentang perpisahan dari orang yang meninggal, tetapi tentang menemukan cara baru dan bermakna untuk melanjutkan hubungan dengan almarhum.
Lansia berdukacita ekspresi lahiriah dari kehilangan
(Sumber: foto canva.com)

Dalam bidang medis dan psikologis, istilah-istilah yang sering digunakan untuk mengacu pada kehilangan dan dukacita adalah sebagai berikut:

πŸ‘‰ Bereavement: 

Mengacu pada situasi di mana seseorang mengalami kehilangan seseorang yang dicintai, seperti pasangan, sahabat, atau anggota keluarga, yang biasanya disebabkan oleh kematian.

πŸ‘‰ Grief: 

Merujuk pada reaksi emosional, mental, dan fisik yang timbul sebagai akibat dari bereavement. Ini melibatkan berbagai perasaan seperti kesedihan, kehilangan minat, kebingungan, amarah, dan mungkin juga perubahan fisik dan kesehatan.

Pada lansia, proses bereavement dan grief bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor khusus, seperti dukungan sosial yang lebih terbatas, riwayat kehidupan yang lebih panjang, dan tantangan kesehatan yang mungkin ada. Dukungan dan pengertian dari keluarga, teman, serta dukungan kesehatan mental menjadi sangat penting dalam membantu lansia mengatasi bereavement dan grief dengan cara yang sehat.

Beberapa hal yang perlu dipahami tentang bereavement dan grief pada lansia: 

🎌 Dukungan Sosial Penting: 

Lansia sering memiliki jaringan sosial yang lebih kecil dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Oleh karena itu, dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas sangat penting dalam membantu mereka menghadapi kehilangan. Kehadiran dan perhatian dari orang-orang terdekat dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan isolasi.

🎌 Respons yang Beragam: 

Respon terhadap kehilangan dapat bervariasi di antara individu lansia. Beberapa orang mungkin mengalami kesedihan yang mendalam dan kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari, sementara yang lain dapat menunjukkan ketahanan yang lebih besar. Faktor-faktor seperti kesehatan fisik dan mental sebelumnya, dukungan sosial, dan jenis hubungan dengan orang yang meninggal dapat mempengaruhi bagaimana lansia merasakan grief.

🎌 Dampak Fisik dan Kesehatan:

Grief pada lansia dapat memiliki dampak fisik yang nyata, termasuk penurunan energi, gangguan tidur, penurunan nafsu makan, dan masalah kesehatan lainnya. Proses ini juga bisa memicu atau memperburuk kondisi medis yang sudah ada sebelumnya.

Grief pada lansia dapat menjadi gangguan tidur
(Sumber: foto canva.com)

🎌 Kemungkinan Depresi dan Kecemasan: 

Grief yang berkepanjangan atau parah pada lansia dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi dan kecemasan. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengamati perubahan perilaku atau suasana hati yang ekstrem dan mendapatkan bantuan profesional jika diperlukan.

🎌 Pentingnya Mendukung Proses Trauma: 

Lansia mungkin telah mengalami banyak peristiwa dan kehilangan dalam hidup mereka. Kehilangan yang terjadi pada tahap lanjut kehidupan mereka bisa memicu ingatan dan emosi terhadap kehilangan sebelumnya. Dalam beberapa kasus, ini bisa menjadi tantangan ekstra dalam menghadapi grief.

🎌 Upaya Penanganan yang Sehat: 

Lansia perlu diarahkan untuk menghadapi grief secara sehat. Ini mungkin melibatkan berbicara dengan ahli terapi atau konselor yang berpengalaman dalam membantu orang tua. Terkadang, kelompok dukungan juga dapat memberikan ruang bagi lansia untuk berbagi pengalaman dan emosi mereka dengan orang lain yang mengalami hal serupa.

🎌 Proses Penerimaan dan Penyesuaian: 

Seperti pada semua usia, lansia juga akan melewati tahap-tahap grief yang umum, seperti penolakan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya penerimaan. Penting untuk memberi mereka waktu untuk melalui setiap tahap ini dengan dukungan dan pengertian.

       Ingatlah bahwa setiap individu memiliki pengalaman bereavement dan grief yang unik. Ketika membantu lansia mengatasi kehilangan, kepekaan, kesabaran, dan pengertian sangat penting.

Lansia yang mengalami bereavement dan grief dapat menunjukkan berbagai ciri-ciri atau gejala yang mengindikasikan adanya perasaan kehilangan dan proses berduka, antara lain :

πŸ˜₯ Ekspresi Emosional:

  • Kesedihan mendalam dan terus-menerus.
  • Kegelisahan, cemas, dan perasaan tidak aman.
  • Mood yang fluktuatif, seperti merasa senang dan tiba-tiba beralih menjadi sedih.
  • Perasaan kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

πŸ˜₯ Fisik dan Kesehatan:

  • Gangguan tidur, seperti kesulitan tidur atau tidur berlebihan.
  • Gangguan nafsu makan, seperti kehilangan selera makan atau makan berlebihan.
  • Penurunan energi dan kelelahan yang berlebihan.
  • Gejala fisik seperti sakit kepala, nyeri tubuh, dan masalah pencernaan.

πŸ˜₯ Pikiran dan Perilaku:

  • Pikiran mengenai orang yang meninggal secara berlebihan.
  • Pencarian makna atas kehilangan dan kematian.
  • Kesulitan berkonsentrasi dan mengingat hal-hal.
  • Isolasi sosial atau penarikan diri dari aktivitas dan hubungan sosial.

πŸ˜₯ Reaksi Spiritual dan Filosofis:

  • Pertanyaan tentang arti hidup dan kematian.
  • Pencarian dukungan dari keyakinan spiritual atau agama.

πŸ˜₯ Fase Berduka:

Lansia yang mengalami grief akan mengalami berbagai fase berduka seperti penyangkalan, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan akhirnya penerimaan.

Lansia mengalami berbagai fase berduka
(Sumber: foto canva.com)

πŸ˜₯ Kesehatan Mental:

Kemungkinan adanya gejala depresi, kecemasan, atau stres pascatrauma yang lebih berat.

Potensi untuk mengalami komplikasi kesehatan mental yang memerlukan perhatian profesional.

πŸ˜₯ Perubahan Fisik dan Kesehatan yang Ada:

  • Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya dapat memburuk atau memicu oleh grief.
  • Tantangan dalam Penyesuaian:
  • Mungkin ada kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dalam rutinitas sehari-hari akibat kehilangan.

  πŸ˜₯ Respons terhadap Peristiwa yang Lebih Awal:

Lansia mungkin merasakan keterkaitan emosional dengan kehilangan sebelumnya dalam hidup mereka, yang dapat mempengaruhi cara mereka merespons bereavement dan grief saat ini.

       Ternyata, bereavement (kehilangan) adalah bagian alami dari hidup, dan pada akhirnya, semua orang akan menghadapinya, termasuk lansia. 

Beberapa langkah untuk membantu lansia menghadapi bereavement dan grief dengan lebih baik, serta meringankan dampaknya:

πŸ‘ͺ Membangun Jaringan Sosial: 

Membantu lansia membangun dan mempertahankan hubungan sosial yang kuat dengan keluarga, teman, dan komunitas dapat memberikan dukungan yang lebih baik saat mereka menghadapi kehilangan. Jaringan sosial yang kuat dapat memberikan rasa keterhubungan dan mengurangi isolasi.

πŸ‘ͺ Promosikan Kesehatan Mental dan Fisik: 

Menggalakkan gaya hidup sehat, termasuk olahraga rutin, nutrisi yang tepat, tidur yang cukup, dan aktivitas yang bermanfaat secara mental, dapat membantu lansia dalam menjaga kesehatan fisik dan mental mereka. Kesehatan yang baik bisa membantu mereka lebih tangguh dalam menghadapi stres dan tantangan, termasuk bereavement.

πŸ‘ͺ Ajarkan Strategi Mengatasi Stres: 

Memberikan lansia alat-alat untuk mengatasi stres sehari-hari, seperti teknik pernapasan, meditasi, yoga, atau hobi yang bermanfaat, dapat membantu mereka mengembangkan ketahanan terhadap situasi yang sulit, termasuk bereavement.

πŸ‘ͺ Berbicara Terbuka tentang Kematian: 

Membuka dialog terbuka tentang kematian sebagai bagian normal dari hidup dapat membantu lansia memahami dan menghadapi realitas ini. Ini juga bisa membantu mereka merencanakan kehendak terakhir mereka dan membicarakan keinginan mereka terkait perawatan medis dan akhir hidup.

πŸ‘ͺ Mengajak untuk Bersosialisasi: 

Mendorong lansia untuk tetap aktif secara sosial dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang mereka nikmati dapat membantu mengalihkan perhatian mereka dari perasaan kesedihan. Hal ini juga membantu mereka menjaga hubungan dan keterlibatan dengan dunia di sekitar mereka.

πŸ‘ͺ Menciptakan Kenangan Positif: 

Bantu lansia menciptakan kenangan positif bersama orang-orang yang mereka cintai. Ini bisa meliputi menghabiskan waktu bersama, berbagi cerita, dan merayakan momen penting bersama.

πŸ‘ͺ Dukungan Profesional: 

Jika Anda melihat tanda-tanda lansia mengalami kesulitan dalam mengatasi grief atau memiliki sejarah kesehatan mental yang kompleks, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental. Terapis atau konselor berpengalaman dapat membantu mereka mengatasi emosi yang kompleks.

πŸ‘ͺ Rencanakan Dukungan Pascakehilangan: 

Setelah kehilangan terjadi, pastikan ada dukungan yang tersedia untuk lansia. Ini bisa termasuk dukungan keluarga, teman, atau kelompok berduka yang sesuai.

πŸ‘ͺ Jaga Komunikasi: 

Pertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur dengan lansia mengenai perasaan mereka terkait kehilangan dan bagaimana mereka menghadapinya. Jangan ragu untuk bertanya bagaimana Anda dapat membantu.

πŸ‘ͺ Tetap Fleksibel: 

Setiap orang mengatasi grief dengan cara yang berbeda. Ingatlah bahwa lansia juga memiliki cara unik untuk mengatasi bereavement, dan bisa jadi mereka hanya perlu ruang untuk merasakannya.

       Penting untuk diingat bahwa mencegah bereavement dan grief sepenuhnya tidak mungkin, karena itu adalah bagian dari kehidupan manusia. Namun, dengan dukungan dan persiapan yang tepat, lansia bisa belajar menghadapi kehilangan dengan lebih baik dan lebih kuat.








Sumber:

https://www.mhanational.org/bereavement-and-grief

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2691160/

https://www.nhs.uk/mental-health/feelings-symptoms-behaviours/feelings-and-symptoms/grief-bereavement-loss/

https://en.wikipedia.org/wiki/Grief


Tuesday, 22 August 2023

Gangguan Kecemasan yang Berlebihan pada Situasi, Agoraphobia

        Gangguan kecemasan yang ditandai oleh ketakutan atau kecemasan yang berlebihan terhadap situasi atau tempat-tempat di mana seseorang merasa sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan. jika mereka mengalami gejala panik atau situasi yang membuat mereka tidak nyaman disebut agoraphobia. Pada lansia, gangguan agoraphobia dapat menjadi lebih kompleks karena faktor-faktor tertentu terkait penuaan dan perubahan fisik serta psikologis yang terkait dengan usia.

Agoraphobia memiliki prevalensi yang tinggi pada orang tua, dan tidak seperti kasus pada populasi yang lebih muda, kasus dengan onset lambat tidak lebih sering terjadi pada wanita dan tidak terkait dengan serangan panik, menunjukkan sub tipe usia lanjut. Depresi berat, kecemasan, dan ingatan visuospasial yang buruk adalah faktor risiko utama agorafobia onset lambat.

Gangguan kecemasan kepada situasi, sering kali membuat
panik dan tidak nyaman disebut agoraphobia (Sumber: foto canva.com)

Late-Life Agoraphobia, atau agoraphobia pada lansia, mengacu pada ketakutan atau kecemasan yang terjadi pada orang tua atau lansia terhadap situasi-situasi tertentu atau tempat-tempat di mana mereka merasa terjebak, terisolasi, atau sulit untuk mendapatkan bantuan jika terjadi gejala kecemasan atau panik. 

Lansia mengalami kecemasan dan visuospasial akibat agoraphobia
(Sumber: foto canva.com)

Gejala agoraphobia pada lansia mungkin mencakup:

πŸ‘₯ Ketidaknyamanan dalam Kerumunan: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa sangat cemas atau tidak nyaman ketika berada di kerumunan atau tempat-tempat ramai, seperti pusat perbelanjaan, pasar, atau acara publik.

πŸ‘₯ Ketakutan terhadap Perjalanan Jauh: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa takut untuk melakukan perjalanan jauh dari rumah mereka, Menggunakan transportasi umum, seperti bus, pesawat atau kereta api. terutama jika tidak ada yang dapat membantu mereka jika terjadi gejala kecemasan. 

πŸ‘₯ Ketakutan terhadap Tempat Terbuka atau Terisolasi: 

Tempat-tempat yang terbuka atau terisolasi, seperti, seperti tempat parkir, jembatan atau mal. taman atau area luas tanpa banyak orang, dapat memicu kecemasan pada lansia dengan agoraphobia. Ruang tertutup, seperti bioskop, lift, atau toko kecil.

πŸ‘₯ Ketakutan terhadap Tempat-tempat Tanpa Akses Cepat ke Bantuan: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa cemas jika berada di tempat-tempat di mana mereka merasa tidak akan bisa mendapatkan bantuan medis atau dukungan jika diperlukan.

Lansia dengan agoraphobia merasa cemas berada di lokasi
 tanpa bantuan medis. (Sumber: foto canva.com)

πŸ‘₯ Ketakutan terhadap Kejadian Tak Terduga: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa sangat cemas terhadap kemungkinan munculnya gejala fisik atau psikologis yang tidak diharapkan di tempat yang sulit untuk ditinggalkan.

       Agoraphobia pada lansia dapat memiliki ciri-ciri yang mirip dengan agoraphobia pada kelompok usia lainnya, tetapi ada beberapa perbedaan yang mungkin terkait dengan aspek penuaan. 

Beberapa ciri-ciri umum agoraphobia pada lansia: 

πŸ‘€ Ketakutan terhadap Tempat atau Situasi Tertentu: 

Lansia dengan agoraphobia akan merasa cemas atau takut terhadap situasi atau tempat tertentu, seperti kerumunan, tempat-tempat terbuka, atau tempat-tempat yang sulit untuk melarikan diri dari situasi yang membuat cemas.

Lansia dengan agoraphobia cemas dengan kerumunan.
(Sumber; foto canva.com)

πŸ‘€ Menghindari Situasi yang Memicu Kecemasan: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin cenderung menghindari situasi atau tempat-tempat yang memicu gejala kecemasan mereka. Ini dapat meliputi menghindari perjalanan jauh dari rumah, menghindari acara publik, atau menghindari tempat-tempat yang mereka anggap tidak aman.

πŸ‘€ Keterbatasan Aktivitas Sosial: 

Agoraphobia dapat menyebabkan lansia menghindari interaksi sosial atau aktivitas di luar rumah karena takut akan gejala kecemasan atau panik. Ini dapat mengakibatkan isolasi sosial dan perasaan kesepian.

πŸ‘€ Gejala Fisik dan Psikologis: 

Lansia dengan agoraphobia mungkin mengalami gejala fisik seperti detak jantung cepat, napas pendek, pusing, gemetar, atau berkeringat ketika berada dalam situasi yang menimbulkan kecemasan. Gejala psikologis seperti perasaan takut yang kuat, perasaan kehilangan kendali, atau perasaan mati juga dapat muncul.

πŸ‘€ Ketergantungan pada Pendamping:

Lansia dengan agoraphobia mungkin merasa lebih nyaman jika ada seseorang yang mendampingi mereka dalam situasi yang membuat mereka cemas. Mereka mungkin mengandalkan pendamping untuk memberikan rasa aman.

πŸ‘€ Ketakutan terhadap Kejadian Darurat atau Kesehatan: 

Lansia dengan agoraphobia cenderung memiliki ketakutan yang lebih besar terhadap kejadian darurat atau kesehatan yang mungkin terjadi saat mereka berada di tempat yang sulit untuk meninggalkan.

πŸ‘€ Pengaruh Terhadap Kualitas Hidup: 

Agoraphobia pada lansia dapat mengganggu kualitas hidup mereka secara signifikan, menghambat partisipasi dalam kegiatan sehari-hari, dan menghambat kebebasan dan mobilitas.

Penyebab agoraphobia pada lansia, seperti pada kelompok usia lainnya, bisa sangat kompleks dan melibatkan interaksi beberapa faktor. 

Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi terhadap perkembangan agoraphobia pada lansia meliputi:

πŸ‘ͺ Keturunan dan Faktor Genetik: 

Ada bukti bahwa kecenderungan untuk mengembangkan gangguan kecemasan, termasuk agoraphobia, dapat memiliki komponen genetik. Jika ada riwayat keluarga dengan gangguan kecemasan, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami agoraphobia.

Faktor genetik berisiko mengalami agoraphobia
(Sumber: foto canva.com)

πŸ‘ͺ Pengalaman Trauma atau Stres: 

Pengalaman trauma atau stres berat dalam hidup, baik di masa lalu maupun pada masa tua, dapat meningkatkan risiko perkembangan agoraphobia. Pensiun, kehilangan pasangan hidup, atau perubahan signifikan dalam kehidupan dapat menjadi pemicu potensial.

πŸ‘ͺ Perubahan Fisiologis dan Neurologis: 

Penuaan dapat menyebabkan perubahan fisik dan neurologis dalam tubuh, termasuk perubahan pada sistem saraf dan hormon. Perubahan ini dapat mempengaruhi respons tubuh terhadap stres dan kecemasan, serta berkontribusi pada perkembangan agoraphobia.

πŸ‘ͺ Keterbatasan Fisik dan Mobilitas: 

Lansia mungkin mengalami keterbatasan fisik atau mobilitas, yang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk melarikan diri dari situasi yang membuat mereka cemas. Keterbatasan ini dapat memicu ketakutan akan tidak dapat bergerak dengan cepat jika terjadi keadaan darurat.

πŸ‘ͺ Isolasi Sosial: 

Lansia cenderung mengalami perubahan dalam lingkungan sosial mereka, seperti pensiun atau kehilangan teman dan anggota keluarga. Isolasi sosial atau kurangnya interaksi sosial yang sehat dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kecemasan, termasuk agoraphobia.

πŸ‘ͺ Pengalaman Trauma atau Panic Attack:

Pengalaman serangan panik atau perasaan yang kuat dari kehilangan kendali dalam situasi tertentu dapat memicu agoraphobia. Lansia yang pernah mengalami serangan panik di tempat atau situasi tertentu mungkin mengembangkan ketakutan yang kuat terhadap situasi tersebut.

πŸ‘ͺ Gaya Hidup dan Kesehatan Mental: 

Faktor gaya hidup, seperti merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, atau kurangnya aktivitas fisik, dapat berkontribusi terhadap risiko perkembangan gangguan kecemasan, termasuk agoraphobia. Kesehatan mental yang buruk juga dapat menjadi faktor risiko.

πŸ‘ͺ Kognisi dan Pola Pikir Negatif: 

Pola pikir negatif, seperti mengantisipasi yang terburuk atau merasa tidak mampu mengatasi situasi, dapat memperkuat gejala agoraphobia. Lansia mungkin lebih rentan terhadap pola pikir negatif yang dapat memicu atau memperburuk kecemasan.

      πŸ’­ Penting untuk diingat bahwa agoraphobia dan gangguan kecemasan lainnya adalah masalah kompleks yang mungkin disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor. 

Meskipun agoraphobia dapat menjadi tantangan yang serius, baik pada lansia maupun pada kelompok usia lainnya, perawatan yang tepat dan dukungan yang adekuat dapat membantu mengatasi gejalanya.

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu menyembuhkan agoraphobia pada lansia:

πŸ‘² Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental: 

Langkah pertama yang penting adalah berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater, yang memiliki pengalaman dalam merawat gangguan kecemasan pada lansia. Mereka dapat membantu mengevaluasi gejala Anda dan merancang rencana pengobatan yang sesuai.

πŸ‘² Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive-Behavioral Therapy/CBT): 

Terapi ini merupakan pendekatan yang terbukti efektif dalam mengobati agoraphobia. Terapis CBT akan bekerja dengan Anda untuk mengidentifikasi pikiran negatif dan pola perilaku yang memicu kecemasan. Anda akan belajar strategi untuk mengubah pola pikir yang tidak sehat dan menghadapi situasi yang menimbulkan kecemasan secara bertahap.

πŸ‘² Terapi Eksposur: 

Ini adalah bagian penting dari terapi CBT di mana Anda secara bertahap akan diperkenalkan kepada situasi atau tempat yang membuat Anda cemas. Terapis akan membantu Anda menghadapi ketakutan Anda secara terkontrol dan bertahap, memungkinkan Anda untuk mengatasi rasa takut dan mengurangi respons kecemasan.

πŸ‘² Pengelolaan Kecemasan: 

Teknik relaksasi, meditasi, pernapasan dalam, dan latihan tubuh lainnya dapat membantu mengurangi kecemasan dan mengendalikan gejala serangan panik. Ini adalah keterampilan yang bisa Anda pelajari untuk mengatasi situasi yang sulit.

πŸ‘² Obat-obatan: 

Dalam beberapa kasus, profesional kesehatan mental mungkin meresepkan obat anti-kecemasan atau obat antidepresan untuk membantu mengurangi gejala agoraphobia. Obat-obatan harus diambil dengan resep dan di bawah pengawasan medis.

πŸ‘² Dukungan Sosial: 

Melibatkan anggota keluarga, teman, atau kelompok dukungan dalam proses pemulihan Anda dapat memberikan dukungan emosional yang berharga dan membantu Anda merasa lebih terhubung.

πŸ‘² Gaya Hidup Sehat:

Memelihara gaya hidup sehat, seperti tidur yang cukup, nutrisi yang seimbang, dan aktivitas fisik yang teratur, dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan mental Anda.

πŸ‘² Pentingnya Keterbukaan dan Kesabaran: 

Proses pemulihan membutuhkan waktu dan upaya. Jangan ragu untuk berbicara terbuka dengan terapis Anda tentang tantangan yang Anda hadapi dan perasaan Anda. Bersikap sabar dengan diri sendiri juga sangat penting.

       Ingatlah bahwa setiap individu unik, jadi rencana pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan Anda. Penting untuk bekerja sama dengan tim kesehatan Anda untuk menemukan pendekatan terbaik yang cocok untuk Anda dan membantu Anda mengatasi agoraphobia.




Sumber:

https://ajp.psychiatryonline.org/doi/10.1176/appi.ajp.2013.12091235

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/agoraphobia/symptoms-causes/syc-20355987

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23820832/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15769-agoraphobia