Tuesday, 27 February 2024

Strategi Coping pada Lansia untuk Mengelola Stres

        Salah satu kunci untuk menjaga kesejahteraan di masa penuaan adalah penggunaan strategi coping yang efektif yang memfasilitasi adaptasi optimal lansia pada tahap ini. Mengetahui strategi mana yang dapat meningkatkan proses ini dan mengarah pada peningkatan kepuasan hidup. 

Coping didefinisikan sebagai pikiran dan perilaku yang dimobilisasi untuk mengelola situasi stres internal dan eksternal. Menetapkan beberapa pedoman psikologis dan pribadi untuk keberhasilan penuaan dan merupakan indikator penting dari berfungsinya kesehatan mental secara positif, yang merupakan salah satu tujuan utama kebijakan kesehatan di negara-negara maju.

Coping adalah pikiran dan perilaku untuk mengelola situasi stres.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Lansia harus menghadapi berbagai perubahan selama penuaan yang dapat diartikan sebagai stres, dan penyesuaian yang baik terhadap perubahan ini menentukan apakah lansia dapat beradaptasi secara optimal terhadap penuaan, sehingga memperoleh kepuasan. Jenis strategi penanggulangan yang diaktifkan dalam situasi berbeda mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mental 

Coping stres pada lansia merujuk pada strategi atau cara-cara yang digunakan oleh orang lanjut usia (lansia) untuk menghadapi atau menanggulangi stres dan tekanan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Stres pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perubahan fisik dan kesehatan, kehilangan sosial, perubahan lingkungan, atau masalah keuangan.

Lansia harus memahami coping strategi stres.
(Sumber: foto canva.com)

Coping stres pada lansia melibatkan berbagai strategi, seperti:

Coping problem-focused: 
Melibatkan upaya untuk mengatasi masalah yang menjadi sumber stres, misalnya dengan mencari solusi praktis atau mencari bantuan dari orang lain.

Coping emotion-focused:
Melibatkan upaya untuk mengelola atau mengubah respons emosional terhadap situasi stres, misalnya dengan menerima situasi tersebut atau menggunakan teknik relaksasi.

Coping meaning-focused:
Melibatkan upaya untuk mencari makna atau pemahaman yang lebih dalam terhadap situasi stres, misalnya dengan memandang situasi tersebut sebagai suatu pelajaran atau pengalaman pertumbuhan pribadi.

Coping sosial: 
Melibatkan dukungan dari orang lain, baik dalam bentuk dukungan emosional maupun dukungan praktis, seperti bantuan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari.

Coping religius atau spiritual:
Melibatkan keyakinan dan praktik keagamaan atau spiritual untuk mengatasi stres, misalnya dengan berdoa, meditasi, atau mengikuti praktik keagamaan.

Strategi coping yang efektif bagi setiap individu lansia dapat bervariasi tergantung pada preferensi pribadi, kepercayaan, dan kondisi kesehatan mereka. Mendorong lansia untuk mengidentifikasi dan menggunakan strategi coping yang sesuai dapat membantu mereka menghadapi stres dengan lebih efektif dan meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Penyakit apa pun, baik fisik maupun mental, dapat memerlukan teknik coping. 

Beberapa penyakit yang sering kali memerlukan strategi coping yang efektif meliputi:

Penyakit Kronis:
Penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung, arthritis, atau penyakit autoimun memerlukan coping untuk mengelola gejala, menghadapi perubahan gaya hidup yang diperlukan, dan menjaga kualitas hidup yang optimal.

Kanker:
Diagnosis kanker dan perawatan yang terkait dengannya, seperti kemoterapi atau radioterapi, dapat sangat menantang secara emosional dan fisik. Coping dapat membantu pasien dan keluarganya menghadapi stres, mengelola efek samping, dan menjaga harapan dan kualitas hidup yang tinggi selama perjalanan pengobatan.

Gangguan Mental: 
Gangguan mental seperti depresi, kecemasan, gangguan makan, atau gangguan suasana hati memerlukan strategi coping untuk mengelola gejala, menghadapi stigmatisasi, dan mempertahankan kesehatan mental yang baik.

Penyakit Neurologis:
Penyakit neurologis seperti Alzheimer, Parkinson, atau multiple sclerosis (MS) dapat memerlukan coping untuk mengelola tantangan kognitif, fisik, dan emosional yang terkait dengan kondisi tersebut.

Penyakit Menular dan Pandemik:
Penyakit menular seperti influenza, HIV/AIDS, atau pandemi seperti COVID-19 dapat memerlukan coping untuk mengelola ketidakpastian, isolasi sosial, dan dampak fisik dan mental dari penyakit tersebut.

Penyakit yang Berkaitan dengan Gaya Hidup:
Penyakit yang terkait dengan gaya hidup seperti obesitas, penyakit jantung, atau diabetes tipe 2 memerlukan coping untuk mengubah perilaku dan kebiasaan hidup agar lebih sehat.

Penyakit yang terkait gaya hidup memerlukan coping untuk mengubah perilaku.
(Sumber: foto canva.com)

Penyakit yang Menyebabkan Disabilitas atau Keterbatasan:
Penyakit atau cedera yang menyebabkan disabilitas atau keterbatasan fisik memerlukan coping untuk mengatasi tantangan fisik, emosional, dan sosial yang terkait dengan kondisi tersebut.

Dalam semua kasus, teknik coping yang efektif dapat membantu individu dan keluarganya mengatasi tantangan yang terkait dengan penyakit, mengelola stres, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.

        Menggunakan teknik coping pada lansia memerlukan pendekatan yang sensitif dan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi individu. 

Beberapa langkah umum yang dapat membantu dalam menggunakan coping pada lansia:

Pemahaman tentang Kebutuhan Individu: 
Setiap lansia memiliki kebutuhan dan tantangan yang unik. Penting untuk memahami secara individu bagaimana mereka merespons stres, apa yang membuat mereka merasa tenang, dan bagaimana mereka ingin menghadapi masalah yang muncul.

Komunikasi Terbuka: 
Dukungan sosial dan dukungan dari anggota keluarga atau perawat sangat penting. Menyediakan saluran komunikasi terbuka di mana lansia merasa nyaman berbicara tentang perasaan mereka, tantangan yang mereka hadapi, dan cara mereka ingin ditolong adalah kunci.

Pilihan Strategi Coping yang Sesuai: 
Ada berbagai teknik coping yang dapat digunakan, termasuk tetapi tidak terbatas pada, teknik relaksasi, meditasi, latihan pernapasan, olahraga ringan, terapi bicara, atau mengikuti kegiatan yang memberikan kepuasan. Penting untuk menyesuaikan pilihan teknik coping dengan minat, kemampuan fisik, dan preferensi lansia.

Promosi Kemandirian: 
Mengajarkan lansia untuk mengidentifikasi dan menggunakan strategi coping mereka sendiri adalah penting untuk meningkatkan rasa kemandirian dan kontrol atas situasi yang mereka hadapi. Ini juga membantu meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam mengatasi stres dan tantangan.

Ajarkan lansia mengidentifikasi dan menggunakan strategi coping sendiri.
(Sumber: foto canva.com)
 
Jadwal dan Rutinitas yang Teratur:
Menciptakan rutinitas harian yang terstruktur dan konsisten dapat membantu lansia merasa lebih terkendali dan terorganisir, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan.

Dukungan dari Tenaga Kesehatan Profesional: 
Terapis, konselor, atau dokter dapat memberikan bimbingan dan dukungan tambahan dalam mengembangkan dan menerapkan strategi coping yang efektif. Mereka juga dapat membantu dalam mengelola perubahan fisik atau kesehatan mental yang mungkin terjadi pada lansia.

Mendorong Kegiatan Sosial dan Keterlibatan: 
Aktivitas sosial dan interaksi dengan orang lain dapat menjadi sumber dukungan emosional dan distraksi yang baik dari stres. Mendorong lansia untuk tetap terlibat dalam kegiatan sosial, seperti klub, kelompok gereja, atau kelas seni, dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.

Evaluasi dan Penyesuaian:
Penting untuk secara teratur mengevaluasi efektivitas teknik coping yang digunakan dan siap untuk menyesuaikan strategi jika diperlukan sesuai dengan perubahan kebutuhan atau situasi lansia.

Dengan memperhatikan kebutuhan individu dan menggunakan pendekatan yang holistik, dapat dibantu lansia untuk mengatasi stres dan tantangan sehari-hari mereka dengan lebih baik menggunakan teknik coping yang sesuai.




Sumber:

https://www.goodtherapy.org/blog/coping-mechanisms/

https://www.verywellhealth.com/coping-mechanisms-5272135

https://psychologycompass.com/blog/coping-with-stress/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1948895/

https://bluemoonseniorcounseling.com/specialties/development-of-coping-skills/

Monday, 26 February 2024

5 Tahapan Penuaan Lansia, Apakah Anda dapat Melalui.

        Penuaan adalah proses yang panjang dan rumit, dan kebutuhan seseorang yang menua dapat berubah kapan saja. Dalam beberapa kasus, lansia relatif stabil dalam kesehatan fisik dan kognitif selama bertahun-tahun. Namun, di lain waktu, kesehatan mereka mungkin menurun drastis.

Theory of Gerotranscendence yang disusun oleh Tornstam adalah teori yang menggambarkan perjalanan psikologis yang mungkin dialami oleh sebagian lansia selama proses penuaan. Proses menuju gerotranscendence melibatkan perkembangan di mana individu secara bertahap mengubah konsepsi dasar mereka, sehingga mengakibatkan pergeseran definisi mereka tentang realitas dari pandangan dunia yang materialistis dan rasional ke pandangan yang lebih kosmis dan transendental, yang biasanya disertai dengan peningkatan kepuasan hidup.

Penuaan adalah proses panjang dan rumit, Tornstam membagi 5 tahapan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Istilah gerotranscendence dipilih oleh Tornstam karena banyak perubahan terkait, krisis atau karakteristik perkembangan yang dijelaskan oleh ilmuwan dan ahli teori lain melibatkan berbagai cara di mana orang lanjut usia menerobos batas-batas atau melampaui krisis perkembangan ketika berpindah ke tahap baru dalam kehidupan. Dengan demikian, istilah gerotranscendence digunakan dalam pengertian sederhana ini, bukan dalam pengertian religius atau metafisik ( Tornstam, 2005 ). Istilah gerotranscendence digunakan untuk menggambarkan proses perkembangan dan tahap perkembangan akhir.

Tornstam (1997) mengusulkan gerotranscendence sebagai sebuah langkah perkembangan, di mana seseorang mengubah “perspektif mereka dari pandangan dunia yang materialistis dan pragmatis ke pandangan yang lebih transenden, biasanya disertai dengan peningkatan kepuasan hidup.

Berikut penjelasan singkat mengenai setiap tahapan:

Swasembada (Self-Sufficiency): 
Pada tahap ini, individu cenderung lebih fokus pada kebutuhan dan kegiatan pribadi mereka sendiri. Mereka berusaha untuk mempertahankan otonomi dan independensi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Ini sering kali terjadi pada awal penuaan ketika kesehatan fisik masih relatif baik dan kemampuan untuk melakukan aktivitas sendiri masih ada. Mereka hidup mandiri dan dapat menyelesaikan aktivitas sehari-hari dengan mudah, seperti  membersihkan rumah, dan mandi tidak menimbulkan kesulitan atau masalah keamanan yang serius.

Saling Ketergantungan (Interdependence):
Pada tahap ini, individu mulai memperhatikan pentingnya keterhubungan dengan orang lain dalam kehidupan mereka. Mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat mencapai segala sesuatu sendiri dan mulai mengandalkan dukungan dari orang lain, baik itu anggota keluarga, teman, atau masyarakat. Mereka membutuhkan perhatian dari keluarga atau teman. 

Lansia saling ketergantungan dengan keluarga, teman dan masyarakat.
(Sumber: foto canva.com)

Ketergantungan (Dependency):
Pada tahap ini, individu mengalami peningkatan ketergantungan pada orang lain dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Ini bisa disebabkan oleh penurunan kesehatan fisik atau mental yang signifikan yang membatasi kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan eksternal. 
Lansia sudah tidak bisa lagi hidup sendiri dengan aman. Penurunan kognitif, masalah kesehatan fisik, atau kombinasi keduanya menimbulkan risiko keselamatan langsung atau menghalangi mereka menyelesaikan aktivitas sehari-hari.

Manajemen Krisis (Crisis Management): 
Pada tahap ini, individu menghadapi krisis atau tantangan besar yang terkait dengan penuaan, seperti masalah kesehatan yang serius, kehilangan orang yang dicintai, atau masalah keuangan. Mereka perlu mengatasi krisis ini dengan mengandalkan sumber daya internal dan eksternal untuk mencapai penyesuaian yang diperlukan. Tahap ini membutuhkan dukungan medis segera. Lansia harus tinggal di fasilitas perawatan terampil atau menerima perawatan profesional ekstensif di rumah. Terkadang, perawatan ini diperlukan karena penyakit fisik. Di lain waktu, lansia memerlukan perawatan memori karena Alzheimer atau demensia.

Akhir Kehidupan (End of Life):
Tahap ini adalah tahap akhir dari kehidupan, di mana individu menghadapi kematian. Pada tahap ini, fokus individu mungkin bergeser pada refleksi terhadap hidup yang telah mereka jalani, menerima kematian sebagai bagian alami dari siklus kehidupan, dan mencari makna dalam akhir kehidupan mereka. Beberapa lansia memilih untuk berhenti menerima perawatan medis dan memasuki perawatan rumah sakit, dan yang lainnya ingin terus menerima layanan yang sama. Namun secara keseluruhan, tujuan tahap ini adalah agar lansia merasa senyaman mungkin. Menerima akhir kehidupan bisa jadi sangat sulit bagi individu dan keluarga mereka. Hal ini sering kali merupakan pengalaman spiritual, namun sikap setiap orang terhadap proses tersebut berbeda-beda. 

Lansia refleksi terhadap hidup, menerima kematian bagian alami dari siklus kehidupan.
(Sumber: foto canva.com)

Beberapa lansia mungkin mengalami tahapan-tahapan ini secara bertahap seiring waktu, sementara yang lain mungkin mengalami sebagian atau bahkan tidak mengalami sama sekali. Faktor-faktor seperti kepribadian, pengalaman hidup, kesehatan fisik dan mental, dukungan sosial, dan lingkungan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang merespons proses penuaan.

Beberapa ciri yang mungkin dimiliki oleh lansia yang mengalami tahapan-tahapan tersebut:

Peningkatan refleksi dan introspeksi: 
Lansia yang mengalami tahapan Gerotranscendence mungkin menunjukkan peningkatan dalam refleksi diri dan introspeksi. Mereka mungkin lebih sering memikirkan makna hidup, tujuan mereka, dan arti eksistensial.

Peningkatan rasa keterhubungan:
Mereka mungkin merasa lebih terhubung dengan alam semesta dan sesama manusia secara keseluruhan. Mereka dapat merasa bahwa ada kesadaran kolektif yang lebih besar di luar diri mereka sendiri.

Transendensi waktu dan ruang: 
Lansia pada tahap ini mungkin mengalami perasaan yang lebih besar akan kedekatan dengan masa lalu dan mungkin juga melihat masa depan dengan perspektif yang lebih luas. Mereka mungkin tidak lagi terlalu terikat pada keterbatasan waktu dan ruang yang konvensional.

Perubahan nilai dan prioritas: 
Mereka mungkin mengalami perubahan dalam nilai-nilai dan prioritas mereka, dengan mengutamakan hubungan yang bermakna, pertumbuhan pribadi, dan pencarian makna hidup daripada pencapaian material atau prestasi.

Penerimaan akan kematian: 
Lansia yang mengalami tahapan Gerotranscendence mungkin lebih mampu menerima dan menghadapi kenyataan kematian dengan damai. Mereka mungkin melihat kematian sebagai bagian alami dari siklus kehidupan dan mengalami kedamaian dalam mempersiapkan diri untuk tahap akhir kehidupan mereka.

Lansia lebih mampu menerima tahapan akhir kehidupan.
(Sumber: foto canva.com)

Meskipun Theory of Gerotranscendence menyajikan kerangka kerja yang berguna untuk memahami perubahan psikologis yang mungkin terjadi pada sebagian lansia, tidak semua individu akan mengalami setiap tahapannya dengan cara yang sama atau bahkan tidak  mengalami tahapan tersebut sama sekali, karena langsung pada tahap akhir kehidupan (End of Life).




Sumber:











 



Sunday, 25 February 2024

Lansia Super Kognitif, Apakah Anda Termasuk Didalamnya

        Lansia super kognitif adalah sebuah konsep yang mengacu pada keadaan di mana seseorang tetap mempertahankan kemampuan kognitifnya secara optimal bahkan pada usia lanjut. Istilah ini muncul untuk menggambarkan sekelompok orang yang, meskipun telah mencapai usia lanjut, tidak mengalami penurunan kognitif yang signifikan yang biasanya terkait dengan proses penuaan. Mereka tetap memiliki kemampuan berpikir, mengingat, memecahkan masalah, dan menjaga fungsi kognitif lainnya pada tingkat yang tinggi.

Lansia super kognitif memiliki kognisi yang baik dalam usia lanjut.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Lansia super kognitif merupakan area penelitian yang menarik dalam ilmu kesehatan dan neurosains, karena dapat memberikan wawasan tentang faktor-faktor apa yang mungkin berkontribusi terhadap menjaga kognisi yang baik sepanjang rentang usia. Faktor-faktor yang telah diidentifikasi termasuk gaya hidup sehat, faktor genetik, kesehatan mental yang baik, tingkat pendidikan yang tinggi, dan aktivitas kognitif yang terus menerus. 

Lansia super kognitif umumnya memiliki ciri-ciri berikut:

Kemampuan Kognitif yang Tetap Optimal: 
Mereka tetap memiliki kemampuan kognitif yang baik, seperti kemampuan memori, pemecahan masalah, pemikiran abstrak, dan kemampuan berpikir secara kritis, bahkan pada usia lanjut.

Kemampuan Memori yang Baik:
Kemampuan memori jangka pendek dan jangka panjang tetap relatif baik. Mereka mungkin masih dapat mengingat informasi dengan baik dan menjaga konsentrasi.

Fleksibilitas Kognitif:
Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan belajar hal baru tetap tinggi. Ini mencakup kemampuan belajar dari pengalaman baru dan adaptasi terhadap lingkungan yang berubah.

Aktivitas Kognitif yang Tinggi: 
Mereka cenderung terlibat dalam aktivitas yang menstimulasi otak secara teratur, seperti membaca, menulis, memecahkan teka-teki, atau terlibat dalam aktivitas sosial yang memerlukan interaksi kognitif yang tinggi.

Aktivitas kognitif tinggi memerlukan interaksi kognitif.
(Sumber: foto canva.com)
Kesehatan Mental yang Baik:
Lansia dengan penuaan super kognitif cenderung memiliki kesehatan mental yang baik, termasuk kesehatan emosional yang stabil dan kemampuan untuk mengelola stres dengan baik.

Gaya Hidup Sehat: 
Mereka biasanya menjaga gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang, olahraga teratur, tidur yang cukup, dan menghindari kebiasaan merokok atau minum alkohol secara berlebihan.

Kesehatan Fisik yang Baik: 
Kesehatan fisik yang baik juga dapat berkontribusi pada lansia super kognitif. Mereka mungkin tetap aktif secara fisik dan menjaga kesehatan jantung serta sistem sirkulasi yang baik.

Ketajaman Mental: 
Kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang kompleks dan menangani situasi yang menuntut secara mental tetap tinggi, tanpa menunjukkan penurunan yang signifikan seiring bertambahnya usia.

         Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya lansia super kognitif termasuk kombinasi dari faktor genetik, gaya hidup, faktor lingkungan, dan faktor lainnya. 

Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam terjadinya lansia super kognitif meliputi:

Genetika: 
Faktor genetik dapat memainkan peran penting dalam menentukan kecenderungan seseorang untuk mempertahankan kemampuan kognitif yang tinggi sepanjang rentang usia. Studi-studi genetika telah menunjukkan bahwa beberapa gen tertentu dapat mempengaruhi risiko terhadap penyakit neurodegeneratif dan fungsi kognitif.

Gaya Hidup Sehat: 
Gaya hidup sehat, seperti pola makan seimbang, olahraga teratur, tidur yang cukup, dan menghindari kebiasaan merokok atau minum alkohol secara berlebihan, dapat berkontribusi pada penuaan super kognitif. Aktivitas fisik dan mental yang teratur juga dapat memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan otak.

Aktivitas Kognitif: 
Terlibat dalam aktivitas kognitif yang menantang, seperti membaca, menulis, memecahkan teka-teki, atau terlibat dalam aktivitas sosial yang memerlukan interaksi kognitif yang tinggi, dapat membantu menjaga kesehatan otak dan mencegah penurunan kognitif.

Membaca, menulis, dan memecahkan teka-teki bagian dari aktivitas kognitif.
(Sumber: foto canva.com)
Kesehatan Mental:
Kesehatan mental yang baik, termasuk kesehatan emosional yang stabil dan kemampuan untuk mengelola stres dengan baik, juga dapat berkontribusi pada penuaan super kognitif. Stres kronis dan masalah kesehatan mental seperti depresi dapat memengaruhi fungsi kognitif.

Pendidikan dan Stimulasi Kognitif: 
Tingkat pendidikan yang tinggi dan terus menerus terlibat dalam belajar dan aktivitas kognitif yang menantang dapat membantu menjaga kesehatan otak dan mengurangi risiko penurunan kognitif seiring bertambahnya usia.

Kesehatan Fisik: 
Kesehatan fisik yang baik, termasuk kesehatan jantung dan sistem sirkulasi yang baik, juga dapat memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan otak dan fungsi kognitif.

Faktor Lingkungan: 
Faktor lingkungan, seperti tingkat pendidikan, akses terhadap perawatan kesehatan yang baik, dan lingkungan sosial yang mendukung, juga dapat mempengaruhi penuaan super kognitif. 

Kombinasi dari faktor-faktor ini dapat berinteraksi dan mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk mengalami lansia super kognitif. Namun demikian, mekanisme yang tepat di balik fenomena ini masih menjadi subjek penelitian yang sedang berlangsung.

       Menjadi lansia yang mengalami penuaan super kognitif melibatkan serangkaian langkah dan kebiasaan sehat yang dapat membantu menjaga kesehatan otak dan fungsi kognitif Anda sepanjang rentang usia. 

Beberapa langkah yang dapat Anda lakukan untuk menjadi lansia super kognitif:

Menerapkan Gaya Hidup Sehat: 
Pola makan seimbang yang kaya akan nutrisi, dengan memperbanyak konsumsi buah, sayuran, biji-bijian, ikan, dan kacang-kacangan, dapat membantu menjaga kesehatan otak. Hindari konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan gula tambahan. Selain itu, tetaplah terhidrasi dengan cukup air setiap hari.

Olahraga Teratur: 
Melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan meningkatkan fungsi kognitif. Cobalah untuk melibatkan diri dalam berbagai jenis olahraga, seperti berjalan kaki, bersepeda, berenang, atau yoga, sesuai dengan kemampuan fisik Anda.

Aktivitas Kognitif:
Teruslah menantang otak Anda dengan aktivitas yang menstimulasi kognitif, seperti membaca, menulis, memecahkan teka-teki, belajar hal baru, atau berpartisipasi dalam kursus atau seminar. Terlibat dalam aktivitas yang memerlukan pemikiran kritis dan kreatif juga dapat membantu menjaga kesehatan otak.

Pertahankan Kesehatan Mental:
Penting untuk menjaga kesehatan mental Anda dengan mengelola stres, berlatih teknik relaksasi, menjaga hubungan sosial yang positif, dan mencari bantuan jika Anda mengalami masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan.

Tidur yang Cukup:
Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup setiap malam, karena tidur yang baik sangat penting untuk kesehatan otak dan fungsi kognitif yang optimal.

Hindari Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol Berlebihan: 
Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak kesehatan otak dan meningkatkan risiko penurunan kognitif. Hindari atau kurangi konsumsi kedua zat tersebut.

Tetap Terlibat dalam Kegiatan Sosial: 
Berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan menjaga hubungan yang baik dengan teman, keluarga, dan komunitas dapat membantu menjaga kesehatan otak dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

Kontrol Faktor Risiko Kesehatan Lainnya: 
Jaga tekanan darah, kadar gula darah, dan kadar kolesterol dalam kisaran yang sehat. Pengendalian faktor-faktor risiko kesehatan lainnya, seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas, juga dapat membantu menjaga kesehatan otak.

Terus Belajar dan Menantang Diri Sendiri: 
Tetaplah terbuka untuk belajar hal baru dan menantang diri Anda sendiri secara teratur. Ini dapat membantu menjaga otak Anda aktif dan adaptif sepanjang hidup Anda.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini dalam gaya hidup Anda sehari-hari, peluang Anda untuk  meningkatkan penuaan super kognitif dan menjaga kesehatan otak Anda sepanjang rentang usia.

        Orang yang disebut lansia super kognitif adalah mereka yang pada usia lanjut tetap mempertahankan kemampuan kognitif yang optimal, bahkan melebihi perkiraan usia normal. Mereka mungkin tidak mengalami penurunan kognitif yang signifikan yang sering terjadi pada orang-orang seusia mereka.

Lansia super kognitif meskipun usia lanjut tetap mempertahankan kognisinya.
(Sumber: foto canva.co )

       Kriteria untuk mengidentifikasi seseorang sebagai individu lansia super kognitif biasanya melibatkan tes kognitif dan evaluasi oleh profesional kesehatan. Namun demikian, tidak ada definisi yang jelas dan seragam tentang siapa saja yang dapat disebut sebagai lansia super kognitif, dan hal ini masih menjadi subjek penelitian yang sedang berkembang dalam ilmu kesehatan dan neurosains.

Secara umum, orang yang memenuhi ciri-ciri berikut mungkin dianggap sebagai individu lansia super kognitif:

  • Mempertahankan kemampuan kognitif yang tinggi pada usia lanjut, seperti memori yang baik, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan berpikir abstrak.
  • Aktif secara fisik dan mental, terlibat dalam aktivitas yang menantang secara kognitif, seperti membaca, menulis, atau memecahkan teka-teki.
  • Memiliki gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.
  • Menjaga kesehatan mental yang baik dan mengelola stres dengan efektif.
  • Memiliki hubungan sosial yang positif dan terlibat dalam kegiatan sosial yang memelihara kesehatan otak.
  • Mengendalikan faktor risiko kesehatan lainnya, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, atau diabetes.
  • Tetap terbuka untuk pembelajaran dan pertumbuhan pribadi, serta menantang diri sendiri secara teratur.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa penilaian  lansia super kognitif dapat bervariasi tergantung pada kriteria yang digunakan oleh para peneliti dan profesional kesehatan.




Sumber:

https://www.nia.nih.gov/news/cognitive-super-agers-defy-typical-age-related-decline-brainpower 

https://cheba.unsw.edu.au/news/super-ageing-defining-exceptional-cognitive-ability-late-life 

https://www.nytimes.com/2021/06/21/well/mind/aging-memory-centenarians.html

https://www.nm.org/healthbeat/healthy-tips/4-habits-super-agers

https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30793954/

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23279095.2019.1570928

https://www.cnn.com/2022/11/26/health/superager-secrets-good-memory-wellness/index.html