Depresi kronis adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan terus-menerus atau kehilangan minat dalam beraktivitas, sehingga menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Kemungkinan penyebabnya mencakup kombinasi sumber tekanan biologis, psikologis, dan sosial.
Ciri khas depresi kronis adalah periode kesedihan yang berlangsung lebih dari dua minggu dan pada beberapa individu, selama dua tahun. Selain itu, individu yang menderita depresi kronis mengalami gejala yang lebih sering dan parah dibandingkan dengan depresi situasional.
Depresi kronis pada lansia merujuk pada kondisi depresi yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau bersifat persisten pada usia lanjut individu. Depresi pada lansia dapat menjadi lebih rumit karena adanya faktor-faktor tambahan seperti penyakit fisik, kehilangan teman atau anggota keluarga, isolasi sosial, dan perubahan fungsi kognitif.
Depresi kronis berciri durasi yang panjang dan bertahan lama. (Sumber: foto bodrekers) |
Beberapa ciri khas depresi kronis pada lansia meliputi:
Durasi yang Panjang:
Depresi kronis memiliki durasi yang lebih lama daripada depresi akut. Pada lansia, gejala depresi dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Gejala Depresi yang Bertahan Lama:
Gejala depresi, seperti perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat atau kegairahan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan berat badan, gangguan tidur, dan kelelahan, dapat terus-menerus ada dalam kehidupan sehari-hari.
Kehilangan Fungsi Kognitif:
Pada beberapa kasus, depresi pada lansia dapat dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif atau risiko demensia.
Respons Pengobatan yang Tidak Optimal:
Depresi kronis pada lansia mungkin tidak memberikan respons yang baik terhadap pengobatan atau intervensi psikososial. Ini dapat membuat manajemen depresi menjadi lebih rumit.
Isolasi Sosial dan Kurangnya Dukungan:
Lansia yang mengalami depresi kronis mungkin mengalami isolasi sosial, kehilangan minat berinteraksi dengan orang lain, dan kurangnya dukungan sosial. Stres Kronis: Merupakan stres yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, mungkin terkait dengan kondisi kesehatan kronis, masalah keuangan, atau masalah sosial yang berkelanjutan.
Kurangnya dukungan sosial berisiko depresi kronis. (Sumber: foto canva.com) |
Depresi kronis pada lansia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan sering kali kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada depresi kronis lansia, antara lain:
Perubahan Fisik:
Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan fisik seperti penurunan energi, kesehatan fisik yang menurun, atau penyakit kronis, yang dapat berperan dalam munculnya depresi.
Kehilangan Signifikan:
Kehilangan teman, pasangan hidup, atau anggota keluarga dapat menjadi faktor risiko depresi pada lansia. Kematian, pensiun, atau kehilangan kemandirian juga dapat berdampak negatif.
Kehilangan anggota keluarga jadi faktor risiko depresi. (Sumber: foto canva.com) |
Masalah Kesehatan Mental Sebelumnya:
Riwayat gangguan mood atau masalah kesehatan mental sebelumnya dapat meningkatkan risiko depresi pada lansia.
Isolasi Sosial:
Terbatasnya interaksi sosial, perasaan kesepian, atau isolasi sosial dapat menjadi faktor risiko depresi, terutama karena aktivitas sosial berkurang dan perubahan dalam jaringan dukungan sosial.
Keterbatasan Fisik:
Adanya keterbatasan fisik, seperti kesulitan bergerak atau merawat diri sendiri, dapat memberikan dampak psikologis dan meningkatkan risiko depresi.
Gangguan Kognitif :
Adanya masalah dalam fungsi kognitif atau risiko demensia dapat berhubungan dengan depresi pada lansia.
Faktor Genetik dan Genomik:
Ada bukti bahwa faktor-faktor genetik juga dapat berperan dalam rentannya seseorang terhadap depresi, meskipun interaksi genetik masih dalam penelitian.
Perubahan Hormon:
Perubahan hormonal yang terjadi seiring penuaan, seperti penurunan kadar hormon tertentu, juga dapat berdampak pada mood dan dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada depresi.
Obat-obatan:
Efek samping dari beberapa obat yang sering digunakan oleh lansia untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu dapat menyebabkan gejala depresi.
Stigma Terkait Kesehatan Mental:
Stigma terhadap masalah kesehatan mental masih bisa menjadi kendala bagi lansia untuk mencari bantuan, sehingga depresi mungkin tidak terdiagnosis atau diobati dengan tepat.
Pencegahan depresi kronis pada lansia meliputi langkah-langkah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, mengelola stres, dan membangun dukungan sosial.
Beberapa strategi pencegahan yang dapat membantu:
Aktivitas Fisik Teratur:
Olahraga teratur telah terbukti dapat meningkatkan mood, mengurangi stres, dan meningkatkan kesehatan fisik secara umum. Lakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan Anda, seperti jalan kaki, berenang, atau senam ringan.
Perawatan Kesehatan Fisik:
Jaga kesehatan fisik Anda dengan mengikuti pemeriksaan rutin, mengelola kondisi medis yang mungkin Anda miliki, dan mematuhi rencana perawatan yang disarankan oleh dokter.
Gaya Hidup Sehat:
Gaya Hidup Sehat: Konsumsi makanan seimbang, hindari konsumsi alkohol berlebihan, dan berhenti merokok jika Anda masih merokok. Gaya hidup sehat dapat mendukung kesehatan fisik dan mental.
Mengelola Stres:
Pelajari teknik manajemen stres, seperti relaksasi, relaksasi, atau yoga. Mengelola stres dengan efektif dapat membantu mencegah depresi dan meningkatkan kesejahteraan.
Tidur yang Cukup:
Pastikan untuk mendapatkan jumlah tidur yang cukup setiap malam. Gangguan tidur dapat mempengaruhi mood dan membantu gejala depresi.
Pertahankan Hubungan Sosial:
Pertahankan Hubungan Sosial: Jalin dan pertahankan hubungan sosial yang positif. Interaksi sosial dapat memberikan dukungan emosional dan mengurangi risiko isolasi sosial.
Aktivitas Sosial dan Komunitas:
Ikut serta dalam aktivitas sosial dan bergabung dengan kelompok atau klub dapat meningkatkan keterlibatan sosial dan memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan baru.
Pentingkan Dukungan Sosial:
Carilah dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok dukungan. Berbicara tentang perasaan dan pengalaman Anda dapat membantu mengurangi beban emosional.
Hindari Perasaan Kesepian :
Kesepian dapat meningkatkan risiko depresi. Aktiflah dalam mencari kegiatan sosial dan cara untuk tetap terhubung dengan orang lain.
Terlibat dalam Kegiatan yang Membuat Senang:
Temukan kegiatan atau hobi yang memberikan kegembiraan dan memberikan tujuan pada kehidupan sehari-hari.
Pentingkan Diri Sendiri:
Luangkan waktu untuk diri sendiri, lakukan aktivitas yang Anda nikmati, dan fokus pada perawatan diri secara holistik.
Nikmati hidup fokus perawatan diri secara holistik.
(Sumber: foto canva,com)
Pantau Kesehatan Mental:
Jika Anda merasakan gejala depresi atau perubahan suasana hati yang berkepanjangan, segera konsultasikan dengan profesional kesehatan mental.
Mengobati depresi kronis pada lansia mencakup pendekatan yang holistik yang mencakup terapi psikologis, dukungan sosial, dan dalam beberapa kasus, penggunaan obat-obatan. Pengobatan depresi pada lansia harus dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan masing-masing individu.
Berikut adalah beberapa strategi pengobatan yang umum digunakan:
Terapi Psikologis:
Terapi Kognitif Perilaku (CBT): Terapi ini membantu individu untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang dapat membantu depresi, serta mengganti perilaku yang tidak sehat.
Terapi Interpersonal (IPT): IPT fokus pada perbaikan hubungan interpersonal dan dukungan sosial.
Terapi Elektrokonvulsif (ECT):
ECT adalah suatu bentuk terapi yang dapat mempertimbangkan jika depresi sangat parah dan tidak merespons pengobatan lainnya. Meskipun berbeda, ECT dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam beberapa kasus.
Obat-Obatan Antidepresan:
Dokter dapat meresepkan antidepresan untuk membantu mengatasi gejala depresi. Beberapa kelas antidepresan yang umum meliputi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors), SNRI (Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors), dan TCA (Tricyclic Antidepressants).
Dosis dan jenis antidepresan harus disesuaikan dengan kondisi medis dan respon individu. Penggunaan obat harus secara ketat ditujukan oleh dokter.
Pemantauan Kesehatan Fisik:
Jaga kesehatan fisik secara menyeluruh. Pemeriksaan kesehatan rutin dan manajemen kondisi kesehatan kronis dapat membantu mengurangi faktor risiko depresi.
Dukungan Sosial:
Dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu mengatasi isolasi sosial dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan.
Pengelolaan Stres:
Pelajari teknik manajemen stres seperti relaksasi, relaksasi otot progresif, atau biofeedback. Pengelolaan stres yang efektif dapat membantu mengurangi beban emosional.
Partisipasi dalam Aktivitas Sosial dan Hobi:
Aktivitas sosial dan hobi dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kesempatan untuk interaksi sosial positif.
Pentingnya Kesehatan Tidur:
Pastikan untuk memiliki rutinitas tidur yang sehat. Hindari kebiasaan tidur yang buruk dan diskusikan masalah tidur dengan dokter jika diperlukan.
Edukasi dan Informasi:
Pendidikan dan pemahaman mengenai depresi dapat membantu individu dan keluarga memahami kondisi tersebut dan mendukung upaya pemulihan.
Perawatan depresi harus dikembangkan bersama dengan tim perawatan kesehatan dan berdasarkan evaluasi menyeluruh dari kondisi kesehatan dan kebutuhan individu. Konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan mental untuk merencanakan pendekatan pengobatan yang tepat. Depresi kronis sering kali memerlukan dukungan jangka panjang, dan pemulihan dapat memakan waktu.
Sumber:
https://www.medicalnewstoday.com/articles/chronic-depression
https://www.webmd.com/depression/chronic-depression-dysthymia
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1470657/
https://www.healthcentral.com/condition/chronic-depression
https://michaelshouse.com/what-is-chronic-depression/