Tuesday, 12 December 2023

Stres Berat, Masalah Fisik Lansia

          Stres berat merujuk pada stres yang terjadi dalam waktu singkat dan intensitas tinggi. Ini dapat berkaitan dengan peristiwa atau situasi tertentu yang menimbulkan tekanan secara tiba-tiba. Meskipun bisa sangat menekan, stres berat cenderung bersifat sementara dan terkait dengan situasi tertentu.

Gangguan stres berat adalah reaksi intens dan tidak menyenangkan yang berkembang dalam beberapa minggu setelah peristiwa traumatis. Gejala biasanya berlangsung selama satu bulan atau kurang. 

Stres berat terjadi dalam waktu singkat dan intensitas tinggi.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Stres berat pada lansia merujuk pada tekanan atau ketegangan yang berlebihan yang dialami oleh seseorang yang berusia lanjut. Lansia mungkin mengalami berbagai jenis stres yang dapat berasal dari faktor-faktor fisik, emosional, atau sosial. 

Beberapa contoh penyebab stres berat pada lansia :

Masalah Kesehatan: 

Lansia sering mengalami masalah kesehatan yang mungkin memerlukan perawatan intensif atau mengubah gaya hidup mereka. Pemahaman bahwa tubuh tidak berfungsi seperti dulu bisa menjadi sumber stres yang signifikan.

Kehilangan atau Kehilangan Orang Tercinta: 

Kematian pasangan hidup, teman, atau anggota keluarga dapat menjadi sumber stres berat pada lansia. Proses berkabung dan penyesuaian diri dengan kehidupan tanpa orang yang dicintai dapat menimbulkan tekanan emosional yang besar.

Isolasi Sosial: 

Lansia yang merasa terisolasi atau kesepian dapat mengalami stres berat. Ini bisa terjadi jika mereka kehilangan banyak teman atau jika mobilitas mereka terbatas, mengurangi interaksi sosial.

Masalah Keuangan: 

Keuangan yang tidak stabil atau kesulitan keuangan dapat menyebabkan stres berat, terutama jika lansia merasa tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka atau memiliki kekhawatiran tentang masa depan keuangan mereka.

Kesulitan keuangan menimbulkan stres berat.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Fungsi Kognitif: 

Masalah kognitif seperti demensia atau penyakit Alzheimer dapat menyebabkan stres berat pada lansia, karena mereka mungkin menghadapi tantangan baru dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Perubahan Fisik: 

Lansia sering mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan daya penglihatan, pendengaran, atau kekuatan fisik. Perubahan ini dapat mempengaruhi kemandirian mereka dan menyebabkan stres.

Respons terhadap stres dapat bervariasi di antara individu. Beberapa lansia mungkin memiliki sumber daya atau strategi yang kuat untuk mengatasi stres, sementara yang lain mungkin memerlukan dukungan tambahan dari keluarga, teman, atau profesional kesehatan.  

       Lansia yang mengalami stres berat mungkin menunjukkan beberapa ciri-ciri atau tanda-tanda yang mencerminkan dampak dari tekanan atau ketegangan yang berlebihan. 

Beberapa ciri lansia yang mengalami stres berat :

Perubahan Mood:

Depresi atau Kecemasan: Lansia yang mengalami stres berat dapat menunjukkan tanda-tanda depresi atau kecemasan yang lebih intens. Mereka mungkin merasa sedih, kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati, atau merasa gelisah dan khawatir.

Perubahan Fisik:

Gangguan Tidur: Kesulitan tidur, insomnia, atau pola tidur yang terganggu bisa menjadi tanda stres berat pada lansia.

Masalah Kesehatan Fisik: Stres berat dapat mempengaruhi kesehatan fisik, seperti peningkatan tekanan darah, gangguan pencernaan, atau masalah lainnya.

Isolasi Sosial:

Penarikan Diri dari Aktivitas Sosial: Lansia yang mengalami stres berat mungkin cenderung menarik diri dari kegiatan sosial atau merasa sulit untuk berinteraksi dengan orang lain.

Perubahan Perilaku:

Perubahan dalam Kebiasaan Makan atau Berat Badan: Stres berat dapat memengaruhi pola makan, menyebabkan peningkatan atau penurunan berat badan yang signifikan.

Peningkatan Konsumsi Alkohol atau Obat-obatan: Beberapa lansia mungkin mengatasi stres dengan meningkatkan konsumsi alkohol atau obat-obatan, yang dapat merugikan kesehatan mereka.

Kesulitan Kognitif:

Kesulitan Konsentrasi atau Pengambilan Keputusan: Stres berat dapat memengaruhi fungsi kognitif, menyebabkan kesulitan konsentrasi atau pengambilan keputusan.

Keluhan Fisik yang Tidak Jelas:

Nyeri Tubuh atau Sakit Kepala: Lansia yang mengalami stres berat mungkin mengeluh tentang nyeri tubuh umum atau sakit kepala tanpa penyebab medis yang jelas.

Sering mengeluh nyeri tubuh tanpa penyebab medis.
(Sumber: foto canva.com)

Ketidakmampuan untuk Menangani Tuntutan Sehari-hari:

Kesulitan Menangani Tugas Sehari-hari: Stres berat dapat mengakibatkan kesulitan dalam menangani tugas-tugas sehari-hari, seperti perawatan diri, kebersihan pribadi, atau pengelolaan keuangan.

       Pencegahan stres berat pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek-aspek fisik, emosional, sosial, dan kognitif. 

Beberapa strategi pencegahan yang dapat membantu mengurangi risiko stres berat pada lansia:

Gaya Hidup Sehat:

  • Pola Makan Sehat: Mendorong lansia untuk menjaga pola makan sehat dengan konsumsi nutrisi yang cukup dapat mendukung kesehatan fisik dan mental.
  • Aktivitas Fisik: Mendorong partisipasi dalam aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan mereka dapat membantu menjaga kesehatan fisik dan mengurangi tingkat stres.

Dukungan Sosial:

  • Interaksi Sosial: Mendorong lansia untuk tetap terlibat dalam kegiatan sosial dan menjaga hubungan dengan keluarga, teman, dan komunitas dapat memberikan dukungan sosial yang penting.
  • Partisipasi dalam Kelompok: Bergabung dengan kelompok atau organisasi yang sesuai dengan minat mereka dapat membantu mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Manajemen Stres:

  • Teknik Relaksasi: Mengajarkan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga dapat membantu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan.
  • Manajemen Waktu: Membantu lansia mengelola waktu mereka dengan bijak, menghindari kelebihan beban tugas, dan menetapkan prioritas dapat mengurangi tingkat stres.

Pengelolaan Kesehatan Mental:

  • Konseling atau Terapi: Dukungan kesehatan mental melalui konseling atau terapi dapat membantu lansia mengatasi masalah emosional dan mengembangkan strategi koping yang sehat.
  • Pemantauan Kesehatan Mental: Mendorong lansia untuk memantau kesehatan mental mereka sendiri dan mengidentifikasi perubahan mood atau gejala depresi yang mungkin muncul.

Penanganan Kesehatan Fisik:

  • Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan memantau kondisi medis dapat membantu mencegah atau menangani masalah kesehatan sejak dini.
  • Manajemen Nyeri: Jika ada masalah nyeri kronis, manajemen nyeri yang efektif dapat membantu mencegah peningkatan tingkat stres.

Pendidikan dan Pengetahuan:

  • Penyuluhan Kesehatan: Memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada lansia tentang perubahan yang dapat terjadi seiring bertambahnya usia dan cara mengelola perubahan tersebut dapat membantu mengurangi ketidakpastian dan stres.

Keamanan Lingkungan:

  • Lingkungan Aman: Menciptakan lingkungan yang aman di sekitar rumah, mengurangi risiko kecelakaan, dan memastikan fasilitas yang mendukung keamanan dapat membantu mengurangi ketegangan.
Lingkungan lansia yang aman dan nyaman.
(Sumber: foto canva.com)
       Pengobatan stres berat pada lansia dapat melibatkan berbagai pendekatan, termasuk intervensi medis, terapi kognitif perilaku, dukungan sosial, dan perubahan gaya hidup. Setiap kasus dapat memerlukan pendekatan yang disesuaikan sesuai dengan penyebab dan tingkat keparahan stres. 

Beberapa pendekatan umum yang dapat digunakan dalam pengobatan stres berat pada lansia:

Terapi Kognitif Perilaku (CBT):

  • Terapi ini dapat membantu lansia mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif atau maladaptif yang dapat menyebabkan stres.
  • CBT juga fokus pada perubahan perilaku positif dan membantu individu mengembangkan keterampilan koping yang sehat.

Obat-Obatan:

  • Pada beberapa kasus, dokter mungkin meresepkan obat-obatan seperti antidepresan   untuk membantu mengatasi gejala stres berat.
  • Penggunaan obat-obatan harus diawasi oleh profesional kesehatan, dan risiko serta manfaatnya harus dipertimbangkan.

Terapi Dukungan:

  • Konseling atau terapi dukungan dapat membantu lansia mengatasi stres dengan berbicara tentang pengalaman mereka dan mendapatkan dukungan emosional dari seorang profesional kesehatan mental.

Partisipasi dalam Aktivitas Sosial:

  • Mendorong lansia untuk tetap terlibat dalam aktivitas sosial dapat membantu mengurangi isolasi dan memberikan dukungan sosial yang penting.

Program Manajemen Stres:

  • Program manajemen stres dapat melibatkan latihan relaksasi, teknik pernapasan, atau meditasi untuk membantu lansia mengelola stres sehari-hari.

Rehabilitasi dan Pemulihan:

  • Program rehabilitasi dapat membantu lansia memulihkan kemandirian mereka setelah mengalami stres berat yang mungkin memengaruhi kemampuan mereka untuk melakukan tugas-tugas sehari-hari.

Pendekatan Holistik:

  • Meningkatkan kesejahteraan umum lansia melalui pendekatan holistik, termasuk perubahan gaya hidup seperti diet sehat, aktivitas fisik, dan manajemen waktu, dapat membantu mengurangi stres.

Perubahan Gaya Hidup:

  • Memotivasi lansia untuk menjaga gaya hidup sehat, termasuk olahraga teratur, tidur yang cukup, dan nutrisi yang baik, dapat membantu mengurangi risiko stres.

Konsultasi dengan profesional untuk menilai tingkat stres, menentukan penyebabnya, dan merancang rencana perawatan yang sesuai. Bekerjasama dengan tim kesehatan, termasuk dokter, psikolog, dan ahli geriatri, dapat membantu mengoptimalkan hasil pengobatan dan meningkatkan kesejahteraan lansia yang mengalami stres berat.



Sumber:

https://www.verywellmind.com/stress-and-health-3145086

https://www.ptsd.va.gov/understand/related/acute_stress. 

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/24755-acute-stress-disorder

https://www.msdmanuals.com/home/mental-health-disorders/anxiety-and-stress-related-disorders/acute-stress-disorder

https://emedicine.medscape.com/article/2192581-overview




Monday, 11 December 2023

Fluktuasi Suasana Hati yang Ekstrem Pada Lansia.

         Gangguan mood orang dewasa yang mungkin terjadi setelah masa kanak-kanak yang berjuang melawan gangguan disregulasi suasana hati, terutama pada anak-anak dan remaja,("Disruptive Mood Dysregulation Disorder", DMDD). 

Gangguan disregulasi suasana hati dapat memengaruhi lansia.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

DMDD adalah gangguan depresi mayor, kecemasan, atau gangguan lain yang mungkin berasal dari DMDD sebagai kondisi masa kanak-kanak yang mungkin menyebabkan gangguan dewasa yang ditunjukkan oleh beberapa pasien kesehatan mental.

Gangguan disregulasi suasana hati dapat memengaruhi lansia, meskipun terkadang gejalanya dapat muncul atau diinterpretasikan dengan cara yang berbeda pada kelompok usia ini. Beberapa gangguan suasana hati yang umum pada lansia melibatkan fluktuasi suasana hati atau gejala depresi. 

Beberapa gangguan disregulasi suasana hati pada lansia, di antaranya termasuk:

Gangguan Depresi Mayor pada Lansia:

Lansia dapat mengalami episode depresi mayor dengan gejala seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, kehilangan minat atau kegembiraan dalam aktivitas sehari-hari, gangguan tidur, perubahan berat badan, kelelahan, dan pemikiran bunuh diri.

Gangguan Bipolar pada Lansia:

Meskipun gangguan bipolar lebih sering terjadi pada orang muda, dapat terjadi pada lansia juga. Pada lansia, gejala mania atau hipomania mungkin kurang jelas atau diinterpretasikan sebagai masalah kesehatan fisik atau kognitif.

Gangguan Kecemasan pada Lansia:

Lansia juga dapat mengalami gangguan kecemasan seperti gangguan kecemasan umum (GAD) atau gangguan panik. Kecemasan dapat menyebabkan fluktuasi suasana hati dan dampak negatif pada kesejahteraan umum.

Demenita dan Gangguan suasana Hati:

Beberapa jenis demensia, seperti demensia vaskular atau demensia Lewy body, dapat menyebabkan perubahan suasana hati pada lansia. Penderita demensia mungkin mengalami gejala seperti kebingungan, marah, atau kecemasan.

Perubahan suasana hati pada lansia karena demensia.
(Sumber: foto paguyuban 209)

Gangguan suasana Hati Terkait Penyakit Medis:

Beberapa penyakit medis yang umum pada lansia, seperti penyakit jantung, diabetes, atau penyakit tiroid, dapat berkontribusi pada perubahan suasana hati.

Lansia yang mengalami gangguan disregulasi suasana hati mungkin menunjukkan berbagai gejala yang bisa mencakup perubahan suasana hati, energi, perilaku, dan pola tidur. 

Beberapa ciri umum gangguan disregulasi suasana hati pada lansia meliputi:

Perubahan Suasana Hati:

Lansia dengan gangguan disregulasi suasana hati mungkin mengalami fluktuasi suasana hati yang ekstrem, termasuk periode kegembiraan yang tinggi diikuti oleh periode depresi yang mendalam.

Energi yang Tidak Stabil:

Terjadi perubahan energi yang signifikan. Selama episode mania atau hipomania, lansia mungkin merasa sangat energik, kurang tidur, dan memiliki dorongan aktivitas yang tidak wajar. Pada episode depresi, energi mereka dapat sangat rendah, dan mereka mungkin merasa lelah sepanjang waktu.

Perubahan energi yang signifikan pada lansia.
(Sumber: foto paguyuban 209)

Perubahan Pola Tidur:

Gangguan disregulasi suasana hati dapat memengaruhi pola tidur. Selama episode mania, lansia mungkin mengalami kesulitan tidur dan merasa tidak memerlukan tidur yang cukup. Pada episode depresi, mereka mungkin mengalami insomnia atau tidur berlebihan.

Perubahan Aktivitas dan Perilaku:

Pada periode mania, lansia dapat terlibat dalam aktivitas yang impulsif atau berisiko tanpa mempertimbangkan konsekuensinya. Pada episode depresi, mereka mungkin menarik diri dari kegiatan sosial dan kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

Kesulitan Berkonsentrasi:

Gangguan disregulasi suasana hati dapat memengaruhi kemampuan lansia untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan. Mereka mungkin mengalami pikiran yang meloncat-loncat dan kesulitan memusatkan perhatian.

Perubahan Berat Badan:

Fluktuasi berat badan dapat terjadi sebagai akibat dari perubahan pola makan yang terkait dengan episode mania atau depresi.

Gejala Fisik:

Beberapa lansia dengan gangguan disregulasi suasana hati juga dapat mengalami gejala fisik seperti gemetar, sakit kepala, atau ketegangan otot.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua lansia dengan fluktuasi suasana hati mengalami gangguan disregulasi suasana hati.

       Mencegah gangguan disregulasi suasana hati pada lansia melibatkan pendekatan holistik untuk mendukung kesehatan mental dan fisik mereka. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mencegah risiko gangguan disregulasi suasana hati pada lansia:

Gaya Hidup Sehat:

Mendorong gaya hidup sehat yang melibatkan pola makan seimbang, cukup tidur, dan kegiatan fisik yang teratur. Olahraga ringan seperti berjalan kaki dapat membantu meningkatkan suasana hati dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Gaya hidup sehat dapat meningkatkan suasana hati lansia.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Dukungan Sosial:

Fasilitasi dukungan sosial dengan memastikan bahwa lansia tetap terhubung dengan keluarga, teman, atau komunitas. Interaksi sosial dapat membantu mengurangi risiko isolasi sosial dan memberikan dukungan emosional.

Pemantauan Kesehatan Fisik:

Melibatkan profesional kesehatan dalam pemantauan kesehatan fisik secara teratur untuk mendeteksi dan mengatasi masalah kesehatan fisik yang mungkin mempengaruhi suasana hati.

Manajemen Stres:

Membantu lansia mengembangkan keterampilan manajemen stres, seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga. Stres yang tidak diatasi dapat menjadi faktor risiko untuk gangguan suasana hati.

Hindari Penyalahgunaan Zat:

Menghindari penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan. Penyalahgunaan zat dapat memperburuk gangguan suasana hati dan memiliki dampak negatif pada kesejahteraan mental dan fisik.

Perhatian Terhadap Perubahan Emosi dan Perilaku:

Memperhatikan perubahan dalam perilaku dan suasana hati, serta segera mencari bantuan profesional jika terdapat gejala-gejala gangguan suasana hati.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan Mental:

Lansia dan keluarganya harus menyadari pentingnya konsultasi dengan profesional kesehatan mental jika ada gejala gangguan suasana hati. Konsultasi ini dapat membantu dalam penilaian, diagnosis, dan pengelolaan kondisi tersebut.

Kelola Obat dengan Hati-hati:

Jika lansia mengonsumsi obat-obatan tertentu, pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter atau apoteker tentang efek samping dan potensi interaksi obat yang dapat mempengaruhi suasana hati.

Edukasi dan Kesadaran:

Tingkatkan kesadaran tentang gangguan suasana hati dan pentingnya perawatan mental. Edukasi dan pemahaman dapat membantu mengurangi stigma dan mendorong pencarian bantuan saat diperlukan.

       Pengobatan gangguan disregulasi suasana hati pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik dan seringkali melibatkan kombinasi terapi, dukungan sosial, dan manajemen kesehatan fisik. Berikut beberapa metode pengobatan yang mungkin diterapkan:

Konseling atau Terapi Psikologis:

Terapi kognitif, terapi perilaku kognitif, atau terapi interpersonal dapat membantu lansia mengidentifikasi dan mengatasi pikiran negatif serta membangun keterampilan coping.

Terapi Obat:

Dokter atau profesional kesehatan mental mungkin meresepkan obat untuk mengelola gejala gangguan suasana hati. Obat-obatan ini dapat mencakup antidepresan, stabilisator suasana hati, atau obat-obatan lain yang sesuai dengan kebutuhan individu.

Elektrokonvulsif Therapy (ECT):

ECT dapat digunakan pada kasus-kasus yang parah atau ketika pengobatan lain tidak berhasil. Prosedur ini melibatkan pemberian arus listrik ke otak dengan tujuan untuk memicu aktivitas otak yang terkontrol.

Terapi Elektrokonvulsif (ECT):

Beberapa jenis terapi lain, seperti terapi cahaya (light therapy) atau terapi magnet transkranial (transcranial magnetic stimulation/TMS), dapat digunakan dalam pengobatan gangguan suasana hati pada lansia.

Manajemen Kesehatan Fisik:

Mengelola kesehatan fisik secara menyeluruh dapat membantu mengurangi risiko gangguan suasana hati. Ini melibatkan pengaturan diet, olahraga teratur, dan manajemen kondisi kesehatan fisik lainnya.

Dukungan Sosial:

Dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat memiliki dampak positif pada kesejahteraan mental. Mempertahankan hubungan sosial yang kuat dapat membantu mengurangi isolasi sosial.

Manajemen Stres:

Keterampilan manajemen stres seperti meditasi, yoga, atau teknik pernapasan dalam dapat membantu lansia mengatasi tekanan dan meredakan gejala gangguan suasana hati.

Pengawasan Obat dengan Hati-hati:

Jika lansia mengonsumsi obat-obatan, penting untuk mengawasi efek samping dan berkomunikasi secara teratur dengan dokter untuk memastikan bahwa obat yang diberikan masih sesuai dengan kebutuhan dan kesehatan lansia.

Pendidikan dan Dukungan Keluarga:

Edukasi keluarga tentang gangguan suasana hati dapat membantu mereka memahami kondisi tersebut dan memberikan dukungan yang lebih baik kepada lansia.

Setiap individu memiliki respons yang berbeda terhadap pengobatan, dan pendekatan yang efektif dapat bervariasi. Diagnosis dan pengobatan harus dilakukan oleh profesional kesehatan yang berpengalaman dalam merawat lansia dengan gangguan suasana hati. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami gejala gangguan suasana hati, segera konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan mental.



Sumber:

 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5003566/

https://pathwaysreallife.com/adult-mood-disorders-and-childhood-dmdd 

https://www.psychiatrictimes.com/view/recognizing-and-treating-geriatric-mood-disorders


Saturday, 9 December 2023

Mengapa ada Lansia yang tidak Mengakui Dirinya Tua.

       Secara medis, tidak ada persyaratan khusus atau norma yang menentukan apakah seorang lansia "mengakui" atau "tidak mengakui" dirinya tua. Pengakuan terhadap penuaan cenderung lebih merupakan sikap psikologis dan sosial daripada parameter medis yang dapat diukur secara objektif.

Penting untuk memahami bahwa pandangan terhadap penuaan dapat sangat bervariasi di antara individu. Beberapa orang mungkin memiliki sikap positif dan merasa bahagia dengan penuaan, sementara yang lain mungkin mengalami kesulitan atau resistensi terhadap perubahan terkait usia. 

Pandangan penuaan sangat bervariasi di antara individu.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Dalam pengelolaan kesehatan lansia, fokusnya sering kali ditempatkan pada kesejahteraan fisik dan mental secara menyeluruh. Ini melibatkan evaluasi kesehatan, penanganan kondisi medis yang mungkin muncul, dukungan psikologis, dan merancang program perawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu.

Beberapa alasan mengapa beberapa lansia mungkin tidak mengakui dirinya sebagai orang yang tua:

Pola Pikir dan Identitas: 

Beberapa orang mungkin mempertahankan pola pikir dan identitas yang lebih muda untuk merasa lebih berenergi dan relevan.

Ketakutan akan Stigma: 

Terdapat stigma terkait dengan penuaan dalam beberapa budaya, dan beberapa orang mungkin tidak ingin diidentifikasi atau diidentifikasi sebagai tua.

Tekanan Sosial: 

Tekanan sosial untuk tetap aktif dan produktif dapat menyebabkan beberapa lansia menolak untuk mengakui penuaan mereka.

Persepsi Diri Positif: 

Beberapa orang mungkin memiliki persepsi diri yang positif dan merasa bahwa mengidentifikasi diri sebagai "tua" tidak sesuai dengan citra positif mereka.

Pandangan "tua" tidak sesuai dengan citra positif mereka.
(Sumber: foto LPC-Lansia

Kondisi Kesehatan yang Baik: 

Jika seseorang tetap sehat dan aktif, mereka mungkin merasa bahwa usia tidak mencerminkan kondisi fisik dan mental mereka.

Takut Kehilangan Otonomi: 

Mengakui penuaan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan kehilangan otonomi atau kemandirian, dan beberapa orang mungkin enggan menghadapi kenyataan ini.

Meskipun demikian, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung penuaan yang sehat dan positif. Melibatkan lansia dalam kegiatan sosial, mendukung kesehatan fisik dan mental mereka, dan menciptakan budaya yang menghormati semua tahap kehidupan dapat membantu mengatasi stigma terkait dengan penuaan.

Lansia yang tidak mengakui dirinya tua juga dapat mengalami beberapa keburukan:

Ketidaksiapan terhadap Perubahan Kesehatan: 

Menolak mengakui penuaan dapat menghambat kesediaan untuk mengatasi perubahan kesehatan yang mungkin muncul seiring waktu.

Kesulitan dalam Menerima Bantuan: 

Lansia yang tidak mengaku dirinya tua mungkin cenderung kesulitan menerima atau mencari bantuan, bahkan ketika diperlukan.

Potensi Risiko Kesehatan yang Tinggi: 

Menolak untuk mengakui aspek-aspek penuaan dapat menghambat kesadaran terhadap risiko kesehatan tertentu yang dapat meningkat seiring bertambahnya usia.

Lansia memiliki risiko kesehatan yang tinggi.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Potensi Isolasi Sosial: 

Jika lansia menolak untuk mengakui perubahan sosial yang terkait usia, mereka mungkin mengalami isolasi karena kesulitan beradaptasi dengan perubahan lingkungan sosial mereka.

Perasaan Tidak Bahagia atau Stres Tersembunyi: 

Meskipun tampak positif, menolak untuk mengakui kenyataan penuaan mungkin menyebabkan perasaan tidak bahagia atau stres tersembunyi yang dapat memengaruhi kesejahteraan mental.

Sikap terhadap penuaan dapat sangat bervariasi di antara lansia, dan tidak selalu mencerminkan kesehatan mental secara keseluruhan. Penerimaan sehat terhadap penuaan, termasuk kesadaran terhadap perubahan dan kebutuhan kesehatan yang mungkin timbul, dapat membantu mendukung kesejahteraan holistik lansia.

Lansia yang tidak mengaku dirinya tua dapat mengalami beberapa kebaikan yang positif:

Pemeliharaan Semangat Hidup: 

Sikap yang positif terhadap penuaan dapat membantu memelihara semangat hidup dan motivasi untuk tetap aktif secara fisik dan sosial.

Kesehatan Mental yang Lebih Baik: 

Tidak merasa terbebani oleh stereotip penuaan negatif dapat mendukung kesehatan mental yang lebih baik, termasuk tingkat stres yang lebih rendah.

Keterlibatan Sosial yang Lebih Aktif: 

Lansia yang tidak mengaku dirinya tua mungkin lebih cenderung terlibat dalam kegiatan sosial, memelihara hubungan yang positif, dan merasa relevan dalam komunitas.

Lansia aktif dalam kegiatan sosial.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Kemandirian yang Dijaga: 

Sikap positif terhadap penuaan dapat mendukung kemandirian dan kemampuan untuk berfungsi secara mandiri tanpa merasa terbatasi oleh usia.

Adaptabilitas terhadap Perubahan: 

Lansia yang tidak mengakui dirinya tua mungkin lebih mampu menyesuaikan diri dengan perubahan terkait usia tanpa menunjukkan resistensi atau kesulitan yang berlebihan.

Keinginan untuk Belajar dan Berkembang: 

Sikap yang terbuka terhadap penuaan dapat membantu menjaga keinginan untuk terus belajar, berkembang, dan mengeksplorasi hal-hal baru.

       Jika seseorang mengalami kesulitan atau perasaan negatif terkait penuaan, konsultasi dengan profesional kesehatan mental atau gerontologis dapat membantu dalam memahami dan mengatasi perasaan tersebut. Konseling dan dukungan psikologis dapat membantu individu mengelola perubahan hidup dan merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri di berbagai tahap kehidupan.



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3822658/

https://betterhealthwhileaging.net/qa-possible-elderly-incompetence-what-you-can-do/

https://www.psychologicalscience.org/news/releases/older-beats-younger-when-it-comes-to-correcting-mistakes.html

https://www.agingcare.com/articles/old-people-refuse-help-154617.htm

https://www.beyondblue.org.au/docs/default-source/resources/bl1311-having-the-conversation-with-older-people-fact-sheet_acc_2-18.pdf

https://www.nidirect.gov.uk/articles/mental-health-and-support-you-get-older