Wednesday, 6 March 2024

Tanda-tanda Masa Kritis pada Lansia, Penting dan Butuh Medis Segera.

            Masa kritis pada pasien lansia merujuk pada periode di mana mereka rentan mengalami penurunan kesehatan yang signifikan atau bahkan keadaan darurat medis yang mengancam jiwa. Pasien lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai kondisi medis serius karena faktor-faktor seperti penurunan fungsi organ, penurunan daya tahan tubuh, dan adanya penyakit kronis. Masa kritis pada pasien lansia dapat berkaitan dengan berbagai kondisi, mulai dari penyakit jantung, stroke, infeksi, hingga kecelakaan dan cedera.

Tanda-tanda kritis pada lansia penurunan kesehatan yang signifikan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Istilah medis yang digunakan untuk menggambarkan masa kritis pada pasien lansia adalah "geriatric emergency" atau "geriatric crisis." Istilah ini mengacu pada situasi darurat medis yang timbul pada orang lanjut usia dan memerlukan penanganan segera. Dalam konteks perawatan medis geriatrik, penggunaan istilah ini membantu memfokuskan perhatian pada kebutuhan khusus dan risiko yang dimiliki oleh populasi lansia dalam menghadapi kondisi darurat medis.

Keadaan darurat yang menimpa pasien lanjut usia biasanya dibagi menjadi dua kategori: medis dan bedah. Kondisi seperti serangan jantung koroner, stroke, masalah pernafasan, dan sepsis adalah contoh dari apa yang dianggap sebagai keadaan darurat medis. 

Fraktur, dislokasi, dan kejadian traumatis lainnya adalah contoh kejadian yang termasuk dalam kategori darurat bedah. Karena perubahan fisik yang terjadi seiring bertambahnya usia, orang yang berusia di atas 65 tahun memiliki risiko jatuh yang lebih besar dibandingkan orang yang lebih muda. 

Penting bagi tenaga medis dan keluarga pasien lansia untuk mengenali tanda-tanda masa kritis dan segera mencari bantuan medis jika diperlukan. Pencegahan dengan mengelola kondisi kesehatan secara menyeluruh, memantau gejala, serta memperhatikan perubahan kondisi fisik dan mental juga penting dalam upaya mengurangi risiko masa kritis pada pasien lansia.

Tanda-tanda masa kritis pada pasien lansia dapat bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan yang mendasarinya. 

Tanda-tanda kritis lansia dapat bervariasi sesuai dengan penyakit yang mendasari.
(Sumber: foto canva.com)

Beberapa tanda umum yang mungkin menandakan situasi kritis pada pasien lansia meliputi:

Perubahan status mental: 
Ini bisa mencakup kebingungan, kesulitan berkonsentrasi, perubahan perilaku yang tiba-tiba, atau kelelahan yang tidak biasa.

Gangguan pernapasan: 
Kesulitan bernapas, sesak napas, atau napas pendek yang tidak biasa bisa menjadi tanda-tanda masalah pernapasan serius.

Nyeri dada: 
Nyeri dada yang tiba-tiba atau berat bisa menjadi tanda serangan jantung atau masalah kardiovaskular lainnya.

Tekanan darah tinggi atau rendah:
Perubahan tiba-tiba dalam tekanan darah dapat menunjukkan masalah kesehatan yang serius.

Demam tinggi: 
Demam yang tinggi bisa menandakan infeksi serius atau kondisi kesehatan lainnya.
Nyeri atau ketidaknyamanan yang signifikan: Nyeri yang hebat atau ketidaknyamanan yang tidak biasa bisa menandakan keadaan darurat medis.

Perubahan warna kulit: 
Kulit pucat, biru, atau kemerahan secara tiba-tiba bisa menandakan masalah sirkulasi atau pernapasan yang serius.

Mual atau muntah yang berulang:
Mual atau muntah yang berkepanjangan atau parah bisa menjadi tanda gangguan pencernaan atau masalah kesehatan lainnya.

Mual atau muntah pada lansia
(Sumber: foto canva.com)

✅ Tanda-tanda ini tidak selalu berarti terjadi situasi kritis, tetapi jika salah satu dari tanda-tanda ini muncul, segera cari bantuan medis untuk penilaian dan penanganan yang tepat.

       Tanda-tanda vital yang menjadi perhatian khusus pada lansia selama masa kritis mencakup parameter-parameter standar seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, dan laju pernapasan. Perubahan dramatis dalam tanda-tanda vital ini dapat mengindikasikan kondisi kritis yang memerlukan perhatian medis segera. 

Beberapa tanda vital yang dapat menjadi perhatian khusus pada lansia selama masa kritis:

Tekanan Darah:
Penurunan atau peningkatan tekanan darah yang signifikan dari nilai baseline dapat menunjukkan masalah sirkulasi atau tekanan darah tinggi atau rendah yang memerlukan penanganan cepat.

Denyut Nadi:
Detak jantung yang sangat cepat, lambat, atau tidak teratur dapat menjadi tanda masalah kardiovaskular serius.

Suhu Tubuh:
Suhu tubuh yang tinggi atau rendah di luar rentang normal dapat menunjukkan infeksi atau masalah termoregulasi.

Laju Pernapasan:
Peningkatan laju pernapasan atau kesulitan bernapas dapat mengindikasikan masalah pernapasan seperti pneumonia atau kegagalan pernapasan.

Oksigenasi:
Pengukuran tingkat oksigen dalam darah (SpO2) penting untuk menilai tingkat oksigenasi tubuh. Penurunan kadar oksigen dapat menandakan masalah pernapasan atau sirkulasi.

Gula Darah:
Monitoring gula darah menjadi penting, terutama pada lansia dengan diabetes. Kadar gula darah yang tidak terkendali dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Kesadaran:
Skala kesadaran, seperti skala Glasgow Coma Scale (GCS), digunakan untuk menilai tingkat kesadaran. Perubahan tiba-tiba dalam tingkat kesadaran dapat mengindikasikan masalah neurologis atau kegawatan lainnya.

Perubahan signifikan dalam tanda-tanda vital ini pada lansia selama masa kritis memerlukan penilaian dan intervensi medis segera untuk memahami penyebab dan memberikan perawatan yang sesuai. Penting untuk selalu memperhatikan nilai-nilai tanda vital dan meresponsnya sesuai dengan protokol medis yang berlaku.

       Beberapa penyakit yang umum pada lansia memiliki potensi untuk memasuki masa kritis, yang jika tidak ditangani dengan cepat dapat mengancam jiwa. 

Beberapa di antaranya meliputi:

Penyakit Jantung:
Lansia memiliki risiko lebih tinggi untuk penyakit jantung seperti serangan jantung atau gagal jantung. Masa kritis pada penyakit jantung bisa terjadi saat timbulnya serangan jantung akut atau kegagalan jantung yang membutuhkan penanganan medis segera.

Stroke:
Stroke adalah kondisi darurat medis yang dapat terjadi pada lansia dan membutuhkan penanganan segera untuk mencegah kerusakan otak permanen atau kematian.

Stroke adalah kondisi darurat medis yang terjadi pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
Lansia yang menderita PPOK memiliki risiko lebih tinggi untuk kegagalan pernapasan akut atau eksaserbasi yang dapat mengarah pada situasi kritis.

Infeksi Paru-paru:
Infeksi paru-paru seperti pneumonia dapat menyebabkan komplikasi serius pada lansia dan memasuki masa kritis jika tidak diobati dengan cepat.

Penyakit Ginjal Kronis:
Lansia dengan penyakit ginjal kronis memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kegagalan ginjal akut yang memasuki masa kritis dan membutuhkan penanganan segera seperti dialisis.

Penyakit Diabetes: 
Komplikasi akut dari diabetes seperti ketoasidosis diabetik atau hipoglikemia yang parah dapat memasuki masa kritis pada lansia yang menderita penyakit ini.

Kanker:
Lansia dengan kanker yang mengalami komplikasi seperti perdarahan internal atau obstruksi usus dapat memasuki masa kritis dan memerlukan intervensi medis segera.

Penyakit-penyakit ini tidak eksklusif untuk lansia, tetapi lansia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami komplikasi serius yang memasuki masa kritis karena faktor-faktor seperti penurunan daya tahan tubuh dan penurunan fungsi organ. Oleh karena itu, pemantauan teratur oleh profesional medis dan pengelolaan kondisi kesehatan secara menyeluruh penting untuk mencegah masuknya masa kritis pada lansia.

Mengetahui masa kritis pada lansia memiliki beberapa manfaat penting:

Deteksi Dini dan Tindakan Cepat: 
Mengetahui tanda-tanda masa kritis pada lansia memungkinkan deteksi dini kondisi medis yang serius. Dengan deteksi dini, tindakan medis dapat diambil lebih cepat, yang dapat meningkatkan peluang pemulihan atau mengurangi risiko komplikasi yang serius.

Pencegahan Komplikasi Serius:
Mengetahui kapan lansia memasuki masa kritis memungkinkan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi serius. Tindakan pencegahan seperti pengaturan obat, pengelolaan diet, dan perubahan gaya hidup dapat membantu mengurangi risiko kondisi kritis.

Pemantauan Kesehatan yang Lebih Efektif:
Mengetahui masa kritis memungkinkan bagi tenaga medis dan keluarga untuk melakukan pemantauan kesehatan yang lebih efektif pada lansia. Pemantauan yang rutin dapat membantu mendeteksi perubahan yang mungkin menandakan masalah kesehatan yang memasuki masa kritis.

Penyusunan Rencana Perawatan yang Lebih Efektif: 
Mengetahui masa kritis memungkinkan untuk menyusun rencana perawatan yang lebih efektif dan tepat waktu. Rencana perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan individu lansia dapat membantu memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan medis yang sesuai dengan kondisi kesehatan mereka.

Pengurangan Beban Emosional:
Mengetahui masa kritis pada lansia juga membantu mengurangi beban emosional bagi keluarga dan orang-orang yang peduli terhadap mereka. Dengan mengetahui tanda-tanda masa kritis dan tindakan yang diperlukan, keluarga dapat merasa lebih siap secara emosional untuk menghadapi situasi yang mungkin timbul.

Dengan demikian, mengetahui masa kritis pada lansia sangat penting untuk memastikan perawatan kesehatan yang tepat waktu dan efektif, serta untuk memaksimalkan kualitas hidup mereka.




Sumber:


https://www.stjosephshealth.org/clinical-focuses/emergency-trauma-services/item/1660-geriatric

https://www.icliniq.com/articles/geriatric-health/geriatric-emergency-care



Tuesday, 5 March 2024

Kebosanan Eksistensial pada Lansia, Kurangnya Arti Hidup.

        Novelis Amerika Philip Roth menulis bahwa “usia tua bukanlah sebuah pertempuran, usia tua adalah pembantaian”. Jika kita hidup cukup lama, kita bisa kehilangan identitas, kemampuan fisik, pasangan, teman, dan karier.

Bagi sebagian orang, hal ini menimbulkan perasaan yang mengakar bahwa kehidupan telah kehilangan maknanya, dan bahwa alat yang kita perlukan untuk membangun kembali tujuan hidup tidak dapat diperbaiki lagi.

Lansia harus aktif dalam pekerjaan sukareala agar tidak terjadi kebosanan eksistensial.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Fenomena di mana seseorang merasa bosan hidup karena mereka merasa telah hidup terlalu lama atau kehilangan tujuan dalam hidupnya dapat disebut dengan istilah "kebosanan eksistensial" atau "kehampaan eksistensial". Ini sering terjadi pada lansia, terutama pada mereka yang mengalami perubahan besar dalam kehidupan mereka.

Kebosanan eksistensial adalah istilah psikologis yang menggambarkan perasaan kekosongan, kurangnya arti hidup, atau kurangnya minat dalam kehidupan yang dialami oleh seseorang. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perasaan kehilangan identitas atau peran yang sebelumnya mereka miliki, perasaan tidak berdaya atau tidak berharga, atau ketidakmampuan untuk menemukan tujuan atau makna dalam hidup mereka.

Beberapa alasan mengapa ada lansia yang merasa bosan hidup karena hidup terlalu lama, mungkin termasuk:

Kehilangan Pasangan Hidup: 
Kehilangan pasangan hidup bisa menjadi pukulan emosional yang besar bagi seseorang, dan bisa menyebabkan perasaan kesepian, kekosongan, atau kurangnya motivasi dalam hidup.

Pensiun: 
Pensiun dari pekerjaan yang memberi arti atau struktur dalam hidup mereka dapat membuat seseorang merasa kehilangan tujuan atau identitas mereka.

Kesehatan Fisik dan Mental:
Penurunan kesehatan fisik atau mental dapat menghambat kemampuan seseorang untuk menikmati aktivitas atau hubungan sosial, menyebabkan perasaan kebosanan atau kekosongan.

Kehilangan Kemandirian: 
Kehilangan kemandirian fisik atau mental juga dapat membuat seseorang merasa terjebak atau tidak memiliki kendali dalam hidup mereka sendiri.

Kurangnya Aktivitas Sosial atau Hobi:
Kurangnya aktivitas sosial atau hobi yang memenuhi dapat menyebabkan perasaan kebosanan atau kehilangan minat dalam hidup.

Kondisi Lingkungan yang Tidak Mendukung:
Lingkungan yang kurang mendukung atau tidak merangsang secara mental juga dapat menyebabkan perasaan kebosanan atau kehilangan minat.

Lingkungan kurang mendukung lansia untuk interaksi sosial.
(Sumber: foto canva.com)

       Ciri-ciri lansia yang mungkin terkena kebosanan eksistensial bisa bervariasi dari satu individu ke individu lainnya, tetapi beberapa ciri umum yang mungkin terlihat adalah:

Kurangnya minat atau semangat dalam aktivitas sehari-hari: 
Lansia yang mengalami kebosanan eksistensial mungkin kehilangan minat atau semangat dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sebelumnya mereka nikmati.

Perasaan kekosongan atau hampa:
Mereka mungkin merasa kekosongan dalam hidup mereka, merasa seperti mereka tidak memiliki tujuan atau arti dalam kehidupan mereka.

Perasaan kehilangan identitas atau peran: 
Lansia yang terkena kebosanan eksistensial mungkin merasa kehilangan identitas atau peran yang mereka miliki sebelumnya, seperti peran profesional atau peran dalam keluarga.

Kurangnya motivasi atau tujuan dalam hidup:
Mereka mungkin kehilangan motivasi untuk mencapai tujuan atau melakukan hal-hal yang mereka anggap penting dalam hidup mereka.

Perasaan kesepian atau isolasi:
Lansia dengan kebosanan eksistensial mungkin merasa terisolasi sosial atau kesepian karena kurangnya koneksi emosional atau hubungan sosial yang memenuhi.

Perubahan dalam pola tidur atau nafsu makan: 
Kebosanan eksistensial dapat memengaruhi pola tidur atau nafsu makan seseorang, yang bisa menjadi terlalu banyak atau terlalu sedikit.

Merasa tidak berdaya atau tidak berharga: 
Mereka mungkin merasa tidak berdaya atau tidak berharga dalam mencapai sesuatu dalam hidup mereka.

Merasa tidak berdaya atau berharga.
(Sumber: foto canva.com)
Kurangnya minat dalam menjalin hubungan baru atau mengeksplorasi kegiatan baru: 
Lansia yang terkena kebosanan eksistensial mungkin enggan untuk menjalin hubungan baru atau mencoba hal-hal baru karena kurangnya minat atau semangat.

💬 Gejala-gejala ini tidak selalu menunjukkan kebosanan eksistensial secara langsung, dan bisa juga menjadi tanda dari kondisi kesehatan mental lainnya.  

       Mengatasi kebosanan eksistensial pada lansia melibatkan berbagai strategi yang bertujuan untuk mengembalikan rasa makna, minat, dan tujuan dalam hidup mereka. 

Berikut adalah beberapa strategi yang dapat membantu:

Temukan Hobi atau Kegiatan Baru:
Mendorong lansia untuk menemukan hobi atau kegiatan baru yang menarik bagi mereka dapat membantu mengisi waktu mereka dengan aktivitas yang memenuhi dan memberikan rasa pencapaian. Ini bisa termasuk bergabung dengan klub atau komunitas yang memiliki minat yang sama.

Terlibat dalam Aktivitas Sosial: 
Mendorong keterlibatan sosial dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan isolasi sosial. Lansia dapat terlibat dalam kegiatan komunitas, bergabung dengan kelompok dukungan, atau menjalin hubungan dengan orang-orang sebaya.

Menetapkan Tujuan atau Proyek: 
Membantu lansia menetapkan tujuan atau proyek baru dalam hidup mereka dapat memberikan fokus dan motivasi yang diperlukan. Ini bisa termasuk tujuan pendidikan, keterlibatan dalam pekerjaan sukarela, atau mengejar impian yang belum tercapai.

Jaga Kesehatan Mental dan Emosional:
Mendorong lansia untuk merawat kesehatan mental dan emosional mereka adalah langkah penting. Ini bisa mencakup berbicara dengan seorang konselor atau terapis, berpartisipasi dalam program pelatihan keterampilan kehidupan, atau mempelajari teknik relaksasi dan meditasi.

Mempertahankan Keterlibatan Sosial: 
Menjaga keterlibatan sosial yang ada atau membangun kembali hubungan dengan teman-teman lama dan keluarga dapat membantu mengurangi perasaan isolasi dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Pertimbangkan Pekerjaan Sukarela: 
Terlibat dalam pekerjaan sukarela atau membantu komunitas lokal dapat memberikan rasa pencapaian dan memberikan struktur dalam kehidupan sehari-hari.

Tetap Aktif dan Terlibat: 
Tetap aktif secara fisik dan mental dengan menjaga rutinitas harian yang sehat, seperti berolahraga teratur, menjaga diet seimbang, dan berpartisipasi dalam aktivitas kognitif seperti teka-teki atau permainan otak, dapat membantu menjaga kesehatan mental dan emosional.

Lansia tetap aktif dan terlibat dalam kegiatan rutin.
(Sumber: foto canva.com)

Pertimbangkan Konseling atau Terapi: 
Jika kebosanan eksistensial menyebabkan perasaan yang sangat kuat atau mempengaruhi kesejahteraan secara signifikan, pertimbangkan untuk mencari bantuan dari seorang profesional kesehatan mental atau terapis.

Setiap individu mungkin merespons berbeda terhadap strategi-strategi ini, jadi penting untuk menyesuaikan pendekatan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi lansia tersebut. Dukungan dari keluarga, teman, dan profesional kesehatan juga penting dalam membantu lansia mengatasi kebosanan eksistensial.


Sumber:

https://www.nytimes.com/2006/05/07/books/review/07gord.html

https://medic.upm.edu.my/upload/dokumen/2023010917140219_0088.pdf

https://bmcgeriatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12877-017-0533-1

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5990949/



Monday, 4 March 2024

Skala Depresi Geriatri, Kapan Lansia Membutuhkan.

         Skala Depresi Geriatri adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengukur tingkat depresi pada populasi geriatri atau orang lanjut usia. Skala ini dirancang khusus untuk menilai gejala-gejala depresi yang mungkin muncul pada orang lanjut usia, mengingat adanya perubahan fisiologis dan psikologis yang terjadi seiring dengan proses penuaan.

Terdapat beberapa jenis Skala Depresi Geriatri yang umum digunakan, salah satunya adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Skala ini terdiri dari serangkaian pertanyaan yang dirancang untuk mengevaluasi perasaan dan perilaku yang berkaitan dengan depresi pada orang lanjut usia.

Skala Depresi Geriatri (GDS) mengevaluasi perasaan dan perilaku.
(Sumber: foto pens 49 ceria) 

GDS, adalah alat skrining yang dirancang khusus untuk menilai depresi pada orang dewasa lanjut usia . Dikembangkan oleh Yesavage dkk. pada tahun 1982, GDS bertujuan untuk menyediakan cara yang andal dan efisien untuk mendeteksi gejala depresi pada lansia.  

Awalnya, GDS terdiri dari 30 pertanyaan ya/tidak, dengan fokus pada berbagai gejala yang berhubungan dengan depresi. Seiring waktu, versi skala yang lebih pendek, seperti GDS-15 dan GDS-5, dikembangkan untuk menyederhanakan proses penilaian sekaligus menjaga akurasi diagnostik.

Tujuan dari Skala Depresi Geriatri adalah untuk membantu dalam mendeteksi dan mengukur tingkat depresi pada populasi geriatri, sehingga dapat memberikan intervensi atau perawatan yang sesuai. Skala ini membantu tenaga kesehatan untuk memahami dan mengelola depresi pada orang lanjut usia, yang dapat berdampak pada kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.

       Geriatric Depression Scale (GDS) atau Skala Depresi Geriatri digunakan untuk mengevaluasi tingkat depresi pada orang lanjut usia. 

Beberapa ciri lansia yang mungkin memerlukan penilaian menggunakan GDS:

Perubahan Perilaku: 
Lansia yang mengalami perubahan drastis dalam perilaku mereka, seperti menjadi lebih terisolasi, cenderung menarik diri dari interaksi sosial, atau menunjukkan kecenderungan untuk menghindari aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati.

Perubahan perilaku, lansia menarik diri dari interaksi sosial.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Mood:
Mereka yang sering merasa sedih, kehilangan minat dalam kegiatan sehari-hari, atau menunjukkan penurunan mood yang signifikan secara konsisten.

Gangguan Tidur: 
Kesulitan tidur, seperti sulit tidur, bangun terlalu awal, atau tidur terlalu banyak, bisa menjadi tanda depresi pada lansia.

Perubahan Fisik: 
Depresi pada lansia juga dapat menyebabkan gejala fisik, seperti penurunan berat badan yang tidak diinginkan, kelelahan yang terus-menerus, atau masalah kesehatan lainnya yang tidak dapat dijelaskan dengan faktor medis lainnya.

Perubahan Kognitif: 
Depresi pada lansia juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif mereka, seperti kesulitan konsentrasi, penurunan daya ingat, atau penurunan kemampuan untuk membuat keputusan.

Rasa Putus Asa atau Kehilangan Harapan:
Lansia yang merasa putus asa, tidak berdaya, atau kehilangan harapan untuk masa depan juga bisa menjadi ciri-ciri depresi.

Perubahan Pola Makan: 
Perubahan dalam pola makan, seperti kehilangan nafsu makan atau meningkatnya konsumsi makanan sebagai respons terhadap emosi, dapat menjadi tanda depresi pada lansia.

Keluhan Fisik yang Persisten:
Lansia yang mengeluh tentang nyeri tubuh yang tidak dijelaskan dengan penyebab medis yang jelas atau gejala fisik lainnya yang persisten, meskipun telah mendapatkan perawatan medis, bisa menjadi tanda depresi.

💬 Tidak semua orang lanjut usia yang mengalami salah satu atau beberapa ciri di atas pasti mengalami depresi. 

       Lansia dapat menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS) dengan bantuan orang lain atau secara mandiri, tergantung pada kemampuan kognitif dan fisik mereka. 

Beberapa langkah yang dapat membantu lansia dalam menggunakan GDS:

Bimbingan dari Tenaga Kesehatan: 
Jika memungkinkan, lansia dapat meminta bimbingan dari tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, atau tenaga medis lainnya dalam mengisi formulir GDS. Petugas kesehatan akan membantu menjelaskan pertanyaan dan memberikan arahan tentang cara menjawabnya.

Lansia dapat minta bantuan tenaga medis untuk mengisi formulir.
(Sumber: foto canva.com)
Bantuan dari Anggota Keluarga atau Penjaga:
Lansia juga dapat meminta bantuan dari anggota keluarga, teman, atau penjaga mereka dalam mengisi formulir GDS. Mereka dapat membantu dengan membacakan pertanyaan dan mencatat jawaban yang diberikan oleh lansia.

Pengisian Mandiri dengan Petunjuk: 
Lansia yang memiliki kemampuan kognitif yang cukup dapat mencoba mengisi formulir GDS sendiri dengan petunjuk yang disediakan. Petunjuk ini biasanya terdapat di bagian atas formulir dan memberikan arahan tentang cara menjawab setiap pertanyaan.

Penggunaan Versi Simplified GDS:
Terdapat versi Simplified GDS yang dirancang khusus untuk lansia yang mungkin mengalami kesulitan dalam membaca atau memahami pertanyaan pada formulir standar. Versi ini menggunakan pertanyaan yang lebih sederhana dan bahasa yang lebih mudah dipahami.

Komitmen untuk Jujur: 
Lansia perlu diingatkan untuk menjawab pertanyaan dengan jujur dan seobjektif mungkin. Ini membantu dalam mendapatkan hasil yang akurat dan membantu petugas kesehatan dalam menentukan tingkat depresi dan langkah-langkah yang tepat untuk mengelola kondisi tersebut.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:
Setelah mengisi formulir GDS, penting bagi lansia untuk berbicara dengan profesional kesehatan mereka tentang hasilnya. Dokter atau tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan interpretasi dan saran mengenai langkah selanjutnya yang perlu diambil berdasarkan skor GDS.

Dengan bantuan dari orang lain atau secara mandiri dengan petunjuk yang tepat, lansia dapat menggunakan Geriatric Depression Scale sebagai alat untuk mengevaluasi tingkat depresi mereka dan mendapatkan perawatan atau intervensi yang sesuai jika diperlukan.

Formulir GDS tersedia dalam tiga bentuk:
  • GDS bentuk panjang (GDS-30) yang terdiri dari 30 soal
  • Bentuk pendek (GDS-15), yang terdiri dari 15 pertanyaan
  • Versi empat dan lima item, yang keakuratannya tidak dapat disimpulkan.

Pertanyaan pada Skala

Pilih jawaban terbaik sesuai perasaan Anda selama seminggu terakhir:

1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan hidup Anda? YA TIDAK
2. Apakah Anda banyak meninggalkan aktivitas dan minat Anda? YA TIDAK
3. Apakah Anda merasa hidup Anda hampa? YA TIDAK
4. Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
5. Apakah Anda selalu bersemangat? YA TIDAK
6. Apakah Anda takut terjadi sesuatu yang buruk pada diri Anda? YA TIDAK
7. Apakah Anda selalu merasa bahagia? YA TIDAK
8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? YA TIDAK
9. Apakah Anda lebih suka berdiam diri di rumah dibandingkan keluar rumah dan melakukan hal baru? YA TIDAK
10. Apakah Anda merasa mempunyai lebih banyak masalah ingatan dibandingkan kebanyakan orang? YA TIDAK
11. Menurut Anda, apakah hidup sekarang menyenangkan? YA TIDAK
12. Apakah Anda merasa tidak berharga dengan keadaan Anda sekarang? YA TIDAK
13. Apakah Anda merasa penuh energi? YA TIDAK
14. Apakah Anda merasa situasi Anda tidak ada harapan? YA TIDAK
15. Apakah menurut Anda kebanyakan orang lebih baik keadaannya dibandingkan Anda? YA TIDAK   

Mencetak skor
Setiap jawaban yang menunjukkan depresi mendapat skor satu poin. Misalnya, pada pertanyaan di atas, satu poin akan diberikan jika orang tersebut menjawab “tidak” untuk pertanyaan pertama dan “ya” untuk pertanyaan kedua. Jawaban yang mengindikasikan depresi biasanya digarisbawahi atau dicetak tebal untuk menunjukkan respons yang diberi poin. Skor untuk GDS-15 berkisar dari 0 hingga 15: Semakin tinggi skornya, kemungkinan depresinya semakin parah.

GDS -15 diberi skor sebagai berikut:

>5 Poin   : menunjukkan depresi dan harus diikuti dengan penilaian komprehensif
≥10 Poin : hampir selalu menunjukkan depresi
<5 Poin   : depresi tidak mungkin terjadi

Hasil akhir dari penggunaan Geriatric Depression Scale (GDS) adalah skor total yang mencerminkan tingkat depresi seseorang. Skor ini dapat membantu dalam menentukan apakah seseorang mengalami depresi, seberapa parah gejalanya, dan langkah apa yang mungkin perlu diambil untuk mengelola kondisi tersebut. 

Beberapa manfaat dari penggunaan GDS antara lain:

Deteksi Dini Depresi:
GDS membantu mendeteksi dini gejala depresi pada orang lanjut usia. Ini penting karena depresi pada lansia sering kali tidak terdiagnosis dan tidak terkelola dengan baik.

Gda membantu deteksi dini gejala stres.
(Sumber: foto canva.com)

Penilaian yang Objektif: 
GDS memberikan penilaian objektif terhadap tingkat depresi seseorang berdasarkan respons terhadap serangkaian pertanyaan standar. Hal ini membantu profesional kesehatan dalam mengevaluasi kondisi pasien secara lebih terperinci.

Perencanaan Perawatan yang Tepat:
Berdasarkan skor GDS, profesional kesehatan dapat merencanakan perawatan yang tepat sesuai dengan tingkat keparahan depresi pasien. Ini dapat mencakup terapi kognitif perilaku, terapi obat, atau intervensi lainnya.

Pemantauan Perkembangan: 
GDS juga dapat digunakan sebagai alat pemantauan untuk menilai perkembangan pasien selama periode pengobatan atau intervensi. Dengan memantau skor GDS dari waktu ke waktu, profesional kesehatan dapat mengetahui apakah perawatan yang diberikan efektif atau perlu disesuaikan.

Peningkatan Kualitas Hidup: 
Dengan mengidentifikasi dan mengelola depresi secara efektif, GDS dapat membantu meningkatkan kualitas hidup orang lanjut usia. Mengurangi gejala depresi dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif, fisik, dan emosional mereka.

Pengambilan Keputusan yang Lebih Baik: 
Hasil dari GDS dapat membantu orang lanjut usia dan keluarga mereka dalam mengambil keputusan yang lebih baik terkait perawatan dan manajemen kondisi depresi.

Dengan demikian, hasil akhir dari penggunaan GDS adalah memberikan informasi yang berharga kepada profesional kesehatan dan individu yang dinilai, sehingga dapat meningkatkan pemahaman, deteksi, dan pengelolaan depresi pada orang lanjut usia.


Sumber:

https://bluemoonseniorcounseling.com/how-the-geriatric-depression-scale-helps-seniors/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8257896/

https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/geriatric-depression-scale 

https://journals.lww.com/md-journal/fulltext/2021/07020/gds_score_as_screening_tool_to_assess_the_risk_of.11.aspx

https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0046958020971184

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13607863.2012.758231

https://www.apa.org/pi/about/publications/caregivers/practice-settings/assessment/tools/geriatric-depression

https://typeset.io/questions/how-does-the-5-item-yesavage-geriatric-depression-scale-4auml3dpmt

https://www.verywellmind.com/geriatric-depression-scale-98621