Wednesday, 21 February 2024

20 Penyakit Keturunan pada Lansia, Jangan Salahkan Kedua Orang Tua

        Penyakit keturunan pada lansia adalah kondisi kesehatan yang disebabkan oleh faktor genetik atau kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua ke anak-anak mereka. Kondisi ini dapat muncul pada usia lanjut atau lansia dan dapat berkembang menjadi masalah kesehatan kronis atau neurodegeneratif, seperti Alzheimer, Parkinson, atau penyakit-penyakit lain yang memiliki basis genetik yang kuat.

Penyakit ini disebabkan oleh kelainan atau mutasi pada gen tertentu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, tidak semua penyakit yang umum pada lansia adalah keturunan. Banyak faktor dapat mempengaruhi perkembangan penyakit pada lansia, termasuk gaya hidup, lingkungan, dan faktor genetik.

Penyakit keturunan pada lansia karena faktor genetik dari orang tua.
(Sumber: foto forum 0909) 

Ada beberapa cara untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit keturunan:

Riwayat Keluarga: Informasi tentang penyakit yang dialami oleh anggota keluarga, terutama orang tua, kakek nenek, dan saudara kandung, dapat memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya penyakit keturunan.

Tes Genetik: Tes genetik dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya mutasi genetik yang terkait dengan penyakit tertentu. Tes ini dapat memberikan informasi tentang risiko seseorang mengalami penyakit keturunan tertentu.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Pemeriksaan kesehatan rutin oleh dokter dapat membantu dalam mendeteksi tanda-tanda atau gejala awal penyakit keturunan, terutama jika ada riwayat keluarga yang relevan.

Konsultasi dengan Ahli Genetika: Ahli genetika dapat memberikan konsultasi dan penilaian risiko genetik berdasarkan riwayat keluarga dan faktor-faktor lainnya, serta memberikan rekomendasi tentang tes genetik atau langkah-langkah pencegahan yang tepat.

Edukasi dan Kesadaran: Mengetahui tentang riwayat keluarga dan penyakit keturunan yang mungkin ada dapat membantu seseorang untuk mengambil tindakan pencegahan yang tepat, seperti mengadopsi gaya hidup sehat atau mengikuti program skrining yang direkomendasikan.

Tidak semua penyakit keturunan dapat dideteksi melalui tes genetik, dan faktor lingkungan serta gaya hidup juga dapat mempengaruhi risiko seseorang terhadap penyakit tertentu.

Beberapa penyakit yang dapat muncul pada lansia dan memiliki faktor keturunan yang signifikan:

Alzheimer's Disease (Penyakit Alzheimer): 
Penyakit neurodegeneratif yang mempengaruhi memori, kognisi, dan perilaku seseorang seiring waktu. Biasanya berkembang lambat dan memburuk seiring bertambahnya usia.

Parkinson's Disease (Penyakit Parkinson): 
Gangguan neurodegeneratif yang mempengaruhi gerakan tubuh, seperti tremor, kekakuan otot, dan kesulitan dalam bergerak. Penyebabnya adalah kekurangan dopamin di dalam otak.

Tremor gangguan neurodegeneratif akibat kurang dopamin di otak.
(Sumber: foto canva.com)
Huntington's Disease (Penyakit Huntington):
Penyakit genetik yang mengakibatkan kerusakan progresif pada otak, menyebabkan perubahan dalam perilaku, gerakan, dan fungsi kognitif.

Polycystic Kidney Disease (Penyakit Ginjal Polikistik):
Kondisi genetik yang menyebabkan pertumbuhan kista di dalam ginjal, mempengaruhi fungsi ginjal dan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti gagal ginjal.

Marfan Syndrome (Sindrom Marfan): 
Kondisi genetik yang mempengaruhi jaringan ikat, menyebabkan kelainan pada tulang, mata, dan jantung, serta mempengaruhi struktur tubuh secara keseluruhan.

Cystic Fibrosis (Fibrosis Kistik):
Penyakit genetik yang mempengaruhi kelenjar eksokrin, terutama paru-paru dan sistem pencernaan, menyebabkan produksi lendir kental yang dapat menghalangi saluran udara dan pencernaan.

Hemochromatosis: 
Kelainan genetik yang menyebabkan penumpukan besi berlebih di dalam tubuh, yang dapat menyebabkan kerusakan organ seperti hati, pankreas, dan jantung.

Kerusakan hati karena kelainan genetik.
(Sumber: foto canva.com)
Tay-Sachs Disease (Penyakit Tay-Sachs):
Penyakit genetik langka yang menyebabkan gangguan neurologis progresif yang parah pada bayi dan anak-anak, biasanya mengakibatkan kematian pada usia muda.

Familial Hypercholesterolemia (Hiperkolesterolemia Keluarga): 
Kondisi genetik yang menyebabkan kolesterol tinggi sejak lahir, meningkatkan risiko penyakit jantung koroner pada usia muda.

Sickle Cell Anemia (Anemia Sel Sabit): 
Kelainan genetik yang menyebabkan sel darah merah menjadi kaku dan berbentuk sabit, mengganggu aliran darah dan menyebabkan anemia serta komplikasi serius.

Duchenne Muscular Dystrophy (Distrofi Otot Duchenne): 
Penyakit genetik langka yang mengakibatkan kelemahan otot progresif dan biasanya mempengaruhi anak laki-laki. Biasanya dimulai pada usia dini dan mengarah pada kehilangan kemampuan berjalan dan bernapas.

Hereditary Hemorrhagic Telangiectasia (Telangiectasia Hemoragik Herediter):
Kondisi genetik yang menyebabkan pembuluh darah kecil di kulit, membran mukosa, dan organ dalam menjadi rapuh, meningkatkan risiko perdarahan.

Lynch Syndrome (Sindrom Lynch):
Kondisi genetik yang meningkatkan risiko terkena kanker usus besar dan kanker lainnya, disebabkan oleh mutasi genetik yang mempengaruhi perbaikan DNA.

Ehlers-Danlos Syndrome (Sindrom Ehlers-Danlos): 
Kelompok kelainan genetik yang mempengaruhi struktur dan kekuatan jaringan ikat dalam tubuh, mengakibatkan hiperfleksibilitas sendi, kulit yang rentan terhadap kerusakan, dan masalah kardiovaskular.

Myotonic Dystrophy (Distrofi Miotonik):
Penyakit genetik yang menyebabkan otot menjadi lemah dan kaku, serta mengakibatkan masalah pada organ lain seperti jantung, sistem pencernaan, dan mata.

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS): 
Penyakit neurodegeneratif progresif yang mempengaruhi sel-sel saraf motor di otak dan sumsum tulang belakang, menyebabkan kelemahan otot progresif dan hilangnya kontrol otot.

Retinitis Pigmentosa (Retinitis Pigmentosa):
Kelompok gangguan mata genetik yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel fotoreseptor di retina, menyebabkan gangguan penglihatan progresif hingga kebutaan.

Fabry Disease (Penyakit Fabry): 
Penyakit genetik langka yang mengakibatkan penumpukan zat berlemak yang tidak dapat diurai di dalam berbagai organ tubuh, menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti nyeri, gagal ginjal, dan masalah jantung.

Gaucher Disease (Penyakit Gaucher): 
Penyakit langka yang disebabkan oleh kekurangan enzim yang memecah lemak tertentu di dalam sel, menyebabkan penumpukan lemak di berbagai organ tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan organ.

Pompe Disease (Penyakit Pompe):
Penyakit genetik langka yang menyebabkan penumpukan glikogen di dalam sel, khususnya di jaringan otot, menyebabkan kelemahan otot progresif dan masalah pernapasan.

       Penyakit keturunan disebabkan oleh kelainan atau mutasi pada gen tertentu. Kelainan ini dapat berupa perubahan gen tertentu yang menyebabkan protein tidak berfungsi dengan baik atau produksi protein yang tidak normal. 

Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada gen sehingga muncul penyakit keturunan:

Mutasi Gen:
Mutasi adalah perubahan dalam urutan DNA yang menyusun gen. Mutasi dapat terjadi secara acak atau diwariskan dari orang tua. Ketika mutasi terjadi pada gen yang penting untuk fungsi tubuh, dapat menyebabkan terjadinya penyakit keturunan.

Kekurangan Enzim:
Beberapa penyakit keturunan terjadi karena kekurangan enzim yang diproduksi oleh gen tertentu. Kekurangan enzim ini dapat mengganggu proses biokimia tertentu dalam tubuh, menyebabkan berbagai gejala dan komplikasi.

Perubahan Struktur Gen:
Kadang-kadang, penyakit keturunan terjadi karena perubahan struktural pada gen, seperti delesi (penghapusan sebagian atau seluruh gen), duplikasi (penggandaan sebagian atau seluruh gen), inversi (balikan urutan gen), atau translokasi (pemindahan sebagian atau seluruh gen ke lokasi yang tidak semestinya).

Ekspresi Gen yang Berlebihan atau Terlalu Sedikit:
Penyakit keturunan juga dapat terjadi akibat ekspresi gen yang berlebihan (terlalu banyak produksi protein yang dihasilkan oleh gen) atau ekspresi gen yang terlalu sedikit (terlalu sedikit produksi protein yang dihasilkan oleh gen).

Genetika Kompleks: 
Beberapa penyakit keturunan melibatkan interaksi kompleks antara beberapa gen dan faktor lingkungan, yang menyulitkan dalam penentuan penyebab pastinya. Contohnya adalah penyakit-penyakit multifaktorial seperti diabetes tipe 2 atau penyakit jantung koroner.

Mekanisme yang mendasari penyakit keturunan dapat bervariasi tergantung pada jenis penyakit dan faktor-faktor individu lainnya.

         Mencegah penyakit keturunan seringkali melibatkan langkah-langkah pencegahan yang berfokus pada faktor-faktor risiko yang dapat dikontrol, serta upaya-upaya untuk memahami riwayat keluarga dan melakukan skrining genetik jika diperlukan. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah penyakit keturunan:

Pemantauan Kesehatan Rutin: Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin secara teratur dapat membantu dalam mendeteksi penyakit atau kondisi medis secara dini, terutama jika ada riwayat keluarga yang relevan.

Gaya Hidup Sehat: Mengadopsi gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang, olahraga teratur, menghindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan, serta menjaga berat badan yang sehat, dapat membantu mengurangi risiko penyakit keturunan tertentu seperti penyakit jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker.

Skrening Genetik: Untuk beberapa penyakit keturunan yang memiliki risiko tinggi berdasarkan riwayat keluarga atau kelompok etnis tertentu, skrining genetik dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya mutasi genetik yang berkaitan dengan penyakit tersebut.

Konsultasi Genetik: Konsultasi dengan ahli genetika dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang risiko genetik seseorang berdasarkan riwayat keluarga dan faktor-faktor lainnya, serta memberikan rekomendasi tentang langkah-langkah pencegahan yang tepat.

Pendidikan Kesehatan: Pendidikan kesehatan kepada individu dan keluarga tentang riwayat keluarga dan risiko genetik dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat terkait dengan pencegahan dan manajemen penyakit keturunan.

Manajemen Penyakit: Jika seseorang sudah didiagnosis menderita penyakit keturunan, manajemen penyakit yang efektif dapat membantu dalam mengurangi gejala, memperlambat perkembangan penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup.

Pemantauan Rutin: Bagi individu dengan riwayat keluarga yang rentan terhadap penyakit keturunan, pemantauan rutin oleh profesional kesehatan dapat membantu dalam mendeteksi tanda-tanda awal penyakit dan memulai intervensi yang tepat.

Tidak semua penyakit keturunan dapat dicegah sepenuhnya, tetapi langkah-langkah pencegahan di atas dapat membantu mengurangi risiko terjadinya penyakit dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.



Sumber:

https://medlineplus.gov/genetics/condition/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3295054/

https://www.healthdirect.gov.au/huntingtons-disease

https://www.healthdirect.gov.au/tay-sachs-disease

https://rarediseases.org/rare-diseases/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15808-pompe-disease 

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/gauchers-disease/symptoms-causes/syc-20355546

https://en.wikipedia.org/wiki/Fabry_disease

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/hereditary-hemorrhagic-telangiectasia

Fainting (Syncope), Lansia Hilang Kesadaran Sementara.

        Perubahan cepat dalam demografi penuaan sedang terjadi di seluruh dunia sehingga para profesional kesehatan semakin banyak yang merawat pasien lanjut usia. Sinkop pada lansia merupakan suatu gejala menantang yang kurang diketahui, terutama pada kondisi perawatan akut. 

Alasannya adalah gejala yang muncul pada orang lanjut usia mungkin tidak khas: pasien cenderung tidak mengalami prodromal (gejala peringatan), mungkin mengalami amnesia karena kehilangan kesadaran, dan kejadian yang sering terjadi tanpa disadari.

Lansia mengalami sinkop tanpa gejala.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Fainting, atau yang juga dikenal sebagai sinkop (syncope), adalah kehilangan kesadaran sementara yang disebabkan oleh penurunan sementara aliran darah ke otak. Pada lansia, fainting bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan perubahan fisik dan fisiologis yang terjadi seiring bertambahnya usia. Sinkop menyumbang hingga 6% dari seluruh rawat inap dan 3% dari seluruh kunjungan ruang gawat darurat. 

Prevalensi sinkop meningkat seiring bertambahnya usia, melebihi 20% pada mereka yang berusia ≥ 75 tahun, dengan kejadian tahunan mendekati 2% pada orang yang berusia di atas 80 tahun. Orang lanjut usia yang menderita sinkop memiliki rata-rata 3,5 penyakit medis kronis dan mengonsumsi obat 3 kali lebih banyak dibandingkan populasi umum, hal ini merupakan faktor yang berkontribusi terhadap kompleksitas dalam menilai dan menangani sinkop pada orang lanjut usia.

Sinkop adalah istilah medis untuk pingsan. Banyak kondisi yang dapat menyebabkan pingsan. Orang dewasa yang lebih tua mungkin memiliki lebih dari satu kondisi.

Pada orang lanjut usia, penyebab sinkop yang paling umum adalah:

Hipotensi Ortostatik
Ini berarti penurunan tekanan darah dengan cepat. Orang terkadang merasa pusing setelah berdiri dengan cepat, karena tekanan darah yang turun dengan cepat. Penyebab hipotensi ortostatik meliputi: 

  • Obat-obatan, sering kali digunakan untuk tekanan darah tinggi.
  • Penurunan tekanan darah segera setelah makan.

Sinkop Refleks
Pingsan bisa disebabkan oleh sindrom sinus karotis. Sindrom ini terjadi ketika arteri utama di leher seseorang sangat sensitif terhadap tekanan. Beberapa hal yang dapat memperburuk sindrom ini:

  • Mengenakan sesuatu yang ketat di leher, seperti kerah yang ketat.
  • Memutar kepala dan leher terlalu cepat.
  • Mengonsumsi obat-obatan tertentu. Pengujian mungkin diperlukan untuk mengetahui apakah ini penyebab sinkop.

Penyakit jantung
Sinkop yang berhubungan dengan masalah jantung bisa berakibat serius. Hal ini dapat disebabkan oleh:

  • Penyempitan katup jantung aorta (disebut stenosis aorta).
  • Irama jantung tidak teratur.
  • Denyut jantung yang sangat rendah (juga disebut bradikardia) sering kali menjadi penyebab orang lanjut usia. Bradikardia adalah detak jantung kurang dari 60 detak per menit.
  • Gagal jantung.
  • Serangan jantung.

Sinkop menyerang lansia sehingga terjatuh.
(Sumber: foto canva.com)

Penyebab Sinkop Lainnya

  • Kondisi otak atau sistem saraf, termasuk stroke atau penyempitan pembuluh darah di otak.
  • Gumpalan darah di paru-paru.
  • Berdarah.
  • Dehidrasi. Seiring bertambahnya usia, ginjal seseorang tidak berfungsi sebaik biasanya. Seringkali mereka tidak minum cukup cairan karena tidak merasa haus. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, yang dapat menurunkan tekanan darah Anda.
  • Obat-obatan. Efek samping obat dan interaksinya satu sama lain dapat menyebabkan pingsan. Tinjauan pengobatan penting jika Anda pingsan.

Sinkop pada lansia bisa menjadi tanda atau gejala kondisi kesehatan yang serius, penting untuk melakukan evaluasi medis menyeluruh jika seorang lansia sering mengalami fainting atau memiliki faktor risiko yang berkaitan. Tindakan pencegahan seperti menjaga hidrasi yang baik, menghindari berdiri terlalu lama, dan memantau efek samping obat-obatan dapat membantu mengurangi risiko fainting pada lansia.

       Sinkop, pada lansia dapat memiliki ciri-ciri yang serupa dengan fainting pada kelompok usia lainnya, tetapi ada beberapa perbedaan yang perlu diperhatikan.

Beberapa ciri umum sinkop pada lansia dapat mencakup:

Pengalaman mendadak kehilangan kesadaran:
Sinkop pada lansia seringkali terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya gejala peringatan sebelumnya.

Pingsan saat berdiri:
Sinkop pada lansia sering terjadi saat individu berdiri dari posisi duduk atau berbaring, terutama jika mereka berdiri terlalu cepat. Ini dapat terjadi sebagai akibat dari hipotensi ortostatik, di mana tekanan darah menurun secara signifikan saat berubah posisi.

Pingsan saat aktivitas fisik ringan:
Beberapa lansia mungkin mengalami sinkop saat melakukan aktivitas fisik ringan atau bahkan saat tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali.

Sinkop dapat terjadi dalam kegiatan fisik maupun tidak.
(Sumber: foto canva.com)
Keadaan fisik yang pucat atau pucat: 
Setelah sinkop, lansia mungkin tampak pucat atau pucat karena penurunan aliran darah ke wajah.

Kehilangan kesadaran yang singkat: 
Kehilangan kesadaran pada lansia biasanya singkat, tetapi dalam beberapa kasus, bisa terjadi kebingungan setelah sadar kembali.

Mungkin ada riwayat fainting sebelumnya:
Lansia yang pernah mengalami sinkop sebelumnya mungkin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami fainting lagi di masa depan.

Kondisi kesehatan yang mendasarinya: 
Sinkop pada lansia juga dapat dikaitkan dengan kondisi kesehatan mendasarinya, seperti gangguan jantung, penyakit neurologis, atau masalah medis lainnya.

       Mencegah sinkop pada lansia melibatkan serangkaian langkah yang dapat membantu mengelola faktor risiko yang mungkin menyebabkan kehilangan kesadaran. 

Beberapa langkah pencegahan yang dapat diambil:

Minum cukup cairan: 
Pastikan lansia untuk minum cukup cairan setiap hari untuk mencegah dehidrasi, yang dapat menjadi faktor risiko untuk sinkop.

Berhati-hati dengan perubahan posisi: 
Dorong lansia untuk bangkit dari posisi duduk atau berbaring secara perlahan untuk menghindari hipotensi ortostatik. Mengangkat kaki di atas level jantung saat berbaring juga dapat membantu meningkatkan aliran darah kembali ke otak.

Pemantauan tekanan darah: 
Jika lansia memiliki riwayat tekanan darah rendah atau hipotensi ortostatik, penting untuk memantau tekanan darah secara teratur dan berkonsultasi dengan dokter tentang pengelolaannya.

Pengaturan obat-obatan: 
Tinjau kembali dan diskusikan dengan dokter tentang efek samping obat-obatan yang mungkin mempengaruhi tekanan darah atau menyebabkan sinkop. Dokter mungkin dapat menyesuaikan dosis atau meresepkan obat alternatif jika diperlukan.

Pertimbangkan fisioterapi: 
Pada beberapa kasus, fisioterapi atau latihan yang dibimbing secara profesional dapat membantu meningkatkan keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan otot, yang semuanya dapat membantu mencegah jatuh dan sinkop.

Perhatikan gejala:
Dorong lansia untuk mengenali gejala-gejala seperti pusing, pingsan, atau kelemahan, dan untuk memberi tahu perawat atau dokter mereka jika mereka mengalami gejala-gejala ini.

Evaluasi medis berkala:
Penting untuk menjadwalkan kunjungan rutin ke dokter untuk evaluasi kesehatan secara menyeluruh. Dokter dapat melakukan penilaian risiko jatuh dan sinkop serta memberikan saran tentang langkah-langkah pencegahan yang sesuai.

Pemantauan kondisi kesehatan mendasarinya:
Jika lansia memiliki kondisi kesehatan mendasar seperti penyakit jantung, diabetes, atau gangguan neurologis, penting untuk memantau dan mengelola kondisi-kondisi ini dengan baik sesuai dengan arahan dokter.

Lingkungan yang aman:
Pastikan lingkungan di sekitar lansia aman dan bebas dari hambatan atau bahaya yang dapat menyebabkan jatuh atau kecelakaan lainnya.

Mencegah sinkop pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik, yang mencakup perawatan medis yang tepat, perubahan gaya hidup yang sehat, dan lingkungan yang mendukung keselamatan dan kesehatan mereka. Konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan untuk rencana pencegahan yang spesifik sesuai dengan kebutuhan individu.

       Sinkop pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor, dan pendekatan perawatan akan tergantung pada penyebab spesifiknya. Mengobati fainting pada lansia melibatkan identifikasi dan penanganan faktor-faktor yang mendasarinya. 

Beberapa langkah yang dapat diambil:

Evaluasi medis menyeluruh: 
Pertama-tama, lakukan evaluasi medis menyeluruh oleh dokter untuk menentukan penyebab sinkop. Ini mungkin melibatkan wawancara medis, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik seperti tes darah, tes tekanan darah, elektrokardiogram (EKG), atau pemantauan tekanan darah ambulatori.

Pengelolaan tekanan darah:
Jika sinkop disebabkan oleh tekanan darah rendah atau hipotensi ortostatik, dokter dapat memberikan saran tentang cara mengelola kondisi ini. Ini mungkin melibatkan perubahan gaya hidup seperti minum lebih banyak cairan, menghindari berdiri terlalu lama, dan mengenakan stoking kompresi.

Lansia minum lebih banyak cairan.
(Sumber: foto canva.com)
Pengaturan obat-obatan: 
Jika sinkop disebabkan oleh efek samping obat-obatan, dokter dapat menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan yang lebih cocok, atau memberikan saran tentang pengelolaan efek samping tersebut.

Pengobatan kondisi kesehatan mendasarinya: 
Jika sinkop disebabkan oleh kondisi kesehatan mendasar seperti gangguan jantung atau gangguan neurologis, pengobatan kondisi tersebut akan menjadi fokus utama perawatan. Ini mungkin melibatkan penggunaan obat-obatan, prosedur medis, atau intervensi lainnya yang direkomendasikan oleh dokter.

Fisioterapi: 
Dalam beberapa kasus, fisioterapi atau latihan terapi fisik yang terarah dapat membantu meningkatkan keseimbangan, kekuatan otot, dan koordinasi, yang dapat membantu mencegah fainting pada lansia.

Perubahan gaya hidup: 
Mendorong perubahan gaya hidup sehat seperti diet seimbang, olahraga teratur, menghindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan, serta menjaga berat badan yang sehat dapat membantu mengelola faktor risiko kesehatan yang berkaitan dengan fainting.

Pantauan dan perawatan jangka panjang: 
Pada beberapa kasus, sinkop pada lansia mungkin memerlukan perawatan jangka panjang dan pemantauan secara teratur untuk mengelola risiko dan mencegah kekambuhan.

Konsultasi dengan dokter atau profesional kesehatan untuk diagnosis dan perawatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan individu. Terapi yang efektif akan tergantung pada penyebab sinkop atau pingsan, dan kondisi kesehatan keseluruhan lansia tersebut.



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4984568/#:~:text=Syncope

https://www.hkmj.org/abstracts/v24n2/182.htm

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6159456/

https://www.healthinaging.org/a-z-topic/fainting-syncope/causes

https://academic.oup.com/europace/article/20/5/867/3831301

https://bcmj.org/articles/syncope-older-adults

Tuesday, 20 February 2024

Silaturahmi Memperpanjang Umur lansia, Mari Cari Tahu.

         Silaturahmi adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab "shilat" yang berarti hubungan atau ikatan, dan "al-rahmi" yang berarti kasih sayang atau hubungan darah. Secara harfiah, silaturahmi berarti menjalin hubungan atau ikatan kasih sayang. 

Dalam konteks sosial dan budaya di masyarakat Indonesia, silaturahmi mengacu pada tindakan menjalin hubungan baik, bertemu, berkomunikasi, dan mempererat ikatan antara satu dengan yang lain, baik antarindividu maupun antarkelompok, dengan tujuan membangun kerukunan dan kebersamaan.

Silaturahmi sangat baik untuk kesehatan lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Silaturahmi merupakan nilai yang sangat dihargai dalam budaya Indonesia, karena diyakini bahwa menjalin hubungan baik dengan orang lain dapat membawa berkah, meningkatkan keharmonisan, serta memperkuat solidaritas dan kerukunan antarindividu dan masyarakat. Praktik silaturahmi sering dilakukan dalam berbagai konteks, seperti dalam kegiatan keluarga, sosial, agama, dan budaya.

Orang lanjut usia yang memelihara hubungan sosial memperoleh manfaat emosional dari persahabatan, dan penelitian menunjukkan bahwa mereka juga mengalami kesehatan fisik dan mental yang lebih baik. Menghabiskan waktu bersama teman dapat menurunkan risiko penyakit kronis seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung, sekaligus mencegah dampak buruk isolasi sosial terhadap sistem kekebalan tubuh.

       Budaya dan kepercayaan masyarakat Indonesia, memiliki keyakinan bahwa menjalin silaturahmi dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan dan kebahagiaan seseorang, yang pada gilirannya dapat berdampak pada umur panjang. 

Namun, secara ilmiah, belum ada bukti empiris yang kuat yang secara langsung mengaitkan silaturahmi dengan perpanjangan umur. Meskipun demikian, penelitian di bidang psikologi dan kesehatan telah menunjukkan hubungan sosial yang kuat dan positif.

Dengan berbagai manfaat kesehatan, seperti mengurangi risiko depresi, meningkatkan kekebalan tubuh, dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan, silaturahmi dapat menjadi bagian dari upaya menjaga kesehatan mental dan emosional seseorang. 

       Lansia yang sering menjalin silaturahmi cenderung menunjukkan beberapa ciri-ciri atau perilaku tertentu, meskipun hal ini dapat bervariasi tergantung pada individu dan konteksnya. 

Beberapa ciri yang mungkin terlihat pada lansia yang aktif dalam menjalin silaturahmi antara lain:

Sosial dan Ramah:
Lansia yang aktif dalam silaturahmi cenderung bersikap ramah, terbuka, dan mudah berinteraksi dengan orang lain. Mereka mungkin senang bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang baru serta menjaga hubungan yang sudah ada.

Mengikuti Kegiatan Sosial: 
Mereka dapat sering mengikuti kegiatan sosial seperti pertemuan keluarga, reuni, acara keagamaan, dan kegiatan komunitas lainnya yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain.

Memiliki Jaringan Sosial yang Luas:
Lansia yang aktif dalam silaturahmi mungkin memiliki jaringan sosial yang luas, termasuk keluarga, teman, tetangga, dan anggota komunitas lainnya. Mereka mungkin memiliki banyak kenalan dan hubungan yang beragam.

Perhatian terhadap Kesejahteraan Orang Lain:
Mereka cenderung peduli terhadap kesejahteraan orang lain di sekitar mereka. Mereka mungkin menunjukkan minat dalam membantu atau memberikan dukungan kepada orang lain dalam komunitas mereka.

Menghargai Tradisi dan Nilai Sosial: 
Lansia yang sering menjalin silaturahmi sering menghargai tradisi sosial dan nilai-nilai budaya yang mendorong interaksi sosial dan hubungan yang baik dengan orang lain.

Aktif dalam Komunitas:
Mereka mungkin aktif dalam kegiatan atau organisasi komunitas yang memungkinkan mereka untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan memperluas jaringan sosial mereka.

 Aktif dalam kegiatan komunitas berpengaruh terhadap kesehatan.
(Sumber: foto canva.com)
Menjaga Hubungan dengan Keluarga: 
Lansia yang sering menjalin silaturahmi biasanya juga aktif dalam menjaga hubungan dengan anggota keluarga, baik secara langsung maupun melalui komunikasi jarak jauh.

       Silaturahmi atau menjalin hubungan sosial yang positif memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan lansia. 

Beberapa manfaat tersebut antara lain:

Meningkatkan Kesejahteraan Mental:
Interaksi sosial yang positif dapat memberikan dukungan emosional dan psikologis yang penting bagi kesejahteraan mental lansia. Merasa terhubung dengan orang lain dapat mengurangi risiko depresi, kecemasan, dan perasaan kesepian.

Menjaga Kognisi:
Berinteraksi dengan orang lain dalam aktivitas sosial seperti berbicara, berdiskusi, atau bermain peran dapat membantu menjaga kognisi atau fungsi kognitif. Aktivitas sosial juga dapat merangsang otak dan memperkuat koneksi saraf.

Meningkatkan Kesehatan Emosional: 
Menjalin hubungan sosial yang positif dapat memberikan peluang untuk tertawa, berbagi cerita, dan merayakan momen-momen positif bersama. Ini dapat meningkatkan mood dan kesehatan emosional secara keseluruhan.

Mendorong Gaya Hidup Aktif:
Silaturahmi sering melibatkan berbagai aktivitas sosial, seperti menghadiri pertemuan keluarga, acara komunitas, atau kegiatan keagamaan. Hal ini dapat mendorong lansia untuk tetap aktif secara fisik dan mental.

Aktif dalam kegiatan komunitas baik fisik dan mental.
(Sumber: foto canva.com)
Mengurangi Stres: 
Berbagi pengalaman, cerita, dan mendapat dukungan dari orang lain dapat membantu mengurangi tingkat stres. Dukungan sosial yang positif dapat memberikan rasa aman dan meningkatkan kemampuan lansia untuk mengatasi tantangan dan stres sehari-hari.

Meningkatkan Kesehatan Fisik:
Aktivitas sosial yang melibatkan pergi ke tempat-tempat, berjalan-jalan, atau berpartisipasi dalam kegiatan fisik tertentu dapat membantu menjaga kesehatan fisik lansia. Interaksi sosial yang positif juga dapat meningkatkan motivasi untuk menjaga kesehatan fisik secara keseluruhan.

Peningkatan Dukungan Sosial: 
Melalui silaturahmi, lansia dapat membangun dan memperluas jaringan sosial yang memberikan dukungan dan bantuan dalam situasi-situasi sulit, seperti sakit atau kesulitan lainnya.

Dengan demikian, menjalin silaturahmi tidak hanya penting untuk kesejahteraan sosial lansia tetapi juga memiliki dampak positif yang signifikan pada kesehatan fisik, mental, dan emosional mereka.

Silaturahmi meningkatkan kesejahteraan sosial pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

       Tidak menjalin silaturahmi atau hubungan sosial yang positif dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan dan kesejahteraan lansia. 

Beberapa dampak dari kurangnya silaturahmi pada lansia antara lain:

Risiko Kesejahteraan Mental yang Tinggi: 
Lansia yang tidak aktif dalam menjalin hubungan sosial cenderung memiliki risiko kesejahteraan mental yang lebih tinggi, termasuk depresi, kecemasan, dan perasaan kesepian.

Kesehatan Fisik yang Buruk: 
Kurangnya interaksi sosial dapat mengarah pada gaya hidup yang kurang aktif secara fisik, yang dapat meningkatkan risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, dan kelebihan berat badan.

Kognisi yang Menurun:
Keterlibatan sosial yang terbatas dapat berdampak negatif pada fungsi kognitif atau kemampuan berpikir, mengingat, dan memproses informasi. Lansia yang terisolasi sosial cenderung memiliki risiko kognisi yang menurun dan peningkatan risiko demensia.

Peningkatan Risiko Kesehatan Emosional: 
Kesepian dan isolasi sosial dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan emosional seperti depresi, kecemasan, dan stres kronis.

Kualitas Hidup yang Buruk: 
Kurangnya interaksi sosial dapat memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan, karena lansia mungkin merasa terisolasi, tidak dihargai, dan tidak memiliki dukungan sosial yang diperlukan.

Penurunan Kemandirian:
Interaksi sosial yang terbatas juga dapat berkontribusi pada penurunan kemandirian lansia, karena mereka mungkin kehilangan motivasi untuk menjaga kesehatan dan terlibat dalam aktivitas sehari-hari.

Peningkatan Risiko Mortalitas:
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa isolasi sosial dan kesepian dapat meningkatkan risiko kematian pada lansia.

Oleh karena itu, menjaga dan meningkatkan silaturahmi atau hubungan sosial yang positif penting bagi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Interaksi sosial yang teratur dapat membantu melindungi mereka dari risiko kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup mereka di masa tua.

        Tidak bersilaturahmi berdampak pada isol asi sosial dan kesepian memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan dan kesejahteraan lansia, termasuk meningkatkan risiko mortalitas. 

Beberapa alasan mengapa isolasi sosial dan kesepian dapat meningkatkan risiko kematian pada lansia :

Pengaruh pada Kesehatan Mental:
Isolasi sosial dan kesepian dapat menyebabkan stres psikologis, depresi, dan kecemasan. Gangguan kesehatan mental ini dapat berkontribusi pada penurunan kualitas hidup dan meningkatkan risiko perilaku yang merugikan kesehatan, seperti merokok, konsumsi alkohol berlebihan, dan kurangnya aktivitas fisik, yang dapat mengarah pada peningkatan risiko penyakit kronis dan kematian.

Penurunan Kualitas Tidur:
Kesepian dapat berdampak negatif pada kualitas tidur seseorang. Gangguan tidur kronis telah terkait dengan peningkatan risiko penyakit jantung, stroke, obesitas, diabetes, dan kematian.

Penurunan Kesehatan Fisik: 
Isolasi sosial dapat menyebabkan penurunan dukungan sosial dan akses terhadap layanan kesehatan. Lansia yang terisolasi sosial cenderung memiliki pola makan yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, dan kepatuhan yang rendah terhadap pengobatan, yang semuanya dapat meningkatkan risiko penyakit dan kematian.

Peningkatan Risiko Penyakit Kronis:
Isolasi sosial dan kesepian telah terkait dengan peningkatan risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi, diabetes, dan kanker. Penyakit-penyakit ini sering kali merupakan penyebab utama kematian pada lansia.

Kurangnya Dukungan Sosial:
Lansia yang terisolasi sosial memiliki sedikit atau tidak ada dukungan sosial yang diperlukan untuk mengatasi tantangan kesehatan dan emosional. Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan komunitas dapat menjadi faktor yang penting dalam pemulihan dari penyakit dan menjaga kesehatan secara keseluruhan.

Penurunan Kemandirian: 
Isolasi sosial dapat mengakibatkan penurunan kemandirian lansia karena kurangnya motivasi untuk menjaga kesehatan dan terlibat dalam aktivitas sehari-hari yang diperlukan untuk mempertahankan kesehatan fisik dan mental.

Rasa Tidak Berharga:
Lansia yang merasa terisolasi sosial dan kesepian mungkin mengalami perasaan tidak berharga atau tidak dihargai, yang dapat menyebabkan kehilangan minat dalam hidup dan penurunan motivasi untuk menjaga kesehatan.

Isolasi sosial dan kesepian dapat memiliki dampak yang serius pada kesehatan dan kesejahteraan lansia, termasuk meningkatkan risiko mortalitas. Oleh karena itu, penting untuk mendorong interaksi sosial yang positif dan memperkuat jaringan sosial  dengan cara melakukan silaturahmi.

Silaturahmi merupakan ikatan kasih sayang antara anak,keluarga dan sahabat yang sangat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik.


Sumber:

https://thevariel.com/as-we-get-older-the-importance-of-friendship-grows 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7887723/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6441127/

https://www.aetna.com/health-guide/importance-of-friends-as-you-age.html

https://agewellct.org/whats-new/lifestyle/the-importance-of-friendship-for-older-adults-2023/