Saturday, 13 July 2024

Waspada Komunitas Lansia yang Toksik, Merusak Kesejahteraan Mental.

       Munculnya beberapa komunitas lansia antara lain bertujuan untuk menjalin kebersamaan, kesetaraan, kesejahteraan secara suka dan rela. Namun dibalik kemuliaan yang dimajukan untuk kesejahteraan lansia tersebut. Muncul beberapa orang yang sadar atau tidak, berpikir negatif dan pesimis yang dapat menular pada individu yang lain. Orang yang toksik cenderung mencari kawan dan merasa puas bila ada anggota lain yang tertekan dan dikucilkan. 

Komunitas lansia ini memiliki AD/ART sejak awal sehingga terhindar dari toksik.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Contoh pengesahan AD/ART komunitas lansia yang baik:


Komunitas lansia yang toksik adalah kelompok di mana interaksi sosial di antara anggotanya bersifat negatif dan merugikan, menyebabkan stres dan menurunnya kesejahteraan. 

Beberapa karakteristik dari komunitas lansia yang toksik antara lain:

Gosip dan Fitnah: 
Gosip yang berlebihan dapat menciptakan lingkungan yang penuh ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan. Hal ini bisa membuat anggota komunitas merasa tidak aman dan terganggu​.

Diskriminasi dan Eksklusi: 
Lansia dalam komunitas yang toksik mungkin mengalami diskriminasi atau eksklusi berdasarkan kondisi fisik, kesehatan mental, status ekonomi, atau latar belakang sosial. Ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan perasaan tidak berharga​.

Kontrol dan Manipulasi: 
Beberapa individu mungkin mencoba mengendalikan atau memanipulasi anggota komunitas lainnya untuk keuntungan pribadi, yang dapat merusak dinamika kelompok dan menyebabkan konflik​.

Sikap Negatif dan Pesimis: 
Lingkungan yang dipenuhi dengan sikap negatif dan pesimis dapat menular, membuat anggota komunitas merasa tertekan dan kehilangan motivasi untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial​.

Kurangnya Dukungan Emosional:
Di komunitas yang toksik, dukungan emosional mungkin kurang atau tidak ada sama sekali. Anggota komunitas tidak merasa didukung dalam menghadapi tantangan atau kesulitan yang mereka hadapi​.

Komunitas jamur ini bersifat racun.
(Sumber: foto canva.com)
Ada 4 Tanda Komunitas yang Toksik:
1. Ada orang yang merasa berkuasa:
Komunitas yang baik adalah komunitas yang egaliter atau memiliki kesetaraan. Memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kesetaraan membuat anggota nyaman, karena memiliki aturan yang jelas sejak awal pendirian. Namun komunitas menjadi toksik bila dipimpin oleh orang yang merasa berkuasa dan main perintah. Komunitas toksik sebaiknya ditinggalkan saja karena tidak punya nilai dan buang waktu saja.

2. Tidak Memiliki Aturan yang Jelas:
Komunitas yang baik sejak awal memiliki aturan tertentu. Tanpa aturan menjadikan komunitas bertindak semaunya. Aturan dibuat berdasarkan pimpinannya dan kelompok toksik yang ada. Aturan berubah tanpa mekanisme yang jelas.

3. Saling Menikam:
Dalam komunikasi yang toksik, tidak jarang sesama anggota memiliki hubungan yang tidak baik, cemburu dan iri hati. Tanda yang jelas dari komunitas yang toksik, penggunaan bahasa yang kasar dan kotor, tidak membalas salam dari anggota yang lebih awal menyampaikan salam, saling sahut-menyahut sesama anggota toksik. Cenderung tidak peduli dengan pesan dari anggota tertentu. Tertutup dan tidak menerima perbedaan. 

4. Lebih Banyak Kegiatan tidak bermanfaat:
Komunitas sering kali melakukan kegiatan bersama. Mulai dari kegiatan bersenang-senang atau kegiatan lain yang bermanfaat. Bila kegiatan dilakukan tidak bermanfaat, hanya memenuhi ambisi pribadi dan kroninya maka dipastikan komunitas itu tidak baik dan toksik. Biasanya anggota yang penakut hanya tertekan dan tidak berdaya. Hindari komunitas toksik meskipun itu komunitas lansia karena usia tua dan muda tidak ada bedanya mengenai perilaku.

Beberapa Cara Mengatasi Komunitas Lansia yang Toksik:

Mendorong Komunikasi Terbuka: 
Mendorong anggota komunitas untuk berbicara secara terbuka dan jujur tentang perasaan mereka dapat membantu mengatasi masalah sebelum mereka berkembang menjadi lebih serius.

Penyuluhan dan Edukasi:
Mengadakan program penyuluhan tentang pentingnya hubungan yang sehat dan menghormati sesama dapat meningkatkan kesadaran dan mengurangi perilaku toksik.

Membangun Dukungan Sosial:
Mendorong kegiatan kelompok yang positif dan membangun dukungan sosial dapat membantu menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan mendukung.

Mediasi dan Resolusi Konflik: 
Menyediakan mekanisme untuk mediasi dan penyelesaian konflik dapat membantu mengatasi masalah antar anggota dengan cara yang konstruktif.

Pemantauan dan Evaluasi:
Secara teratur memantau dinamika kelompok dan mengevaluasi interaksi sosial dapat membantu mengidentifikasi masalah sejak dini dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki situasi.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, diharapkan komunitas lansia dapat menjadi tempat yang lebih positif dan mendukung bagi semua anggotanya.





Sumber:

https://www.psychologytoday.com/us/blog/charm-harm/202004/when-elderly-parents-are-abusive

https://www.agingcare.com/articles/setting-boundaries-with-parents-who-are-abusive-142804.htm

https://www.agingcare.com/articles/setting-boundaries-with-parents-who-are-abusive-142804.htm

https://www.webmd.com/mental-health/features/handle-toxic-family

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/abuse-of-older-people

https://www.psychologytoday.com/intl/blog/boomers-30/201901/why-do-younger-people-dislike-older-people






Tuesday, 9 July 2024

Ketakutan Terbesar Lansia: Bukan Kematian, Tapi Kesehatan yang Memburuk.

         Dalam sejarah manusia, kita telah memasuki era di mana mencapai usia tua dianggap sebagai hal yang biasa. Tidak seperti di masa lalu, ketika hidup sampai usia tua merupakan kemewahan yang hanya diberikan kepada orang-orang kaya, secara global sekitar 79% wanita dan 70% pria dapat mencapai usia 65 tahun dan seterusnya.

Beberapa orang begitu takutnya terhadap penuaan sehingga hal itu menjadi kondisi patologis yang disebut gerascophobia , yang mengarah kepada pikiran dan perilaku yang tidak rasional, misalnya, terpaku pada kesehatan, penyakit, dan kematian serta asyik menyembunyikan tanda-tanda penuaan.

Lansia ternyata takut dengan kesehatan yang memburuk.
(Sumber: foto Dwi Pa Tri Club)
Ketakutan pada lansia mengacu pada berbagai kekhawatiran, kecemasan, dan rasa takut yang dialami oleh individu yang berusia lanjut. Ketakutan ini dapat berasal dari berbagai faktor, termasuk perubahan fisik, mental, sosial, dan lingkungan yang sering kali terjadi seiring bertambahnya usia. 

Berdasarkan survei dan penelitian di seluruh dunia, beberapa hal yang paling ditakuti oleh lansia meliputi: 

Kesehatan yang Memburuk: Ketakutan terhadap penyakit kronis, penurunan fungsi fisik, dan penurunan kemampuan kognitif adalah kekhawatiran utama. Penyakit seperti Alzheimer, kanker, dan penyakit jantung sering menjadi sumber ketakutan.

Kehilangan Kemandirian: Banyak lansia khawatir kehilangan kemampuan untuk hidup mandiri dan harus bergantung pada orang lain untuk perawatan dan bantuan sehari-hari.

Kesepian dan Isolasi Sosial: Kehilangan pasangan hidup, teman, dan anggota keluarga sering kali menyebabkan perasaan kesepian dan isolasi sosial yang mendalam.

Masalah Keuangan: Kekhawatiran tentang kehabisan uang selama masa pensiun dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup adalah ketakutan yang umum. Ini termasuk kekhawatiran tentang biaya perawatan kesehatan yang tinggi.

Kehilangan Identitas dan Tujuan: Setelah pensiun, beberapa lansia merasa kehilangan identitas dan tujuan hidup. Mereka mungkin merasa tidak lagi memiliki peran yang berarti dalam masyarakat.

Ketergantungan pada Teknologi: Banyak lansia merasa kesulitan mengikuti perkembangan teknologi, yang dapat membuat mereka merasa tertinggal dan terisolasi.

Kehilangan Kendali atas Hidup: Ketakutan akan kehilangan kendali atas keputusan pribadi dan kehidupan sehari-hari, terutama jika harus masuk ke panti jompo atau fasilitas perawatan lainnya.

Ketakutan akan Kematian: Meskipun tidak selalu diungkapkan, ketakutan akan kematian dan proses kematian adalah sesuatu yang banyak dirasakan oleh lansia.

Ketakutan-ketakutan ini bisa bervariasi tergantung pada budaya, kondisi ekonomi, dan dukungan sosial yang tersedia di masing-masing negara.

       Kematian sering berada dalam urutan lebih rendah dalam daftar ketakutan lansia karena beberapa alasan:

Penerimaan Alamiah: Seiring bertambahnya usia, banyak lansia yang mulai menerima kematian sebagai bagian alami dari kehidupan. Pengalaman hidup dan refleksi sering kali membuat mereka lebih damai dengan kenyataan ini.

Pengalaman Hidup: Lansia telah menyaksikan dan mengalami banyak hal selama hidup mereka, termasuk kematian orang-orang yang mereka kenal dan cintai. Pengalaman ini dapat mengurangi ketakutan mereka terhadap kematian sendiri.

Persiapan Mental dan Spiritual: Banyak lansia yang mempersiapkan diri secara mental dan spiritual untuk kematian. Ini termasuk melalui praktik keagamaan, meditasi, atau diskusi terbuka tentang akhir hayat.

Prioritas Lain: Ketakutan terhadap masalah kesehatan, kehilangan kemandirian, kesepian, dan masalah keuangan sering kali lebih mendesak dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka secara langsung. Oleh karena itu, ketakutan-ketakutan ini lebih menonjol.

Dukungan Sosial: Dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas dapat membantu lansia merasa lebih aman dan diterima, mengurangi ketakutan terhadap kematian.

Penurunan Rasa Takut: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rasa takut terhadap kematian cenderung menurun seiring bertambahnya usia, mungkin karena penurunan sensitivitas emosional atau peningkatan kebijaksanaan dan perspektif hidup.

Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa ketakutan terhadap kematian masih ada dan signifikan bagi banyak lansia, meskipun mungkin tidak selalu menjadi ketakutan utama yang mereka rasakan.

Ketakutan terhadap kematian masih ada dan signifikan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
       Ketakutan dapat mempengaruhi kesehatan lansia secara signifikan. Ketakutan dan kecemasan yang terus-menerus dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental mereka. 

Beberapa cara bagaimana ketakutan dapat mempengaruhi kesehatan lansia:

Stres Kronis: Ketakutan yang berkelanjutan dapat menyebabkan stres kronis, yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, dan hipertensi.

Kesehatan Mental: Ketakutan dan kecemasan yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan. Ini dapat mengurangi kualitas hidup dan menyebabkan isolasi sosial.

Masalah Tidur: Ketakutan dan kecemasan dapat mengganggu pola tidur, menyebabkan insomnia atau gangguan tidur lainnya. Kurang tidur dapat memperburuk masalah kesehatan fisik dan mental.

Perilaku Kesehatan Negatif: Ketakutan dapat menyebabkan perilaku kesehatan negatif seperti kurangnya aktivitas fisik, pola makan yang buruk, dan ketidakpatuhan terhadap pengobatan atau rencana perawatan.

Fungsi Kognitif: Stres dan kecemasan kronis dapat mempengaruhi fungsi kognitif, mempercepat penurunan kognitif, dan meningkatkan risiko gangguan seperti demensia.

Isolasi Sosial: Ketakutan akan kesepian atau kehilangan kemandirian dapat menyebabkan isolasi sosial, yang dapat memperburuk masalah kesehatan fisik dan mental.

Gangguan Sistem Kekebalan: Stres dan kecemasan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat lansia lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit.

Untuk mengatasi dampak negatif ketakutan pada kesehatan lansia, penting untuk menyediakan dukungan sosial, akses ke perawatan kesehatan mental, dan menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung. Terapi, konseling, aktivitas fisik, dan keterlibatan sosial dapat membantu mengurangi ketakutan dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

       Lansia dapat mengambil berbagai langkah untuk mengatasi ketakutan dan meningkatkan kualitas hidup mereka. 

Beberapa upaya yang dapat dilakukan:

Mencari Dukungan Sosial:
  • Keluarga dan Teman: Menghabiskan waktu dengan keluarga dan teman dapat mengurangi rasa kesepian dan isolasi.
  • Komunitas dan Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan atau komunitas lansia dapat memberikan rasa memiliki dan dukungan emosional.
Aktivitas Fisik:
  • Olahraga Teratur: Aktivitas fisik seperti berjalan, berenang, atau yoga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental.
  • Kelas Kebugaran untuk Lansia: Bergabung dalam kelas kebugaran yang dirancang khusus untuk lansia dapat membantu menjaga kebugaran dan memberikan kesempatan untuk bersosialisasi.
Mengelola Stres dan Kecemasan:
  • Meditasi dan Relaksasi: Teknik meditasi, pernapasan dalam, dan relaksasi dapat membantu mengurangi stres.
  • Terapi: Terapi kognitif-behavioral atau konseling dapat membantu lansia mengatasi kecemasan dan depresi.
Kesehatan Mental:
  • Terapi dan Konseling: Mencari bantuan profesional melalui terapi atau konseling dapat membantu mengatasi ketakutan dan kecemasan.
  • Kegiatan Kreatif: Terlibat dalam kegiatan seperti melukis, menulis, atau berkebun dapat memberikan outlet emosional dan mengurangi stres.
Pendidikan dan Informasi:
  • Mendapatkan Informasi yang Akurat: Mengetahui lebih banyak tentang kesehatan, pengelolaan penyakit, dan perawatan dapat mengurangi ketakutan yang berasal dari ketidaktahuan.
  • Pelatihan Teknologi: Mengikuti pelatihan teknologi untuk tetap terhubung dengan dunia digital dan mengurangi ketakutan akan teknologi.
Menjaga Kesehatan Fisik:
  • Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur dapat membantu mendeteksi dan mengelola masalah kesehatan sejak dini.
  • Gizi yang Baik: Mengonsumsi makanan yang seimbang dan bergizi dapat mendukung kesehatan fisik dan mental.
Perencanaan Masa Depan:
  • Perencanaan Keuangan: Mengatur keuangan dengan baik dan merencanakan masa pensiun dapat mengurangi ketakutan akan masalah keuangan.
  • Perencanaan Perawatan: Merencanakan perawatan jangka panjang dan membuat keputusan perawatan kesehatan dapat memberikan rasa kontrol dan mengurangi ketakutan akan kehilangan kemandirian.
Keterlibatan dalam Komunitas:
  • Sukarelawan: Menjadi sukarelawan di komunitas dapat memberikan tujuan dan kepuasan, serta membantu mengurangi perasaan kesepian.
  • Kegiatan Sosial: Menghadiri acara sosial, bergabung dengan klub atau organisasi, dan berpartisipasi dalam kegiatan komunitas dapat meningkatkan keterlibatan sosial.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, lansia dapat mengurangi ketakutan mereka, meningkatkan kesejahteraan mereka, dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik.





Sumber:

https://www.seniorliving.org/finance/senior-fears-study/

https://theconversation.com/fear-of-ageing-is-really-a-fear-of-the-unknown-and-modern-society-is-making-things-worse-220925

https://www.forbes.com/health/medicare/fear-of-aging-survey/

https://en.wikipedia.org/wiki/Gerontophobia

https://en.wikipedia.org/wiki/Gerascophobia


       







Monday, 8 July 2024

Titik Rawan: Diet dan Kesehatan Lansia

        Berkat penelitian berkelanjutan di bidang nutrisi dan gerontologi. Apa yang kita konsumsi tidak hanya memberi  energi bagi tubuh kita, tetapi juga memengaruhi umur panjang dan kualitas tahun terakhir hidup kita.

Dalam konteks medis, istilah "diet" sering kali digunakan untuk merujuk pada pola makan yang terencana dan dikontrol untuk tujuan kesehatan tertentu. Diet adalah pola makan yang melibatkan pemilihan dan konsumsi makanan dan minuman yang dilakukan oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu. 

Diet dapat dipengaruhi oleh budaya dan keyakinan etis.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Diet dapat ditentukan berdasarkan berbagai faktor seperti tujuan kesehatan, budaya, preferensi pribadi, kondisi medis, atau kebutuhan nutrisi tertentu. 

Beberapa pengertian dan aspek terkait diet:

Definisi Umum:

Diet merujuk pada jenis dan jumlah makanan serta minuman yang dikonsumsi oleh seseorang secara rutin.

Tujuan Diet:
  • Penurunan Berat Badan: Diet yang dirancang untuk membantu menurunkan berat badan dengan mengurangi kalori atau memilih makanan yang rendah kalori.
  • Peningkatan Berat Badan: Diet yang bertujuan menambah berat badan dengan meningkatkan asupan kalori dan nutrisi.
  • Kesehatan dan Kesejahteraan Umum: Diet yang bertujuan untuk menjaga atau meningkatkan kesehatan umum, mengelola kondisi medis, atau meningkatkan energi dan kebugaran.
  • Kebutuhan Medis Khusus: Diet yang disesuaikan untuk kondisi medis tertentu, seperti diabetes, penyakit jantung, intoleransi laktosa, atau penyakit celiac.
Jenis-jenis Diet:
  • Diet Seimbang: Mengonsumsi berbagai jenis makanan dalam proporsi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.
  • Diet Rendah Karbohidrat: Mengurangi asupan karbohidrat dan meningkatkan asupan protein dan lemak.
  • Diet Vegetarian/Vegan: Menghindari konsumsi daging (vegetarian) atau semua produk hewani (vegan).
  • Diet Mediterania: Menekankan konsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, ikan, dan lemak sehat seperti minyak zaitun.
  • Diet Paleo: Berdasarkan pola makan nenek moyang manusia dengan fokus pada daging, ikan, buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan, sambil menghindari makanan olahan.
  • Diet Ketogenik: Diet tinggi lemak dan sangat rendah karbohidrat yang memaksa tubuh dalam kondisi ketosis, di mana lemak digunakan sebagai sumber energi utama.
Komponen Diet:
  • Makronutrien: Karbohidrat, protein, dan lemak yang dibutuhkan dalam jumlah besar.
  • Mikronutrien: Vitamin dan mineral yang dibutuhkan dalam jumlah kecil tetapi penting untuk fungsi tubuh.
  • Serat: Komponen penting dalam diet yang mendukung kesehatan pencernaan.
  • Air: Komponen vital dalam diet untuk hidrasi dan fungsi tubuh.
Pengaruh Budaya dan Etika:
  • Diet sering dipengaruhi oleh budaya, agama, tradisi, dan keyakinan etis. Misalnya, beberapa agama memiliki aturan makanan tertentu, dan beberapa orang memilih diet berdasarkan alasan etis seperti kesejahteraan hewan.
       
Lansia memilih diet seimbang agar tetap sehat.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
       Diet yang sesuai untuk lansia perlu mempertimbangkan kebutuhan gizi khusus yang berubah seiring bertambahnya usia. 

Beberapa panduan diet yang dapat membantu lansia untuk menjaga kesehatan dan vitalitas:

1. Konsumsi Nutrisi Seimbang
  • Protein: Penting untuk menjaga massa otot. Sumber protein yang baik meliputi ikan, ayam, kacang-kacangan, telur, dan produk susu rendah lemak.
  • Karbohidrat Kompleks: Pilih biji-bijian utuh seperti gandum, beras merah, dan oatmeal yang menyediakan serat dan energi.
  • Lemak Sehat: Fokus pada lemak tak jenuh seperti yang ditemukan dalam alpukat, kacang-kacangan, dan minyak zaitun. Hindari lemak trans dan lemak jenuh berlebihan.
2. Asupan Serat yang Cukup
  • Serat membantu mencegah sembelit dan menjaga kesehatan pencernaan. Sumber serat yang baik termasuk buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan kacang-kacangan.
3. Hidrasi yang Adekuat
  • Lansia sering kali merasa kurang haus sehingga perlu memastikan asupan cairan yang cukup. Air putih, teh herbal, dan sup adalah pilihan yang baik.
4. Vitamin dan Mineral Penting
  • Kalsium dan Vitamin D: Penting untuk kesehatan tulang. Sumber kalsium termasuk susu, yoghurt, keju, dan sayuran berdaun hijau. Sumber vitamin D meliputi ikan berlemak dan sinar matahari.
  • Vitamin B12: Ditemukan dalam daging, ikan, unggas, dan produk susu. Lansia mungkin memerlukan suplemen karena penyerapan vitamin ini menurun seiring bertambahnya usia.
  • Vitamin C dan E: Penting untuk sistem kekebalan tubuh. Sumbernya termasuk buah jeruk, paprika, stroberi, dan kacang-kacangan.
5. Kontrol Asupan Garam dan Gula
  • Batasi asupan garam untuk menghindari tekanan darah tinggi. Kurangi konsumsi gula tambahan untuk mencegah diabetes dan menjaga berat badan sehat.
6. Porsi Makan yang Terkontrol
  • Bagi lansia yang mengalami penurunan nafsu makan, makan dalam porsi kecil tetapi sering bisa membantu menjaga asupan nutrisi yang cukup.
7. Makanan Berwarna-warni
  • Konsumsi berbagai macam sayuran dan buah-buahan berwarna-warni untuk memastikan asupan beragam antioksidan dan fitonutrien.
8. Pertimbangkan Kondisi Kesehatan Khusus
  • Jika ada kondisi medis seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung, sesuaikan diet sesuai rekomendasi dokter atau ahli gizi.
Dengan mengikuti panduan ini, lansia dapat memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang diperlukan untuk mendukung kesehatan mereka sepanjang hari. Selalu konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk menyesuaikan diet dengan kebutuhan individu.



Sumber:

https://chefsforseniors.com/blog/diet-and-aging/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8838212/

https://medlineplus.gov/nutritionforolderadults.html

https://health.gov/news/202107/nutrition-we-age-healthy-eating-dietary-guidelines

https://health.clevelandclinic.org/how-to-age-better-by-eating-more-healthfully