Tuesday, 26 December 2023

Hati-hati, Lansia linglung atau Bingung

         Istilah "linglung" dan "kebingungan" dalam bahasa Indonesia dapat digunakan untuk menyatakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami ketidakjelasan pikiran atau kesulitan dalam berpikir dengan jelas. Meskipun keduanya dapat digunakan secara bergantian, baik "linglung" maupun "kebingungan" memiliki nuansa yang sedikit berbeda. 

Kebingungan sering kali menimpa lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Kebingungan lebih sering digunakan secara umum untuk menyatakan keadaan di mana seseorang merasa bingung atau kesulitan dalam memahami atau memproses informasi. Kebingungan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah kognitif, gangguan tidur, stres, atau kondisi medis lainnya.

Linglung memiliki makna yang mirip dengan "kebingungan," tetapi sering kali merujuk pada suatu keadaan di mana seseorang tampak seperti tidak sepenuhnya sadar atau tidak fokus. Orang yang mengalami "linglung" mungkin terlihat seperti mereka tidak sepenuhnya hadir atau kesulitan untuk berkonsentrasi.

Gejala kebingungan meliputi masalah ingatan jangka pendek, kesulitan melaksanakan tugas, rentang perhatian yang buruk, ucapan tidak jelas, dan kesulitan mengikuti percakapan. Terkadang kebingungan bisa bersifat sementara dan akan berlalu. Terkadang kebingungan bersifat jangka panjang dan disebabkan oleh kondisi permanen.

      Kebingungan pada lansia dapat merujuk pada kondisi di mana seseorang yang berusia lanjut mengalami kesulitan dalam memproses informasi, memahami lingkungan sekitar, atau menjalani aktivitas sehari-hari. Kebingungan pada lansia sering kali terkait dengan gangguan kognitif atau gangguan pada sistem saraf pusat. 

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kebingungan pada lansia meliputi:

Demensia: 

Salah satu penyebab utama kebingungan pada lansia adalah demensia, seperti penyakit Alzheimer. Pada demensia, terjadi kerusakan pada sel-sel otak yang memengaruhi fungsi kognitif, termasuk ingatan, pemikiran, dan kemampuan berbicara.

Penyebab utama kebingungan adalah demensia.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan delirium: 

Lansia juga rentan mengalami delirium, yang merupakan kebingungan akut dan fluktuatif yang disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk infeksi, dehidrasi, atau perubahan obat.

Gangguan penglihatan atau pendengaran: 

Masalah dengan indera penglihatan atau pendengaran dapat menyebabkan kebingungan pada lansia. Mereka mungkin kesulitan membaca, memahami informasi visual, atau merespons rangsangan auditori dengan benar.

Efek samping obat: 

Beberapa obat tertentu atau interaksi antar obat dapat menyebabkan kebingungan pada lansia. Kondisi ini sering kali dapat diatasi dengan menyesuaikan dosis atau mengganti jenis obat.

Gangguan tidur: 

Kurang tidur atau gangguan tidur dapat menyebabkan kebingungan pada lansia. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan kemampuan konsentrasi.

💬Kebingungan pada lansia memerlukan evaluasi medis menyeluruh untuk menentukan penyebabnya. Penanganan dapat melibatkan perawatan medis, perubahan dalam lingkungan hidup, dukungan keluarga, dan terapi yang sesuai.  

       Kebingungan pada lansia dapat ditandai dengan sejumlah ciri-ciri yang dapat mencakup perubahan perilaku, perubahan kognitif, dan gejala fisik. 

Beberapa ciri kebingungan pada lansia:

Perubahan pada Fungsi Kognitif:

  • Penurunan Memori: Kesulitan mengingat informasi baru atau mengakses ingatan yang sudah ada.
  • Disorientasi: Kebingungan terhadap waktu, tempat, atau orang.
  • Kesulitan Berkonsentrasi dan Memproses Informasi: Menemui kesulitan dalam fokus atau menyelesaikan tugas-tugas yang membutuhkan pemikiran lebih tinggi.

Perubahan fungsi kognitif ciri kebingungan pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan Perilaku dan Emosional:

  • Perubahan Mood: Mungkin terjadi perubahan mood yang drastis, seperti perasaan cemas, marah, atau depresi.
  • Agitasi: Perilaku yang tidak tenang, gelisah, atau cemas.
  • Perubahan Karakteristik Pribadi: Lansia mungkin menunjukkan perubahan dalam kepribadian mereka.

Gangguan Komunikasi:

Kesulitan Berbicara atau Menulis: Kesulitan untuk mengekspresikan pikiran secara jelas atau mengorganisir kata-kata.

Gangguan Motorik:

Ketidakmampuan Menjaga Keseimbangan atau Berjalan: Lansia mungkin mengalami kesulitan berjalan atau koordinasi gerakan tubuh.

Gangguan Pola Tidur:

Insomnia atau Tidur Berlebihan: Perubahan dalam pola tidur, seperti kesulitan tidur atau tidur berlebihan.

Perubahan dalam Kemampuan Menyelesaikan Tugas Sehari-hari:

Kesulitan Melakukan Tugas Sehari-hari: Misalnya, kesulitan mengenali benda-benda sehari-hari atau menyelesaikan aktivitas rumah tangga.

Reaksi Fisik:

Kehilangan Nafsu Makan: Lansia mungkin kehilangan nafsu makan atau tidak mampu mempersiapkan makanan dengan baik.

Gangguan Kesehatan Fisik: Kondisi fisik seperti kelemahan, gemetaran, atau masalah kesehatan lainnya.

       Mencegah kebingungan pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang mencakup perawatan kesehatan umum, pengelolaan kondisi kesehatan tertentu, dan perubahan dalam gaya hidup. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mencegah kebingungan pada lansia:

Rutin Pemeriksaan Kesehatan:

Lansia sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan rutin untuk mendeteksi dan mengelola penyakit atau kondisi kesehatan yang mungkin menyebabkan kebingungan, seperti penyakit jantung, diabetes, atau tekanan darah tinggi.

Pola Makan Sehat:

Mendorong konsumsi makanan sehat yang kaya nutrisi, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan ikan yang kaya omega-3. Hindari konsumsi berlebihan gula dan lemak jenuh.

Makanan sehat kaya dengan nutrisi.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Fisik:

Melibatkan lansia dalam aktivitas fisik secara teratur dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah ke otak, memperkuat otot, dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

Jaga Keseimbangan dan Koordinasi:

Latihan yang dirancang untuk meningkatkan keseimbangan dan koordinasi dapat membantu mencegah jatuh, yang dapat menjadi faktor risiko kebingungan pada lansia.

Manajemen Stres:

Teknik relaksasi, meditasi, atau yoga dapat membantu mengurangi tingkat stres, yang dapat berkontribusi pada kebingungan pada lansia.

Cegah Dehidrasi:

Pastikan lansia cukup minum untuk mencegah dehidrasi. Dehidrasi dapat memengaruhi fungsi kognitif dan menyebabkan kebingungan.

Perhatikan Pola Tidur:

Pastikan lansia mendapatkan cukup tidur berkualitas setiap malam. Jika ada masalah tidur, konsultasikan dengan profesional kesehatan.

Pengelolaan Obat dengan Bijak:

Pastikan obat-obatan yang dikonsumsi sesuai dengan resep dokter dan tidak ada interaksi obat yang berpotensi menyebabkan kebingungan. Diskusikan efek samping obat dengan dokter.

Stimulasi Kognitif:

Berbagai aktivitas yang merangsang otak, seperti membaca, menulis, atau bermain puzzle, dapat membantu menjaga keterampilan kognitif.

Dukungan Sosial:

Jaga komunikasi dan keterlibatan sosial dengan teman, keluarga, dan komunitas. Isolasi sosial dapat meningkatkan risiko kebingungan.

      Pengobatan kebingungan pada lansia akan tergantung pada penyebab spesifik kebingungan tersebut. Karena kebingungan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis, baik yang bersifat sementara maupun kronis, penting untuk melakukan evaluasi medis menyeluruh oleh profesional kesehatan.

Beberapa langkah umum yang dapat diambil untuk mengobati kebingungan pada lansia:

Evaluasi Medis:

Lansia yang mengalami kebingungan sebaiknya menjalani pemeriksaan menyeluruh oleh dokter atau spesialis, seperti neurolog atau geriater. Ini akan membantu mengidentifikasi penyebab yang mendasari kebingungan.

Penanganan Penyebab yang Mendasari:

Terapi atau pengobatan akan ditargetkan pada penyebab spesifik kebingungan. Misalnya, jika kebingungan disebabkan oleh infeksi, kondisi metabolik, atau gangguan kesehatan lainnya, penanganan akan difokuskan pada mengatasi masalah tersebut.

Manajemen Obat:

Jika kebingungan disebabkan oleh efek samping obat atau interaksi obat, dokter mungkin akan menyesuaikan dosis, mengganti obat, atau menghentikan penggunaan obat tertentu.

Rehabilitasi dan Terapi:

Terapi rehabilitasi, termasuk terapi fisik dan terapi okupasional, dapat membantu meningkatkan keseimbangan, koordinasi, dan kemampuan fungsional lainnya.

Terapi Kognitif:

Untuk kebingungan yang disebabkan oleh gangguan kognitif seperti demensia, terapi kognitif atau intervensi kognitif dapat membantu memperlambat perkembangan gejala dan meningkatkan kualitas hidup.

Manajemen Stres dan Kesehatan Mental:

Teknik manajemen stres, dukungan psikososial, dan terapi konseling dapat membantu lansia mengatasi kecemasan atau depresi yang mungkin berkontribusi pada kebingungan.

Pengelolaan Lingkungan:

Modifikasi lingkungan, seperti mengurangi kebisingan, meningkatkan pencahayaan, atau meminimalkan distraksi, dapat membantu lansia mengatasi kebingungan.

Modifikasi lingkungan menjadi tempat aman dan nyaman.
(Sumber: foto canva.com)

 Perawatan Holistik:

Menerapkan pendekatan holistik dalam perawatan, termasuk perhatian terhadap aspek kesehatan fisik dan mental, serta mendukung kesejahteraan keseluruhan lansia.

Setiap rencana perawatan akan disesuaikan dengan kondisi khusus lansia dan penyebab kebingungan yang mendasarinya. Penting untuk berdiskusi secara terbuka dengan profesional kesehatan dan merencanakan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan individu. Jangan ragu untuk mencari bantuan medis secepat mungkin jika Anda atau orang yang Anda kenal mengalami kebingungan.



Sumber:

https://www.healthdirect.gov.au/confusion

https://my.clevelandclinic.org/health/symptoms/25206-confusion

https://medlineplus.gov/ency/article/003205.htm#:~:text=Confusion 

https://en.wikipedia.org/wiki/Confusion

Monday, 25 December 2023

Penyakit dan Makanan, Saling Terkait.

     Pada tingkat biologis, penuaan diakibatkan oleh dampak akumulasi berbagai macam kerusakan molekuler dan seluler seiring berjalannya waktu. Hal ini menyebabkan penurunan kapasitas fisik dan mental secara bertahap, peningkatan risiko penyakit dan akhirnya kematian.

Orang-orang di seluruh dunia hidup lebih lama. Saat ini kebanyakan orang dapat berharap untuk hidup pada usia enam puluhan atau lebih. Setiap negara di dunia mengalami pertumbuhan baik dalam jumlah maupun proporsi penduduk lanjut usia.

Pola makan padat nutrisi sangat penting bagi lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Mempertahankan pola makan padat nutrisi sangat penting bagi lansia karena dampak asupan makanan terhadap kesehatan . Penelitian bertahun-tahun telah menunjukkan bahwa kualitas pola makan mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi fisik, kondisi kognitif, kesehatan tulang, kesehatan mata, fungsi pembuluh darah, dan sistem kekebalan tubuh. 

Namun, hal ini mungkin sulit dicapai karena beberapa alasan:

Hilangnya Nafsu Makan:

Penuaan sering kali disertai dengan hilangnya nafsu makan serta perubahan rasa dan bau, yang semuanya dapat menyebabkan pilihan makanan menjadi lebih terbatas dan rendahnya asupan makanan sehat.

Penurunan Kesehatan Mulut:

Penuaan juga sering kali disertai dengan penurunan kesehatan mulut secara umum dan berkurangnya kemampuan menelan, yang dapat memengaruhi pilihan dan asupan makanan.

Kendala Mobilitas:

Banyak lansia mengalami kendala mobilitas, sehingga sulit untuk berbelanja makanan, mengangkat toples yang berat, membuka wadah, dan lain-lain.

Masalah Finansial:

Pendapatan rendah lazim terjadi pada populasi lanjut usia, sehingga menyulitkan banyak lansia untuk mengakses makanan berkualitas tinggi (yaitu, karena makanan tersebut cenderung lebih mahal).

Sulit mengakses makanan berkualitas karena pendapatan rendah.
(Sumber: foto canva.com)

       Penyakit dan makanan saling terkait karena makanan yang kita konsumsi dapat memengaruhi kesehatan tubuh secara langsung. Gaya hidup dan pola makan yang sehat dapat mendukung sistem kekebalan tubuh, menjaga berat badan yang sehat, dan memberikan nutrisi yang diperlukan untuk menjaga berbagai fungsi tubuh. Sebaliknya, pola makan yang tidak sehat dapat meningkatkan risiko penyakit.      

Lansia (usia lanjut) rentan terhadap berbagai penyakit karena sistem kekebalan tubuh mereka melemah seiring bertambahnya usia. 

Beberapa penyakit umum pada lansia dan makanan yang sebaiknya dihindari atau dikonsumsi dengan hati-hati:

Penyakit Jantung Koroner (PJK):

  • Hindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol.
  • Batasi konsumsi garam.

Hipertensi (tekanan darah tinggi):

  • Batasi asupan garam.
  • Kurangi konsumsi makanan olahan dan kemasan.

Artritis:

Kurangi konsumsi makanan yang dapat menyebabkan peradangan, seperti makanan tinggi lemak jenuh.

Osteoporosis:

Perbanyak asupan kalsium dari sumber makanan seperti susu rendah lemak dan produk susu.

Diabetes:

  • Batasi konsumsi gula dan karbohidrat sederhana.
  • Pilih makanan dengan indeks glikemik rendah.

Obesitas:

  • Hindari makanan tinggi lemak dan gula.
  • Pertahankan pola makan seimbang. 
Hindari makanan tinggi lemak untuk mengurangi obesitas.
(Sumber: foto canva.com)

Demensia:

  • Konsumsi makanan tinggi omega-3 seperti ikan.
  • Batasi asupan lemak trans.

Kanker:

  • Konsumsi makanan tinggi serat seperti buah-buahan dan sayuran.
  • Hindari makanan olahan dan tinggi lemak.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):

  • Hindari paparan asap rokok dan lingkungan berpolusi.
  • Pilih makanan yang kaya antioksidan.

Glaukoma:

  • Konsumsi makanan kaya vitamin A, C, dan E.
  • Batasi konsumsi kafein.

Asam Urat:

  • Batasi konsumsi daging merah dan makanan tinggi purin.
  • Tingkatkan konsumsi air.

Gangguan Kolesterol:

  • Batasi konsumsi makanan tinggi lemak jenuh dan trans.
  • Pilih makanan tinggi serat.

Olahraga dan Cedera Otot/Tulang:

  • Perbanyak asupan protein untuk memperkuat otot.
  • Konsumsi makanan kaya kalsium untuk menjaga kepadatan tulang.

Gangguan Tidur:

Batasi konsumsi kafein dan alkohol, terutama sebelum tidur.

Gangguan Pencernaan:

  • Konsumsi makanan tinggi serat.
  • Hindari makanan pedas dan berlemak.

Gagal Ginjal:

  • Batasi asupan garam dan protein.
  • Konsumsi cukup air.

Anemia:

Konsumsi makanan tinggi zat besi, seperti daging merah dan sayuran hijau.

Gangguan Mental (Depresi dan Kecemasan):

  • Pilih makanan tinggi omega-3 dan vitamin B.
  • Batasi konsumsi kafein dan alkohol.

Gangguan Penglihatan (Makula Degenerasi):

Konsumsi makanan kaya lutein dan zeaxanthin, seperti sayuran berdaun hijau.

Gangguan Pendengaran:

  • Hindari paparan suara berlebihan.
  • Pilih makanan kaya magnesium.

Osteoarthritis:

  • Pertahankan berat badan yang sehat.
  • Konsumsi makanan tinggi anti inflamasi.

Ketidakseimbangan Elektrolit:

  • Konsumsi makanan yang kaya magnesium, kalium, dan natrium dalam jumlah seimbang.

Penyakit Autoimun:

  • Batasi konsumsi makanan yang dapat memicu peradangan.
  • Pilih makanan yang mendukung kesehatan usus.

Gangguan Gula Darah:

  • Pilih karbohidrat kompleks.
  • Batasi konsumsi gula.

Hipotiroidisme:

  • Konsumsi makanan tinggi yodium dan selenium.
  • Hindari konsumsi goitrogen berlebihan.

Hipertiroidisme:

  • Batasi konsumsi yodium.
  • Pilih makanan yang dapat menenangkan sistem saraf.

Infeksi Saluran Kemih (ISK):

  • Tingkatkan asupan cairan.
  • Hindari iritasi dengan menghindari makanan pedas.

Gangguan Gigi dan Mulut:

  • Pilih makanan rendah gula.
  • Konsumsi makanan yang memperkuat gigi dan tulang rahang.

Gangguan Peredaran Darah:

  • Batasi konsumsi garam dan lemak jenuh.
  • Pilih makanan tinggi serat.

Gangguan Kulit (Misalnya: Psoriasis):

  • Konsumsi makanan antiinflamasi.
  • Hindari makanan yang dapat memicu reaksi alergi.

Setiap individu memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda. Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk rekomendasi yang sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan spesifik lansia.



Sumber:

https://agingcenter.duke.edu/CLHLS

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK51837 

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/ageing-and-health

https://www.nchpad.org/630/2596/Nutrition~for~Healthy~Aging


Sunday, 24 December 2023

Lansia Putus-asa, Masalah Finansial dan Penyakit yang tidak Kunjung Sembuh.

        Istilah medis untuk putus asa adalah "desperasi." Istilah ini digunakan dalam konteks kesehatan mental dan psikologi untuk merujuk pada perasaan keputusasaan yang intens dan kronis, yang dapat menyertai berbagai kondisi psikologis seperti depresi, kecemasan, atau gangguan suasana hati lainnya. Desperasi melibatkan perasaan kehilangan harapan dan mungkin juga mencakup perasaan tidak berdaya dan kurangnya semangat untuk menghadapi kehidupan.

Aktif dalam kegiatan agama menjauhkan lansia dari putu asa.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Putus asa pada lansia merujuk pada perasaan intens dan kronis dari kehilangan harapan atau keyakinan bahwa kehidupan akan membaik. Hal ini dapat mencakup perasaan tidak berdaya, keputusasaan, dan kurangnya semangat untuk menghadapi tantangan hidup. 

       Lansia yang merasa putus asa mungkin menunjukkan beberapa ciri-ciri atau perilaku yang mengindikasikan perasaan keputusasaan. 

Beberapa ciri umum yang dapat muncul pada lansia yang merasa putus asa:

Isolasi Sosial:

Menghindari interaksi sosial atau menarik diri dari kegiatan yang melibatkan orang lain.

Kurangnya Motivasi:

Kehilangan minat atau motivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari atau aktivitas yang sebelumnya dianggap menyenangkan.

Ekspresi Wajah Muram:

Wajah tampak sedih, muram, atau kehilangan ekspresi positif.

Putus asa membuat wajah lansia menjadi muram.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan Tidur:

Kesulitan tidur, seperti insomnia atau tidur berlebihan.

Penurunan Energi:

Perasaan kelelahan atau kelesuan yang berlebihan, bahkan setelah istirahat yang cukup.

Kurangnya Inisiatif:

Kesulitan memulai atau menyelesaikan tugas-tugas sehari-hari.

Perubahan Pola Makan:

Penurunan nafsu makan atau konsumsi makanan berlebihan.

Perasaan Putus Asa:

Pernyataan langsung tentang perasaan keputusasaan atau kehilangan harapan.

Rasa Tidak Berguna atau Tidak Berarti:

Keyakinan bahwa diri mereka tidak berharga atau tidak memiliki arti dalam kehidupan.

Pengabaian Diri Sendiri:

Kurangnya perawatan diri, seperti tidak merawat penampilan atau kesehatan secara umum.

Pemikiran Tentang Kematian atau Bunuh Diri:

Pemikiran atau perasaan yang intens tentang kematian atau keinginan untuk mengakhiri hidup.

Kehilangan Minat pada Hobi:

Kehilangan minat pada kegiatan atau hobi yang sebelumnya memberikan kegembiraan.

Kesulitan Berkonsentrasi:

Kesulitan memusatkan perhatian atau kebingungan mental.

Pergeseran Perilaku:

Perubahan drastis dalam perilaku yang mungkin mencakup penarikan diri atau perilaku impulsif.

Penurunan Kemandirian:

Kesulitan dalam menjaga kemandirian atau merawat diri sendiri.

Gangguan Fisik yang Tidak Jelas Sebabnya:

Mengalami gejala fisik tanpa penyebab medis yang jelas, seperti nyeri tubuh atau gangguan pencernaan.

Ketakutan akan Masa Depan:

Rasa takut dan kecemasan yang mendalam terkait dengan masa depan.

       Perasaan putus asa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk masalah kesehatan fisik, kehilangan orang yang dicintai, isolasi sosial, atau masalah kesehatan mental. Penting untuk mengakui dan mengatasi perasaan putus asa dengan dukungan sosial, perawatan kesehatan mental, dan pendekatan holistik untuk kesejahteraan lansia.

Beberapa faktor dapat menyebabkan lansia merasa putus asa, seiring bertambahnya usia: 

Kesehatan Fisik yang Menurun: 

Masalah kesehatan fisik seperti penyakit kronis, kelemahan, atau nyeri kronis dapat menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas yang diinginkan. Penyakit yang tak kunjung sembuh.

Kehilangan Orang yang Dicintai:

Kematian pasangan hidup atau teman dekat dapat menyebabkan perasaan kehilangan dan kesepian, meningkatkan risiko putus asa.

Kehilangan orang yang dicintai membuat lansia putus asa.
(Sumber: foto canva.com)

Isolasi Sosial: 

Rasa isolasi dan kehilangan hubungan sosial dapat memicu perasaan putus asa pada lansia.

Keterbatasan Keuangan: 

Kesulitan keuangan atau ketidakpastian finansial dapat menjadi sumber stres dan putus asa. Lansia di negara dunia ketiga tidak terjamin finansialnya. 

Gangguan Mental: 

Depresi, kecemasan, atau gangguan mental lainnya dapat meningkatkan risiko lansia merasa putus asa.

Kehilangan Fungsi Kognitif: 

Penurunan fungsi kognitif atau diagnosis demensia dapat membuat lansia merasa putus asa karena perubahan signifikan dalam kemampuan berpikir dan mengingat.

Ketakutan Akan Ketergantungan: 

Lansia yang merasa tidak dapat mandiri dan khawatir menjadi beban bagi keluarga atau masyarakat dapat merasa putus asa.

Ketiadaan Tujuan Hidup: 

Kehilangan tujuan hidup atau kurangnya aktivitas yang memotivasi dapat menyebabkan perasaan putus asa.

Pensiun yang Tidak Dipersiapkan:

Pensiun yang tidak terencana atau kurangnya persiapan untuk mengisi waktu luang setelah pensiun dapat menyebabkan kekosongan dan putus asa.

Perasaan Tidak Diperlukan: 

Perasaan bahwa mereka tidak lagi dibutuhkan atau dihargai oleh keluarga atau masyarakat dapat meningkatkan risiko putus asa.

       Mencegah perasaan putus asa pada lansia melibatkan pendekatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, dan emosional. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah atau mengurangi risiko putus asa pada lansia:

Jaga Kesehatan Fisik:

Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan, menjaga pola makan seimbang, berolahraga secara teratur, dan memastikan adanya perawatan medis yang tepat dapat membantu menjaga kesehatan fisik.

Rutin memeriksa kesehatan untuk menjaga tubuh tetap sehat.
(Sumber: foto canva.com)

Aktivitas Fisik dan Mental:

Mendorong lansia untuk tetap aktif secara fisik dan mental dapat membantu menjaga keseimbangan dan meningkatkan kesejahteraan.

Pertahankan Koneksi Sosial:

Aktif terlibat dalam kegiatan sosial dan menjaga hubungan dengan teman, keluarga, dan komunitas dapat membantu mencegah isolasi sosial.

Dukungan Keluarga dan Teman:

Mendorong keluarga dan teman untuk memberikan dukungan emosional dan praktis dapat membantu lansia merasa dihargai dan tidak sendirian.

Tujuan dan Makna Hidup:

Bantu lansia menemukan tujuan dan makna dalam kehidupan mereka, termasuk melalui kegiatan sukarela, hobi, atau proyek-proyek pribadi.

Fleksibilitas dalam Penyesuaian Diri:

Bantu lansia menghadapi perubahan hidup dengan fleksibel dan membantu mereka menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

Perencanaan Pensiun yang Sehat:

Berencana untuk pensiun dengan baik, termasuk menjaga hubungan sosial dan merencanakan aktivitas yang menyenangkan, dapat membantu mengurangi dampak transisi ini.

Perawatan Kesehatan Mental:

Jika ada gejala kecemasan, depresi, atau masalah kesehatan mental lainnya, penting untuk mencari bantuan profesional dari psikolog, psikiater, atau konselor.

Aktivitas Kreatif dan Seni:

Mengikutsertakan lansia dalam aktivitas kreatif atau seni dapat menjadi sarana ekspresi diri dan membantu meningkatkan suasana hati.

Edukasi dan Pengetahuan:

Memberikan kesempatan untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru dapat memberikan rasa pencapaian dan meningkatkan kepercayaan diri.

Relaksasi dan Mindfulness:

Mengajarkan teknik relaksasi, meditasi, atau latihan mindfulness dapat membantu mengatasi stres dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Sumber Inspirasi:

Mendorong lansia untuk menemukan sumber inspirasi, seperti membaca, menonton, atau mendengarkan cerita yang memberikan motivasi.

Partisipasi dalam Program Komunitas:

Melibatkan lansia dalam program komunitas, klub, atau organisasi lokal dapat meningkatkan rasa keterlibatan dan koneksi.

Mencegah putus asa pada lansia memerlukan perhatian yang berkelanjutan dan dukungan dari berbagai aspek kehidupan mereka. Pendekatan yang empati dan holistik dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan lansia.

       Mengobati putus asa pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik dan seringkali memerlukan bantuan profesional.

Beberapa strategi yang dapat membantu mengatasi perasaan putus asa pada lansia:

Konseling atau Terapi:

Terapis atau konselor dapat membantu lansia untuk berbicara tentang perasaan mereka, memahami penyebab putus asa, dan mengembangkan strategi untuk mengatasi masalah tersebut.

Dukungan Keluarga dan Teman:

Mempertahankan hubungan yang positif dengan keluarga dan teman-teman serta mendapatkan dukungan emosional dapat membantu mengatasi perasaan putus asa.

Pertahankan hubungan yang positif dengan keluarga.
(Sumber: foto canva.com)

Grup Dukungan:

Bergabung dengan kelompok dukungan, baik secara fisik maupun daring, dapat memberikan rasa koneksi dengan orang lain yang mengalami hal serupa.

Aktivitas Sosial:

Mendorong lansia untuk terlibat dalam aktivitas sosial dan kelompok komunitas dapat membantu mengurangi isolasi dan meningkatkan kesejahteraan.

Aktivitas Pemeliharaan Diri:

Membantu lansia merawat diri sendiri, termasuk kebersihan pribadi, berpakaian rapi, dan menjaga kesehatan fisik, dapat meningkatkan rasa harga diri.

Intervensi Medis:

Jika perasaan putus asa terkait dengan masalah kesehatan fisik atau mental, perawatan medis atau terapi obat mungkin diperlukan.

Program Kesehatan Mental Komunitas:

Program atau layanan kesehatan mental di komunitas dapat menyediakan sumber daya dan dukungan untuk lansia yang mengalami kesulitan emosional.

Aktivitas yang Meningkatkan Hobi atau Keterampilan:

Mendorong lansia untuk mengambil bagian dalam aktivitas yang meningkatkan hobi atau keterampilan dapat memberikan rasa pencapaian dan kegembiraan.

Peningkatan Kesejahteraan Emosional:

Fokus pada kegiatan atau praktik yang meningkatkan kesejahteraan emosional, seperti meditasi, yoga, atau olahraga ringan, dapat membantu mengelola stres dan meningkatkan mood.

Pembentukan Tujuan Kecil:

Membantu lansia menetapkan tujuan kecil yang dapat dicapai dapat memberikan perasaan pencapaian dan meningkatkan motivasi.

Pertimbangkan Dukungan Agama atau Spiritual:

Jika relevan, mendukung partisipasi dalam kegiatan atau praktik spiritual dapat memberikan dukungan yang signifikan.

Edukasi tentang Proses Penuaan:

Memberikan edukasi tentang proses penuaan dan membantu lansia untuk menyesuaikan harapan mereka dapat membantu mengurangi ketidakpuasan.

Perawatan Diri Secara Holistik:

Mendorong perawatan diri secara holistik, termasuk menjaga kesehatan fisik, mental, dan sosial, dapat membantu lansia merasa lebih seimbang dan berdaya.

Mengatasi perasaan putus asa sering kali memerlukan waktu dan upaya yang berkelanjutan. Mencari bantuan dari profesional kesehatan mental dan melibatkan dukungan sosial dapat memberikan solusi yang efektif dalam menghadapi tantangan ini.


Sumber:

https://theindependent.sg/singapores-elderly-and-their-desperate-battle-with-isolation-loneliness-and-depression/

https://louisemorse.com/desperate-71-year-old-sets-himself-alight-on-train/

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0277953615002889

https://kffhealthnews.org/news/article/desperate-for-home-care-seniors-often-wait-months-with-workers-in-short-supply/