Friday, 8 September 2023

Trauma Masa Lalu Yang luput Penanganan, Phobia Lansia.

      Phobia masa kanak-kanak paling sering terjadi antara usia 5 dan 9 tahun, dan cenderung berlangsung dalam waktu singkat. Kebanyakan fobia yang bertahan lama dimulai pada usia lanjut, terutama pada orang berusia 20-an. Phobia pada orang dewasa cenderung berlangsung selama bertahun-tahun, dan kecil kemungkinannya untuk hilang dengan sendirinya, kecuali jika diobati.

Phobia adalah istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan ketakutan atau kecemasan yang sangat intens dan tidak wajar terhadap objek, situasi, atau hal tertentu. Ketakutan ini melebihi reaksi yang normal terhadap objek atau situasi tersebut dan sering kali dapat menyebabkan kecemasan yang parah serta mengganggu kualitas hidup seseorang.

Phobia pada orang dewasa cenderung selama bertahun- tahun
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Phobia bisa terjadi terhadap berbagai objek atau situasi yang berbeda, dan setiap phobia biasanya memiliki nama khusus yang menggambarkan apa yang menjadi objek ketakutan tersebut. 

Beberapa contoh phobia yang umum mencakup arachnophobia (ketakutan terhadap laba-laba), acrophobia (ketakutan terhadap ketinggian), claustrophobia (ketakutan terhadap tempat-tempat sempit), dan agoraphobia (ketakutan terhadap situasi di mana seseorang merasa sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan).

Arachnophobia ketakutan terhadap laba-laba.
(Sumber: foto canva.com)

Ada phobia aneh, contoh pogonophobia ( ketakutan terhadap jenggot atau kumis),  ablutophobia ( ketakutan terhadap air atau mandi), linonophobia (ketakutan terhadap benang).

Phobia  sangat mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang karena bisa menghambat mereka dalam menjalani aktivitas yang biasa dan merasa sangat stres atau cemas ketika mereka terpapar dengan objek atau situasi yang menjadi fobia mereka.

Phobia dapat tetap ada sepanjang hidup seseorang, termasuk saat mencapai usia lanjut (lansia). Sejumlah faktor, termasuk pengalaman seumur hidup dan bagaimana seseorang mengelola phobia mereka, dapat mempengaruhi apakah phobia tersebut tetap ada atau berkurang seiring bertambahnya usia. Penyebab phobia tidak selalu jelas dan bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya.

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam pengembangan phobia meliputi:

👤 Pengalaman Traumatik: 

Pengalaman traumatis dalam masa lalu yang terkait dengan objek atau situasi tertentu dapat menjadi pemicu phobia. Misalnya, jika seseorang pernah mengalami serangan ular yang traumatis sebagai anak, mereka mungkin mengembangkan ophidiophobia (ketakutan terhadap ular) di kemudian hari.

Pengalaman trauma masa  lalu pemicu phobia.
(Sumber: foto canva.com)

👤 Faktor Genetik dan Keturunan:

Penelitian menunjukkan bahwa ada faktor genetik yang dapat memengaruhi rentan seseorang terhadap phobia. Jika ada riwayat phobia dalam keluarga, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan phobia.

👤 Belajar Melalui Model (Modeling): 

Kadang-kadang, seseorang dapat mengembangkan phobia dengan melihat reaksi ketakutan atau kecemasan yang ditunjukkan oleh orang lain. Ini terutama mungkin terjadi pada anak-anak yang mengamati orang dewasa yang takut pada sesuatu.

👤 Kondisi Lingkungan: 

Lingkungan di mana seseorang dibesarkan juga bisa memainkan peran dalam perkembangan phobia. Pengalaman negatif atau tekanan sosial di masa lalu terkait dengan objek atau situasi tertentu dapat mempengaruhi pembentukan phobia.

Lingkungan berperan dalam memicu phobia.
(Sumber: foto canva.com)

👤 Kondisi Neurobiologis:

Beberapa penelitian menunjukkan adanya perubahan dalam otak dan fungsi neurotransmitter pada individu dengan phobia. Ini mungkin memengaruhi bagaimana seseorang merespons situasi atau objek yang menjadi fobia mereka.

👤 Stres dan Kecemasan Kronis:

Stres berkepanjangan atau kecemasan kronis dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan phobia. Kondisi seperti gangguan kecemasan umum dapat meningkatkan rentan seseorang terhadap phobia.

👤 Kontrol yang Hilang:

Rasa kehilangan kendali dalam situasi tertentu atau kurangnya pemahaman tentang bagaimana mengatasi situasi tertentu dapat menjadi faktor pemicu phobia.

👤 Faktor Kognitif: 

Bagaimana seseorang memproses informasi dan berpikir tentang situasi tertentu juga dapat memengaruhi perkembangan phobia. Misalnya, bila seseorang cenderung berfokus pada aspek-aspek negatif dari suatu situasi atau memiliki pemikiran yang berlebihan tentang risiko, mereka lebih mungkin mengembangkan phobia.

       Phobia adalah masalah kompleks yang melibatkan interaksi antara faktor genetik, lingkungan, psikologis, dan neurobiologis. Tidak semua orang yang menghadapi situasi atau objek yang sama akan mengembangkan phobia.  

Daftar phobia yang sering terjadi:

  • Arachnophobia: Ketakutan terhadap laba-laba.
  • Claustrophobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat sempit atau terkurung.
  • Acrophobia: Ketakutan terhadap ketinggian.
  • Agoraphobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat atau situasi yang sulit untuk melarikan diri atau mendapatkan bantuan.
  • Katsaridaphobia: Ketakutan terhadap kecoa.
Katsaridaphobia takut terhadap kecoa
(Sumber: foto canva.com)

  • Sosial Phobia (Kecemasan Sosial): Ketakutan berlebihan terhadap situasi sosial atau interaksi dengan orang lain.
  • Ophidiophobia: Ketakutan terhadap ular.

  • Ophidiophobia ketakutan terhadap ular;
    (Sumber: foto canva.com)

  • Aviophobia: Ketakutan terhadap penerbangan atau terbang.
  • Dentophobia: Ketakutan terhadap perawatan gigi atau kunjungan ke dokter gigi.
  • Nyctophobia: Ketakutan terhadap gelap atau kegelapan.
  • Hemophobia: Ketakutan terhadap darah.
  • Claustrophobia: Ketakutan terhadap tempat-tempat yang sempit atau terkurung.
Claustrophobia takut terhadap tempat sempit.
(Sumber: foto canva.com)

  • Trypophobia: Ketakutan terhadap pola-pola kecil atau berlubang.
  • Thanatophobia: Ketakutan terhadap kematian atau proses kematian.
  • Pteromerhanophobia: Ketakutan terhadap terbang.
  • Mysophobia: Ketakutan terhadap kuman atau kekotoran.
  • Astraphobia: Ketakutan terhadap petir dan badai petir.
  • Necrophobia: Ketakutan terhadap mayat atau kematian.
  • Automatonophobia: Ketakutan terhadap boneka, manekin, atau benda-benda manusia tiruan.
  • Cynophobia: Ketakutan terhadap anjing.
  • Entomophobia: Ketakutan terhadap serangga.
  • Aichmophobia: Ketakutan terhadap benda tajam seperti pisau atau jarum.
  • Triskaidekaphobia: Ketakutan terhadap angka 13.
  • Ergophobia: Ketakutan terhadap pekerjaan atau bekerja.
  • Selachophobia: Ketakutan terhadap hiu.
  • Taphophobia: Ketakutan terhadap kuburan atau pemakaman.
  • Pediophobia: Ketakutan terhadap anak kecil atau bayi.
  • Telephonophobia: Ketakutan terhadap telepon atau berbicara di telepon.
  • Anthropophobia: Ketakutan terhadap orang atau masyarakat.
  • Eisoptrophobia: Ketakutan terhadap refleksi dalam cermin.

       Phobia atau ketakutan ekstrem dapat muncul pada lansia seperti pada usia yang lebih muda, dan jenis phobia yang dialami seseorang dapat bervariasi secara signifikan. Ketakutan yang dianggap aneh atau tidak umum pada lansia tidak selalu berbeda dari ketakutan yang mungkin dialami oleh kelompok usia lainnya.

Sifat "aneh" atau "tidak umum" dari phobia sering kali tergantung pada norma sosial dan budaya tertentu. Dalam beberapa budaya atau komunitas, beberapa phobia yang mungkin dianggap aneh atau tidak umum di tempat lain bisa sangat nyata dan signifikan. 

Beberapa contoh phobia yang  dianggap aneh, baik pada lansia maupun pada kelompok usia lain:

  • Nomophobia: Ketakutan terhadap tidak memiliki akses ke telepon seluler atau perangkat elektronik.
  • Geniophobia: Ketakutan terhadap rambut manusia, terutama rambut yang jatuh atau terlepas dari kepala.
  • Aulophobia: Ketakutan terhadap serangan atau bunyi terompet.
  • Allodoxaphobia: Ketakutan terhadap mendengar pendapat orang lain tentang diri sendiri.
  • Xanthophobia: Ketakutan terhadap warna kuning.
  • Ablutophobia: Ketakutan terhadap mandi atau mencuci tubuh.
  • Chorophobia: Ketakutan terhadap menari.
  • Arachibutyrophobia: Ketakutan terhadap mentega kacang menempel di langit-langit mulut.
  • Phobophobia: Ketakutan terhadap ketakutan itu sendiri.
  • Turophobia: Ketakutan terhadap keju.
  • Barophobia: Ketakutan terhadap tekanan gravitasi.
  • Agyrophobia: Ketakutan terhadap menyeberang jalan.
  • Hippopotomonstrosesquipedaliophobia: Ironisnya, ini adalah phobia terhadap kata-kata yang panjang dan sulit dieja.
  • Papaphobia: Ketakutan terhadap Paus atau gereja Katolik.
  • Phagophobia: Ketakutan terhadap menelan makanan.
  • Cacophobia: Ketakutan terhadap kotoran.
  • Pogonophobia: Ketakutan terhadap jenggot atau kumis.

  • Pogonophobia takut terhadap kumis
    (Sumber: foto canva.com)

  • Ablutophobia: Ketakutan terhadap air atau mandi.
  • Linonophobia: Ketakutan terhadap benang.
  • Omphalophobia: Ketakutan terhadap pusar atau bekas luka pusar.

       Mengobati phobia pada lansia memerlukan pendekatan yang penuh perhatian dan berfokus pada kebutuhan unik lansia. 

Beberapa langkah yang dapat membantu mengatasi phobia pada lansia:

😇 Edukasi: 

Edukasi adalah langkah pertama yang penting. Terapis atau profesional kesehatan mental harus menjelaskan phobia kepada lansia, termasuk asal-usulnya dan bagaimana phobia tersebut memengaruhi tubuh dan pikiran mereka. Ini dapat membantu mengurangi rasa malu atau ketidakpercayaan diri yang mungkin dirasakan oleh lansia.

😇 Terapi Kognitif-Perilaku (CBT): 

CBT adalah metode terapi yang sangat efektif untuk mengatasi phobia. Dalam CBT, lansia akan bekerja dengan seorang terapis untuk mengidentifikasi pemikiran negatif dan perilaku yang berkaitan dengan phobia, serta mempraktikkan teknik-teknik untuk mengubah pemikiran dan respons mereka terhadap objek atau situasi yang menjadi fobia. CBT juga dapat membantu lansia mengatasi reaksi fisik seperti keringat berlebihan atau detak jantung yang meningkat saat mereka menghadapi phobia.

😇 Terapi Eksposur: 

Terapi eksposur melibatkan pemaparan bertahap terhadap objek atau situasi yang menjadi fobia. Ini dapat membantu lansia untuk merespons objek atau situasi tersebut dengan lebih baik seiring berjalannya waktu dan mengurangi kecemasan mereka.

😇 Relaksasi dan Teknik Manajemen Stres:

Mengajarkan lansia teknik pernapasan dalam, meditasi, atau relaksasi progresif dapat membantu mereka mengatasi kecemasan saat menghadapi phobia.

😇 Dukungan Sosial: 

Mendapatkan dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu lansia merasa didukung dan tidak sendirian dalam mengatasi phobia. Teman atau keluarga juga dapat membantu dengan latihan eksposur atau memberikan dukungan moral.

😇 Penggunaan Obat:

Dalam beberapa kasus, dokter atau psikiater dapat meresepkan obat untuk membantu mengatasi gejala kecemasan yang terkait dengan phobia. Obat-obatan seperti benzodiazepin atau antidepresan tertentu dapat membantu mengurangi kecemasan, tetapi perlu diresepkan dan dimonitor oleh dokter.

😇 Terapi Kelompok:

Terapi kelompok dapat menjadi pilihan bagi lansia yang merasa nyaman berbicara tentang phobia mereka dengan orang lain yang mengalami masalah serupa. Terapis atau kelompok dukungan dapat memberikan dukungan tambahan dalam mengatasi phobia.

😇 Perawatan Jangka Panjang: 

Perawatan phobia mungkin memerlukan waktu yang beragam tergantung pada tingkat parah phobia dan respons individu terhadap terapi. Oleh karena itu, lansia mungkin perlu melanjutkan perawatan jangka panjang untuk memastikan keberhasilan.

       Mengatasi phobia memerlukan waktu dan kesabaran. Dalam banyak kasus, perawatan yang efektif dapat membantu lansia mengatasi phobia mereka dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami phobia yang mengganggu, sebaiknya mencari bantuan profesional dari seorang terapis atau dokter yang berpengalaman dalam pengelolaan kecemasan dan phobia.




Sumber:

https://www.health.harvard.edu/a_to_z/phobia-a-to-z

https://www.verywellmind.com/list-of-phobias-2795453

https://en.wikipedia.org/wiki/Phobia

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/phobias

https://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/phobias/about-phobias/

No comments:

Post a Comment