Tuesday, 30 July 2024

Menunda-nunda Pekerjaan: Memahami dan Mengatasi Prokrastinasi Lansia

      Biasanya, para lansia menunda tugas-tugas seperti memperbarui surat wasiat, menghadiri janji temu medis, atau mengatur bantuan hidup sehari-hari . Setiap tugas ini sangat penting. Mengabaikannya dapat menyebabkan permasalahan di kemudian hari.

Prokrastinasi pada lansia adalah perilaku menunda-nunda pekerjaan atau tugas yang seharusnya dilakukan oleh individu yang sudah berusia lanjut. Meskipun prokrastinasi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pada lansia, ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi perilaku ini pada kelompok usia tersebut.
Menunda-nunda pekerjaan  dapat terjadi pada siapa saja.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
Penyebab Prokrastinasi pada Lansia:

Penurunan Kognitif: Lansia mungkin mengalami penurunan kognitif yang membuat mereka lebih sulit untuk memfokuskan perhatian, merencanakan, atau menyelesaikan tugas.

Kesehatan Fisik: Masalah kesehatan fisik seperti nyeri kronis, kelelahan, atau penyakit lainnya dapat membuat mereka enggan atau menunda-nunda aktivitas tertentu.

Depresi dan Kecemasan: Lansia yang mengalami depresi atau kecemasan mungkin merasa kurang termotivasi untuk menyelesaikan tugas atau merasa cemas tentang kemampuan mereka untuk melakukannya dengan baik.

Kurangnya Rasa Urgensi: Lansia yang sudah pensiun mungkin merasa bahwa mereka memiliki lebih banyak waktu untuk menyelesaikan tugas dan kurang merasakan tekanan untuk segera menyelesaikannya.

Ketergantungan pada Orang Lain: Lansia yang bergantung pada bantuan orang lain untuk menyelesaikan tugas sehari-hari mungkin menunda-nunda karena merasa bahwa tugas tersebut akan dilakukan oleh orang lain.

Dampak Prokrastinasi pada Lansia:

Penurunan Kualitas Hidup: Menunda-nunda tugas penting seperti pengobatan, pemeriksaan kesehatan, atau perawatan diri dapat mengurangi kualitas hidup dan memperburuk kondisi kesehatan.

Stres dan Kecemasan: Prokrastinasi dapat menyebabkan stres dan kecemasan karena tugas yang belum selesai terus membayangi pikiran.

Hubungan Sosial: Menunda-nunda tugas atau janji dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, atau penyedia layanan kesehatan.

Penurunan Produktivitas: Lansia yang sering menunda-nunda mungkin merasa kurang produktif dan tidak puas dengan pencapaian mereka sehari-hari.

Mengatasi Prokrastinasi pada Lansia:

Buat Jadwal Rutin: Membuat jadwal harian atau mingguan dapat membantu lansia mengatur waktu mereka dengan lebih baik.

Tetapkan Tujuan yang Realistis: Membagi tugas besar menjadi tugas-tugas kecil yang lebih mudah dicapai dapat membantu mengurangi rasa kewalahan.

Bantuan dan Dukungan: Mencari bantuan dari keluarga, teman, atau penyedia layanan kesehatan dapat membantu lansia menyelesaikan tugas yang menantang.

Terapi dan Konseling: Jika prokrastinasi terkait dengan masalah kesehatan mental seperti depresi atau kecemasan, terapi atau konseling dapat sangat bermanfaat.

Aktivitas Fisik dan Mental: Mengikuti aktivitas fisik dan mental yang teratur dapat membantu meningkatkan energi dan motivasi.

       Dengan pendekatan yang tepat, lansia dapat mengurangi perilaku prokrastinasi dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Setiap tugas yang diselesaikan merupakan langkah menuju ketenangan pikiran. Ini bukan hanya tentang tugas itu sendiri, tetapi tentang kualitas hidup dan kemandirian. Jadi, ambillah langkah pertama itu. Jangkau, cari bantuan, dan mulailah mengubah penundaan menjadi tindakan.



Sumber:

https://withalittlehelp.com/overcoming-procrastination-for-seniors 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6039828/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC10049005/

https://mural.maynoothuniversity.ie/18495 

https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/13607863.2024.2345781#abstract

Wednesday, 24 July 2024

Penderitaan Tak Berujung: Dampak Penyakit Kronis pada Lansia

        Lansia dengan penyakit kronis sering mengungkapkan perasaan mereka melalui berbagai ucapan yang mencerminkan tantangan fisik dan emosional yang mereka hadapi. 

Beberapa contoh ucapan yang sering diucapkan oleh lansia dengan penyakit kronis:
  • "Setiap hari rasanya sakit."
  • "Sekarang, berjalan sedikit saja membuat saya lelah."
  • "Kegiatan sehari-hari terasa sangat berat sekarang."
  • "Saya sering kali merasa menjadi beban bagi keluarga saya."
  • "Sulit untuk tetap optimis ketika setiap hari rasanya sulit."
Penyakit kronis pada lansia berdampak penderitaan.
(Sumber: foto Dwipatri club)
Beberapa penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan namun dapat bertahan lama pada lansia meliputi:

Diabetes Mellitus Tipe 2: Penyakit ini ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi dan membutuhkan pengelolaan seumur hidup melalui diet, olahraga, dan pengobatan.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi): Kondisi ini memerlukan pengendalian dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup.

Arthritis (Radang Sendi): Terutama osteoarthritis, penyakit ini menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi dan tidak dapat disembuhkan, tetapi gejalanya dapat dikelola.

Penyakit Jantung: Termasuk penyakit arteri koroner, yang membutuhkan manajemen seumur hidup melalui obat-obatan, diet, dan olahraga.

Alzheimer dan Demensia: Penyakit neurodegeneratif ini menyebabkan penurunan fungsi kognitif dan tidak ada obatnya, tetapi ada pengobatan yang dapat membantu memperlambat perkembangannya.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK): Penyakit paru-paru ini menyebabkan kesulitan bernapas dan memerlukan pengelolaan jangka panjang dengan obat-obatan dan terapi oksigen.

Penyakit-penyakit ini memerlukan perawatan dan pengelolaan yang berkelanjutan untuk menjaga kualitas hidup pasien.
       
Harapan Hidup dengan Penyakit Kronis.
       Lama harapan hidup lansia dengan penyakit kronis dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor seperti jenis penyakit, tingkat keparahan, pengelolaan penyakit, gaya hidup, dan kesehatan umum. 

Gambaran umum rata-rata harapan hidup lansia dengan beberapa penyakit kronis tersebut:

1. Diabetes Mellitus Tipe 2
Rata-rata Harapan Hidup: Lansia dengan diabetes tipe 2 bisa hidup bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, dengan pengelolaan yang baik. Namun, diabetes yang tidak terkontrol dapat memperpendek harapan hidup akibat komplikasi seperti penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal.

2. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Rata-rata Harapan Hidup: Lansia dengan hipertensi yang dikelola dengan baik dapat memiliki harapan hidup yang hampir sama dengan mereka yang tanpa hipertensi. Tanpa pengelolaan yang baik, hipertensi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan gagal ginjal yang dapat mempengaruhi harapan hidup.


3. Arthritis (Radang Sendi)
Rata-rata Harapan Hidup: Meskipun arthritis dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan menurunkan kualitas hidup, itu tidak secara langsung mempengaruhi harapan hidup. Namun, penyakit ini dapat menyebabkan keterbatasan mobilitas yang dapat berkontribusi pada masalah kesehatan lainnya.

4. Penyakit Jantung
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup bervariasi tergantung pada jenis dan keparahan penyakit jantung. Dengan manajemen yang baik, banyak lansia dapat hidup bertahun-tahun setelah diagnosis. Penyakit jantung yang tidak terkontrol dapat memperpendek harapan hidup.

5. Alzheimer dan Demensia
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup setelah diagnosis Alzheimer atau demensia rata-rata sekitar 4-8 tahun, namun beberapa pasien dapat hidup hingga 20 tahun, tergantung pada usia saat diagnosis, tingkat keparahan, dan pengelolaan penyakit.

6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Rata-rata Harapan Hidup: Harapan hidup bervariasi tergantung pada tingkat keparahan PPOK. Pada tahap ringan, lansia dapat hidup selama bertahun-tahun dengan pengelolaan yang baik. Pada tahap lanjut, harapan hidup bisa lebih pendek, sering kali berkisar antara 5-10 tahun setelah diagnosis.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harapan Hidup

Pengelolaan Penyakit: Kepatuhan terhadap pengobatan, diet, dan rutinitas olahraga sangat penting.
Gaya Hidup: Menghindari merokok, mengonsumsi makanan sehat, dan menjaga berat badan yang sehat.

Dukungan Keluarga dan Sosial: Dukungan dari keluarga dan teman dapat membantu dalam pengelolaan penyakit dan kesejahteraan emosional.

Akses ke Perawatan Kesehatan: Akses ke perawatan medis yang berkualitas dan pemeriksaan rutin dapat mempengaruhi hasil kesehatan.
Setiap individu berbeda, dan beberapa mungkin hidup lebih lama atau lebih pendek dari rata-rata tergantung pada berbagai faktor ini.

Penderitaan Fisik dan Emosional.
       Penyakit kronis pada lansia sering kali menyebabkan penderitaan fisik dan emosional yang signifikan. 

Beberapa penderitaan yang biasanya dialami oleh lansia dengan penyakit-penyakit tersebut:

Diabetes Mellitus Tipe 2:
  • Fisik: Kelelahan, infeksi yang lambat sembuh, neuropati (kerusakan saraf), masalah penglihatan, dan komplikasi seperti penyakit jantung dan gagal ginjal.
  • Emosional: Stres terkait pengelolaan penyakit, kecemasan tentang komplikasi, dan depresi.
Hipertensi:
  • Fisik: Sakit kepala, pusing, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital seperti jantung, otak, dan ginjal.
  • Emosional: Kecemasan tentang tekanan darah tinggi yang bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung.
Arthritis (Radang Sendi):
  • Fisik: Nyeri kronis, kekakuan, dan keterbatasan gerak yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
  • Emosional: Frustrasi, depresi akibat keterbatasan fisik, dan isolasi sosial karena kesulitan beraktivitas.
Penyakit Jantung:
  • Fisik: Nyeri dada (angina), kelelahan, sesak napas, dan risiko serangan jantung atau gagal jantung.
  • Emosional: Ketakutan akan serangan jantung, kecemasan, dan stres.
Alzheimer dan Demensia:
  • Fisik: Penurunan kemampuan fisik seiring perkembangan penyakit.
  • Emosional: Kebingungan, kehilangan ingatan, perubahan perilaku, serta stres dan depresi pada pasien dan keluarganya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
  • Fisik: Sesak napas, batuk kronis, kelelahan, dan penurunan kapasitas fisik.
  • Emosional: Kecemasan tentang kesulitan bernapas, depresi, dan perasaan tidak berdaya.
Selain penderitaan fisik dan emosional, penyakit-penyakit ini juga dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia secara keseluruhan, termasuk mengurangi kemandirian dan meningkatkan ketergantungan pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.

       Mengelola penyakit kronis pada lansia memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan perubahan gaya hidup, pengobatan, serta dukungan emosional dan sosial.

Beberapa langkah umum dalam mengelola penyakit-penyakit tersebut:

1. Diabetes Mellitus Tipe 2
  • Diet dan Nutrisi: Mengkonsumsi makanan sehat dengan rendah gula dan karbohidrat, serta meningkatkan asupan serat.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan kaki atau senam ringan.
  • Obat-obatan: Menggunakan insulin atau obat penurun gula darah sesuai anjuran dokter.
  • Pemeriksaan Rutin: Memantau kadar gula darah secara teratur dan melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
2. Hipertensi
  • Diet dan Nutrisi: Mengurangi asupan garam, lemak jenuh, dan meningkatkan konsumsi buah, sayur, dan biji-bijian.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang teratur seperti berjalan, berenang, atau yoga.
  • Obat-obatan: Mengkonsumsi obat antihipertensi sesuai resep dokter.
  • Pengelolaan Stres: Menggunakan teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau terapi.
3. Arthritis
  • Olahraga: Latihan yang tidak memberatkan sendi seperti berenang atau yoga.
  • Terapi Fisik: Terapi untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas.
  • Obat-obatan: Penggunaan obat antiinflamasi dan analgesik untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
  • Perangkat Bantuan: Menggunakan alat bantu seperti tongkat atau penyangga lutut.
4. Penyakit Jantung
  • Diet dan Nutrisi: Mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh, kolesterol, dan natrium.
  • Olahraga: Aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi kesehatan, seperti berjalan atau bersepeda.
  • Obat-obatan: Mengkonsumsi obat-obatan yang diresepkan untuk mengelola tekanan darah, kolesterol, dan fungsi jantung.
  • Pengawasan Kesehatan: Pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk memantau kondisi jantung.
5. Alzheimer dan Demensia
  • Lingkungan Aman: Menciptakan lingkungan yang aman dan mudah diakses untuk mengurangi risiko cedera.
  • Stimulasi Mental: Melibatkan pasien dalam aktivitas yang merangsang kognitif seperti teka-teki atau permainan memori.
  • Obat-obatan: Menggunakan obat-obatan yang dapat memperlambat perkembangan gejala.
  • Dukungan Emosional: Memberikan dukungan emosional dan menjaga keterlibatan sosial.
6. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
  • Penghindaran Asap Rokok: Menghindari asap rokok dan polutan udara.
  • Terapi Oksigen: Menggunakan terapi oksigen jika diperlukan.
  • Olahraga: Latihan pernapasan dan aktivitas fisik yang sesuai.
  • Obat-obatan: Menggunakan bronkodilator dan obat-obatan lain sesuai resep dokter.
  • Rehabilitasi Paru: Program rehabilitasi untuk meningkatkan kapasitas pernapasan.
7. Dukungan Emosional dan Sosial
  • Konseling dan Terapi: Mendapatkan dukungan dari psikolog atau konselor.
  • Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan untuk berbagi pengalaman dan strategi.
  • Dukungan Keluarga: Keterlibatan keluarga dalam memberikan perawatan dan dukungan emosional.
Dengan pendekatan yang komprehensif, kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis dapat ditingkatkan, dan gejala serta komplikasi penyakit dapat dikelola dengan lebih baik.


Sumber:

https://www.ncoa.org/article/the-top-10-most-common-chronic-conditions-in-older-adults

https://www.qld.gov.au/health/support/end-of-life/care/conditions

https://www.canada.ca/en/public-health/services/publications/diseases-conditions/aging-chronic-diseases-profile-canadian-seniors-report.html

https://www.webmd.com/depression/chronic-illnesses-depression

https://my.clevelandclinic.org/health/articles/9288-chronic-illness-and-depression

https://www.cdc.gov/chronic-disease/living-with/index.html




Monday, 22 July 2024

Misteri Bad Mood pada Lansia: Apakah Itu Firasat?

        Bad mood atau suasana hati yang buruk bisa disebabkan oleh banyak faktor seperti stres, kurang tidur, atau masalah pribadi. Beberapa orang percaya bahwa suasana hati yang buruk bisa menjadi firasat atau pertanda sesuatu yang akan terjadi, meskipun ini lebih bersifat subjektif dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Kepercayaan suasana hati yang buruk berhubungan dengan kejadian.
(Sumber: foto LPC- lansia)
Dalam psikologi, suasana hati dipengaruhi oleh berbagai faktor biologis, psikologis, dan lingkungan. Kadang-kadang, orang mungkin mengaitkan bad mood dengan firasat karena mereka mencari makna atau pola dalam peristiwa hidup mereka. Namun, penting untuk diingat bahwa ini adalah interpretasi pribadi dan bukan merupakan bukti ilmiah.

Jika suasana hati yang buruk sering terjadi atau berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari, mungkin bermanfaat untuk mencari bantuan dari seorang profesional seperti psikolog atau konselor. Mereka dapat membantu mengidentifikasi penyebab suasana hati yang buruk dan memberikan strategi untuk mengelolanya.

       Ciri-ciri bad mood yang dikaitkan dengan firasat pada lansia bisa lebih kompleks karena melibatkan kombinasi perasaan emosional dan intuisi pribadi. 

Beberapa ciri yang mungkin muncul meliputi:

Perasaan Gelisah atau Tidak Nyaman: Lansia mungkin merasa gelisah atau tidak nyaman tanpa alasan yang jelas, seperti ada sesuatu yang tidak beres.

Kekhawatiran Berlebihan: Rasa khawatir yang tidak biasa tentang peristiwa atau orang tertentu, sering kali tanpa alasan konkret.

Mimpi atau Pengalaman Sensorik: Lansia mungkin melaporkan mimpi yang kuat atau pengalaman sensorik lainnya yang mereka anggap sebagai pertanda.

Perubahan dalam Perilaku Rutinitas: Perubahan mendadak dalam rutinitas sehari-hari atau kebiasaan yang disertai perasaan bahwa mereka harus melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda.

Intuisi yang Kuat: Mengalami intuisi yang kuat atau perasaan batin bahwa sesuatu akan terjadi, meskipun tidak ada bukti yang jelas.

Refleksi Mendalam: Lansia mungkin lebih sering merenung atau memikirkan tentang masa lalu dan masa depan dengan perasaan bahwa sesuatu akan terjadi.

Kehilangan Minat pada Aktivitas Favorit: Merasa tidak bersemangat tentang hal-hal yang biasanya mereka nikmati, dengan perasaan bahwa ada sesuatu yang mengganggu.

Ketegangan Fisik: Mengalami ketegangan fisik, seperti sakit kepala atau ketegangan otot, yang tidak dapat dijelaskan secara medis.

Perubahan Pola Tidur: Kesulitan tidur karena perasaan khawatir atau mimpi yang mengganggu.

Kebutuhan Mendadak untuk Berbicara atau Menulis: Perasaan mendesak untuk berbicara dengan seseorang atau menulis tentang perasaan mereka, seolah-olah mencoba mengekspresikan firasat yang mereka alami.

Jika firasat atau intuisi ini disertai dengan bad mood yang berkepanjangan dan mempengaruhi kualitas hidup lansia, penting untuk berkonsultasi dengan seorang profesional kesehatan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan dukungan yang diperlukan.

       Faktor-faktor yang menyebabkan bad mood dikaitkan dengan firasat pada lansia dapat berasal dari berbagai aspek, termasuk psikologis, biologis, dan lingkungan. 

Beberapa faktor yang mungkin berperan:

1. Perubahan Fisiologis dan Kesehatan
  • Perubahan Hormon: Perubahan hormon pada lansia, seperti penurunan hormon serotonin dan dopamin, dapat mempengaruhi suasana hati dan membuat mereka lebih rentan terhadap perasaan cemas atau khawatir.
  • Kesehatan Fisik: Penyakit kronis, rasa sakit, atau kondisi kesehatan lainnya dapat mempengaruhi suasana hati dan menyebabkan perasaan tidak nyaman yang mungkin diinterpretasikan sebagai firasat.
  • Penurunan Kognitif: Penurunan fungsi kognitif dapat mempengaruhi cara lansia menginterpretasikan perasaan mereka dan dapat meningkatkan perasaan cemas atau takut yang dikaitkan dengan firasat.
2. Pengalaman Hidup dan Pengaruh Psikologis
  • Pengalaman Hidup: Lansia mungkin memiliki lebih banyak pengalaman hidup yang membuat mereka lebih peka terhadap perubahan atau tanda-tanda yang mereka anggap sebagai firasat.
  • Trauma Masa Lalu: Pengalaman traumatis di masa lalu dapat mempengaruhi suasana hati dan menyebabkan mereka lebih peka terhadap perasaan cemas atau firasat.
  • Kesepian dan Isolasi: Kesepian atau isolasi sosial dapat memperburuk suasana hati dan membuat lansia lebih rentan terhadap perasaan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
3. Pengaruh Lingkungan dan Sosial
  • Stres Lingkungan: Lingkungan yang tidak stabil atau adanya peristiwa kehidupan yang menegangkan dapat menyebabkan bad mood dan perasaan firasat.
  • Dukungan Sosial: Kurangnya dukungan sosial atau jaringan sosial yang lemah dapat memperburuk perasaan cemas dan firasat pada lansia.
4. Budaya dan Kepercayaan Pribadi
  • Kepercayaan Budaya: Beberapa budaya atau keyakinan pribadi lebih menekankan pentingnya firasat atau intuisi, yang dapat mempengaruhi cara lansia menafsirkan bad mood mereka.
  • Spiritualitas: Tingkat spiritualitas atau keagamaan seseorang dapat mempengaruhi keyakinan mereka tentang firasat dan tanda-tanda dari perasaan internal.
5. Perubahan dalam Kehidupan Sehari-hari
  • Rutinitas yang Berubah: Perubahan dalam rutinitas sehari-hari atau kehilangan rasa tujuan setelah pensiun dapat menyebabkan bad mood dan perasaan firasat.
  • Ketergantungan pada Orang Lain: Perasaan kehilangan kendali atau ketergantungan pada orang lain untuk perawatan sehari-hari dapat menyebabkan kecemasan dan bad mood yang dikaitkan dengan firasat.
Jika bad mood dan firasat ini mempengaruhi kualitas hidup lansia, penting untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental atau konselor untuk mengatasi masalah ini dan memberikan dukungan yang dibutuhkan.
Apakah ada hubungan antara bad mood dengan firasat.
(Sumber: foto LPC-Lansia)
       Hubungan antara bad mood dan firasat lebih bersifat subjektif dan sering kali didasarkan pada pengalaman pribadi daripada didukung oleh bukti ilmiah yang kuat. Namun, ada beberapa konsep psikologis dan neurologis yang bisa memberikan wawasan tentang mengapa orang mungkin mengaitkan bad mood dengan firasat:

1. Intuisi dan Ketidaksadaran
  • Intuisi: Intuisi sering digambarkan sebagai proses berpikir yang cepat dan tanpa sadar yang dapat memberikan perasaan atau "firasat" tentang situasi tertentu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intuisi dapat didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan informasi yang diproses di bawah sadar.
  • Ketidaksadaran: Pikiran bawah sadar dapat memproses informasi yang tidak disadari oleh pikiran sadar, yang kadang-kadang dapat muncul sebagai firasat atau intuisi. Misalnya, jika seseorang merasa tidak nyaman tentang situasi tertentu, mungkin ada tanda-tanda halus yang telah diproses oleh otak mereka tanpa mereka sadari.
2. Emosi dan Kognisi
  • Interaksi Emosi dan Kognisi: Emosi dan kognisi saling mempengaruhi. Suasana hati yang buruk dapat mempengaruhi cara seseorang memproses informasi dan membuat keputusan. Ini bisa membuat mereka lebih peka terhadap potensi ancaman atau masalah, yang kemudian mereka interpretasikan sebagai firasat.
  • Bias Negatif: Ketika seseorang berada dalam suasana hati yang buruk, mereka cenderung lebih fokus pada informasi negatif dan mengabaikan informasi positif. Ini bisa membuat mereka merasa lebih waspada atau memiliki firasat tentang hal-hal buruk yang mungkin terjadi.
3. Faktor Biologis
  • Neurotransmiter: Ketidakseimbangan neurotransmiter seperti serotonin dan dopamin dapat mempengaruhi suasana hati dan persepsi. Suasana hati yang buruk mungkin meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman atau masalah yang diinterpretasikan sebagai firasat.
  • Respon Stres: Ketika seseorang mengalami stres atau kecemasan, tubuh mereka melepaskan hormon stres seperti kortisol. Ini dapat meningkatkan kewaspadaan dan membuat mereka lebih peka terhadap lingkungan mereka, yang mungkin diinterpretasikan sebagai firasat.
4. Pengalaman dan Belief Sistem
  • Pengalaman Hidup: Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi bagaimana seseorang menafsirkan suasana hati mereka saat ini. Jika seseorang pernah mengalami kejadian buruk setelah merasa bad mood, mereka mungkin menghubungkan kedua hal tersebut di masa depan.
  • Kepercayaan Pribadi dan Budaya: Keyakinan budaya dan pribadi tentang firasat dan intuisi dapat mempengaruhi bagaimana seseorang menafsirkan suasana hati mereka. Dalam beberapa budaya, firasat dianggap penting dan dapat mempengaruhi bagaimana seseorang memandang pengalaman emosional mereka.
5. Psikologi Evolusioner
  • Mekanisme Pertahanan: Dari perspektif evolusioner, perasaan cemas atau tidak nyaman mungkin berfungsi sebagai mekanisme pertahanan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi ancaman.
Secara keseluruhan, meskipun tidak ada bukti ilmiah langsung yang menghubungkan bad mood dengan firasat, ada beberapa mekanisme psikologis dan biologis yang dapat menjelaskan mengapa orang mungkin merasakan hubungan tersebut. Pendekatan yang holistik dan memahami konteks individu dapat membantu dalam mengelola perasaan ini.

       Mengatasi bad mood yang berkaitan dengan firasat pada lansia memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan aspek fisik, emosional, sosial, dan spiritual. 

Beberapa strategi yang dapat membantu:

1. Perawatan Kesehatan Fisik
  • Konsultasi Medis: Periksakan kesehatan secara rutin untuk memastikan tidak ada kondisi fisik yang mendasari bad mood.
  • Olahraga Teratur: Aktivitas fisik dapat meningkatkan suasana hati dan mengurangi stres.
  • Pola Makan Sehat: Diet seimbang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik secara positif.
  • Tidur yang Cukup: Pastikan mendapat tidur yang berkualitas untuk mengurangi kelelahan dan memperbaiki suasana hati.
2. Pendekatan Psikologis
  • Terapi Bicara: Konseling atau terapi kognitif-behavioral (CBT) dapat membantu lansia memahami dan mengelola perasaan mereka.
  • Mindfulness dan Meditasi: Teknik ini dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan emosional.
  • Pengelolaan Stres: Latihan relaksasi seperti yoga atau teknik pernapasan dalam dapat membantu mengatasi stres.
3. Dukungan Sosial
  • Jaringan Dukungan: Menjaga hubungan dengan keluarga dan teman dapat memberikan dukungan emosional yang penting.
  • Kelompok Dukungan: Bergabung dengan kelompok dukungan atau komunitas lansia dapat membantu berbagi pengalaman dan mengurangi rasa kesepian.
  • Aktivitas Sosial: Partisipasi dalam kegiatan sosial atau hobi dapat membantu menjaga kesejahteraan mental dan memberikan rasa tujuan.

4. Pendekatan Spiritual dan Kebudayaan
  • Kegiatan Spiritual: Partisipasi dalam kegiatan keagamaan atau spiritual dapat memberikan kenyamanan dan mengurangi kecemasan.
  • Ritual Budaya: Mengikuti ritual atau tradisi budaya yang memberikan rasa nyaman dan keakraban.
5. Perubahan Lingkungan dan Gaya Hidup
  • Lingkungan yang Mendukung: Ciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung di rumah.
  • Rutinitas yang Terstruktur: Menjaga rutinitas harian yang teratur dapat memberikan rasa stabilitas.
  • Pelibatan dalam Kegiatan Bermakna: Terlibat dalam kegiatan yang memberikan rasa tujuan dan makna dapat membantu meningkatkan suasana hati.
6. Konsultasi dengan Profesional
  • Psikolog atau Psikiater: Konsultasi dengan profesional kesehatan mental untuk evaluasi dan intervensi yang tepat.
  • Pelatihan Keterampilan Coping: Profesional dapat mengajarkan keterampilan coping untuk mengelola perasaan cemas dan firasat yang negatif.
7. Pendidikan dan Kesadaran
  • Pendidikan tentang Kesehatan Mental: Memahami tentang kesehatan mental dan bagaimana mengelola emosi dapat membantu mengatasi bad mood.
  • Penulisan Jurnal: Menulis perasaan dan pengalaman dapat membantu lansia memahami dan mengelola perasaan mereka.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan dukungan dari keluarga serta profesional, lansia dapat lebih baik dalam mengelola bad mood yang berkaitan dengan firasat dan meningkatkan kualitas hidup mereka.






Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7484115/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5003566/

https://psychcentral.com/anxiety/feeling-of-impending-doom

https://www.researchgate.net/publication/40648156_Premonition_of_Death_in_Trauma_A_Survey_of_Healthcare_Providers

https://www.healthline.com/health/feeling-of-impending-doom

https://www.verywellmind.com/sense-of-impending-doom-symptom-4129656