Friday, 1 December 2023

Pertumbuhan Tulang Abnormal, Pada lansia

       Penyakit Paget tulang adalah suatu kondisi yang mempengaruhi metabolisme tulang. Kondisi ini umumnya terjadi pada orang yang lebih tua, meskipun bisa juga terjadi pada orang dewasa muda. Penyakit ini ditandai dengan pertumbuhan tulang yang tidak normal, yang dapat menyebabkan tulang menjadi lemah, rapuh, dan mudah patah. Ini melibatkan pertumbuhan tulang yang tidak normal, yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang dan nyeri. Penyakit Paget Tulang pada Lansia adalah kelainan tulang yang lebih umum terjadi pada orang lanjut usia.  

Penyakit paget tulang banyak terjadi pada lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Beberapa ciri penyakit Paget tulang pada lansia:

Pertumbuhan Tulang Lebihan:

Penyakit ini ditandai dengan pertumbuhan tulang yang tidak normal. Tulang baru tumbuh lebih cepat dan lebih besar dari tulang normal. Meskipun tampak padat, tulang ini sering kali lebih rapuh dan rentan terhadap patah.

Proses Resorpsi dan Pembentukan Tulang Berubah : 

Proses resorpsi normal (penghancuran) dan pembentukan tulang di dalam tubuh terganggu. Sel-sel tulang tidak bekerja dengan efisien, sehingga terjadi perubahan struktur tulang.

Gejala dan Tanda: 

Pada awalnya, banyak orang dengan penyakit Paget tulang tidak mengalami gejala. Namun seiring berjalannya waktu, beberapa orang mungkin mengalami nyeri tulang, kemerahan, dan panas pada area yang terkena, serta deformitas tulang.

Fraktur: 

Tulang yang terkena Paget dapat menjadi lebih rapuh dan mudah patah. Hal ini dapat mengakibatkan fraktur tulang yang tidak terduga.

Tulang yang terkena Paget menjadi rapuh dan mudah patah.
(Sumber: foto canva.com)

Deformitas Tulang: 

Pertumbuhan tulang yang tidak normal dapat menyebabkan deformitas, terutama pada tulang panggul, tengkorak, dan tulang belakang.

💬Penyakit Paget tulang dapat mempengaruhi satu atau lebih tulang dalam tubuh. Diagnosis sering kali didasarkan pada pemeriksaan gambar seperti sinar-X atau tes darah untuk mengukur kadar alkali fosfatase, suatu enzim yang dapat meningkat pada orang dengan penyakit ini.

       Faktor penyebab penyakit Paget tulang belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa faktor risiko dan potensi penyebab telah diidentifikasi. Beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit tulang yang melibatkan kombinasi faktor genetik dan lingkungan. 

Beberapa faktor yang telah diidentifikasi:

Genetik: 

Ada bukti bahwa faktor genetik dapat memainkan peran dalam risiko mengembangkan penyakit Paget tulang. Beberapa penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antara riwayat keluarga dengan penyakit ini, dan beberapa mutasi genetik telah dikaitkan dengan kejadian penyakit Paget.

Virus: 

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa infeksi virus, terutama virus keluarga paramyxovirus, seperti virus campak, dapat berperan dalam perkembangan penyakit Paget tulang. Namun, hubungan ini masih dalam penelitian dan belum sepenuhnya dipahami.

Faktor Lingkungan: 

Beberapa faktor lingkungan juga telah diusulkan sebagai pemicu potensi penyakit tulang. Misalnya, faktor lingkungan seperti paparan terhadap logam berat atau polutan lingkungan tertentu mungkin memiliki pengaruh terhadap perkembangan penyakit ini. Namun, bukti-bukti ini masih terbatas dan perlu penelitian lebih lanjut.

Usia: 

Penyakit Tulang lebih umum terjadi pada orang tua, dengan kejadian yang meningkat seiring bertambahnya usia. Pada umumnya, penyakit ini jarang terjadi pada orang di bawah usia 40 tahun.

Penyakit tulang umumnya menyerang lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Faktor Etnis: 

Beberapa penelitian telah menunjukkan perbedaan kejadian penyakit Paget tulang antara kelompok etnis, dengan tingkat kejadian yang lebih tinggi pada populasi keturunan Eropa.

💬Penyakit Paget tulang mungkin merupakan hasil interaksi kompleks antara faktor-faktor genetik dan lingkungan. Meskipun beberapa faktor risiko telah diidentifikasi, penyebab pasti penyakit ini belum sepenuhnya dipahami, dan penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengungkap mekanisme yang mendasarinya.

       Pencegahan penyakit tulang pada lansia melibatkan sejumlah faktor, termasuk gaya hidup sehat dan perhatian terhadap faktor-faktor risiko yang dapat dikendalikan. 

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah penyakit Paget tulang:

Gaya Hidup Sehat:

  • Nutrisi Seimbang: Pastikan untuk mendapatkan nutrisi yang cukup, terutama kalsium dan vitamin D, yang esensial untuk kesehatan tulang.
  • Olahraga Teratur: Lakukan olahraga secara teratur untuk mempertahankan kekuatan tulang dan otot. Jenis olahraga yang melibatkan beban seperti jalan kaki, jogging ringan, atau latihan resistensi dapat bermanfaat.

Olahraga teratur memperkuat tulang.
(Sumber: foto canva.com)

Paparan Surya untuk Vitamin D:

  • Mendapatkan cukup paparan sinar matahari dapat membantu tubuh memproduksi vitamin D, yang penting untuk kesehatan tulang. Namun, perhatikan waktu paparan dan gunakan perlindungan matahari yang tepat untuk mencegah risiko kanker kulit.

Pemantauan Kesehatan Tulang:

  • Penting untuk memeriksa pemeriksaan rutin dan pemantauan kesehatan tulang, terutama jika ada riwayat keluarga dengan penyakit Paget atau faktor risiko lainnya.

Hindari Rokok dan Batasi Konsumsi Alkohol:

  • Rokok dan konsumsi alkohol secara berlebihan dapat berkontribusi pada kerusakan tulang. Membatasi atau menghindari kedua faktor ini dapat membantu meminimalkan risiko penyakit Paget tulang.

Konsultasi dengan Dokter:

  • Jika ada riwayat keluarga dengan penyakit Paget tulang atau faktor risiko lainnya, atau jika ada gejala yang mencurigakan, konsultasikan dengan dokter. Pemeriksaan dan evaluasi lebih lanjut dapat membantu dalam deteksi dini dan manajemen penyakit.

Pengelolaan Stres:

  • Stres kronis dapat mempengaruhi kesehatan tulang. Upaya untuk mengelola stres melalui teknik relaksasi, meditasi, atau aktivitas yang menyenangkan dapat berkontribusi pada kesehatan tulang secara keseluruhan.

Pemantauan Kesehatan Umum:

  • Menjaga kesehatan umum juga penting. Mengelola penyakit kronis lainnya dan menjaga berat badan yang sehat dapat membantu menjaga kesehatan tulang.

💬Pencegahan penyakit tulang dan penyakit tulang lainnya tidak selalu dapat dijamin, tetapi langkah-langkah di atas dapat membantu mengurangi risiko dan meningkatkan kesehatan tulang yang baik.

       Pengobatan penyakit Paget tulang bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan tulang yang tidak normal, meredakan gejala, dan mencegah komplikasi. Pengobatan penyakit Paget tulang dapat melibatkan kombinasi perubahan gaya hidup, pengobatan, dan, dalam beberapa kasus, tindakan penerapan. 

Beberapa opsi pengobatan yang dapat dipertimbangkan:

Obat-obatan:

  • Bifosfonat: Obat ini umumnya digunakan untuk menghambat aktivitas sel-sel tulang yang tidak normal. Bifosfonat seperti alendronate, risedronate, atau zoledronic acid dapat diresepkan oleh dokter.
  • Kalsitonin: Hormon kalsitonin dapat membantu menghambat resorpsi tulang dan meredakan nyeri.
  • Teriparatide: Kadang-kadang, teriparatide, yang merupakan fragmen aktif dari hormon paratiroid, dapat diresepkan untuk meningkatkan pembentukan tulang baru.

Suplemen Kalsium dan Vitamin D:

  • Dokter mungkin menambahkan suplemen kalsium dan vitamin D untuk memastikan kebutuhan nutrisi tulang terpenuhi.

Pemantauan Rutin:

  • Pemantauan rutin meliputi pemeriksaan tes darah dan pemindaian tulang untuk menyatukan respons terhadap pengobatan.

Manajemen Nyeri:

  • Jika diperlukan, dokter dapat meresepkan analgesik atau obat anti inflamasi non steroid (NSAID) untuk meredakan nyeri dan peradangan.

Tindakan Pembedahan:

  • Dalam beberapa kasus, tindakan pembedahan mungkin diperlukan. Operasi dapat dilakukan untuk memperbaiki deformitas tulang, mengurangi tekanan pada saraf, atau mengatasi fraktur.

Fisioterapi:

  • Fisioterapi dapat membantu mempertahankan dan kekuatan otot, serta memberikan saran tentang aktivitas yang aman dan efektif.

Pilihan pengobatan akan bergantung pada seberapa parah penyakit ini, gejala yang dialami, dan respon terhadap pengobatan. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau spesialis tulang untuk menentukan rencana pengobatan yang sesuai dengan kondisi individu. Selain itu, pemantauan kesehatan rutin akan membantu dalam mendeteksi dan menangani komplikasi yang mungkin timbul seiring waktu.




Sumber:

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/pagets-disease-of-bone/symptoms-causes/syc-20350811

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430805/

https://www.nhs.uk/conditions/pagets-disease-bone/

https://www.niams.nih.gov/health-topics/pagets-disease-bone

https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/pagets-disease-of-bone

Wednesday, 29 November 2023

Dengar Suara Mengunyah, Lansia Jadi Marah

       Banyak orang mungkin menganggap suara-suara tertentu mengganggu mereka, namun ada perbedaan antara sekadar merasa terganggu dan menjadi marah atau panik ketika mendengar suara-suara tertentu. Jika Anda sangat sensitif terhadap suara tertentu (seperti seseorang yang sedang mendengarkan, detak jantung, atau mendengarkan lampu neon), Anda mungkin mengalami kelainan dalam pemrosesan suara yang disebut misophonia.

Lansia sensitif mendengar suara orang mengunyah.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Misophonia adalah kondisi di mana seseorang merasakan rasa marah, jengkel, atau ketidaknyamanan yang sangat intens ketika terpapar dengan suara-suara tertentu. Biasanya, suara-suara ini adalah suara yang dianggap remeh atau biasa oleh orang lain. Orang yang mengalami misophonia dapat merespons secara emosional yang kuat terhadap suara-suara seperti makan, bernapas, mengunyah, atau suara-suara lainnya yang biasanya dianggap sebagai suara sehari-hari.

Reaksi terhadap pemicu suara berkisar dari rasa jengkel hingga kemarahan, dengan kemungkinan pengaktifan respons melawan-atau-lari . Respons misophonia tampaknya tidak ditimbulkan oleh kerasnya suara, melainkan oleh pola atau makna spesifiknya bagi pendengarnya. Pemicu umumnya merupakan rangsangan berulang dan ini yang paling utama, namun tidak eksklusif, berhubungan dengan tubuh manusia, seperti mengunyah, makan, memukul bibir, menyeruput, batuk, membersihkan tenggorokan, mengendus, dan menelan.

Reaksi lansia marah mendengar suara orang mengunyah.
(Sumber: foto canva.com)

Gejala misophonia melibatkan reaksi emosional yang sangat negatif, yang dapat mencakup kemarahan, kecemasan, stres, atau bahkan keinginan untuk menghindari situasi atau orang yang memicu suara-suara tersebut. Kondisi ini dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan hubungan sosial seseorang.

Meskipun misophonia telah diidentifikasi sebagai suatu fenomena, masih ada diskusi di kalangan profesional kesehatan mental tentang sejauh mana misophonia harus dianggap sebagai gangguan kesehatan mental yang terpisah atau sebagai bagian dari spektrum gangguan kecemasan atau gangguan sensorik lainnya. Kondisi ini dapat mempengaruhi individu dari berbagai kelompok usia.

Orang yang terkena misophonia dapat menunjukkan sejumlah ciri atau gejala, yang melibatkan reaksi emosional yang sangat kuat terhadap suara-suara tertentu. 

Beberapa ciri terkena misophonia meliputi:

Reaksi Emosional yang Kuat: 

Terkena misophonia menyebabkan reaksi emosional yang sangat negatif, seperti kemarahan, jengkel, atau kecemasan, ketika terpapar dengan suara-suara tertentu.

Respon Cepat: 

Reaksi emosional dapat muncul dengan cepat begitu seseorang mendengar suara pemicu. Respons ini mungkin tidak proporsional terhadap kebiasaan secara objektif.

Reaksi emosional muncul mendengar suara pemicu.
(Suara: foto canva.com)

Ketidakmampuan Mengabaikan Suara: 

Orang dengan misophonia sering kali tidak dapat mengabaikan atau "menghapus" suara-suara yang memicu reaksi mereka, bahkan jika suara tersebut dianggap remeh oleh orang lain.

Perubahan Perilaku: 

Seseorang dengan misophonia dapat mengubah perilaku atau rutinitas sehari-hari untuk menghindari suara-suara yang memicu reaksi negatif, seperti menghindari makan bersama keluarga atau teman.

Stres dan Kecemasan: 

Kondisi ini dapat menyebabkan tingkat stres dan kecemasan yang tinggi, terutama jika terpapar dengan pemicu suara-suara secara rutin.

Gejala Fisik: 

Reaksi emosional terhadap misophonia dapat disertai dengan gejala fisik seperti peningkatan detak jantung, ketegangan otot, atau gejala kecemasan lainnya.

Pertahanan terhadap Suara Pemicu: 

Seseorang mungkin merasa perlu untuk “membela diri” terhadap suara pemicu dengan merespons secara verbal atau dengan perilaku yang dapat dianggap sebagai upaya untuk mengatasi stres.

💬 Pengalaman misophonia dapat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya.

       Faktor pemicu misophonia pada lansia dapat bervariasi antar individu, dan setiap orang dengan misophonia mungkin memiliki suara-suara yang memicu reaksi negatif yang berbeda-beda. Beberapa suara yang umumnya dianggap sebagai pemicu misophonia yang melibatkan aktivitas sehari-hari, seperti makan, bernapas, atau suara-suara berulang lainnya. 

Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi reaksi misophonia pada lansia meliputi:

Suara Makan atau Mengunyah:

Suara makan, mengunyah, atau bernapas dapat menjadi pemicu misophonia pada beberapa individu. Lansia mungkin merasa terganggu oleh suara-suara ini selama waktu makan atau saat berada di lingkungan yang tenang.

Suara-suara Repetitif :

Suara-suara yang berulang-ulang, seperti ketukan jari di meja, menggosok-gosok kertas, atau suara-suara yang terus-menerus, dapat menyebabkan reaksi misophonia pada lansia.

Suara-suara di Lingkungan Tenang:

Lingkungan yang tenang atau situasi di mana suara-suara kecil atau rutin menjadi lebih terdengar dapat meningkatkan sensitivitas terhadap suara dan memicu misophonia.

Suara tetesan air menjadi lebih terdengar di lingkungan tenang.
(Sumber: foto canva.com)

Suara Tertentu yang Terkait dengan Pengalaman Emosional:

Beberapa suara mungkin menjadi pemicu misophonia karena hubungannya dengan pengalaman emosional masa lalu atau situasi traumatis tertentu.

Suara-suara Sosial:

Suara-suara yang terkait dengan interaksi sosial, seperti suara ketawa, bicara, atau suara-suara yang mengganggu saat berada di kelompok, juga dapat menjadi pemicu.

Stimulus dengan Intensitas Tinggi:

Stimulus atau suara dengan intensitas tinggi, bahkan jika sebenarnya tidak menganggu, mungkin lebih mungkin memicu reaksi misophonia pada lansia.

       Pencegahan misophonia pada lansia dapat melibatkan beberapa pendekatan dan strategi untuk mengelola sensitivitas terhadap suara yang memicu reaksi negatif. Meskipun tidak mungkin sepenuhnya mencegah kondisi ini.

Beberapa langkah yang membantu mengelola gejala dan meningkatkan kualitas hidup:

Pendidikan dan Kesadaran:

Pendidikan diri dan kesadaran tentang kondisi ini dapat membantu individu dan keluarga memahami gejala serta menentukan strategi untuk mengelolanya.

Teknik Relaksasi:

Latihan relaksasi, seperti teknik pernapasan dalam dan meditasi, dapat membantu mengurangi tingkat kecemasan dan stres yang dapat meningkatkan reaksi misophonia.

Pengelolaan Stres Secara Umum:

Penerapan strategi pengelolaan stres umum, seperti olahraga teratur, tidur yang cukup, dan menjaga kehidupan sosial yang sehat, dapat membantu mengurangi gejala misophonia.

Pencipta Lingkungan yang Mendukung:

Menciptakan lingkungan yang mendukung dengan meminimalkan suara-suara yang memicu reaksi, menggunakan bantalan suara (white noise), atau memutar musik yang menenangkan dapat membantu mengurangi ketidaknyamanan.

Berkonsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental:

Jika gejala misophonia mengganggu keseharian, berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental dapat membantu mengidentifikasi strategi dan teknik kognitif perilaku yang dapat membantu mengelola reaksi emosional.

Teknik Desensitisasi:

Terapis dapat membantu dengan teknik desensitisasi yang melibatkan pemaparan bertahap terhadap suara pemicu untuk mengurangi reaksi emosional.

Dukungan Keluarga dan Sosial:

Dukungan dari keluarga dan teman dapat memberikan pemahaman dan kenyamanan, membantu lansia mengelola gejala dengan lebih baik.

Penggunakan Alat Bantu:

Penggunaan alat bantuan bantu, seperti penutup telinga atau perangkat dengar, dapat membantu mengurangi eksposur terhadap suara-suara yang memicu reaksi.

Terapi Konseling atau Psikoterapi:

Terapi konseling atau psikoterapi dapat membantu individu untuk mengidentifikasi dan mengelola pemikiran dan emosi terkait dengan misophonia.

       Pengobatan misophonia pada lansia dapat melibatkan berbagai pendekatan, namun perlu dicatat bahwa tidak ada obat yang secara spesifik dirancang untuk mengatasi misophonia. Pengelolaan misophonia lebih fokus pada manajemen gejala dan peningkatan kualitas hidup. 

Beberapa pendekatan yang dapat dipertimbangkan:

Pendidikan dan Konseling:

Pendidikan diri dan konseling dapat membantu lansia memahami kondisi mereka dan mengembangkan strategi untuk mengelola reaksi emosional terhadap suara-suara pemicu.

Terapi Kognitif-Perilaku:

Terapis kognitif-perilaku dapat membantu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir dan perilaku yang dapat memperburuk reaksi misophonia. Terapi ini dapat mencakup teknik relaksasi, desensitisasi, dan restrukturisasi kognitif.

Terapi Desensitisasi:

Terapi desensitisasi melibatkan pemaparan bertahap terhadap suara-suara pemicu untuk mengurangi reaksi emosional. Ini dapat dilakukan dengan bimbingan terapis.

Pemaparan bertahap terhadap suara pemicu oleh terapis.
(Sumber: foto canva.com)

Penggunaan Alat Bantu:

Penggunaan alat bantu seperti penutup telinga atau perangkat bantuan dengar yang memiliki fitur pemutaran suara ambient dapat membantu mengurangi eksposur langsung terhadap suara-suara yang memicu misophonia.

Terapi EMDR (Eye Movement Desensitization and Reprocessing):

Terapi EMDR, yang awalnya dikembangkan untuk mengobati trauma, telah dicoba untuk mengatasi misophonia dengan membantu individu memproses kenangan dan emosi terkait dengan suara-suara pemicu.

Obat-obatan:

Meskipun tidak ada obat yang secara khusus diresepkan untuk misophonia, dalam beberapa kasus, dokter dapat meresepkan obat anti-ansietas atau obat penenang untuk membantu mengelola tingkat kecemasan yang mungkin meningkat akibat misophonia.

Manajemen Stres dan Relaksasi:

Teknik manajemen stres, seperti meditasi, yoga, atau latihan pernapasan, dapat membantu lansia mengatasi reaksi emosional yang muncul akibat suara-suara pemicu.

Dukungan Sosial:

Dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok dukungan dapat membantu lansia merasa didukung dan membagikan pengalaman dengan orang lain yang mungkin mengalami kondisi serupa.

Pilihan pengobatan akan bervariasi tergantung pada tingkat keparahan gejala dan preferensi individu. Penting untuk berbicara dengan profesional kesehatan yang berpengalaman untuk mendapatkan evaluasi dan rekomendasi yang sesuai dengan kebutuhan spesifik.


 

Sumber:

https://www.forbes.com/health/mind/misophonia/

https://www.webmd.com/mental-health/what-is-misophonia

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24460-misophonia

https://en.wikipedia.org/wiki/Misophonia

https://www.health.harvard.edu/blog/misophonia-sounds-really-make-crazy-2017042111534


Asam Lambung Berkurang, Bermasalah Pada Lansia.

      Asam lambung adalah cairan yang dikeluarkan oleh lambung. Ini terdiri dari asam klorida, kalium klorida, dan natrium klorida. Asam klorida berperan penting dalam pencernaan makanan dan melindungi tubuh kita dari patogen yang tertelan bersama makanan atau udara. Sel parietal yang melapisi lambung terutama terlibat dalam produksinya. 

Hiposekresi asam lambung adalah kondisi di mana tubuh menghasilkan jumlah asam lambung yang di bawah tingkat normal. Asam lambung diproduksi oleh sel-sel dalam dinding lambung dan memiliki peran penting dalam pencernaan makanan.

Asam lambung berkurang karena proses penuaan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Istilah medis yang umum digunakan untuk hiposekresi asam lambung adalah "hipoasiditas" atau "hipoklorhidria." Istilah kedua ini menggambarkan kondisi di mana produksi asam lambung oleh lambung berada di bawah tingkat normal.

Pada lansia, produksi asam lambung cenderung menurun, dan ini dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai hiposekresi asam lambung. Ciri atau gejala hiposekresi asam lambung pada lansia melibatkan perubahan dalam pencernaan dan kesehatan lambung. 

Beberapa ciri yang mungkin terkait dengan hiposekresi asam lambung pada lansia:

Gangguan Pencernaan : 

Lansia dengan hiposekresi asam lambung mungkin mengalami kesulitan dalam mencerna makanan. Ini dapat termasuk perasaan kembung, rasa penuh cepat saat makan, atau rasa tidak nyaman setelah makan.

Hiposekresia membuat sulit dalam mencerna.
(Sumber: foto canva.com)

Kurangnya Nafsu Makan: 

Gangguan pada produksi asam lambung dapat mempengaruhi nafsu makan, sehingga beberapa lansia dengan hiposekresi asam lambung mungkin mengalami penurunan nafsu makan.

Defisiensi Nutrisi: 

Asam lambung memiliki peran penting dalam penyerapan beberapa nutrisi, seperti vitamin B12, zat besi, dan kalsium. Hiposekresi asam lambung dapat menyebabkan defisiensi nutrisi ini, yang dapat berdampak pada kesehatan secara keseluruhan.

Infeksi Lambung: 

Kekurangan asam lambung dapat meningkatkan risiko infeksi lambung karena asam lambung memiliki peran dalam membunuh bakteri dan mikroorganisme yang masuk ke saluran pencernaan.

Refluks Lambung: 

Meskipun kurang umum, hiposekresi asam lambung pada beberapa kasus dapat menyebabkan refluks lambung. Hal ini mungkin terjadi karena kekurangan asam untuk menjaga klep antara kerongkongan dan lambung (sfingter esofagus bawah), yang dapat menyebabkan isi lambung kembali naik ke kerongkongan.

Beberapa faktor yang mungkin berkontribusi pada hiposekresi asam lambung : 

Penuaan: 

Proses penuaan sendiri dapat menyebabkan penurunan fungsi organ tubuh, termasuk lambung. Pada beberapa orang, sel-sel parietal dalam dinding lambung yang bertanggung jawab untuk produksi asam lambung mungkin menjadi kurang aktif seiring bertambahnya usia.

Penuaan dapat menyebabkan fungsi organ tubuh.
(Sumber: foto canva.com)

Obat-obatan: 

Penggunaan obat-obatan tertentu, seperti penghambat pompa proton (PPI) atau antagonis reseptor H2, yang digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung, dapat menyebabkan hiposekresi asam lambung jika digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Infeksi Helicobacter pylori: 

Meskipun infeksi Helicobacter pylori biasanya dikaitkan dengan peningkatan produksi asam lambung, pada beberapa kasus, infeksi ini dapat menyebabkan penurunan produksi asam lambung.

Gangguan Autoimun : 

Beberapa kondisi autoimun, di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel tubuh sendiri, dapat mempengaruhi sel-sel parietal dalam dinding lambung dan mengurangi produksi asam lambung.

Penyakit autoimun dapat mengurangi produksi asam lambung.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan Neurologis: 

Gangguan pada sistem saraf, terutama pada saraf vagus yang mengontrol fungsi lambung, dapat mempengaruhi produksi asam lambung.

Nutrisi dan Gizi: 

Kekurangan beberapa nutrisi tertentu, seperti seng, mungkin dapat mempengaruhi produksi asam lambung.

Faktor Lingkungan: 

Pola makan, gaya hidup, dan faktor lingkungan lainnya juga dapat berperan dalam pengembangan hiposekresi asam lambung pada lansia.

💬 Sejumlah faktor ini mungkin berinteraksi atau berkontribusi pada satu sama lain, dan pengaruhnya dapat bervariasi antar individu.

        Masalah hiposekresi asam lambung pada lansia melibatkan upaya untuk memelihara kesehatan lambung dan sistem pencernaan secara umum. 

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu mencegah hiposekresi asam lambung pada lansia:

Pola Makan Sehat:

  • Konsumsilah makanan sehat yang kaya serat, vitamin, dan mineral.
  • Hindari makanan yang dapat merangsang produksi asam lambung secara berlebihan, seperti makanan pedas, asin, dan asam.
  • Pastikan untuk makan dalam porsi yang moderat dan hindari makan terlalu banyak sekaligus.

Hindari Konsumsi Alkohol dan Tembakau:

  • Batasi atau hindari konsumsi alkohol.
  • Hindari merokok, karena nikotin dapat merangsang produksi asam lambung dan merusak dinding lambung.

Kelola Stres:

  • Praktikkan teknik manajemen stres, seperti meditasi, yoga, atau olahraga ringan.
  • Hindari situasi yang dapat menyebabkan stres berlebihan.

penjelasan Suplemen Nutrisi:

Konsultasikan dengan profesional kesehatan mengenai kebutuhan suplemen, terutama jika ada kekhawatiran tentang defisiensi nutrisi.

Pertahankan Berat Badan Sehat:

  • Mempertahankan berat badan yang sehat sesuai dengan usia dan tinggi badan.
  • Hindari diet ekstrem atau pola makan yang tidak seimbang.

Aktivitas Fisik:

Terlibat dalam aktivitas fisik secara teratur, sesuai dengan kondisi fisik dan kesehatan secara keseluruhan.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:

Jika sedang menggunakan obat-obatan yang dapat mempengaruhi produksi asam lambung, bicarakan dengan dokter mengenai kegunaannya dan apakah ada alternatif yang lebih aman.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

Jalani pemeriksaan kesehatan rutin, termasuk pemeriksaan pencernaan, untuk mendeteksi potensi masalah sejak dini.

Hindari Penggunaan Obat Penghambat Asam Lambung Secara Lebih Lanjut:

Hindari penggunaan jangka panjang obat penghambat pompa proton (PPI) atau antagonis reseptor H2 tanpa rekomendasi dokter.

       Pengobatan hiposekresi asam lambung pada lansia akan tergantung pada penyebab yang mendasarinya. 

Beberapa langkah dan strategi yang mungkin dilakukan dalam penanganan hiposekresi asam lambung:

Pengobatan Penyebab Primer:

  • Jika hiposekresi asam lambung disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori, dokter mungkin meresepkan antibiotik untuk mengatasi infeksi tersebut.
  • Jika obat-obatan tertentu menyebabkan hiposekresi, mungkin perlu direvisi atau dihentikan. Namun, hal ini harus dilakukan di bawah pengawasan dokter.

Suplemen Nutrisi:

Jika hiposekresi asam lambung menyebabkan defisiensi nutrisi, dokter dapat merekomendasikan suplemen untuk memastikan kecukupan zat-zat tertentu, seperti vitamin B12, zat besi, atau kalsium.

Dokter dapat merekomendasikan suplemen  yang dibutuhkan.
(Sumber: foto canva.com)

Diet dan Gaya Hidup:

  • Konsultasikan dengan ahli gizi atau dokter untuk menyusun pola makan yang sesuai untuk mendukung kesehatan lambung.
  • Hindari makanan atau minuman yang dapat merangsang produksi asam lambung secara berlebihan.

Obat Pencernaan:

Penggunaan obat pencernaan seperti enzim pencernaan atau pengganti asam lambung tertentu mungkin diresepkan oleh dokter untuk membantu proses pencernaan.

Manajemen Stres:

Teknik manajemen stres, seperti meditasi, yoga, atau terapi perilaku kognitif, dapat membantu mengelola stres yang dapat mempengaruhi fungsi lambung.

Pemeriksaan Rutin dan Kontrol:

Penting untuk memeriksa pemeriksaan kesehatan secara rutin dan berkonsultasi secara teratur dengan dokter untuk memadukan kondisi dan menyesuaikan pengobatan jika diperlukan.

Pantauan Kesehatan Umum:

Meningkatkan kesehatan umum, termasuk menjaga berat badan yang sehat, berolahraga secara teratur, dan tidak merokok, dapat mendukung kesehatan lambung.

Pengobatan Simtomatik:

Dokter mungkin meresepkan obat yang dapat membantu mengatasi gejala seperti rasa sakit atau ketidaknyamanan akibat hiposekresi asam lambung.

Setiap rencana pengobatan harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan individu tertentu dan harus dilindungi oleh profesional kesehatan. Oleh karena itu, sebelum memulai atau mengubah pengobatan, selalu disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter atau spesialis kesehatan yang berkaitan.



Sumber:

https://www.medicalnewstoday.com/articles/322491 

https://en.wikipedia.org/wiki/Achlorhydria

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/29939570/