Friday, 6 October 2023

Kanker Kandung Empedu, Banyak Terjadi Pada Lansia

         Kanker kandung empedu adalah jenis kanker yang berkembang di dalam kandung empedu, organ kecil yang terletak di bawah hati. Kandung empedu adalah tempat di mana empedu disimpan sebelum dilepaskan ke dalam usus kecil untuk membantu dalam pencernaan makanan. Kanker ini dapat berkembang ketika sel-sel di dalam kandung empedu mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali dan menjadi ganas.

Kanker kandung empedu banyak terjadi pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Pertumbuhan sel kanker ini dapat menyebar ke jaringan sekitarnya dan bahkan menyebar ke organ lain dalam tubuh melalui proses yang disebut metastasis. Kanker kandung empedu dapat menjadi sulit untuk dideteksi pada tahap awal karena gejalanya sering kali tidak muncul sampai kanker telah mencapai tahap yang lebih lanjut.

Ini adalah kanker langka yang diperkirakan berhubungan dengan penumpukan batu empedu, yang juga dapat menyebabkan pengapuran kandung empedu, suatu kondisi yang dikenal sebagai kandung empedu porselen . Kantung empedu porselen juga jarang ditemukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang dengan kandung empedu porselen memiliki risiko tinggi terkena kanker kandung empedu

Istilah medis untuk kanker kandung empedu adalah "karsinoma kandung empedu" atau "karsinoma vesikula biliaris". Istilah ini mengacu pada kanker yang berasal dari sel-sel di dalam kandung empedu. Karsinoma kandung empedu dapat terjadi dalam berbagai jenis, termasuk adenokarsinoma (jenis paling umum), karsinoma sel-silinder, dan lainnya, tergantung pada jenis sel-sel yang terlibat dalam pertumbuhan kanker tersebut.

        Gejala kanker kandung empedu pada lansia tidak selalu berbeda dengan gejala yang muncul pada orang dewasa yang lebih muda. Namun, perlu diingat bahwa gejala kanker kandung empedu bisa tidak terlihat pada tahap awal atau muncul secara perlahan, sehingga bisa sulit dideteksi.

Beberapa gejala yang mungkin terjadi pada lansia dengan kanker kandung empedu termasuk:

👷Nyeri perut kanan atas:

Nyeri atau ketidaknyamanan di daerah perut kanan atas adalah salah satu gejala umum yang mungkin dirasakan. Nyeri ini bisa bersifat tumpul atau tajam.

👷Perasaan kenyang cepat saat makan:

Lansia dengan kanker kandung empedu mungkin merasa kenyang lebih cepat saat makan daripada biasanya.

👷Penurunan berat badan yang tidak diinginkan: 

Kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan gaya hidup atau diet adalah gejala yang harus diperhatikan.

Penurunan berat badan yang tidak diingini.
(Sumber: foto canva.com)

👷Kulit dan mata kuning (ikterus):

Ini adalah gejala yang sering kali muncul ketika kanker kandung empedu telah mencapai tahap lanjut. Penyebabnya adalah penumpukan empedu yang tidak normal dalam tubuh.

👷Mual dan muntah:

Lansia dengan kanker kandung empedu juga dapat mengalami mual dan muntah, terutama jika pembukaan kandung empedu menjadi tersumbat oleh tumor.

💬 Gejala ini tidak selalu menunjukkan adanya kanker kandung empedu. Mereka juga dapat terkait dengan masalah kesehatan lainnya.

       Faktor penyebab kanker kandung empedu belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor yang diyakini dapat meningkatkan risiko seseorang terkena kanker kandung empedu. 

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam risiko kanker kandung empedu:

👵Kelamin: 

Wanita memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi daripada pria untuk mengembangkan kanker kandung empedu.

👵Usia: 

Risiko kanker kandung empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Kanker ini lebih umum terjadi pada orang yang lebih tua.

Kanker kandung empedu banyak terjadi pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

👵Riwayat Keluarga: 

Jika ada anggota keluarga yang menderita kanker kandung empedu, risiko Anda dapat meningkat.

👵Masalah Kesehatan Kandung Empedu:

Batu empedu atau inflamasi kronis pada kandung empedu (kolesistitis kronis) dapat meningkatkan risiko kanker kandung empedu.

👵Infeksi Kuman Helicobacter bilis: 

Infeksi ini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu pada beberapa studi.

👵Paparan Zat Kimia Berbahaya: 

Paparan jangka panjang terhadap zat-zat kimia tertentu, seperti nitrosamin (yang dapat ditemukan dalam makanan tertentu) atau senyawa kimia dalam air minum yang terkontaminasi, telah dihubungkan dengan risiko kanker kandung empedu.

👵Pankreatitis Kronis: 

Pankreatitis kronis adalah kondisi di mana pankreas mengalami peradangan kronis. Ini juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu.

👵Obesitas:

Orang yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kanker kandung empedu.

Obesitas risiko kanker kandung empedu.
(Sumber: foto canva.com)

👵Merokok:

Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara merokok dan peningkatan risiko kanker kandung empedu.

👵Pemakaian Alkohol:

Konsumsi alkohol yang berlebihan juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu.

💬Memiliki satu atau beberapa faktor risiko ini tidak secara otomatis berarti Anda akan mengembangkan kanker kandung empedu.

       Mencegah kanker dan mengurangi risiko kanker pada lansia melibatkan berbagai tindakan sehat dan perubahan gaya hidup. 

Beberapa langkah yang dapat membantu dalam pencegahan kanker pada lansia:

🎈Hentikan Merokok: 

Jika seseorang masih merokok, sebaiknya segera berhenti. Merokok adalah faktor risiko utama untuk berbagai jenis kanker, termasuk kanker paru-paru, mulut, kerongkongan, dan banyak lainnya.

🎈Pola Makan Sehat:

Konsumsilah makanan yang sehat dan seimbang. Ini termasuk buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, ikan, dan protein sehat. Kurangi konsumsi makanan olahan, makanan tinggi lemak jenuh, dan gula tambahan. Diet yang sehat dapat membantu mengurangi risiko berbagai jenis kanker.

🎈Pertahankan Berat Badan Sehat:

Obesitas adalah faktor risiko utama untuk banyak jenis kanker. Cobalah untuk menjaga berat badan yang sehat dengan berolahraga secara teratur dan mengikuti diet seimbang.

🎈Aktivitas Fisik:

Lakukan aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik dapat membantu menjaga berat badan yang sehat dan juga memiliki manfaat langsung dalam mengurangi risiko beberapa jenis kanker.

🎈Batasi Konsumsi Alkohol:

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan risiko berbagai jenis kanker. Jika Anda minum alkohol, lakukan dengan moderat atau pertimbangkan untuk menghentikan konsumsi alkohol.

🎈Paparan Matahari yang Aman:

Melindungi kulit dari sinar matahari berlebihan dengan mengenakan pelindung matahari dan menghindari paparan berlebihan pada matahari dapat membantu mencegah kanker kulit.

🎈Vaksinasi:

Pertimbangkan untuk mendapatkan vaksinasi yang sesuai, seperti vaksin HPV (human papillomavirus) untuk melindungi dari kanker serviks dan kanker orofaring.

🎈Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

Lansia sebaiknya tetap menjalani pemeriksaan kesehatan rutin dan skrining yang disarankan oleh dokter mereka, termasuk pemeriksaan kanker tertentu yang sesuai dengan faktor risiko dan riwayat kesehatan individu.

🎈Hindari Paparan Karsinogenik:

Upayakan untuk menghindari paparan berbahaya seperti asap rokok, polusi udara, bahan kimia berbahaya, dan zat-zat karsinogenik lainnya di tempat kerja atau lingkungan sekitar.

🎈Jaga Kesehatan Mental: 

Stres kronis dapat memiliki dampak negatif pada sistem kekebalan tubuh dan kesehatan secara keseluruhan. Menjaga kesehatan mental dengan cara seperti meditasi, yoga, atau berbicara dengan seorang konselor dapat membantu menjaga keseimbangan emosi.

        💬Mencegah kanker melibatkan kombinasi dari berbagai faktor gaya hidup sehat. Setiap individu memiliki risiko kanker yang berbeda, tergantung pada faktor-faktor genetik dan lingkungan mereka. Konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan untuk rekomendasi khusus berdasarkan situasi kesehatan Anda. Selain itu, perhatikan gejala yang mencurigakan dan segera konsultasikan dengan dokter jika Anda merasa perlu.

        Pengobatan kanker kandung empedu pada lansia akan sangat tergantung pada sejumlah faktor, termasuk tahap kanker, kesehatan umum pasien, dan preferensi pasien. Pengobatan kanker kandung empedu dapat mencakup berbagai pendekatan, dan sering kali perlu kombinasi dari beberapa metode.

Beberapa opsi pengobatan yang mungkin digunakan:

👌Operasi: 

Tindakan pembedahan sering kali menjadi pilihan utama untuk mengobati kanker kandung empedu, terutama jika kanker terdeteksi pada tahap awal. Pembedahan mungkin melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh kandung empedu dalam prosedur yang disebut kolesistektomi. Terkadang, pembedahan ini juga melibatkan pengangkatan sebagian dari saluran empedu atau jaringan di sekitarnya. Pasien lansia harus dievaluasi secara cermat oleh tim medis untuk menentukan apakah mereka cukup kuat untuk menjalani operasi.

👌Radioterapi:

Radioterapi menggunakan sinar-X tinggi energi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Ini dapat digunakan sebelum atau setelah operasi, tergantung pada situasi kanker.

👌Kemoterapi: 

Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan khusus untuk membunuh sel-sel kanker. Ini sering digunakan ketika kanker telah menyebar ke bagian lain dari tubuh atau jika operasi tidak mungkin dilakukan.

👌Terapi Target:

Terapi target adalah jenis pengobatan yang ditujukan langsung ke sel-sel kanker berdasarkan karakteristik genetik atau molekuler mereka. Ini dapat menjadi pilihan untuk beberapa kasus kanker kandung empedu.

👌Terapi Ablasi: 

Terapi ablasif seperti ablasi frekuensi radio atau ablasi termal dapat digunakan untuk menghancurkan tumor pada kandung empedu.

👌Terapi Photodynamic:

Terapi photodynamic melibatkan penggunaan cahaya dan obat photosensitizer untuk menghancurkan sel-sel kanker.

👌Terapi Adjuvant: 

Terapi adjuvant adalah pengobatan yang diberikan setelah pengangkatan kandung empedu untuk memastikan bahwa sel-sel kanker yang mungkin tersisa dihilangkan.

💬Pengobatan yang tepat akan ditentukan oleh tim medis berdasarkan evaluasi komprehensif kondisi kesehatan lansia, stad kekankerannya, dan faktor-faktor lainnya. Penting untuk berbicara dengan tim perawatan medis Anda untuk memahami semua pilihan pengobatan yang tersedia dan mendiskusikan manfaat serta risikonya.

        Selain pengobatan konvensional, dukungan perawatan paliatif juga dapat sangat penting dalam merawat lansia dengan kanker kandung empedu untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Perencanaan perawatan dan komunikasi terbuka antara pasien, keluarga, dan tim perawatan medis juga merupakan komponen penting dalam mengelola kanker pada lansia.




Sumber:

https://en.wikipedia.org/wiki/Gallbladder_cancer

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442002/

https://atlasgeneticsoncology.org/solid-tumor/5275/gallbladder-carcinoma-of-the-gallbladder-and-extrahepatic-bile-ducts

https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/liver-and-gallbladder

https://www.pathologyoutlines.com/topic/gallbladdercarcinoma.html











Thursday, 5 October 2023

Kolorektal, Berawal dari Usus Besar Lansia

        Kanker kolorektal, yang juga dikenal sebagai kanker usus besar atau kanker usus, adalah jenis kanker yang terjadi dalam usus besar atau rektum. Kanker ini dimulai ketika sel-sel di dinding usus besar atau rektum mengalami pertumbuhan dan pembelahan yang tidak terkendali. Secara khusus, kanker kolorektal biasanya berasal dari polip yang berubah menjadi ganas.

Kanker kolorektal dapat terjadi pada orang dewasa muda dan remaja, namun sebagian besar kanker kolorektal terjadi pada orang berusia di atas 50 tahun . Untuk kanker usus besar, usia rata-rata pada saat diagnosis untuk pria adalah 68 tahun dan untuk wanita adalah 72 tahun. Untuk kanker rektal, usia rata-rata untuk pria dan wanita adalah 63 tahun.

Kanker rektal rata-rata menimpa pria dan wanita usia 63 tahun.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Gejala kanker kolorektal pada lansia bisa mirip dengan gejala yang dialami oleh orang-orang dari kelompok usia yang lebih muda. Gejala ini mungkin lebih sulit dideteksi atau diabaikan pada lansia karena sering kali dianggap sebagai masalah pencernaan biasa yang terkait dengan penuaan. 

Beberapa gejala yang mungkin muncul pada lansia dengan kanker kolorektal adalah:

💦Perubahan dalam Pola Buang Air Besar: 

Lansia dengan kanker kolorektal dapat mengalami perubahan dalam pola buang air besar, seperti diare atau sembelit yang berkepanjangan.

💦Darah dalam Tinja: 

Salah satu gejala yang paling umum adalah adanya darah dalam tinja atau tinja berwarna gelap. Darah ini biasanya muncul sebagai hasil perdarahan dari tumor dalam usus besar atau rektum.

💦Rasa Sakit atau Kram Perut:

Lansia dapat mengalami rasa sakit atau kram di perut bagian bawah, yang bisa terasa seperti perut kembung atau perasaan tidak nyaman.

💦Penurunan Berat Badan yang Tidak Dapat Dijelaskan: 

Jika seseorang tiba-tiba mengalami penurunan berat badan yang signifikan tanpa alasan yang jelas, ini bisa menjadi tanda masalah kesehatan, termasuk kanker kolorektal.

Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas.
(Sumber: foto canva.com)

💦Kelemahan dan Kelelahan: 

Kelemahan umum, kelelahan, dan penurunan energi bisa menjadi gejala yang muncul pada lansia dengan kanker kolorektal.

💦Perasaan Tidak Puas Setelah Buang Air Besar:

Beberapa lansia mungkin merasa tidak puas setelah buang air besar, merasa bahwa usus mereka tidak sepenuhnya kosong.

💦Perubahan dalam Kebiasaan Makan: 

Lansia dengan kanker kolorektal juga mungkin mengalami perubahan dalam kebiasaan makan, seperti hilangnya nafsu makan.

       💬 Gejala ini bisa disebabkan oleh masalah pencernaan lainnya atau kondisi medis lainnya, bukan hanya kanker kolorektal.

       Faktor penyebab kanker kolorektal pada lansia tidak berbeda secara signifikan dari faktor penyebab kanker kolorektal pada kelompok usia yang lebih muda. 

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal pada lansia meliputi:

👴Usia: 

Risiko kanker kolorektal meningkat seiring bertambahnya usia. Sebagian besar kasus terjadi pada usia di atas 50 tahun, dan risikonya terus meningkat seiring bertambahnya usia.

👴Riwayat Keluarga:

Jika ada riwayat keluarga yang memiliki kanker kolorektal, khususnya orang tua, saudara kandung, atau anak, risiko seseorang untuk mengembangkan penyakit ini dapat meningkat. Riwayat keluarga dengan kondisi polip adenomatosa familial atau sindrom kanker herediter lainnya juga dapat menjadi faktor risiko.

Riwayat keluarga dengan kondisi polip adenomatosa.
(Sumber: foto canva.com)

👴Riwayat Pribadi:

Jika seseorang pernah mengalami polip kolorektal atau kanker kolorektal sebelumnya, risiko untuk mengembangkan kanker kolorektal berikutnya juga meningkat.

👴Polip Kolorektal: 

Polip di usus besar adalah pertumbuhan abnormal dari sel-sel yang dapat menjadi kanker seiring waktu. Lansia lebih mungkin memiliki polip kolorektal, dan beberapa polip tertentu berisiko lebih tinggi untuk berubah menjadi kanker.

👴Diet yang Buruk: 

Pola makan yang tinggi lemak jenuh, rendah serat, dan kurangnya konsumsi buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.

👴Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol: 

Merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan telah terkait dengan peningkatan risiko kanker kolorektal.

Konsumsi alkohol berlebihan peningkatan risiko kanker.
(Sumber: foto canva.com)

👴Kegemukan dan Kurang Aktivitas Fisik: 

Orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas dan mereka yang memiliki gaya hidup kurang aktif fisik lebih berisiko untuk mengembangkan kanker kolorektal.

👴Inflamasi Kronis Usus Besar: 

Beberapa kondisi inflamasi usus besar, seperti penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal pada lansia yang menderita kondisi-kondisi ini.

👴Diabetes Tipe 2: 

Diabetes tipe 2, terutama jika tidak terkontrol dengan baik, juga dapat menjadi faktor risiko kanker kolorektal.

👴Pemakaian Obat-obatan tertentu: 

Beberapa jenis obat, terutama obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dalam dosis tinggi, telah dikaitkan dengan risiko lebih rendah kanker kolorektal. Di sisi lain, beberapa jenis obat tertentu seperti hormone replacement therapy (HRT) dapat meningkatkan risiko.

💬 Faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal pada lansia, tidak semua orang dengan faktor risiko ini akan mengembangkan penyakit tersebut.

       Mencegah kanker kolorektal pada lansia melibatkan serangkaian tindakan yang dapat membantu mengurangi risiko perkembangan penyakit ini. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kanker kolorektal pada lansia:

😕Pemeriksaan Rutin:

Lansia sebaiknya menjalani pemeriksaan rutin yang disarankan oleh dokter, termasuk pemeriksaan kolonoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan ini dapat membantu mendeteksi polip atau perubahan sel sebelum menjadi kanker.

😕Menerapkan Pola Makan Sehat: 

Konsumsi makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh, dapat membantu menjaga kesehatan usus besar. Hindari makanan tinggi lemak jenuh dan makanan olahan yang tinggi gula dan garam.

😕Minimalkan Konsumsi Alkohol: 

Jika Anda mengonsumsi alkohol, batasi jumlahnya. Alkohol yang dikonsumsi dalam jumlah besar telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal.

😕Hentikan Merokok: 

Jika Anda merokok, pertimbangkan untuk berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal, serta berbagai jenis kanker lainnya.

😕Pertahankan Berat Badan Sehat: 

Usaha untuk menjaga berat badan yang sehat dan mencegah obesitas dapat membantu mengurangi risiko kanker kolorektal.

😕Tetap Aktif Fisik:

Melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat membantu menjaga kesehatan usus besar. Cobalah untuk berolahraga setidaknya 150 menit per minggu atau sesuai dengan rekomendasi dokter.

😕Pantau Kesehatan Diabetes: 

Jika Anda memiliki diabetes tipe 2, penting untuk mengelolanya dengan baik, karena diabetes yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.

Diabetes tipe 2 harus selalu kontrol kesehatan.
(Sumber: foto canva.com)

😕Batasi Penggunaan Obat NSAID: 

Jika Anda menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dalam dosis tinggi untuk jangka panjang, konsultasikan dengan dokter Anda, karena penggunaan jangka panjang dapat memiliki efek samping yang merugikan.

😕Perhatikan Riwayat Keluarga: 

Jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan kanker kolorektal atau kondisi polip adenomatosa familial, bicarakan dengan dokter Anda tentang risiko Anda dan langkah-langkah pencegahan yang sesuai.

😕Berhenti Minum Aspirin Rutin: 

Jika Anda sedang mempertimbangkan untuk mengonsumsi aspirin secara rutin sebagai tindakan pencegahan, bicarakan terlebih dahulu dengan dokter Anda, karena manfaat dan risikonya harus dinilai secara cermat.

        💬 Menjalani gaya hidup yang sehat dan teratur melakukan pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari upaya pencegahan kanker kolorektal. Pencegahan dan deteksi dini adalah kunci utama dalam mengurangi risiko penyakit ini, terutama pada populasi lansia yang memiliki risiko lebih tinggi.

       Pengobatan kanker kolorektal pada lansia akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk tahap kanker, kesehatan umum pasien, preferensi pasien, dan pertimbangan medis lainnya. 

Terdapat beberapa metode pengobatan yang dapat digunakan, baik secara terpisah maupun dalam kombinasi. 

Beberapa metode pengobatan yang umum digunakan untuk mengobati kanker kolorektal pada lansia:

👳Pembedahan (Kolektomi):

Pembedahan biasanya merupakan pilihan pengobatan utama untuk mengangkat tumor atau bagian usus yang terkena kanker. Jenis operasi yang dilakukan dapat beragam, mulai dari reseksi lokal hingga kolektomi total, tergantung pada ukuran dan lokasi kanker. Dokter akan mencoba untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan yang terinfeksi tanpa mengganggu fungsi normal usus besar.

👳Kemoterapi:

Kemoterapi melibatkan penggunaan obat-obatan kanker yang bertujuan untuk membunuh sel kanker atau mencegahnya berkembang lebih lanjut. Ini dapat digunakan sebelum operasi (neoadjuvant), setelah operasi (adjuvant), atau sebagai pengobatan utama pada kanker yang sudah menyebar

👳Radioterapi:

Radioterapi menggunakan sinar-X atau energi radiasi lainnya untuk menghancurkan sel kanker atau menghambat pertumbuhannya. Ini dapat digunakan sebelum operasi untuk mengecilkan tumor (radioterapi pra-operasi) atau setelah operasi sebagai pengobatan adjuvant.

👳Terapi Targeted:

Terapi targeted adalah penggunaan obat-obatan yang dirancang khusus untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dengan mengincar target tertentu pada sel-sel kanker. Contohnya adalah obat yang menghambat pertumbuhan pembuluh darah yang memasok nutrisi ke tumor.

👳Imunoterapi: 

Imunoterapi adalah penggunaan obat-obatan yang merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawan sel kanker. Terapi ini menjadi semakin penting dalam pengobatan beberapa jenis kanker, termasuk kanker kolorektal.

👳Palliative Care: 

Untuk pasien dengan kanker kolorektal pada tahap lanjut atau tidak dapat dioperasi, perawatan paliatif dapat digunakan untuk membantu mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Ini dapat mencakup pengelolaan nyeri, nutrisi yang tepat, dan dukungan emosional.

       Pengobatan kanker kolorektal pada lansia dapat menjadi lebih kompleks karena lansia mungkin memiliki kondisi kesehatan lain yang perlu dipertimbangkan. Keputusan mengenai pengobatan sebaiknya dibahas secara rinci dengan tim medis yang merawat pasien, dan pasien dan keluarganya juga dapat terlibat dalam pengambilan keputusan.



Sumber:

https://www.cancer.net/cancer-types/colorectal-cancer/risk-factors-and-prevention 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4606175/

https://acsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/cncr.27753

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/colon-cancer/symptoms-causes/syc-20353669


Hipotiroidisme, Timbulkan Masalah Jantung

      Hipotiroidisme (Hypothyroidism) terjadi ketika kelenjar tiroid tidak menghasilkan cukup hormon tiroid. Kondisi ini juga disebut tiroid kurang aktif. Hipotiroidisme mungkin tidak menimbulkan gejala yang nyata pada tahap awal. 

Seiring waktu, hipotiroidisme yang tidak diobati dapat menyebabkan masalah kesehatan lain, seperti membuat merasa lelah, menambah berat badan, dan tidak mampu mentoleransi suhu dingin, kolesterol tinggi dan masalah jantung. 

Hipotiroidisme adalah kondisi medis yang terjadi ketika kelenjar tiroid di leher tidak memproduksi cukup hormon tiroid yang diperlukan oleh tubuh. Hormon tiroid, seperti tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), memiliki peran penting dalam mengatur metabolisme tubuh, pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi berbagai organ. Ketika produksi hormon tiroid menurun, banyak sistem tubuh dapat terpengaruh.

Gangguan kelenjar tiroid menyebabkan penyakit.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Hipotiroidisme dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penyakit autoimun seperti penyakit Hashimoto (yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid), pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar tiroid melalui pembedahan atau radiasi, gangguan kelenjar pituitari yang mengatur kelenjar tiroid, atau defisiensi yodium yang parah.

Hipotiroidisme pada lansia bisa memiliki gejala yang mirip dengan hipotiroidisme pada kelompok usia yang lebih muda, tetapi ada beberapa perubahan yang dapat terjadi pada tubuh lansia yang mungkin mempengaruhi cara gejala tersebut muncul. 

Beberapa gejala hipotiroidisme yang bisa muncul pada lansia:

😰 Kelelahan yang berlebihan: 

Lansia mungkin mengalami kelelahan lebih dari biasanya, dan ini bisa dianggap sebagai gejala penuaan alami. Tetapi, jika kelelahan berlebihan terus berlanjut, ini bisa menjadi tanda hipotiroidisme.

😰 Gangguan kognitif:

Lansia dengan hipotiroidisme bisa mengalami penurunan kemampuan kognitif, seperti kesulitan dalam berpikir, konsentrasi, dan ingatan. Ini bisa disalahartikan sebagai gejala penuaan normal atau mungkin bahkan sebagai demensia dalam beberapa kasus.

😰 Kedinginan berlebihan:

Lansia cenderung lebih sensitif terhadap suhu dingin, dan hipotiroidisme dapat memperburuk gejala ini. Mereka mungkin sering merasa kedinginan, bahkan di lingkungan yang tidak terlalu dingin.

😰 Kulit dan rambut kering: 

Kulit kering, gatal, dan rambut yang rontok atau kering adalah gejala umum hipotiroidisme, dan ini dapat mempengaruhi kenyamanan dan tampilan fisik lansia.

😰 Gangguan tidur: 

Hipotiroidisme bisa memengaruhi pola tidur, sehingga lansia dengan kondisi ini mungkin mengalami masalah tidur seperti insomnia atau tidur yang terganggu.

😰 Penurunan berat badan:

Meskipun kebanyakan orang dengan hipotiroidisme mengalami peningkatan berat badan, beberapa lansia mungkin mengalami penurunan berat badan yang tidak diinginkan karena berkurangnya nafsu makan.

Penurunan berat badan kurang nafsu makan.
(Sumber: foto canva.com)

😰 Gangguan pencernaan: 

Hipotiroidisme dapat menyebabkan konstipasi yang berkepanjangan, dan ini bisa menjadi masalah khusus bagi lansia.

😰 Perubahan suasana hati:

Lansia dengan hipotiroidisme dapat mengalami perubahan suasana hati seperti depresi atau kecemasan.

       Gejala hipotiroidisme pada lansia bisa bervariasi, dan beberapa gejala tersebut dapat disalahartikan sebagai bagian dari proses penuaan alami.

Hipotiroidisme pada lansia dapat disebabkan oleh berbagai faktor, dan beberapa di antaranya dapat lebih berkaitan dengan penuaan itu sendiri. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi munculnya hipotiroidisme pada lansia:

👴 Penuaan alami:

Kelenjar tiroid cenderung mengalami perubahan seiring penuaan. Pada beberapa orang, ini dapat mengakibatkan penurunan produksi hormon tiroid secara alami. Ini sering disebut sebagai hipotiroidisme subklinis atau fisiologis yang terkait dengan usia.

👴 Penyakit autoimun:

Penyakit Hashimoto, suatu bentuk penyakit autoimun yang mengakibatkan sistem kekebalan tubuh menyerang kelenjar tiroid, adalah penyebab umum hipotiroidisme pada orang lanjut usia.

👴 Riwayat pengobatan radiasi atau pembedahan:

Jika seseorang pernah menjalani pengobatan radiasi atau pembedahan pada kelenjar tiroid, ini dapat menyebabkan hipotiroidisme pada masa lanjut usia.

👴 Konsumsi yodium yang tidak mencukupi:

Terkadang, defisiensi yodium yang parah dalam diet bisa menyebabkan hipotiroidisme. Meskipun ini jarang terjadi di daerah-daerah yang memiliki akses cukup ke yodium dalam makanan dan air minum.

👴 Penggunaan obat-obatan tertentu: 

Beberapa obat, seperti lithium dan amiodarone, dapat mempengaruhi fungsi tiroid dan menyebabkan hipotiroidisme.

Penggunaan obat-obatan mempengaruhi tiroid.
(Sumber: foto canva.com)

👴 Faktor genetik:

Faktor keturunan juga dapat berperan dalam munculnya hipotiroidisme pada lansia. Jika ada riwayat keluarga dengan masalah tiroid, seseorang mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi.

👴 Gondok toksik multinodular:

Ini adalah kondisi di mana kelenjar tiroid tumbuh nodul atau benjolan yang menghasilkan terlalu banyak hormon tiroid (hipertiroidisme). Pada beberapa kasus, kondisi ini dapat berkembang menjadi hipotiroidisme.

Gejala hipotiroidisme lansia mirip dengan kelompok usia muda.
(Sumber: foto canva.com)

👴 Efek samping dari pengobatan hipertiroidisme: 

Jika seseorang telah menjalani pengobatan untuk hipertiroidisme, seperti radiasi atau obat anti-tiroid, itu dapat mengakibatkan hipotiroidisme sebagai efek samping.

       Gejala hipotiroidisme pada lansia bisa bervariasi dan sering kali mirip dengan tanda-tanda penuaan alami, sehingga diagnosis dan pengobatan yang tepat sangat penting.

Tidak ada cara pasti untuk mencegah hipotiroidisme pada lansia karena beberapa faktor risiko, seperti faktor genetik dan penuaan alami, tidak dapat dihindari. 

Beberapa langkah yang dapat membantu menjaga kesehatan tiroid dan meminimalkan risiko hipotiroidisme pada lansia:

🍣 Pola Makan Sehat:

Konsumsi makanan yang kaya akan yodium dan selenium dapat mendukung kesehatan tiroid. Produk-produk laut seperti ikan, udang, dan rumput laut adalah sumber yang baik dari yodium. Selenium dapat ditemukan dalam kacang-kacangan, biji-bijian, dan daging tanpa lemak.

🍣 Batasi Konsumsi Goitrogen:

Beberapa makanan, seperti kubis, brokoli, kembang kol, dan singkong, mengandung senyawa goitrogen yang dapat mengganggu fungsi tiroid jika dikonsumsi dalam jumlah besar. Namun, memasak makanan tersebut dapat mengurangi efek goitrogeniknya.

🍣 Yodium Suplemen: 

Jika Anda tinggal di daerah dengan defisiensi yodium, pertimbangkan untuk mengonsumsi suplemen yodium sesuai petunjuk dokter atau ahli gizi.

🍣 Olahraga Teratur: 

Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu menjaga kesehatan umum dan berkontribusi pada fungsi tiroid yang lebih baik.

🍣 Hindari Radiasi Berlebih:

Jika Anda perlu menjalani radioterapi atau pemeriksaan sinar-X berulang kali pada daerah leher, bicarakan dengan dokter tentang cara melindungi kelenjar tiroid.

🍣 Pantau Kesehatan Tiroid:

Jika ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga Anda atau jika Anda mengalami gejala yang mencurigakan seperti kelelahan berlebihan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, konsultasikan dengan dokter untuk pemeriksaan rutin tiroid.

🍣 Kelola Penyakit Autoimun:

Jika Anda memiliki penyakit autoimun seperti penyakit Hashimoto, penting untuk menjalani perawatan yang sesuai dengan mengikuti instruksi dokter.

🍣 Jangan Merokok:

Merokok dapat berdampak negatif pada kesehatan tiroid. Berhenti merokok dapat membantu menjaga kesehatan tiroid dan umum.

🍣 Konsumsi Alkohol dengan Bijak: 

Minum alkohol secara berlebihan dapat mempengaruhi fungsi tiroid. Konsumsilah alkohol dengan bijak.

🍣 Perhatikan Efek Samping Obat: 

Beberapa obat, seperti lithium, dapat memengaruhi fungsi tiroid. Jika Anda mengonsumsi obat-obatan yang dapat memengaruhi tiroid, bicarakan dengan dokter Anda tentang risiko dan manajemennya.

       Mengobati hipotiroidisme pada lansia melibatkan penggantian hormon tiroid yang kurang dalam tubuh dengan obat hormon tiroid sintetis. Levotiroksin adalah obat yang paling umum digunakan untuk mengobati hipotiroidisme, dan dosisnya disesuaikan sesuai kebutuhan individu. 

Beberapa langkah umum dalam mengobati hipotiroidisme pada lansia:

👳 Konsultasi dengan Dokter: 

Jika ada kecurigaan bahwa seseorang menderita hipotiroidisme, langkah pertama adalah menghubungi dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan mungkin melakukan tes darah untuk mengukur tingkat hormon tiroid dalam tubuh.

👳 Diagnosa: 

Berdasarkan hasil tes darah, dokter akan mendiagnosis hipotiroidisme dan menentukan tingkat keparahan kondisi tersebut. Ini akan membantu dalam menentukan dosis yang sesuai untuk pengobatan.

👳 Resepkan Levotiroksin:

Levotiroksin adalah obat yang mengandung hormon tiroid sintetis T4. Dokter akan meresepkan levotiroksin sesuai dengan dosis yang diperlukan untuk menggantikan hormon tiroid yang kurang dalam tubuh.

👳 Pantau dan Sesuaikan Dosis:

Setelah memulai pengobatan, penting untuk melakukan pemantauan teratur dengan dokter untuk memeriksa respons terhadap obat. Dosis levotiroksin mungkin perlu disesuaikan berdasarkan hasil tes darah yang mengukur tingkat hormon tiroid.

👳 Kepatuhan pada Pengobatan: 

Penting untuk mengikuti petunjuk dokter dengan ketat dalam mengonsumsi levotiroksin. Biasanya, obat ini diambil dengan perut kosong, setidaknya 30 menit sebelum sarapan pagi, untuk memaksimalkan penyerapan.

👳 Hindari Interaksi dengan Obat Lain: 

Berbicaralah dengan dokter tentang semua obat dan suplemen yang Anda konsumsi, karena beberapa obat atau suplemen dapat mempengaruhi penyerapan levotiroksin.

👳 Pantau Gejala dan Efek Samping: 

Lansia yang sedang menjalani pengobatan hipotiroidisme harus memantau gejala dan efek samping yang mungkin muncul. Jika ada masalah atau gejala yang mencurigakan, segera beri tahu dokter.

👳 Periksa Rutin:

Dokter akan merencanakan kunjungan rutin untuk memeriksa tingkat hormon tiroid dalam darah dan memastikan pengobatan berjalan dengan baik.

       Hipotiroidisme adalah kondisi yang dapat dikelola dengan baik dengan perawatan yang tepat. Mengikuti rekomendasi dokter dan menjalani perawatan rutin adalah kunci untuk mengendalikan hipotiroidisme pada lansia dan menjaga kesehatan umum yang baik. Selain itu, berbicaralah dengan dokter jika Anda memiliki pertanyaan atau kekhawatiran tentang pengobatan atau manajemen kondisi ini.





Sumber:

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hypothyroidism/symptoms-causes/syc-20350284

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/12120-hypothyroidism

https://www.niddk.nih.gov/health-information/endocrine-diseases/hypothyroidism

https://www.webmd.com/women/hypothyroidism-underactive-thyroid-symptoms-causes-treatments

https://medlineplus.gov/hypothyroidism.html