Friday, 8 September 2023

Trauma Masa Lalu Yang luput Penanganan, Phobia Lansia.

      Phobia masa kanak-kanak paling sering terjadi antara usia 5 dan 9 tahun, dan cenderung berlangsung dalam waktu singkat. Kebanyakan fobia yang bertahan lama dimulai pada usia lanjut, terutama pada orang berusia 20-an. Phobia pada orang dewasa cenderung berlangsung selama bertahun-tahun, dan kecil kemungkinannya untuk hilang dengan sendirinya, kecuali jika diobati.

Phobia adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan atau kecemasan yang sangat intens dan tidak wajar terhadap objek, situasi, atau hal tertentu. Ketakutan ini melebihi reaksi yang normal terhadap objek atau situasi tersebut dan sering kali dapat menyebabkan kecemasan yang parah serta mengganggu kualitas hidup seseorang.

Phobia pada orang dewasa cenderung selama bertahun- tahun
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Phobia bisa terjadi terhadap berbagai objek atau situasi yang berbeda, dan setiap phobia biasanya memiliki nama khusus yang menggambarkan apa yang menjadi objek ketakutan tersebut. 

Beberapa contoh phobia yang umum mencakup arachnophobia (ketakutan terhadap laba-laba), acrophobia (ketakutan terhadap ketinggian), claustrophobia (ketakutan terhadap tempat-tempat sempit), dan agoraphobia (ketakutan terhadap situasi di mana seseorang merasa sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan).

Arachnophobia ketakutan terhadap laba-laba.
(Sumber: foto canva.com)

Ada phobia aneh, contoh pogonophobia ( ketakutan terhadap jenggot atau kumis),  ablutophobia ( ketakutan terhadap air atau mandi), linonophobia (ketakutan terhadap benang).

Phobia  sangat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang karena bisa menghambat mereka dalam menjalani aktivitas yang biasa dan merasa sangat stres atau cemas ketika mereka terpapar dengan objek atau situasi yang menjadi fobia mereka.

Phobia dapat tetap ada sepanjang hidup seseorang, termasuk saat mencapai usia lanjut (lansia). Sejumlah faktor, termasuk pengalaman seumur hidup dan bagaimana seseorang mengelola phobia mereka, dapat mempengaruhi apakah phobia tersebut tetap ada atau berkurang seiring bertambahnya usia. Penyebab phobia tidak selalu jelas dan bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya.

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam pengembangan phobia meliputi:

👤 Pengalaman Traumatik: 

Pengalaman traumatis dalam masa lalu yang terkait dengan objek atau situasi tertentu dapat menjadi pemicu phobia. Misalnya, jika seseorang pernah mengalami serangan ular yang traumatis sebagai anak, mereka mungkin mengembangkan ophidiophobia (ketakutan terhadap ular) di kemudian hari.

Pengalaman trauma masa  lalu pemicu phobia.
(Sumber: foto canva.com)

👤 Faktor Genetik dan Keturunan:

Penelitian menunjukkan bahwa ada faktor genetik yang dapat memengaruhi rentan seseorang terhadap phobia. Jika ada riwayat phobia dalam keluarga, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan phobia.

👤 Belajar Melalui Model (Modeling): 

Kadang-kadang, seseorang dapat mengembangkan phobia dengan melihat reaksi ketakutan atau kecemasan yang ditunjukkan oleh orang lain. Ini terutama mungkin terjadi pada anak-anak yang mengamati orang dewasa yang takut pada sesuatu.

👤 Kondisi Lingkungan: 

Lingkungan di mana seseorang dibesarkan juga bisa memainkan peran dalam perkembangan phobia. Pengalaman negatif atau tekanan sosial di masa lalu terkait dengan objek atau situasi tertentu dapat mempengaruhi pembentukan phobia.

Lingkungan berperan dalam memicu phobia.
(Sumber: foto canva.com)

👤 Kondisi Neurobiologis:

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam otak dan fungsi neurotransmitter pada individu dengan phobia. Ini mungkin memengaruhi bagaimana seseorang merespons situasi atau objek yang menjadi fobia mereka.

👤 Stres dan Kecemasan Kronis:

Stres berkepanjangan atau kecemasan kronis dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan phobia. Kondisi seperti gangguan kecemasan umum dapat meningkatkan rentan seseorang terhadap phobia.

👤 Kontrol yang Hilang:

Rasa kehilangan kendali dalam situasi tertentu atau kurangnya pemahaman tentang bagaimana mengatasi situasi tertentu dapat menjadi faktor pemicu phobia.

👤 Faktor Kognitif: 

Bagaimana seseorang memproses informasi dan berpikir tentang situasi tertentu juga dapat memengaruhi perkembangan phobia. Misalnya, bila seseorang cenderung berfokus pada aspek-aspek negatif dari suatu situasi atau memiliki pemikiran yang berlebihan tentang risiko, mereka lebih mungkin mengembangkan phobia.

       Phobia adalah masalah kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor genetik, lingkungan, psikologis, dan neurobiologis. Tidak semua orang yang menghadapi situasi atau objek yang sama akan mengembangkan phobia.  

Daftar phobia yang sering terjadi:

  • Arachnophobia: Ketakutan terhadap laba-laba.
  • Claustrophobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat sempit atau terkurung.
  • Acrophobia: Ketakutan terhadap ketinggian.
  • Agoraphobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat atau situasi yang sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan.
  • Katsaridaphobia: Ketakutan terhadap kecoa.
Katsaridaphobia takut terhadap kecoa
(Sumber: foto canva.com)

  • Sosial Phobia (Kecemasan Sosial): Ketakutan berlebihan terhadap situasi sosial atau interaksi dengan orang lain.
  • Ophidiophobia: Ketakutan terhadap ular.

  • Ophidiophobia ketakutan terhadap ular;
    (Sumber: foto canva.com)

  • Aviophobia: Ketakutan terhadap penerbangan atau terbang.
  • Dentophobia: Ketakutan terhadap perawatan gigi atau kunjungan ke dokter gigi.
  • Nyctophobia: Ketakutan terhadap gelap atau kegelapan.
  • Hemophobia: Ketakutan terhadap darah.
  • Claustrophobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat yang sempit atau terkurung.
Claustrophobia takut terhadap tempat sempit.
(Sumber: foto canva.com)

  • Trypophobia: Ketakutan terhadap pola-pola kecil atau berlubang.
  • Thanatophobia: Ketakutan terhadap kematian atau proses kematian.
  • Pteromerhanophobia: Ketakutan terhadap terbang.
  • Mysophobia: Ketakutan terhadap kuman atau kekotoran.
  • Astraphobia: Ketakutan terhadap petir dan badai petir.
  • Necrophobia: Ketakutan terhadap mayat atau kematian.
  • Automatonophobia: Ketakutan terhadap boneka, manekin, atau benda-benda manusia tiruan.
  • Cynophobia: Ketakutan terhadap anjing.
  • Entomophobia: Ketakutan terhadap serangga.
  • Aichmophobia: Ketakutan terhadap benda tajam seperti pisau atau jarum.
  • Triskaidekaphobia: Ketakutan terhadap angka 13.
  • Ergophobia: Ketakutan terhadap pekerjaan atau bekerja.
  • Selachophobia: Ketakutan terhadap hiu.
  • Taphophobia: Ketakutan terhadap kuburan atau pemakaman.
  • Pediophobia: Ketakutan terhadap anak kecil atau bayi.
  • Telephonophobia: Ketakutan terhadap telepon atau berbicara di telepon.
  • Anthropophobia: Ketakutan terhadap orang atau masyarakat.
  • Eisoptrophobia: Ketakutan terhadap refleksi dalam cermin.

       Phobia atau ketakutan ekstrem dapat muncul pada lansia seperti pada usia yang lebih muda, dan jenis phobia yang dialami seseorang dapat bervariasi secara signifikan. Ketakutan yang dianggap aneh atau tidak umum pada lansia tidak selalu berbeda dari ketakutan yang mungkin dialami oleh kelompok usia lainnya.

Sifat "aneh" atau "tidak umum" dari phobia sering kali tergantung pada norma sosial dan budaya tertentu. Dalam beberapa budaya atau komunitas, beberapa phobia yang mungkin dianggap aneh atau tidak umum di tempat lain bisa sangat nyata dan signifikan. 

Beberapa contoh phobia yang  dianggap aneh, baik pada lansia maupun pada kelompok usia lain:

  • Nomophobia: Ketakutan terhadap tidak memiliki akses ke telepon seluler atau perangkat elektronik.
  • Geniophobia: Ketakutan terhadap rambut manusia, terutama rambut yang jatuh atau terlepas dari kepala.
  • Aulophobia: Ketakutan terhadap serangan atau bunyi terompet.
  • Allodoxaphobia: Ketakutan terhadap mendengar pendapat orang lain tentang diri sendiri.
  • Xanthophobia: Ketakutan terhadap warna kuning.
  • Ablutophobia: Ketakutan terhadap mandi atau mencuci tubuh.
  • Chorophobia: Ketakutan terhadap menari.
  • Arachibutyrophobia: Ketakutan terhadap mentega kacang menempel di langit-langit mulut.
  • Phobophobia: Ketakutan terhadap ketakutan itu sendiri.
  • Turophobia: Ketakutan terhadap keju.
  • Barophobia: Ketakutan terhadap tekanan gravitasi.
  • Agyrophobia: Ketakutan terhadap menyeberang jalan.
  • Hippopotomonstrosesquipedaliophobia: Ironisnya, ini adalah phobia terhadap kata-kata yang panjang dan sulit dieja.
  • Papaphobia: Ketakutan terhadap Paus atau gereja Katolik.
  • Phagophobia: Ketakutan terhadap menelan makanan.
  • Cacophobia: Ketakutan terhadap kotoran.
  • Pogonophobia: Ketakutan terhadap jenggot atau kumis.

  • Pogonophobia takut terhadap kumis
    (Sumber: foto canva.com)

  • Ablutophobia: Ketakutan terhadap air atau mandi.
  • Linonophobia: Ketakutan terhadap benang.
  • Omphalophobia: Ketakutan terhadap pusar atau bekas luka pusar.

       Mengobati phobia pada lansia memerlukan pendekatan yang penuh perhatian dan berfokus pada kebutuhan unik lansia. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi phobia pada lansia:

😇 Edukasi: 

Edukasi adalah langkah pertama yang penting. Terapis atau profesional kesehatan mental harus menjelaskan phobia kepada lansia, termasuk asal-usulnya dan bagaimana phobia tersebut memengaruhi tubuh dan pikiran mereka. Ini dapat membantu mengurangi rasa malu atau ketidakpercayaan diri yang mungkin dirasakan oleh lansia.

😇 Terapi Kognitif-Perilaku (CBT): 

CBT adalah metode terapi yang sangat efektif untuk mengatasi phobia. Dalam CBT, lansia akan bekerja dengan seorang terapis untuk mengidentifikasi pemikiran negatif dan perilaku yang berkaitan dengan phobia, serta mempraktikkan teknik-teknik untuk mengubah pemikiran dan respons mereka terhadap objek atau situasi yang menjadi fobia. CBT juga dapat membantu lansia mengatasi reaksi fisik seperti keringat berlebihan atau detak jantung yang meningkat saat mereka menghadapi phobia.

😇 Terapi Eksposur: 

Terapi eksposur melibatkan pemaparan bertahap terhadap objek atau situasi yang menjadi fobia. Ini dapat membantu lansia untuk merespons objek atau situasi tersebut dengan lebih baik seiring berjalannya waktu dan mengurangi kecemasan mereka.

😇 Relaksasi dan Teknik Manajemen Stres:

Mengajarkan lansia teknik pernapasan dalam, meditasi, atau relaksasi progresif dapat membantu mereka mengatasi kecemasan saat menghadapi phobia.

😇 Dukungan Sosial: 

Mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu lansia merasa didukung dan tidak sendirian dalam mengatasi phobia. Teman atau keluarga juga dapat membantu dengan latihan eksposur atau memberikan dukungan moral.

😇 Penggunaan Obat:

Dalam beberapa kasus, dokter atau psikiater dapat meresepkan obat untuk membantu mengatasi gejala kecemasan yang terkait dengan phobia. Obat-obatan seperti benzodiazepin atau antidepresan tertentu dapat membantu mengurangi kecemasan, tetapi perlu diresepkan dan dimonitor oleh dokter.

😇 Terapi Kelompok:

Terapi kelompok dapat menjadi pilihan bagi lansia yang merasa nyaman berbicara tentang phobia mereka dengan orang lain yang mengalami masalah serupa. Terapis atau kelompok dukungan dapat memberikan dukungan tambahan dalam mengatasi phobia.

😇 Perawatan Jangka Panjang: 

Perawatan phobia mungkin memerlukan waktu yang beragam tergantung pada tingkat parah phobia dan respons individu terhadap terapi. Oleh karena itu, lansia mungkin perlu melanjutkan perawatan jangka panjang untuk memastikan keberhasilan.

       Mengatasi phobia memerlukan waktu dan kesabaran. Dalam banyak kasus, perawatan yang efektif dapat membantu lansia mengatasi phobia mereka dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami phobia yang mengganggu, sebaiknya mencari bantuan profesional dari seorang terapis atau dokter yang berpengalaman dalam pengelolaan kecemasan dan phobia.




Sumber:

https://www.health.harvard.edu/a_to_z/phobia-a-to-z

https://www.verywellmind.com/list-of-phobias-2795453

https://en.wikipedia.org/wiki/Phobia

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/phobias

https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/phobias/about-phobias/

Thursday, 7 September 2023

Setelah Covid -19, Lansia Kena Anosmia dan Hyposmia

      Sebuah penelitian menunjukkan, kehilangan indra penciuman kemungkinan menjadi pertanda penularan Covid-19 yang lebih meyakinkan dibandingkan batuk dan demam, karena kehilangan penciuman tanpa hidung tersumbat atau berair.  Kemungkinan terjadi karena virus telah menyerang sel-sel yang berada di bagian belakang hidung, tenggorokan dan lidah. Ini berbeda dari pengalaman mereka yang terkena flu biasa, ketika perubahan indra penciuman dan rasa, terjadi karena saluran pernapasan tersumbat.

Penyakit penciuman yang paling umum diderita oleh lansia adalah anosmia (kehilangan kemampuan mencium bau sepenuhnya) dan hyposmia (penurunan kemampuan mencium bau). Ini adalah gangguan penciuman yang sering terjadi seiring bertambahnya usia, meskipun tidak semua lansia mengalaminya.

Penyakit gangguan penciuman pada lansia adalah anosmia.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Mencium bau adalah salah satu kemampuan penciuman manusia dan hewan. Penciuman adalah salah satu indra yang memungkinkan kita mendeteksi dan mengidentifikasi berbagai aroma dan bau di sekitar kita. 

Penciuman adalah indra untuk mendeteksi aroma.
(Sumber: foto canva.com)

Cara kita mencium bau melibatkan beberapa langkah dasar:

 ðŸ‘ƒ Perubahan di Lingkungan: 

Terlebih dahulu, ada zat-zat kimia yang menguap dari objek atau substansi tertentu ke udara. Ini bisa menjadi zat yang menghasilkan bau seperti makanan, bunga, atau benda-benda lainnya.

👃 Inhalasi:

Ketika Anda menghirup udara, partikel-partikel zat kimia ini masuk ke dalam hidung Anda bersama dengan udara.

👃 Proses Penciuman: 

Di dalam hidung, ada jaringan yang disebut epitel olfaktori yang terletak di dalam rongga hidung. Jaringan ini berisi sel-sel penciuman yang memiliki reseptor bau. Ketika zat kimia mencapai sel-sel ini, mereka berinteraksi dengan reseptor dan mengirimkan sinyal ke otak melalui saraf olfaktori.

👃 Pengolahan di Otak: 

Otak Anda memproses sinyal dari sel-sel penciuman dan mengidentifikasi bau yang terdeteksi. Ini memungkinkan Anda mengenali bau makanan yang sedang dimasak, bunga yang sedang mekar, atau bau lainnya.

Setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda dalam mendeteksi dan mengidentifikasi bau. Beberapa orang memiliki penciuman yang lebih sensitif daripada yang lain, sementara yang lain mungkin mengalami penurunan fungsi penciuman karena berbagai alasan seperti penyakit atau penuaan. Penciuman adalah indra yang penting dalam pengalaman manusia karena dapat mempengaruhi rasa makanan, pengenalan lingkungan, dan respons emosional terhadap berbagai aroma.

Beberapa penyakit dan kondisi yang dapat mempengaruhi penciuman seseorang, antara lain:

📛 Anosmia: 

Anosmia adalah kondisi di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mencium bau sepenuhnya. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi sinus, cedera kepala, alergi, polip hidung, atau penyakit neurologis seperti penyakit Alzheimer.

📛 Hyposmia:

Hyposmia adalah penurunan kemampuan penciuman sehingga seseorang hanya dapat mencium bau dengan intensitas yang lebih rendah daripada biasanya. Ini bisa menjadi gejala dari kondisi medis seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, atau cedera kepala.

Penurunan kemampuan penciuman karena cedera kepala/
(Sumber: foto canva.com)

📛 Parosmia:

Parosmia adalah gangguan penciuman di mana seseorang mencium bau yang tidak benar atau bau yang biasanya menyenangkan menjadi tidak enak. Ini bisa terjadi setelah cedera kepala atau infeksi hidung.

📛 Phantosmia:

Phantosmia adalah kondisi di mana seseorang mencium bau yang sebenarnya tidak ada. Ini bisa terjadi dalam berbagai situasi, termasuk migrain, epilepsi, atau gangguan penciuman idiopatik.

📛 Sinusitis: 

Infeksi sinus, atau sinusitis, dapat menyebabkan hidung tersumbat dan menyebabkan penurunan penciuman sementara.

📛 Merokok:

Merokok secara berkepanjangan dapat merusak sel-sel penciuman dalam hidung dan mengganggu kemampuan seseorang untuk mencium bau dengan benar.

📛  Tumor Nasal: 

Tumor di dalam hidung atau di daerah sekitarnya dapat mengganggu penciuman karena tekanan yang mereka hasilkan pada jaringan penciuman.

📛 Penyakit COVID-19: 

Salah satu gejala umum dari infeksi COVID-19 adalah kehilangan atau penurunan kemampuan penciuman (anosmia atau hyposmia). Ini dapat terjadi sebagai gejala tunggal atau bersama dengan gejala lainnya.

Gejala umum Covid-19 kehilangan penciuman.
(Sumber: foto canva.com)

Beberapa alasan mengapa gangguan penciuman dapat lebih umum pada lansia:

👴 Penuaan Alami:

Seiring bertambahnya usia, banyak orang mengalami penurunan alami dalam fungsi penciuman. Sel-sel penciuman di hidung dapat menjadi kurang sensitif seiring berjalannya waktu.

👴 Kondisi Kesehatan: 

Lansia lebih rentan terhadap kondisi kesehatan tertentu yang dapat memengaruhi penciuman, seperti penyakit sinus, alergi, atau penyakit neurologis seperti penyakit Alzheimer atau Parkinson.

👴 Efek Obat-obatan:

Lansia sering kali mengonsumsi lebih banyak obat daripada orang muda, dan beberapa obat dapat memengaruhi penciuman sebagai efek sampingnya.

Beberapa obat dapat memengaruhi penciuman.
(Sumber: canva.com)

👴 Risiko Infeksi: 

Lansia mungkin lebih rentan terhadap infeksi yang dapat memengaruhi penciuman, seperti infeksi sinus atau infeksi pernapasan atas.

👴 Perubahan Hormonal:

Perubahan hormonal yang terjadi seiring penuaan juga dapat memengaruhi penciuman pada beberapa kasus.

       Penurunan penciuman dapat terjadi secara alami seiring bertambahnya usia, penting untuk memahami bahwa gangguan penciuman dapat memiliki dampak signifikan pada kualitas hidup lansia. Misalnya, dapat mempengaruhi selera makan mereka dan kemampuan untuk mendeteksi bau-bau yang berpotensi berbahaya, seperti bau gas bocor atau bau makanan yang telah basi.

Lansia yang terkena masalah penciuman atau gangguan penciuman seperti anosmia (kehilangan kemampuan mencium bau sepenuhnya) atau hyposmia (penurunan kemampuan mencium bau) mungkin mengalami beberapa gejala.

Beberapa gejala gangguan penciumana:

👃 Kehilangan Kemampuan Mencium Bau: 

Gejala utama adalah kehilangan kemampuan untuk mencium bau atau penurunan signifikan dalam kemampuan mencium bau. Seseorang mungkin tidak lagi dapat mendeteksi aroma makanan, bunga, atau bau sehari-hari lainnya.

👃 Perubahan Selera Makan:

Gangguan penciuman dapat menyebabkan perubahan selera makan. Lansia yang tidak dapat mencium bau makanan dengan baik mungkin kehilangan selera makan atau menemukan bahwa makanan yang mereka konsumsi menjadi kurang enak.

👃 Kesulitan Mengidentifikasi Aroma:

Orang yang mengalami gangguan penciuman mungkin kesulitan mengidentifikasi aroma tertentu atau mungkin salah mengenali bau. Misalnya, mereka mungkin merasa bahwa makanan yang seharusnya harum, seperti bunga, malah berbau tidak enak.

👃 Ketidaknyamanan Sosial:

 Gangguan penciuman juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan sosial. Seseorang mungkin tidak ingin berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang melibatkan makanan atau menghindari makan di luar karena mereka tidak dapat menikmati makanan dengan baik.

👃 Penurunan Kesadaran Akan Bau Berbahaya: 

Kemampuan untuk mendeteksi bau-bau yang berpotensi berbahaya, seperti bau gas bocor atau bau asap, dapat menurun. Ini bisa menjadi masalah keamanan.

👃 Kecemasan atau Depresi: 

Bagi beberapa orang, kehilangan kemampuan mencium bau dan perubahan dalam pengalaman rasa makanan dapat menyebabkan perasaan kecemasan atau depresi.

        Pengobatan gangguan penciuman pada lansia akan bergantung pada penyebab dan jenis gangguan penciuman yang dialami. Di beberapa kasus, pengobatan mungkin memungkinkan untuk memulihkan atau meningkatkan penciuman, sementara di kasus lain, pengobatan lebih berfokus pada mengelola gejalanya. 

Beberapa langkah yang dapat diambil dalam pengobatan gangguan penciuman pada lansia:

📋 Penilaian Medis: 

Langkah pertama adalah berkonsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan. Mereka akan melakukan penilaian medis lengkap untuk mengidentifikasi penyebab gangguan penciuman. Penyebab dapat bervariasi dari infeksi hingga kondisi kesehatan kronis seperti alergi atau penyakit neurologis.

📋 Pengobatan Penyebab Dasar: 

Jika gangguan penciuman disebabkan oleh penyakit atau kondisi tertentu, pengobatan akan ditujukan pada penyebab dasarnya. Misalnya, jika infeksi sinus adalah penyebabnya, dokter mungkin meresepkan antibiotik untuk mengobatinya.

📋 Perubahan Obat:

Jika penggunaan obat-obatan merupakan penyebab gangguan penciuman, dokter mungkin akan meninjau atau mengganti obat-obatan tersebut dengan alternatif yang lebih aman atau dengan efek samping yang lebih ringan.

📋 Terapi Pemulihan Penciuman: 

Untuk beberapa kasus, terapi khusus seperti terapi bau atau terapi latihan penciuman dapat membantu memulihkan kemampuan mencium bau. Terapi ini dapat dilakukan di bawah pengawasan profesional kesehatan.

📋 Perubahan Gaya Hidup: 

Menjaga pola makan yang sehat dan menghindari faktor-faktor yang dapat merusak penciuman, seperti merokok, juga dapat membantu. Lansia harus berusaha untuk menjaga kesehatan dan kebersihan hidung mereka.

📋 Dukungan Psikologis: 

Jika gangguan penciuman menyebabkan kecemasan, depresi, atau masalah emosional lainnya, dukungan psikologis atau konseling dapat sangat membantu.

📋 Penggunaan Tambahan: 

Kadang-kadang, lansia dengan gangguan penciuman mungkin perlu menggunakan alat atau teknik tambahan untuk membantu mereka mengidentifikasi bau, seperti label pada makanan atau perangkat elektronik penciuman.

Tidak semua kasus gangguan penciuman dapat diobati sepenuhnya. Dalam beberapa kasus, gangguan penciuman dapat menjadi permanen atau memerlukan pengelolaan jangka panjang. Konsultasikan dengan dokter untuk merinci opsi pengobatan yang paling sesuai





Sumber:

https://www.webmd.com/brain/anosmia-loss-of-smell

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482152/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/21859-anosmia-loss-of-sense-of-smell

https://en.wikipedia.org/wiki/Anosmia

https://med.uth.edu/orl/2020/01/09/hyposmia-and-anosmia 

Wednesday, 6 September 2023

Ternyata Lansia Memang Punya " Bau Khas", Tetapi Bukan "Bau Tanah."

       Sering dalam pergaulan sehari-hari, melihat orang lanjut usia melakukan kegiatan melampaui usianya sehingga orang muda sambil berseloroh, mengatakan " itu orang sudah ' bau tanah' masih nekad juga".

Ungkapan "bau tanah" ternyata memang ada meskipun bukan bau tanah sebenarnya. Semakin tua, kulit memproduksi lebih banyak asam lemak yang membuat tubuh menyebabkan bau yang disebut "bau orang tua". 

Ketika asam lemak ini bertemu dengan udara dapat meningkatkan zat kimia yang dikenal dengan bau asam, gas, dan berminyak. Jadi “bau orang tua” itu nyata, karena bau kulit seseorang benar-benar berubah semakin bertambahnya usia.

"
"Bau khas lansia" memang ada tetapi bukan "bau tanah,"
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Rata-rata populasi di Jepang mengalami penuaan pada tingkat yang lebih cepat dibandingkan kebanyakan negara industri lainnya, seiring bertambahnya usia. Kini mereka berhadapan dengan "bau orang tua" . Fenomena tersebut bahkan diberi nama: kareishu

 Kareishu disebabkan oleh jenis asam lemak tertentu yang dibuat di tubuh orang tua. Zat yang disebut "nonenal" ini memiliki aroma khas yang sulit disembunyikan atau ditutupi karena dikeluarkan dari kulit saat manusia berkeringat.

Bau orang tua merupakan bau khas lansia. Sama dengan makhluk hidup yang lain, bau manusia mengalami tahapan berbeda berdasarkan perubahan kimia yang dimulai melalui proses penuaan .  

Di Jepang bau badan lansia disebut Kareishu.
(Sumber: foto canva.com)

Para peneliti di Monell Chemical Senses Center, Amerika Serikat menerbitkan siaran pers yang mengklaim bahwa kemampuan manusia untuk mengidentifikasi informasi seperti usia, penyakit, dan kesesuaian genetik dari bau bertanggung jawab atas "bau orang tua" yang khas.  Para peneliti  menegaskan bahwa orang lanjut usia memang memiliki aroma yang berbeda, sehingga dapat dikenali sehingga orang dapat mengidentifikasi mereka hanya dari bau badannya.

Bau badan berubah sesuai usia.

Bau badan manusia juga berubah seiring bertambahnya usia, sangat bergantung pada aktivitas berbagai kelenjar kulit dan bagaimana zat yang dilepaskannya berinteraksi dengan bakteri. Kelenjar sebaceous, yang mengeluarkan zat lilin yang disebut sebum untuk melumasi dan kedap air pada kulit, sangat aktif selama masa pubertas dan sebagian besar masa dewasa. 

Demikian pula, kelenjar keringat apokrin, yang hanya terletak di beberapa tempat, seperti ketiak dan daerah genital, meningkat selama masa pubertas. Kelenjar keringat ekrin, yang terdapat di seluruh tubuh manusia, mengeluarkan cairan bening, tidak berbau, dan asin sepanjang hidup.

Semua cairan ini mulai berbau busuk ketika bakteri memecah berbagai bahan kimia yang dikandungnya terutama steroid dan lipid menjadi molekul yang lebih kecil dan berbau yang mudah tercium di udara. Semakin banyak keringat di kulit, semakin banyak bahan kimia yang dapat diurai oleh bakteri, 

Bau badan berubah seiring bertambah usia, bau bayi berbeda
dengan anak yang lebih besar. (Sumber: foto canva.com)

Kelenjar didistribusikan secara berbeda.

Kulit merupakan organ terbesar manusia, yaitu sekitar 12-15% dari berat badan.  Senyawa organik yang mudah menguap (Volatile Organic Compounds, VOC) yang berasal dari kulit berkontribusi terhadap bau badan seseorang, dan dapat menyampaikan informasi penting tentang proses metabolisme.

VOC dari kulit berasal dari sekresi kelenjar ekrin, sebasea, dan apokrin serta interaksinya dengan bakteri kulit yang menetap. Kelenjar ini didistribusikan secara berbeda ke seluruh tubuh; Oleh karena itu, bagian tubuh yang berbeda memiliki profil VOC yang berbeda, sehingga memiliki bau yang berbeda pula.

Kelenjar ekrin ditemukan di seluruh kulit, namun terutama terkonsentrasi di telapak tangan, telapak kaki, dan dahi. Keringat ekrin sebagian besar berupa air, tetapi mengandung glikoprotein (terutama interleukin ), asam laktat, gula, asam amino, dan elektrolit. 

Kelenjar sebaceous terkonsentrasi di tubuh bagian atas.  Dada bagian atas, punggung, kulit kepala, wajah dan dahi mungkin memiliki sebanyak 400-900 kelenjar sebaceous cm. Sekresi kelenjar sebaceous kaya akan bahan lipid seperti kolesterol, ester kolesterol, asam lemak rantai panjang, squalene dan trigliserida. Lipid ini menyediakan substrat untuk pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme kulit.

Kelenjar apokrin terkonsentrasi di aksila (ketiak), daerah kemaluan dan areola. Sekresi apokrin adalah sumber utama bau ketiak (umumnya dikenal sebagai 'bau badan') dan berperan dalam sinyal kimia  Banyak penelitian sebelumnya berfokus pada VOC yang berasal dari aksila. , yang mencerminkan kontribusi dari semua kelenjar kulit yang terletak di aksila.  

Kesimpulannya, data ini menunjukkan bahwa, seperti makhluk lain, manusia mampu membedakan individu tua dan individu muda berdasarkan bau badan. Efek sederhana ini menunjukkan dampak yang terbatas pada interaksi kita sehari-hari, namun mendukung laporan sebelumnya tentang 'bau orang tua' yang unik. 

Manusia mampu membedakan individu muda dan tua
berdasarkan bau badan. (Sumber: foto canva.com)

Beberapa kiat  untuk Menjaga Segalanya Tetap Nyaman

Terlepas dari apa yang menyebabkan bau di sekitar orang lanjut usia dan rumah mereka, para ahli sepakat bahwa ada cara untuk menjaga orang lanjut usia dan rumah mereka tetap wangi.

  • Jaga agar udara segar tetap mengalir melalui rumah .
  • Buka jendela secara berkala agar udara bersih masuk. Ventilasi yang baik dapat membantu mencegah udara pengap berkeliaran di sekitar rumah.
  • Bersihkan Rumah, periksa apakah ada makanan busuk atau kadaluarsa, pastikan tempat tidur dicuci secara teratur.
  • Latih kebersihan tubuh dan gigi yang baik .
  • Membersihkan gigi dengan benang dan menyikat gigi, gusi, dan lidah setiap hari, dan ikuti panduan perawatan gigi palsu yang benar. Pastikan mandi dilakukan beberapa kali dalam seminggu. Anjurkan mandi spons pada hari-hari ketika mandi penuh tidak dijadwalkan. 
  • Hidrasi, perbanyak minum air putih dapat membantu membersihkan bau badan. 
  • Segarkan dan kemas kembali barang-barang lama.
  • Pakaian dan kertas bekas bisa menimbulkan bau apek. Cuci pakaian, lalu simpan di antara lembaran pengering. Masukkan lavender kering ke dalam kantong katun atau linen yang dapat menyerap keringat dan masukkan ke dalam wadah penyimpanan.  



Sumber:

https://www.scientificamerican.com/article/old-person-smell/

https://en.wikipedia.org/wiki/Old_person_smell

https://healthland.time.com/2012/05/31/old-person-smell-really-exists-scientists-say/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3364187/