Tuesday, 29 August 2023

Merendahkan, Membuat Lansia Dihindari Oleh Teman

       Merendahkan (demean) adalah perilaku yang dimaksudkan untuk menimbulkan kerugian besar terhadap harkat dan martabat seseorang; kata-kata atau tindakan yang dimaksudkan untuk merendahkan, mendiskreditkan, atau menghinakan seseorang. Tidak ada alasan yang dibenarkan untuk perilaku suka merendahkan orang lain. Mengenali perilaku merendahkan orang lain bisa jadi sulit karena bisa terjadi secara tidak kentara.

Contoh perilaku merendahkan antara lain mengejek seseorang di depan orang lain, melontarkan lelucon yang merugikan orang lain, memutar mata setelah komentar seseorang, melontarkan komentar sinis tentang seseorang.

Definisi: Merendahkan orang lain adalah tindakan atau perkataan yang sengaja atau tidak sengaja mengurangi martabat atau harga diri seseorang. Ini bisa melibatkan perlakuan yang tidak adil, menghina, atau mengejek.

Tindakan: Merendahkan melibatkan perilaku nyata atau kata-kata yang disampaikan kepada orang lain dengan tujuan mengurangi harga diri mereka.

Dampak: Tindakan merendahkan dapat sangat merugikan bagi kesejahteraan mental dan emosional seseorang. Ini dapat menyebabkan perasaan rendah diri, stres, kecemasan, dan gangguan hubungan.

Lansia, seperti kelompok usia lainnya, juga dapat menunjukkan perilaku merendahkan terhadap orang lain. Ini dapat muncul dari berbagai faktor, merasa paling kaya, lebih pintar, lebih tua, memiliki jabatan tertentu, mantan pejabat, kurang empati, kurang etika komunikasi, stres, frustrasi termasuk perasaan tidak aman, perubahan dalam kehidupan, dan perasaan tidak puas dengan diri sendiri. 

Komunikasi yang penuh penghargaan dan pengertian,
membuat soliditas suatu komunitas. (Sumber: foto forum warga 09/09)

 Beberapa ciri Lansia yang merendahkan Orang Lain:

😏 Pernyataan Menyinggung: 

Lansia yang merendahkan mungkin menggunakan kata-kata atau pernyataan yang menyinggung, menghina, atau merendahkan orang lain dengan sengaja.

😏 Penggunaan Nada Menyindir: 

Mereka mungkin menggunakan nada suara atau bahasa tubuh yang merendahkan ketika berbicara dengan orang lain.

Merendahkan menggunakan bahasa menyindir
(Sumber: foto canva.com)

😏 Kritikan Tanpa Alasan: 

Lansia yang merendahkan mungkin mengkritik atau menghakimi orang lain tanpa alasan yang jelas, kadang-kadang hanya untuk merendahkan mereka.

😏 Perilaku Tidak Adil: 

Mereka mungkin memperlakukan orang lain dengan tidak adil atau memberikan perlakuan yang lebih rendah dari yang seharusnya.

😏 Mengabaikan Pendapat Orang Lain:

Lansia yang merendahkan mungkin mengabaikan atau tidak memperhatikan pendapat atau ide orang lain dengan sikap seolah-olah pendapat mereka tidak berarti.

😏 Tingkah Laku Sinis: 

Sikap sinis dan mencemooh terhadap orang lain dapat menjadi tanda perilaku merendahkan.

😏 Menghina atau Mengejek: 

Mereka mungkin menggunakan kata-kata menghina atau mengejek dengan tujuan merendahkan orang lain.

       💬 Lansia yang merendahkan orang lain dapat mengalami berbagai kerugian, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi hubungan sosial mereka. 

Kerugian Bagi Lansia Sendiri karena merendahkan orang:

😈 Kesejahteraan Mental yang Buruk: 

Perilaku merendahkan orang lain dapat menyebabkan perasaan bersalah, stres, kecemasan, dan depresi pada lansia.

😈 Pemisahan Sosial: 

Perilaku negatif terhadap orang lain dapat membuat lansia dihindari oleh teman, keluarga, atau komunitas, menyebabkan isolasi sosial.

😈 Harga Diri Menurun: 

Melakukan perilaku merendahkan dapat merusak harga diri lansia dan mengurangi rasa kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup mereka.

😈 Perasaan Kesepian: 

Sikap merendahkan orang lain bisa menyebabkan lansia merasa kesepian karena mereka tidak mampu menjaga hubungan sosial yang sehat.

Sikap merendahkan membuat lansia merasa kesepian
(Sumber: foto canva.com)

Kerugian Bagi Hubungan dan Masyarakat:

😵 Kerusakan Hubungan:

Perilaku merendahkan dapat merusak hubungan sosial, termasuk hubungan dengan teman, keluarga, dan anggota masyarakat.

😵 Pembentukan Prasangka Negatif:

Perilaku negatif dapat memicu pembentukan prasangka negatif di kalangan teman, keluarga, atau komunitas, yang berdampak pada cara mereka memandang lansia tersebut.

😵 Ketidakstabilan Komunitas: 

Sikap merendahkan  dapat mengganggu harmoni dalam kelompok atau komunitas, memicu konflik interpersonal dan mengurangi dukungan sosial.

😵 Penurunan Kualitas Hidup: 

Lingkungan yang didominasi oleh sikap merendahkan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup lansia dan masyarakat secara keseluruhan

       💬 Menghilangkan perilaku merendahkan pada lansia memerlukan kesadaran, usaha, dan komitmen untuk mengubah sikap dan perilaku yang tidak sehat tersebut. 

Beberapa langkah yang dapat membantu lansia mengatasi perilaku merendahkan:

💗 Kenali Perilaku dan Motivasi: 

Pertama-tama, lansia perlu mengenali perilaku merendahkan pada diri mereka sendiri. Cobalah memahami alasan di balik perilaku ini, seperti perasaan tidak aman, perubahan hidup, atau emosi negatif lainnya.

💗 Kembangkan Kesadaran Diri: 

Lansia bisa bekerja pada pengembangan kesadaran diri tentang bagaimana perilaku mereka memengaruhi diri sendiri dan orang lain. Ini bisa melibatkan refleksi, jurnal, atau berbicara dengan orang-orang terpercaya.

Lansia meningkatkan kesadaran diri untuk mengatasi
perilaku merendahkan orang lain. (Sumber: foto canva.com)

💗 Ganti Pola Pikir Negatif: 

Lansia perlu mengidentifikasi dan mengganti pola pikir negatif yang mendorong perilaku merendahkan. Cobalah fokus pada aspek positif dari diri sendiri dan orang lain.

💗 Latih Empati: 

Latih kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Ini akan membantu lansia lebih memahami perasaan dan pengalaman orang lain, dan mengurangi kecenderungan merendahkan.

💗 Jaga Komunikasi Positif:

Hindari penggunaan kata-kata atau nada yang merendahkan saat berbicara dengan orang lain. Cobalah untuk menggunakan komunikasi yang penuh penghargaan dan pengertian.

💗 Berbicara Terbuka:

Jika ada masalah atau ketidakpuasan yang mendasari perilaku merendahkan, lansia sebaiknya berbicara terbuka dengan orang yang terkena dampak atau seseorang yang dapat memberikan dukungan dan saran.

💗 Pentingkan Pendidikan dan Pemahaman: 

Lansia bisa mencari informasi lebih lanjut tentang perbedaan, nilai-nilai individu, dan dampak perilaku merendahkan.  

💗 Berlatih Penghargaan:

Lansia bisa berlatih memberikan penghargaan dan pujian kepada orang lain. Mengakui pencapaian dan usaha orang lain dapat membangun hubungan yang positif.

💗 Cari Dukungan: 

Lansia dapat mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental. Mereka dapat memberikan perspektif dan dukungan yang diperlukan dalam mengubah perilaku. 

Lansia dapat mencari dukungan dari teman, keluarga, atau
 profesional kesehatan mental. (Sumber: foto canva.com)
.

💗 Konsisten dan Sabar: 

Mengubah perilaku memerlukan waktu. Lansia perlu bersabar dan konsisten dalam upaya mereka untuk menghilangkan perilaku merendahkan.

       Menghilangkan perilaku merendahkan memerlukan komitmen dan usaha yang berkelanjutan. Perubahan ini akan memerlukan waktu, tetapi upaya yang dilakukan dapat berdampak positif pada kesejahteraan lansia dan hubungan sosial mereka.





Sumber:

https://thepracticalpsych.com/blog/demeaning-definition#: 

https://homesweethomeihc.com/belittling-aging-parents-without-knowing/

https://seniorsrights.org.au/resources/elder-abuse-toolkit/signs-of-elder-abuse/

https://www.heavenathomecare.com/ageism-endearing-terms-nurturing-belittling-older-people/

https://www.nytimes.com/2008/10/07/us/07aging.html

https://www.mass.gov/service-details/types-and-signs-of-elder-abuse

Monday, 28 August 2023

Gangguan Makan Pada Lansia, Dampak Serius Kesehatan

        Orang sering mengasosiasikan gangguan makan dengan remaja atau orang yang lebih muda. Dengan terjadinya peningkatan populasi lansia yang berjuang melawan gangguan makan. Menunjukkan gangguan makan tidak membeda-bedakan dan mutlak bisa terjadi pada siapa saja tidak peduli berapa usianya, apa jenis kelaminnya, atau apa rasnya.

Gangguan makan (eating disorders) adalah kondisi mental yang ditandai oleh pola makan yang tidak sehat, obsesi terhadap berat badan atau bentuk tubuh, serta perasaan yang mendalam terkait makanan dan tubuh. Gangguan makan dapat memiliki dampak serius pada kesehatan fisik dan emosional seseorang. 

Gangguan makan bisa terjadi kepada siapa saja tidak peduli
 berapa usianya, apa jenis kelaminnya, atau apa rasnya.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Gangguan makan adalah ketika Anda mempunyai sikap tidak sehat terhadap makanan yang dapat mengambil alih hidup Anda dan membuat Anda sakit.

Beberapa jenis gangguan makan yang umum meliputi:

🍕 Anoreksia Nervosa: 

Orang dengan anoreksia nervosa memiliki ketakutan berlebihan terhadap penambahan berat badan, sehingga mereka cenderung mengurangi asupan makanan secara drastis, bahkan hingga mengabaikan rasa lapar. Ini dapat menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan dan masalah kesehatan serius.

Anoreksia nervosa ketakutan terhadap penambahan berat badan
(Sumber: foto canva.com)

🍕 Bulimia Nervosa:

Penderita bulimia nervosa cenderung mengalami episode makan berlebihan yang diikuti oleh perilaku kompensasi, seperti memuntahkan makanan atau mengonsumsi laksatif dengan tujuan menghindari penambahan berat badan. Siklus ini dapat memiliki dampak negatif pada keseimbangan elektrolit dan fungsi organ dalam tubuh.

🍕 Gangguan Makan yang Berlebihan (Binge Eating Disorder): 

Orang dengan gangguan ini mengalami episode makan berlebihan tanpa tindakan kompensasi yang terkait dengan bulimia. Mereka merasa kehilangan kendali atas asupan makanan selama episode ini dan sering merasa bersalah atau malu setelahnya.

🍕 Orthorexia Nervosa: 

Meskipun belum diakui sebagai gangguan makan secara resmi oleh manual diagnostik, orthorexia melibatkan obsesi yang berlebihan terhadap makanan yang dianggap sehat. Orang dengan orthorexia bisa sangat ketat dalam mengendalikan jenis makanan yang mereka konsumsi.

🍕 Pica: 

Ini melibatkan konsumsi bahan-bahan yang tidak biasa atau tidak memiliki nilai gizi, seperti tanah liat, kertas, rambut, atau benda-benda lain yang tidak dapat dicerna.

       Gangguan makan tidak hanya mempengaruhi fisik seseorang, tetapi juga dapat merusak kesehatan mental. Faktor-faktor seperti tekanan budaya untuk memiliki tubuh yang "sempurna", trauma masa lalu, tekanan emosional, dan faktor genetik dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan makan.

Gangguan makan dapat mempengaruhi individu dari berbagai kelompok usia, termasuk lansia. Namun, gejala dan ciri-ciri gangguan makan pada lansia mungkin dapat sedikit berbeda dari pada kelompok usia yang lebih muda. 

Beberapa ciri yang mungkin menunjukkan adanya gangguan makan pada lansia meliputi:

😂 Perubahan Berat Badan Drastis:

Lansia dengan gangguan makan mungkin mengalami penurunan berat badan yang signifikan dalam waktu yang relatif singkat. Penurunan berat badan yang tidak diinginkan dapat menjadi tanda peringatan.

Penurunan berat badan drastis merupakan gangguan
makan pada lansia. (Sumber: foto canva.com)

😂 Perubahan Pola Makan:

Lansia dengan gangguan makan mungkin mengubah pola makan mereka secara mendadak. Ini bisa mencakup menghindari jenis makanan tertentu, mengurangi porsi makan, atau bahkan menghindari makanan secara keseluruhan.

😂 Peningkatan Kecemasan Terkait Makanan dan Tubuh:

Lansia dengan gangguan makan mungkin sangat cemas terkait makanan dan berat badan. Mereka mungkin memiliki obsesi terhadap bentuk tubuh mereka dan merasa tidak puas dengan penampilan fisik mereka.

😂 Isolasi Sosial:

Gangguan makan dapat menyebabkan isolasi sosial. Lansia yang mengalami gangguan makan mungkin cenderung menghindari makanan di acara sosial atau berkumpul dengan teman dan keluarga selama makan.

😂 Kehilangan Energi dan Kelemahan:

Gangguan makan dapat menyebabkan penurunan energi dan kelemahan fisik. Lansia dengan gangguan makan mungkin merasa lemah dan tidak bertenaga.

😂 Gangguan Psikologis Tambahan:

Gangguan makan pada lansia dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan mental tambahan, seperti depresi, kecemasan, atau isolasi emosional.

😂 Gangguan Fungsi Tubuh: 

Gangguan makan dapat memengaruhi fungsi tubuh, termasuk keseimbangan elektrolit dan kesehatan jantung. Lansia yang mengalami gangguan makan mungkin memiliki masalah kesehatan yang terkait dengan gangguan tersebut.

       Gejala-gejala ini tidak selalu mengindikasikan gangguan makan, dan beberapa perubahan dalam pola makan dan berat badan dapat disebabkan oleh faktor-faktor lain pada lansia, seperti perubahan metabolisme yang terkait dengan penuaan. 

Penyebab gangguan makan pada lansia bisa sangat kompleks dan bervariasi. Seperti halnya pada kelompok usia lainnya, gangguan makan pada lansia dapat disebabkan oleh kombinasi faktor genetik, lingkungan, psikologis, dan sosial. 

Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam penyebab gangguan makan pada lansia meliputi:

💩 Perubahan Fisik dan Fisiologis:

Lansia sering mengalami perubahan fisik yang berhubungan dengan penuaan, seperti penurunan massa otot, penurunan laju metabolisme, dan perubahan hormonal. Perubahan ini dapat mempengaruhi nafsu makan dan persepsi tubuh, yang pada gilirannya dapat memicu gangguan makan.

💩 Masalah Kesehatan Kronis: 

Lansia sering mengalami masalah kesehatan kronis, seperti penyakit jantung, diabetes, atau gangguan pencernaan. Pengelolaan makanan yang terkait dengan kondisi ini dapat mempengaruhi pola makan dan memicu gangguan makan.

Kesehatan kronis mempengaruhi pola makan
(Sumber: foto canva,com)

💩 Isolasi Sosial: 

Lansia yang merasa terisolasi atau kesepian dapat mengalami stres emosional yang signifikan. Beberapa orang mungkin mengembangkan gangguan makan sebagai cara untuk mengatasi emosi negatif atau sebagai bentuk pengendalian dalam situasi yang tidak terkendali.

💩 Ketidakpuasan dengan Penampilan Fisik: 

Perubahan penampilan fisik yang terkait dengan penuaan bisa menyebabkan ketidakpuasan dengan tubuh dan penampilan. Ini dapat mendorong perilaku yang berhubungan dengan gangguan makan.

💩 Stigma Terkait Makanan dan Berat Badan: 

Stigma sosial terkait makanan, berat badan, dan penuaan bisa mempengaruhi persepsi diri dan hubungan seseorang dengan makanan. Lansia mungkin merasa tekanan untuk mematuhi standar tertentu yang tidak realistis.

💩 Trauma dan Pengalaman Masa Lalu:

Pengalaman traumatis atau pengalaman masa lalu yang sulit dapat memicu gangguan makan pada lansia sebagai bentuk koping yang tidak sehat.

💩 Gangguan Mental Lainnya:

Lansia yang mengalami gangguan mental seperti depresi, kecemasan, atau gangguan citra tubuh memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan makan.

💩 Perubahan Gaya Hidup dan Kehilangan Kontrol:

Perubahan besar dalam gaya hidup, seperti pensiun, kehilangan pasangan, atau kehilangan otonomi, dapat memicu perasaan kehilangan kontrol yang mendorong perilaku makan yang tidak sehat.

       Mengobati gangguan makan pada lansia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi, melibatkan tim medis, dukungan psikologis, dan perubahan gaya hidup. 

Beberapa langkah yang dapat diambil dalam mengobati gangguan makan pada lansia:

👳 Konsultasi Medis: 

Langkah pertama adalah berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis profesional. Mereka dapat mengevaluasi kondisi fisik dan kesehatan umum lansia serta memberikan panduan tentang perawatan yang diperlukan.

👳 Evaluasi Psikologis: 

Terapi kognitif dan perilaku (CBT) atau terapi lainnya dapat membantu menilai faktor psikologis yang mendorong gangguan makan. Terapis yang berpengalaman dalam mengobati gangguan makan dapat membantu lansia mengatasi kecemasan, depresi, atau trauma yang mungkin berperan dalam gangguan makan.

👳 Nutrisi dan Diet:

Lansia dengan gangguan makan mungkin memerlukan bantuan seorang ahli gizi yang berpengalaman untuk mengembangkan rencana makan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kesehatan mereka. Mereka juga dapat memberikan edukasi tentang manfaat makanan yang tepat.

👳 Dukungan Keluarga dan Sosial:

Dukungan dari keluarga dan teman-teman dapat memiliki peran penting dalam proses pemulihan. Lansia perlu merasa didukung, didengar, dan diberdayakan dalam mengatasi gangguan makan.

Dukungan keluarga dan teman mengatasi gangguan makan.
(Sumber: foto canva.com)

👳 Terapi Kelompok: 

Terapi kelompok dapat membantu lansia merasa lebih terhubung dengan individu lain yang mengalami masalah serupa. Ini dapat memberikan dukungan sosial dan lingkungan aman untuk berbicara tentang pengalaman mereka.

👳 Pengelolaan Stres dan Koping:

Pelajari strategi untuk mengatasi stres dan emosi yang mungkin memicu perilaku makan yang tidak sehat. Teknik relaksasi, meditasi, dan olahraga ringan dapat membantu mengelola stres.

👳 Pemantauan Medis:

Lansia dengan gangguan makan mungkin memerlukan pemantauan medis reguler untuk memastikan bahwa kesehatan fisik mereka tetap terjaga dan tidak ada komplikasi yang berkembang.

👳 Obat-obatan: 

Beberapa lansia dengan gangguan makan mungkin memerlukan obat-obatan untuk mengatasi gejala seperti kecemasan atau depresi yang mungkin menyertai gangguan makan.

👳 Pengelolaan Gaya Hidup:

Mengatasi gangguan makan juga dapat melibatkan perubahan gaya hidup yang sehat. Ini mungkin termasuk rutinitas tidur yang baik, olahraga yang seimbang, dan menjaga hubungan sosial yang positif.

👳 Pemantauan Jangka Panjang: 

Pemulihan dari gangguan makan pada lansia adalah proses jangka panjang. Penting untuk tetap melanjutkan dukungan medis dan psikologis bahkan setelah gejala mereda, guna mencegah kambuhnya gangguan makan.

       Setiap individu memiliki kebutuhan yang unik, jadi rencana perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan lansia tersebut. Penting untuk bekerja sama dengan tim medis dan profesional kesehatan mental yang berpengalaman dalam merawat gangguan makan pada lansia.



Sumber:

https://www.trustedcare.co.uk/help-and-advice/eating-disorders-older-people

https://nedc.com.au/eating-disorder-resources/find-resources/show/issue-60-i-eating-disorders-in-aged-care/

https://www.webmd.com/mental-health/eating-disorders/news/20230302/older-women-and-eating-disorders

https://aging.com/best-online-therapy/disordered-eating-and-older-adults/

Sunday, 27 August 2023

Perilaku Meremehkan, Menghancurkan Hubungan Pada Lansia.

          Meremehkan ( belittle) dapat dengan mudah diduga dari dua kata yang terdiri dari, “menjadi” dan “kecil”.  Dengan kata lain, meremehkan adalah bahasa atau perilaku yang secara harfiah membuat seseorang merasa kecil, tidak penting, rendah diri, atau diremehkan. 

Meskipun mudah untuk memahami apa yang dimaksud dengan meremehkan, lebih sulit untuk mengidentifikasinya sebagai taktik pelecehan verbal dan emosional  karena tidak seperti berteriak dan membentak, meremehkan biasanya terjadi secara pribadi dan menjadi pola pelecehan seiring berjalannya waktu. 

Meremehkan adalah tindakan yang tidak pantas dan tidak menghormati. Tidak ada alasan atau manfaat yang baik dalam meremehkan orang lain. Ini hanya menciptakan ketidaknyamanan, kebingungan, dan kerusakan hubungan. 

Kolaborasi dapat terwujud bila saling menghargai
dan tidak meremehkan. (Sumber: foto forum warga 09/09)

Beberapa hal mengapa meremehkan adalah perilaku yang sebaiknya dihindari:

📛 Kurang Menghormati: 

Meremehkan mencerminkan kurangnya rasa hormat terhadap orang lain. Setiap individu pantas dihormati, bahkan jika Anda tidak setuju dengan mereka.

📛 Membuat Orang Tidak Nyaman: 

Ketika Anda meremehkan seseorang, Anda bisa membuat mereka merasa tidak nyaman, malu, atau kecil. Ini bisa berdampak buruk pada kesejahteraan mental dan emosional mereka.

Meremehkan orang membuat orang jadi tidak nyaman
(Sumber: foto canva.com)

📛 Mengganggu Hubungan:

Meremehkan bisa merusak hubungan baik dalam lingkungan pribadi maupun profesional. Ini menciptakan jarak dan kesenjangan antara individu, sulit untuk membangun hubungan yang sehat.

📛 Tidak Membantu Masalah: 

Meremehkan tidak pernah membantu dalam menyelesaikan masalah. Justru, itu hanya memperburuk situasi dengan menambahkan konflik dan ketegangan.

📛 Menghalangi Pertumbuhan Pribadi: 

Ketika Anda meremehkan seseorang, Anda menghalangi mereka untuk berkembang dan mencapai potensi penuh mereka. Lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan pembelajaran jauh lebih produktif.

📛 Tidak Mencerminkan Kematangan Emosional:

Meremehkan adalah tanda kurangnya kematangan emosional. Mengatasi perbedaan dengan cara yang konstruktif adalah tanda kematangan dan kedewasaan.

📛 Pengaruh Negatif Terhadap Citra Diri:

Jika Anda merasa perlu meremehkan orang lain untuk merasa baik tentang diri sendiri, ini menunjukkan kurangnya kepercayaan diri yang sebenarnya.

📛 Bisa Kembali Kepada Anda: 

Sikap meremehkan bisa memantul kembali kepada Anda. Orang lain mungkin juga akan meremehkan Anda sebagai respons atas perilaku Anda.

📛 Menghambat Kolaborasi: 

Kolaborasi yang efektif memerlukan saling pengertian dan keterbukaan. Meremehkan hanya menghalangi kemampuan untuk bekerja bersama dengan produktif.

Meremehkan hanya menghalangi kerjasama
(Sumber: canva.com)

📛 Tidak Etis dan Tidak Sopan: 

Di atas segalanya, meremehkan adalah perilaku yang tidak etis dan tidak sopan. Ini tidak sesuai dengan standar kesopanan dan rasa hormat dalam interaksi sosial.

       Meremehkan orang lain, dampaknya bisa merugikan baik bagi orang yang melakukannya maupun bagi orang yang menjadi sasaran. Penting untuk berusaha membangun hubungan yang positif dan penghargaan terhadap nilai-nilai dan martabat setiap individu, tanpa harus merasa lebih baik atau lebih rendah daripada orang lain.

Lansia, seperti kelompok usia lainnya, juga dapat menunjukkan perilaku meremehkan terhadap orang lain. Ini dapat muncul dari berbagai faktor, termasuk perasaan ketidakamanan, perubahan dalam kehidupan, dan perasaan tidak puas dengan diri sendiri. 

Beberapa ciri Lansia meremehkan Orang Lain:

💪 Sikap Superioritas:

Lansia yang meremehkan mungkin menunjukkan sikap superioritas, merasa bahwa mereka lebih baik atau lebih penting daripada orang lain.

Lansia meremehkan menunjukkan sikap superior
(Sumber: foto canva.com)

💪 Pembandingan Negatif:

Mereka cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain dengan hasil yang merugikan orang lain.

💪 Sikap Tidak Menghargai: 

Lansia yang meremehkan mungkin tidak menghargai kontribusi atau usaha orang lain.

💪 Tidak Mau Memberikan Pengakuan:

Mereka mungkin enggan memberikan pengakuan atau pujian kepada orang lain, bahkan ketika itu pantas.

💪 Kurangnya Empati: 

Kurangnya empati terhadap perasaan dan pengalaman orang lain bisa menjadi tanda perilaku meremehkan.

💪 Sikap Menghinakan Prestasi Orang Lain:

Mereka mungkin menghindari mengakui prestasi atau keberhasilan orang lain dan bahkan mencoba merendahkan pencapaian tersebut.

💪 Mengabaikan Kontribusi Orang Lain: 

Lansia yang meremehkan mungkin mengabaikan atau tidak memperhatikan kontribusi atau usaha yang dilakukan oleh orang lain.

       💬 Mengembangkan empati, berkomunikasi dengan baik, dan bekerja pada pemahaman tentang nilai-nilai dan martabat individu dapat membantu dalam menciptakan hubungan yang lebih sehat dan positif. 

Lansia yang meremehkan  orang lain dapat mengalami berbagai kerugian, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi hubungan sosial mereka. 

Beberapa kerugian akibat perilaku meremehkan orang lain pada lansia:

👇 Kerugian Bagi Lansia Sendiri:

👉 Kesejahteraan Mental yang Buruk: 

Perilaku meremehkan orang lain dapat menyebabkan perasaan bersalah, stres, kecemasan, dan depresi pada lansia.

👉 Pemisahan Sosial: 

Perilaku negatif terhadap orang lain dapat membuat lansia dihindari oleh teman, keluarga, atau komunitas, menyebabkan isolasi sosial.

Isolasi sosial terjadi bila meremehkan orang lain
(Sumber: foto canva.com)

👉 Harga Diri Menurun: 

Melakukan perilaku meremehkan dapat merusak harga diri lansia dan mengurangi rasa kepuasan dan kebahagiaan dalam hidup mereka.

👉 Perasaan Kesepian: 

Sikap meremehkan orang lain bisa menyebabkan lansia merasa kesepian karena mereka tidak mampu menjaga hubungan sosial yang sehat.

👇 Kerugian Bagi Hubungan dan Masyarakat:

👉 Kerusakan Hubungan:

Perilaku meremehkan dapat merusak hubungan sosial, termasuk hubungan dengan teman, keluarga, dan anggota masyarakat.

👉 Pembentukan Prasangka Negatif:

Perilaku negatif dapat memicu pembentukan prasangka negatif di kalangan teman, keluarga, atau komunitas, yang berdampak pada cara mereka memandang lansia tersebut.

👉 Ketidakstabilan Komunitas: 

Sikap meremehkan dapat mengganggu harmoni dalam kelompok atau komunitas, memicu konflik interpersonal dan mengurangi dukungan sosial.

👉 Penurunan Kualitas Hidup: 

Lingkungan yang didominasi oleh sikap meremehkan dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup lansia dan masyarakat secara keseluruhan

       Menghilangkan perilaku meremehkan pada lansia memerlukan kesadaran, usaha, dan komitmen untuk mengubah sikap dan perilaku yang tidak sehat tersebut. 

Beberapa langkah yang dapat membantu lansia mengatasi perilaku meremehkan :

😊 Kenali Perilaku dan Motivasi: 

Pertama-tama, lansia perlu mengenali perilaku meremehkan pada diri mereka sendiri. Cobalah memahami alasan di balik perilaku ini, seperti perasaan ketidakamanan, perubahan hidup, atau emosi negatif lainnya.

😊 Kembangkan Kesadaran Diri: 

Lansia bisa bekerja pada pengembangan kesadaran diri tentang bagaimana perilaku mereka memengaruhi diri sendiri dan orang lain. Ini bisa melibatkan refleksi, jurnal, atau berbicara dengan orang-orang terpercaya.

😊 Ganti Pola Pikir Negatif: 

Lansia perlu mengidentifikasi dan mengganti pola pikir negatif yang mendorong perilaku meremehkan. Cobalah fokus pada aspek positif dari diri sendiri dan orang lain.

Lansia harus mengganti pola berpikir negatif menjadi
pola positif agar tidak meremehkan orang lain.
(Sumber: foto canva.com)

😊 Latih Empati: 

Latih kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Ini akan membantu lansia lebih memahami perasaan dan pengalaman orang lain, dan mengurangi kecenderungan meremehkan.

😊 Jaga Komunikasi Positif:

Hindari penggunaan kata-kata atau nada yang meremehkan saat berbicara dengan orang lain. Cobalah untuk menggunakan komunikasi yang penuh penghargaan dan pengertian.

😊 Berbicara Terbuka:

Jika ada masalah atau ketidakpuasan yang mendasari perilaku meremehkan, lansia sebaiknya berbicara terbuka dengan orang yang terkena dampak atau seseorang yang dapat memberikan dukungan dan saran.

😊 Pentingkan Pendidikan dan Pemahaman: 

Lansia bisa mencari informasi lebih lanjut tentang perbedaan, nilai-nilai individu, dan dampak perilaku meremehkan  . Pendidikan dan pemahaman dapat membantu merobah sikap.

😊 Berlatih Penghargaan:

Lansia bisa berlatih memberikan penghargaan dan pujian kepada orang lain. Mengakui pencapaian dan usaha orang lain dapat membangun hubungan yang positif.

😊 Cari Dukungan: 

Lansia dapat mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental. Mereka dapat memberikan perspektif dan dukungan yang diperlukan dalam mengubah perilaku.

😊 Konsisten dan Sabar: 

Mengubah perilaku tidak terjadi dalam semalam. Lansia perlu bersabar dan konsisten dalam upaya mereka untuk menghilangkan perilaku meremehkan.

       Menghilangkan perilaku meremehkan memerlukan komitmen yang kuat dan usaha yang berkelanjutan. Perubahan ini akan memerlukan waktu, tetapi upaya yang dilakukan dapat berdampak positif pada kesejahteraan lansia dan hubungan sosial mereka.





Sumber:

https://homesweethomeihc.com/belittling-aging-parents-without-knowing/

https://seniorsrights.org.au/resources/elder-abuse-toolkit/signs-of-elder-abuse/

https://www.heavenathomecare.com/ageism-endearing-terms-nurturing-belittling-older-people/

https://www.nytimes.com/2008/10/07/us/07aging.html

https://www.mass.gov/service-details/types-and-signs-of-elder-abuse