Wednesday, 27 December 2023

Suasana Hati Tertekan Terus-menerus, Depresi Kronis pada Lansia.

        Depresi kronis adalah gangguan kesehatan mental yang ditandai dengan suasana hati yang tertekan terus-menerus atau kehilangan minat dalam beraktivitas, sehingga menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Kemungkinan penyebabnya mencakup kombinasi sumber tekanan biologis, psikologis, dan sosial.

Ciri khas depresi kronis adalah periode kesedihan yang berlangsung lebih dari dua minggu dan pada beberapa individu, selama dua tahun. Selain itu, individu yang menderita depresi kronis mengalami gejala yang lebih sering dan parah dibandingkan dengan depresi situasional.

Depresi kronis pada lansia merujuk pada kondisi depresi yang berlangsung dalam jangka waktu lama atau bersifat persisten pada usia lanjut individu. Depresi pada lansia dapat menjadi lebih rumit karena adanya faktor-faktor tambahan seperti penyakit fisik, kehilangan teman atau anggota keluarga, isolasi sosial, dan perubahan fungsi kognitif.

Depresi kronis berciri durasi yang panjang dan bertahan lama.
(Sumber: foto bodrekers)

Beberapa ciri khas depresi kronis pada lansia meliputi:

Durasi yang Panjang: 

Depresi kronis memiliki durasi yang lebih lama daripada depresi akut. Pada lansia, gejala depresi dapat berlangsung berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Gejala Depresi yang Bertahan Lama: 

Gejala depresi, seperti perasaan sedih yang mendalam, kehilangan minat atau kegairahan dalam aktivitas sehari-hari, perubahan berat badan, gangguan tidur, dan kelelahan, dapat terus-menerus ada dalam kehidupan sehari-hari.

Kehilangan Fungsi Kognitif: 

Pada beberapa kasus, depresi pada lansia dapat dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif atau risiko demensia.

Respons  Pengobatan yang Tidak Optimal: 

Depresi kronis pada lansia mungkin tidak memberikan respons yang baik terhadap pengobatan atau intervensi psikososial. Ini dapat membuat manajemen depresi menjadi lebih rumit.

Isolasi Sosial dan Kurangnya Dukungan: 

Lansia yang mengalami depresi kronis mungkin mengalami isolasi sosial, kehilangan minat berinteraksi dengan orang lain, dan kurangnya dukungan sosial. Stres Kronis: Merupakan stres yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, mungkin terkait dengan kondisi kesehatan kronis, masalah keuangan, atau masalah sosial yang berkelanjutan.

Kurangnya dukungan sosial berisiko depresi kronis.
(Sumber: foto canva.com)

        Depresi kronis pada lansia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan sering kali kombinasi dari faktor-faktor tersebut. 

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada depresi kronis lansia, antara lain:

Perubahan Fisik: 

Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan fisik seperti penurunan energi, kesehatan fisik yang menurun, atau penyakit kronis, yang dapat berperan dalam munculnya depresi.

Kehilangan Signifikan: 

Kehilangan teman, pasangan hidup, atau anggota keluarga dapat menjadi faktor risiko depresi pada lansia. Kematian, pensiun, atau kehilangan kemandirian juga dapat berdampak negatif.

Kehilangan anggota keluarga jadi faktor risiko depresi.
(Sumber: foto canva.com)

Masalah Kesehatan Mental Sebelumnya: 

Riwayat gangguan mood atau masalah kesehatan mental sebelumnya dapat meningkatkan risiko depresi pada lansia.

Isolasi Sosial: 

Terbatasnya interaksi sosial, perasaan kesepian, atau isolasi sosial dapat menjadi faktor risiko depresi, terutama karena aktivitas sosial berkurang dan perubahan dalam jaringan dukungan sosial.

Keterbatasan Fisik: 

Adanya keterbatasan fisik, seperti kesulitan bergerak atau merawat diri sendiri, dapat memberikan dampak psikologis dan meningkatkan risiko depresi.

Gangguan Kognitif : 

Adanya masalah dalam fungsi kognitif atau risiko demensia dapat berhubungan dengan depresi pada lansia.

Faktor Genetik dan Genomik: 

Ada bukti bahwa faktor-faktor genetik juga dapat berperan dalam rentannya seseorang terhadap depresi, meskipun interaksi genetik masih dalam penelitian.

Perubahan Hormon: 

Perubahan hormonal yang terjadi seiring penuaan, seperti penurunan kadar hormon tertentu, juga dapat berdampak pada mood dan dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada depresi.

Obat-obatan: 

Efek samping dari beberapa obat yang sering digunakan oleh lansia untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu dapat menyebabkan gejala depresi.

Stigma Terkait Kesehatan Mental: 

Stigma terhadap masalah kesehatan mental masih bisa menjadi kendala bagi lansia untuk mencari bantuan, sehingga depresi mungkin tidak terdiagnosis atau diobati dengan tepat.

       Pencegahan depresi kronis pada lansia meliputi langkah-langkah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, mengelola stres, dan membangun dukungan sosial.

Beberapa strategi pencegahan yang dapat membantu:

Aktivitas Fisik Teratur: 

Olahraga teratur telah terbukti dapat meningkatkan mood, mengurangi stres, dan meningkatkan kesehatan fisik secara umum. Lakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan Anda, seperti jalan kaki, berenang, atau senam ringan.

Perawatan Kesehatan Fisik: 

Jaga kesehatan fisik Anda dengan mengikuti pemeriksaan rutin, mengelola kondisi medis yang mungkin Anda miliki, dan mematuhi rencana perawatan yang disarankan oleh dokter.

Gaya Hidup Sehat:

Gaya Hidup Sehat: Konsumsi makanan seimbang, hindari konsumsi alkohol berlebihan, dan berhenti merokok jika Anda masih merokok. Gaya hidup sehat dapat mendukung kesehatan fisik dan mental.

Mengelola Stres: 

Pelajari teknik manajemen stres, seperti relaksasi, relaksasi, atau yoga. Mengelola stres dengan efektif dapat membantu mencegah depresi dan meningkatkan kesejahteraan.

Tidur yang Cukup: 

Pastikan untuk mendapatkan jumlah tidur yang cukup setiap malam. Gangguan tidur dapat mempengaruhi mood dan membantu gejala depresi.

Pertahankan Hubungan Sosial:

Pertahankan Hubungan Sosial: Jalin dan pertahankan hubungan sosial yang positif. Interaksi sosial dapat memberikan dukungan emosional dan mengurangi risiko isolasi sosial.

Aktivitas Sosial dan Komunitas: 

Ikut serta dalam aktivitas sosial dan bergabung dengan kelompok atau klub dapat meningkatkan keterlibatan sosial dan memberikan kesempatan untuk menjalin hubungan baru.

Pentingkan Dukungan Sosial: 

Carilah dukungan dari teman, keluarga, atau kelompok dukungan. Berbicara tentang perasaan dan pengalaman Anda dapat membantu mengurangi beban emosional.

Hindari Perasaan Kesepian

Kesepian dapat meningkatkan risiko depresi. Aktiflah dalam mencari kegiatan sosial dan cara untuk tetap terhubung dengan orang lain.

Terlibat dalam Kegiatan yang Membuat Senang: 

Temukan kegiatan atau hobi yang memberikan kegembiraan dan memberikan tujuan pada kehidupan sehari-hari.

Pentingkan Diri Sendiri: 

Luangkan waktu untuk diri sendiri, lakukan aktivitas yang Anda nikmati, dan fokus pada perawatan diri secara holistik.

Nikmati hidup fokus perawatan diri secara holistik.
(Sumber: foto canva,com)

Pantau Kesehatan Mental: 

Jika Anda merasakan gejala depresi atau perubahan suasana hati yang berkepanjangan, segera konsultasikan dengan profesional kesehatan mental.

              Mengobati depresi kronis pada lansia mencakup pendekatan yang holistik yang mencakup terapi psikologis, dukungan sosial, dan dalam beberapa kasus, penggunaan obat-obatan. Pengobatan depresi pada lansia harus dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan masing-masing individu. 

Berikut adalah beberapa strategi pengobatan yang umum digunakan:

Terapi Psikologis:

Terapi Kognitif Perilaku (CBT): Terapi ini membantu individu untuk mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang dapat membantu depresi, serta mengganti perilaku yang tidak sehat.

Terapi Interpersonal (IPT): IPT fokus pada perbaikan hubungan interpersonal dan dukungan sosial.

Terapi Elektrokonvulsif (ECT):

ECT adalah suatu bentuk terapi yang dapat mempertimbangkan jika depresi sangat parah dan tidak merespons pengobatan lainnya. Meskipun berbeda, ECT dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam beberapa kasus.

Obat-Obatan Antidepresan:

Dokter dapat meresepkan antidepresan untuk membantu mengatasi gejala depresi. Beberapa kelas antidepresan yang umum meliputi SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors), SNRI (Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors), dan TCA (Tricyclic Antidepressants).

Dosis dan jenis antidepresan harus disesuaikan dengan kondisi medis dan respon individu. Penggunaan obat harus secara ketat ditujukan oleh dokter.

Pemantauan Kesehatan Fisik:

Jaga kesehatan fisik secara menyeluruh. Pemeriksaan kesehatan rutin dan manajemen kondisi kesehatan kronis dapat membantu mengurangi faktor risiko depresi.

Dukungan Sosial:

Dukungan dari keluarga, teman, dan kelompok dukungan dapat membantu mengatasi isolasi sosial dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan.

Pengelolaan Stres:

Pelajari teknik manajemen stres seperti relaksasi, relaksasi otot progresif, atau biofeedback. Pengelolaan stres yang efektif dapat membantu mengurangi beban emosional.

Partisipasi dalam Aktivitas Sosial dan Hobi:

Aktivitas sosial dan hobi dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan memberikan kesempatan untuk interaksi sosial positif.

Pentingnya Kesehatan Tidur:

Pastikan untuk memiliki rutinitas tidur yang sehat. Hindari kebiasaan tidur yang buruk dan diskusikan masalah tidur dengan dokter jika diperlukan.

Edukasi dan Informasi:

Pendidikan dan pemahaman mengenai depresi dapat membantu individu dan keluarga memahami kondisi tersebut dan mendukung upaya pemulihan.

Perawatan depresi harus dikembangkan bersama dengan tim perawatan kesehatan dan berdasarkan evaluasi menyeluruh dari kondisi kesehatan dan kebutuhan individu. Konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan mental untuk merencanakan pendekatan pengobatan yang tepat. Depresi kronis sering kali memerlukan dukungan jangka panjang, dan pemulihan dapat memakan waktu.


Sumber:

https://www.medicalnewstoday.com/articles/chronic-depression 

https://www.webmd.com/depression/chronic-depression-dysthymia

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1470657/

https://www.healthcentral.com/condition/chronic-depression

https://michaelshouse.com/what-is-chronic-depression/





Tuesday, 26 December 2023

Hati-hati, Lansia linglung atau Bingung

         Istilah "linglung" dan "kebingungan" dalam bahasa Indonesia dapat digunakan untuk menyatakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami ketidakjelasan pikiran atau kesulitan dalam berpikir dengan jelas. Meskipun keduanya dapat digunakan secara bergantian, baik "linglung" maupun "kebingungan" memiliki nuansa yang sedikit berbeda. 

Kebingungan sering kali menimpa lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Kebingungan lebih sering digunakan secara umum untuk menyatakan keadaan di mana seseorang merasa bingung atau kesulitan dalam memahami atau memproses informasi. Kebingungan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah kognitif, gangguan tidur, stres, atau kondisi medis lainnya.

Linglung memiliki makna yang mirip dengan "kebingungan," tetapi sering kali merujuk pada suatu keadaan di mana seseorang tampak seperti tidak sepenuhnya sadar atau tidak fokus. Orang yang mengalami "linglung" mungkin terlihat seperti mereka tidak sepenuhnya hadir atau kesulitan untuk berkonsentrasi.

Gejala kebingungan meliputi masalah ingatan jangka pendek, kesulitan melaksanakan tugas, rentang perhatian yang buruk, ucapan tidak jelas, dan kesulitan mengikuti percakapan. Terkadang kebingungan bisa bersifat sementara dan akan berlalu. Terkadang kebingungan bersifat jangka panjang dan disebabkan oleh kondisi permanen.

      Kebingungan pada lansia dapat merujuk pada kondisi di mana seseorang yang berusia lanjut mengalami kesulitan dalam memproses informasi, memahami lingkungan sekitar, atau menjalani aktivitas sehari-hari. Kebingungan pada lansia sering kali terkait dengan gangguan kognitif atau gangguan pada sistem saraf pusat. 

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kebingungan pada lansia meliputi:

Demensia: 

Salah satu penyebab utama kebingungan pada lansia adalah demensia, seperti penyakit Alzheimer. Pada demensia, terjadi kerusakan pada sel-sel otak yang memengaruhi fungsi kognitif, termasuk ingatan, pemikiran, dan kemampuan berbicara.

Penyebab utama kebingungan adalah demensia.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan delirium: 

Lansia juga rentan mengalami delirium, yang merupakan kebingungan akut dan fluktuatif yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi, dehidrasi, atau perubahan obat.

Gangguan penglihatan atau pendengaran: 

Masalah dengan indera penglihatan atau pendengaran dapat menyebabkan kebingungan pada lansia. Mereka mungkin kesulitan membaca, memahami informasi visual, atau merespons rangsangan auditori dengan benar.

Efek samping obat: 

Beberapa obat tertentu atau interaksi antar obat dapat menyebabkan kebingungan pada lansia. Kondisi ini sering kali dapat diatasi dengan menyesuaikan dosis atau mengganti jenis obat.

Gangguan tidur: 

Kurang tidur atau gangguan tidur dapat menyebabkan kebingungan pada lansia. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan kemampuan konsentrasi.

💬Kebingungan pada lansia memerlukan evaluasi medis menyeluruh untuk menentukan penyebabnya. Penanganan dapat melibatkan perawatan medis, perubahan dalam lingkungan hidup, dukungan keluarga, dan terapi yang sesuai.  

       Kebingungan pada lansia dapat ditandai dengan sejumlah ciri-ciri yang dapat mencakup perubahan perilaku, perubahan kognitif, dan gejala fisik. 

Beberapa ciri kebingungan pada lansia:

Perubahan pada Fungsi Kognitif:

  • Penurunan Memori: Kesulitan mengingat informasi baru atau mengakses ingatan yang sudah ada.
  • Disorientasi: Kebingungan terhadap waktu, tempat, atau orang.
  • Kesulitan Berkonsentrasi dan Memproses Informasi: Menemui kesulitan dalam fokus atau menyelesaikan tugas-tugas yang membutuhkan pemikiran lebih tinggi.

Perubahan fungsi kognitif ciri kebingungan pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Perilaku dan Emosional:

  • Perubahan Mood: Mungkin terjadi perubahan mood yang drastis, seperti perasaan cemas, marah, atau depresi.
  • Agitasi: Perilaku yang tidak tenang, gelisah, atau cemas.
  • Perubahan Karakteristik Pribadi: Lansia mungkin menunjukkan perubahan dalam kepribadian mereka.

Gangguan Komunikasi:

Kesulitan Berbicara atau Menulis: Kesulitan untuk mengekspresikan pikiran secara jelas atau mengorganisir kata-kata.

Gangguan Motorik:

Ketidakmampuan Menjaga Keseimbangan atau Berjalan: Lansia mungkin mengalami kesulitan berjalan atau koordinasi gerakan tubuh.

Gangguan Pola Tidur:

Insomnia atau Tidur Berlebihan: Perubahan dalam pola tidur, seperti kesulitan tidur atau tidur berlebihan.

Perubahan dalam Kemampuan Menyelesaikan Tugas Sehari-hari:

Kesulitan Melakukan Tugas Sehari-hari: Misalnya, kesulitan mengenali benda-benda sehari-hari atau menyelesaikan aktivitas rumah tangga.

Reaksi Fisik:

Kehilangan Nafsu Makan: Lansia mungkin kehilangan nafsu makan atau tidak mampu mempersiapkan makanan dengan baik.

Gangguan Kesehatan Fisik: Kondisi fisik seperti kelemahan, gemetaran, atau masalah kesehatan lainnya.

       Mencegah kebingungan pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang mencakup perawatan kesehatan umum, pengelolaan kondisi kesehatan tertentu, dan perubahan dalam gaya hidup. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mencegah kebingungan pada lansia:

Rutin Pemeriksaan Kesehatan:

Lansia sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan rutin untuk mendeteksi dan mengelola penyakit atau kondisi kesehatan yang mungkin menyebabkan kebingungan, seperti penyakit jantung, diabetes, atau tekanan darah tinggi.

Pola Makan Sehat:

Mendorong konsumsi makanan sehat yang kaya nutrisi, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan ikan yang kaya omega-3. Hindari konsumsi berlebihan gula dan lemak jenuh.

Makanan sehat kaya dengan nutrisi.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Fisik:

Melibatkan lansia dalam aktivitas fisik secara teratur dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah ke otak, memperkuat otot, dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

Jaga Keseimbangan dan Koordinasi:

Latihan yang dirancang untuk meningkatkan keseimbangan dan koordinasi dapat membantu mencegah jatuh, yang dapat menjadi faktor risiko kebingungan pada lansia.

Manajemen Stres:

Teknik relaksasi, meditasi, atau yoga dapat membantu mengurangi tingkat stres, yang dapat berkontribusi pada kebingungan pada lansia.

Cegah Dehidrasi:

Pastikan lansia cukup minum untuk mencegah dehidrasi. Dehidrasi dapat memengaruhi fungsi kognitif dan menyebabkan kebingungan.

Perhatikan Pola Tidur:

Pastikan lansia mendapatkan cukup tidur berkualitas setiap malam. Jika ada masalah tidur, konsultasikan dengan profesional kesehatan.

Pengelolaan Obat dengan Bijak:

Pastikan obat-obatan yang dikonsumsi sesuai dengan resep dokter dan tidak ada interaksi obat yang berpotensi menyebabkan kebingungan. Diskusikan efek samping obat dengan dokter.

Stimulasi Kognitif:

Berbagai aktivitas yang merangsang otak, seperti membaca, menulis, atau bermain puzzle, dapat membantu menjaga keterampilan kognitif.

Dukungan Sosial:

Jaga komunikasi dan keterlibatan sosial dengan teman, keluarga, dan komunitas. Isolasi sosial dapat meningkatkan risiko kebingungan.

      Pengobatan kebingungan pada lansia akan tergantung pada penyebab spesifik kebingungan tersebut. Karena kebingungan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis, baik yang bersifat sementara maupun kronis, penting untuk melakukan evaluasi medis menyeluruh oleh profesional kesehatan.

Beberapa langkah umum yang dapat diambil untuk mengobati kebingungan pada lansia:

Evaluasi Medis:

Lansia yang mengalami kebingungan sebaiknya menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh dokter atau spesialis, seperti neurolog atau geriater. Ini akan membantu mengidentifikasi penyebab yang mendasari kebingungan.

Penanganan Penyebab yang Mendasari:

Terapi atau pengobatan akan ditargetkan pada penyebab spesifik kebingungan. Misalnya, jika kebingungan disebabkan oleh infeksi, kondisi metabolik, atau gangguan kesehatan lainnya, penanganan akan difokuskan pada mengatasi masalah tersebut.

Manajemen Obat:

Jika kebingungan disebabkan oleh efek samping obat atau interaksi obat, dokter mungkin akan menyesuaikan dosis, mengganti obat, atau menghentikan penggunaan obat tertentu.

Rehabilitasi dan Terapi:

Terapi rehabilitasi, termasuk terapi fisik dan terapi okupasional, dapat membantu meningkatkan keseimbangan, koordinasi, dan kemampuan fungsional lainnya.

Terapi Kognitif:

Untuk kebingungan yang disebabkan oleh gangguan kognitif seperti demensia, terapi kognitif atau intervensi kognitif dapat membantu memperlambat perkembangan gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

Manajemen Stres dan Kesehatan Mental:

Teknik manajemen stres, dukungan psikososial, dan terapi konseling dapat membantu lansia mengatasi kecemasan atau depresi yang mungkin berkontribusi pada kebingungan.

Pengelolaan Lingkungan:

Modifikasi lingkungan, seperti mengurangi kebisingan, meningkatkan pencahayaan, atau meminimalkan distraksi, dapat membantu lansia mengatasi kebingungan.

Modifikasi lingkungan menjadi tempat aman dan nyaman.
(Sumber: foto canva.com)

 Perawatan Holistik:

Menerapkan pendekatan holistik dalam perawatan, termasuk perhatian terhadap aspek kesehatan fisik dan mental, serta mendukung kesejahteraan keseluruhan lansia.

Setiap rencana perawatan akan disesuaikan dengan kondisi khusus lansia dan penyebab kebingungan yang mendasarinya. Penting untuk berdiskusi secara terbuka dengan profesional kesehatan dan merencanakan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu. Jangan ragu untuk mencari bantuan medis secepat mungkin jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami kebingungan.



Sumber:

https://www.healthdirect.gov.au/confusion

https://my.clevelandclinic.org/health/symptoms/25206-confusion

https://medlineplus.gov/ency/article/003205.htm#:~:text=Confusion 

https://en.wikipedia.org/wiki/Confusion

Monday, 25 December 2023

Penyakit dan Makanan, Saling Terkait.

     Pada tingkat biologis, penuaan diakibatkan oleh dampak akumulasi berbagai macam kerusakan molekuler dan seluler seiring berjalannya waktu. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas fisik dan mental secara bertahap, peningkatan risiko penyakit dan akhirnya kematian.

Orang-orang di seluruh dunia hidup lebih lama. Saat ini kebanyakan orang dapat berharap untuk hidup pada usia enam puluhan atau lebih. Setiap negara di dunia mengalami pertumbuhan baik dalam jumlah maupun proporsi penduduk lanjut usia.

Pola makan padat nutrisi sangat penting bagi lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Mempertahankan pola makan padat nutrisi sangat penting bagi lansia karena dampak asupan makanan terhadap kesehatan . Penelitian bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa kualitas pola makan mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi fisik, kondisi kognitif, kesehatan tulang, kesehatan mata, fungsi pembuluh darah, dan sistem kekebalan tubuh. 

Namun, hal ini mungkin sulit dicapai karena beberapa alasan:

Hilangnya Nafsu Makan:

Penuaan sering kali disertai dengan hilangnya nafsu makan serta perubahan rasa dan bau, yang semuanya dapat menyebabkan pilihan makanan menjadi lebih terbatas dan rendahnya asupan makanan sehat.

Penurunan Kesehatan Mulut:

Penuaan juga sering kali disertai dengan penurunan kesehatan mulut secara umum dan berkurangnya kemampuan menelan, yang dapat memengaruhi pilihan dan asupan makanan.

Kendala Mobilitas:

Banyak lansia mengalami kendala mobilitas, sehingga sulit untuk berbelanja makanan, mengangkat toples yang berat, membuka wadah, dan lain-lain.

Masalah Finansial:

Pendapatan rendah lazim terjadi pada populasi lanjut usia, sehingga menyulitkan banyak lansia untuk mengakses makanan berkualitas tinggi (yaitu, karena makanan tersebut cenderung lebih mahal).

Sulit mengakses makanan berkualitas karena pendapatan rendah.
(Sumber: foto canva.com)

       Penyakit dan makanan saling terkait karena makanan yang kita konsumsi dapat memengaruhi kesehatan tubuh secara langsung. Gaya hidup dan pola makan yang sehat dapat mendukung sistem kekebalan tubuh, menjaga berat badan yang sehat, dan memberikan nutrisi yang diperlukan untuk menjaga berbagai fungsi tubuh. Sebaliknya, pola makan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko penyakit.      

Lansia (usia lanjut) rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka melemah seiring bertambahnya usia. 

Beberapa penyakit umum pada lansia dan makanan yang sebaiknya dihindari atau dikonsumsi dengan hati-hati:

Penyakit Jantung Koroner (PJK):

  • Hindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol.
  • Batasi konsumsi garam.

Hipertensi (tekanan darah tinggi):

  • Batasi asupan garam.
  • Kurangi konsumsi makanan olahan dan kemasan.

Artritis:

Kurangi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan peradangan, seperti makanan tinggi lemak jenuh.

Osteoporosis:

Perbanyak asupan kalsium dari sumber makanan seperti susu rendah lemak dan produk susu.

Diabetes:

  • Batasi konsumsi gula dan karbohidrat sederhana.
  • Pilih makanan dengan indeks glikemik rendah.

Obesitas:

  • Hindari makanan tinggi lemak dan gula.
  • Pertahankan pola makan seimbang. 
Hindari makanan tinggi lemak untuk mengurangi obesitas.
(Sumber: foto canva.com)

Demensia:

  • Konsumsi makanan tinggi omega-3 seperti ikan.
  • Batasi asupan lemak trans.

Kanker:

  • Konsumsi makanan tinggi serat seperti buah-buahan dan sayuran.
  • Hindari makanan olahan dan tinggi lemak.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):

  • Hindari paparan asap rokok dan lingkungan berpolusi.
  • Pilih makanan yang kaya antioksidan.

Glaukoma:

  • Konsumsi makanan kaya vitamin A, C, dan E.
  • Batasi konsumsi kafein.

Asam Urat:

  • Batasi konsumsi daging merah dan makanan tinggi purin.
  • Tingkatkan konsumsi air.

Gangguan Kolesterol:

  • Batasi konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan trans.
  • Pilih makanan tinggi serat.

Olahraga dan Cedera Otot/Tulang:

  • Perbanyak asupan protein untuk memperkuat otot.
  • Konsumsi makanan kaya kalsium untuk menjaga kepadatan tulang.

Gangguan Tidur:

Batasi konsumsi kafein dan alkohol, terutama sebelum tidur.

Gangguan Pencernaan:

  • Konsumsi makanan tinggi serat.
  • Hindari makanan pedas dan berlemak.

Gagal Ginjal:

  • Batasi asupan garam dan protein.
  • Konsumsi cukup air.

Anemia:

Konsumsi makanan tinggi zat besi, seperti daging merah dan sayuran hijau.

Gangguan Mental (Depresi dan Kecemasan):

  • Pilih makanan tinggi omega-3 dan vitamin B.
  • Batasi konsumsi kafein dan alkohol.

Gangguan Penglihatan (Makula Degenerasi):

Konsumsi makanan kaya lutein dan zeaxanthin, seperti sayuran berdaun hijau.

Gangguan Pendengaran:

  • Hindari paparan suara berlebihan.
  • Pilih makanan kaya magnesium.

Osteoarthritis:

  • Pertahankan berat badan yang sehat.
  • Konsumsi makanan tinggi anti inflamasi.

Ketidakseimbangan Elektrolit:

  • Konsumsi makanan yang kaya magnesium, kalium, dan natrium dalam jumlah seimbang.

Penyakit Autoimun:

  • Batasi konsumsi makanan yang dapat memicu peradangan.
  • Pilih makanan yang mendukung kesehatan usus.

Gangguan Gula Darah:

  • Pilih karbohidrat kompleks.
  • Batasi konsumsi gula.

Hipotiroidisme:

  • Konsumsi makanan tinggi yodium dan selenium.
  • Hindari konsumsi goitrogen berlebihan.

Hipertiroidisme:

  • Batasi konsumsi yodium.
  • Pilih makanan yang dapat menenangkan sistem saraf.

Infeksi Saluran Kemih (ISK):

  • Tingkatkan asupan cairan.
  • Hindari iritasi dengan menghindari makanan pedas.

Gangguan Gigi dan Mulut:

  • Pilih makanan rendah gula.
  • Konsumsi makanan yang memperkuat gigi dan tulang rahang.

Gangguan Peredaran Darah:

  • Batasi konsumsi garam dan lemak jenuh.
  • Pilih makanan tinggi serat.

Gangguan Kulit (Misalnya: Psoriasis):

  • Konsumsi makanan antiinflamasi.
  • Hindari makanan yang dapat memicu reaksi alergi.

Setiap individu memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk rekomendasi yang sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan spesifik lansia.



Sumber:

https://agingcenter.duke.edu/CLHLS

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK51837 

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health

https://www.nchpad.org/630/2596/Nutrition~for~Healthy~Aging