Sunday, 3 September 2023

Serangan Bikin Panik Lansia, Terjadi Secara Spontan, Waspada

        Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik secara spontan dan tak terduga, frekuensinya dapat bervariasi dari beberapa serangan per hari hingga hanya beberapa serangan per tahun. Serangan panik didefinisikan sebagai periode ketakutan yang intens di mana 4 dari 13 gejala yang ditentukan berkembang secara tiba-tiba dan memuncak dengan cepat kurang dari 10 menit sejak timbulnya gejala. 

Serangan panik biasanya dimulai secara tiba-tiba, tanpa peringatan. Mereka dapat menyerang kapan saja, saat Anda sedang mengendarai mobil, di mal, tertidur lelap, atau di tengah rapat bisnis. Anda mungkin mengalami serangan panik sesekali, atau mungkin sering terjadi.

Meskipun serangan seperti itu dapat terjadi pada gangguan kecemasan lainnya, serangan ini sering terjadi tanpa pencetus yang dapat diprediksi dalam gangguan panik. Banyak orang hanya mengalami satu atau dua serangan panik dalam hidup mereka, dan masalahnya akan hilang, mungkin ketika situasi stres berakhir. 

Serangan panik pada lansia biasanya dimulai secara tiba-tiba.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Tetapi jika Anda mengalami serangan panik berulang yang tidak terduga dan menghabiskan waktu lama dalam ketakutan terus-menerus akan serangan lain, Anda mungkin mengalami kondisi yang disebut gangguan panik.

Late-Onset Panic Disorder adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan serangan kepanikan yang tidak terduga dan parah. Gangguan ini dianggap "late-onset" karena serangan kepanikan pertama kali muncul pada usia dewasa yang lebih lanjut, biasanya setelah usia 45 tahun. Ini berbeda dari gangguan kepanikan awal yang biasanya muncul pada usia muda atau dewasa awal.

Serangan kepanikan adalah periode singkat ketika seseorang mengalami perasaan intens takut dan kecemasan yang datang dengan gejala fisik dan kognitif yang kuat. Gejala umum dari serangan kepanikan meliputi detak jantung cepat, keringat berlebihan, gemetar, sesak napas, rasa sakit dada, mual, dan perasaan tidak nyata. Orang yang mengalami serangan kepanikan sering kali merasa bahwa mereka kehilangan kendali atau bahwa mereka akan mati.

Gejala late-onset panic disorder pada lansia sering kali mirip dengan gejala pada usia muda, tetapi ada beberapa perbedaan yang mungkin lebih umum terjadi pada populasi lansia. 

Lansia yang terkena late onset panic order mengalami
 kepanikan dan kecemasan. (Sumber: foto canva.com)

Beberapa gejala yang dapat muncul pada lansia yang mengalami late-onset panic disorder meliputi:

💠 Gejala Fisik: 

Lansia dengan late-onset panic disorder mungkin lebih mungkin mengalami gejala fisik seperti detak jantung cepat, sesak napas, berkeringat berlebihan, gemetar, rasa sakit dada atau ketidaknyamanan, dan pusing. Gejala ini bisa sangat mengganggu dan bahkan bisa menyerupai masalah kesehatan fisik lainnya yang lebih umum terjadi pada usia lanjut.

Gejala terkena late onset panic disorder antara lain
sesak napas, berkeringat berlebihan, gemetar.
(Sumber: foto canva.com)

💠 Ketakutan Akan Kematian atau Kehilangan Kendali: 

Seperti pada semua usia, lansia dengan late-onset panic disorder mungkin memiliki ketakutan yang sangat kuat akan kematian atau kehilangan kendali saat mengalami serangan kepanikan.

💠 Gejala Kognitif: 

Lansia dengan gangguan ini mungkin juga mengalami gejala kognitif seperti rasa tidak nyata atau depersonalisasi (merasa terputus dari realitas) serta derealisasi (perasaan bahwa lingkungan sekitar terasa tidak nyata)

💠 Kesulitan dalam Mengatasi Stres: 

Lansia dengan late-onset panic disorder mungkin memiliki kesulitan dalam mengatasi stres dan menghadapi perubahan hidup yang terkait dengan usia, seperti kesehatan yang menurun, pensiun, atau kehilangan teman dan anggota keluarga.

💠 Pemulihan yang Lebih Lama: 

Lansia mungkin mengalami pemulihan yang lebih lama setelah serangan kepanikan, dan gejala mereka mungkin berlangsung lebih lama atau lebih intens.

💠 Penyamaran Gejala: 

Beberapa gejala late-onset panic disorder pada lansia mungkin tersembunyi oleh masalah kesehatan fisik yang sudah ada, seperti penyakit jantung atau gangguan pernapasan, sehingga bisa sulit untuk membedakan apakah gejala tersebut disebabkan oleh gangguan kecemasan.

Penyebab pasti dari late-onset panic disorder belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor yang dapat berperan dalam perkembangan gangguan ini. 

Beberapa faktor yang mungkin terkait dengan late-onset panic disorder meliputi:

⚓ Faktor Genetik:

Kecenderungan untuk mengalami gangguan kecemasan, termasuk late-onset panic disorder, dapat memiliki komponen genetik. Jika ada riwayat keluarga dengan gangguan kecemasan, risiko individu untuk mengembangkan gangguan tersebut mungkin lebih tinggi.

⚓ Perubahan Hormonal:

Perubahan dalam produksi hormon terkait penuaan dapat mempengaruhi fungsi otak dan sistem saraf, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi regulasi emosi dan respons terhadap stres. Perubahan hormon ini dapat memicu atau memperburuk gejala gangguan kecemasan, termasuk late-onset panic disorder.

⚓ Perubahan Neurobiologis:

Ada bukti bahwa perubahan dalam fungsi neurotransmiter dan sistem saraf pusat dapat berkontribusi pada perkembangan late-onset panic disorder. Neurotransmiter seperti serotonin, norepinefrin, dan asam gamma-aminobutirat  memiliki peran dalam regulasi suasana hati dan respons terhadap stres.

⚓ Stres dan Perubahan Hidup: 

Peristiwa stres atau perubahan besar dalam hidup, seperti kehilangan anggota keluarga, pensiun, atau masalah kesehatan yang signifikan, dapat memicu atau memperburuk gejala late-onset panic disorder. Lansia mungkin menghadapi lebih banyak perubahan dan stres terkait penuaan, yang dapat berkontribusi pada gangguan kecemasan.

⚓ Kondisi Medis Lainnya: 

Beberapa kondisi medis, seperti penyakit jantung, gangguan tiroid, dan gangguan pernapasan, dapat memiliki gejala yang menyerupai serangan kepanikan. Gangguan medis ini dapat memicu atau menyebabkan serangan kepanikan pada orang yang sebelumnya tidak memiliki gejala.

⚓ Psikososial dan Lingkungan: 

Faktor lingkungan, seperti pengalaman traumatis atau paparan terhadap stres kronis, juga dapat berkontribusi pada perkembangan late-onset panic disorder. Isolasi sosial, perubahan dalam dukungan sosial, atau perubahan lingkungan hidup juga dapat mempengaruhi kesejahteraan emosional.

⚓ Rendahnya Resiliensi Terhadap Stres: 

Beberapa orang mungkin memiliki tingkat resiliensi yang lebih rendah terhadap stres atau kesulitan dalam mengatasi perubahan hidup, yang dapat meningkatkan risiko mereka untuk mengembangkan gangguan kecemasan.

 Penting untuk diingat bahwa late-onset panic disorder merupakan hasil dari interaksi antara faktor genetik, biologis, psikososial, dan lingkungan.

       Pengobatan late onset panic disorder melibatkan pendekatan yang komprehensif yang mencakup terapi psikologis, dukungan sosial, dan kadang-kadang pemberian obat-obatan. 

Beberapa opsi pengobatan yang umum digunakan:

💶 Terapi Kognitif-Perilaku (CBT):

CBT adalah pendekatan terapi yang efektif untuk mengobati panic disorder. Ini membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang memicu atau memperburuk serangan kepanikan. Terapi ini juga mengajarkan teknik relaksasi dan strategi mengatasi kecemasan.

CBT pendekatan terapi untuk mengobati panic diorder
(Sumber: foto canva.com)

💶 Terapi Kognitif: 

Terapi kognitif berfokus pada mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang mungkin memicu atau memperkuat gejala kecemasan. Ini membantu individu untuk mengatasi pikiran-pikiran yang tidak realistis atau berlebihan.

💶 Terapi Eksposur: 

Terapi eksposur melibatkan paparan bertahap terhadap situasi atau objek yang memicu kecemasan atau serangan kepanikan. Ini dilakukan dengan bimbingan profesional dan bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang terkait dengan stimulus tersebut.

💶 Terapi Dukungan: 

Terapi dukungan melibatkan berbicara dengan seorang terapis untuk mendiskusikan perasaan, pikiran, dan pengalaman individu. Ini dapat membantu seseorang merasa didengar dan dipahami, serta memberikan wadah untuk mengatasi stres dan kecemasan.

💶 Obat-obatan: 

Dalam beberapa kasus, obat-obatan seperti antidepresan atau obat anti-kecemasan dapat diresepkan oleh dokter. Antidepresan seperti selektif serotonin reuptake inhibitor  dan serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor sering digunakan untuk mengurangi gejala panic disorder. Obat anti-kecemasan seperti benzodiazepin juga dapat digunakan, tetapi biasanya dengan hati-hati karena risiko ketergantungan.

💶 Latihan dan Olahraga: 

Aktivitas fisik dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan suasana hati. Olahraga secara teratur dapat membantu mengurangi ketegangan fisik dan emosional.

💶 Manajemen Stres dan Relaksasi: 

Teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, dan yoga dapat membantu mengurangi gejala kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

💶 Perubahan Gaya Hidup Sehat: 

Mengadopsi pola makan sehat, tidur yang cukup, menghindari zat yang memicu kecemasan seperti kafein atau alkohol, dan menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari juga dapat membantu mengelola gejala panic disorder.

       Penting untuk bekerja sama dengan profesional kesehatan mental atau dokter yang berkualifikasi dalam pengobatan gangguan kecemasan. Setiap individu memiliki kebutuhan yang unik, jadi pendekatan pengobatan harus disesuaikan dengan situasi dan preferensi individu. Kombinasi terapi psikologis dengan pengobatan obat-obatan dapat menjadi pilihan yang efektif dalam pengelolaan late onset panic disorder.






Sumber:

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/10901340/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4429171/

https://emedicine.medscape.com/article/287913-overview?form=fpf

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/panic-attacks/symptoms-causes/syc-20376021


No comments:

Post a Comment