Saturday, 24 February 2024

Fluktuasi Pikiran Positif dan Negatif pada lansia, Apa Penyebabnya.

      Fluktuasi pikiran positif dan negatif pada lansia merujuk pada perubahan yang terjadi dalam suasana hati, persepsi, dan pemikiran mereka dari waktu ke waktu. Ini bisa berarti bahwa lansia tersebut mengalami perubahan antara pikiran atau perasaan yang optimis dan positif dengan pikiran atau perasaan yang pesimis dan negatif.

Perubahan suasana hati lansia menyebabkan fluktuasi pikiran.
(Sumber: foto paguyuban pensiun 209)

Hal ini dapat mempengaruhi cara lansia merespons dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka. Misalnya, pada satu saat mereka mungkin merasa bersemangat dan optimis tentang masa depan, sementara pada saat yang lain mereka mungkin merasa cemas atau putus asa.

Lansia yang mengalami perubahan pikiran positif dan negatif secara berkelanjutan mungkin menunjukkan ciri-ciri berikut:

Fluktuasi emosi: 
Mereka mungkin mengalami fluktuasi emosi yang signifikan, seperti perasaan senang dan optimis yang berubah menjadi perasaan cemas atau pesimis dengan cepat.

Perubahan dalam pandangan hidup:
Lansia dengan perubahan pikiran yang berubah-ubah mungkin memiliki pandangan hidup yang bervariasi, kadang-kadang melihat segala sesuatu dari sudut pandang positif, sementara pada waktu lain melihatnya dengan sikap negatif.

Perubahan dalam perilaku: 
Mereka dapat menunjukkan perubahan dalam perilaku sehari-hari mereka, seperti keinginan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang positif pada satu waktu, dan kemudian menarik diri dan menghindari interaksi sosial pada waktu lain.

Respon terhadap situasi tertentu:
Respon mereka terhadap situasi tertentu mungkin bervariasi secara signifikan tergantung pada apakah mereka sedang mengalami sikap positif atau negatif pada saat itu.

Kesulitan dalam membuat keputusan:
Lansia dengan pikiran yang berubah-ubah mungkin juga mengalami kesulitan dalam membuat keputusan yang konsisten karena pandangan dan perasaan mereka berubah secara berkala.

Perubahan dalam tingkat aktivitas:
Tingkat aktivitas fisik dan sosial mereka juga mungkin bervariasi sesuai dengan perubahan dalam suasana hati dan sikap mereka.

Pengaruh kondisi kesehatan fisik dan mental: 
Perubahan dalam kesehatan fisik dan mental juga dapat mempengaruhi perubahan dalam pola pikir dan suasana hati mereka.

Perubahan kesehatan fisik mempengaruhi pola pikir lansia.
(Sumber: foto canva.com)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan lansia mengalami perubahan pikiran positif dan negatif yang berubah-ubah :

Perubahan Kesehatan Fisik: 
Perubahan dalam kesehatan fisik, seperti kondisi medis baru atau berkembang, rasa sakit kronis, penurunan stamina, atau gangguan kesehatan lainnya, dapat mempengaruhi suasana hati dan persepsi lansia terhadap kehidupan mereka.

Gangguan Kesehatan Mental:
Gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau gangguan kognitif seperti demensia dapat menyebabkan fluktuasi suasana hati dan pemikiran yang berubah-ubah.

Perubahan Lingkungan Sosial:
Perubahan dalam lingkungan sosial, seperti kehilangan teman atau pasangan hidup, pensiun, perubahan dalam struktur keluarga, atau isolasi sosial, dapat mempengaruhi suasana hati dan pikiran seseorang.

Stres dan Perubahan Hidup:
Stres akibat peristiwa kehidupan yang signifikan seperti kematian orang yang dicintai, masalah keuangan, atau perubahan status sosial dan lingkungan dapat mempengaruhi pikiran seseorang secara negatif dan menyebabkan fluktuasi suasana hati.

Kehilangan Kemandirian:
Lansia yang mengalami kehilangan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, atau berkendara, mungkin mengalami perubahan pikiran negatif terkait perasaan tidak berdaya atau kurangnya kontrol atas hidup mereka.

Faktor Psikologis dan Kepribadian:
Faktor-faktor psikologis dan kepribadian individu, seperti pola pikir yang kuat terhadap peristiwa tertentu, kemampuan adaptasi terhadap perubahan, atau kecenderungan terhadap negativitas atau optimisme, juga dapat mempengaruhi bagaimana seseorang merespons situasi dan perubahan dalam hidup.

Efek Obat-obatan:
Penggunaan obat-obatan tertentu, baik resep maupun non-resep, dapat memengaruhi suasana hati dan pikiran seseorang, dan ini dapat lebih dirasakan pada lansia karena sensitivitas terhadap efek samping obat.

Obat-obatan tertentu mempengaruhi suasana hati.
(Sumber: foto canva.com)

Memahami faktor-faktor ini dapat membantu dalam mengelola perubahan pikiran positif dan negatif yang terjadi pada lansia serta memberikan dukungan yang sesuai untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.

       Beberapa penyakit atau kondisi kesehatan tertentu dapat menyebabkan perubahan pikiran yang berubah-ubah dari positif menjadi negatif pada lansia. 

Bebrapa kondisi yang membuat lansia berubah-ubah pikiran, antara lain:

Depresi: 
Depresi adalah gangguan suasana hati yang serius yang dapat mempengaruhi cara seseorang merasa, berpikir, dan berperilaku. Lansia dengan depresi mungkin mengalami perubahan drastis dalam suasana hati mereka, dari optimis menjadi pesimis, dan mungkin merasa tidak berharga atau kehilangan minat pada aktivitas yang mereka nikmati sebelumnya.

Gangguan Kecemasan:
Lansia yang mengalami gangguan kecemasan, seperti gangguan kecemasan umum, fobia, atau gangguan kecemasan sosial, mungkin mengalami perubahan pikiran yang berubah-ubah karena rasa khawatir yang berlebihan dan ketegangan.

Gangguan Bipolar:
Gangguan bipolar adalah gangguan suasana hati yang menyebabkan perubahan drastis antara episode manik (periode euforia dan tingkat energi yang tinggi) dan episode depresi (periode kesedihan, kelesuan, dan keputusasaan). Lansia dengan gangguan bipolar mungkin mengalami perubahan suasana hati yang tiba-tiba dan ekstrem.

Gangguan bipolar perubahan drastis antara eufora dan depresi.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan Neurokognitif (Dementia):
Dementia adalah kelompok kondisi yang mempengaruhi fungsi kognitif, seperti memori, pemikiran, dan perilaku. Lansia dengan dementia mungkin mengalami perubahan suasana hati karena kesulitan dalam memproses informasi dan merespons situasi dengan cara yang tepat.

Gangguan Psikotik: 
Lansia dengan gangguan psikotik, seperti skizofrenia atau gangguan delusi, mungkin mengalami perubahan pikiran yang berubah-ubah karena persepsi yang terdistorsi tentang realitas dan pengalaman halusinasi atau delusi.

Penyakit Fisik yang Menyakitkan:
Penyakit fisik yang menyebabkan rasa sakit kronis atau ketidaknyamanan yang signifikan, seperti arthritis, kanker, atau penyakit jantung, juga dapat mempengaruhi suasana hati dan pikiran lansia secara negatif, yang dapat berubah-ubah seiring waktu.

Efek Samping Obat-obatan: 
Beberapa obat-obatan yang digunakan untuk mengobati kondisi medis tertentu, seperti obat-obatan untuk tekanan darah tinggi, gangguan kardiovaskular, atau gangguan mental, dapat memiliki efek samping yang mempengaruhi suasana hati dan pikiran lansia.

Setiap individu dapat memiliki respons yang berbeda terhadap kondisi kesehatan tertentu, dan beberapa faktor lain seperti lingkungan sosial, dukungan keluarga, dan keadaan hidup juga dapat mempengaruhi perubahan pikiran lansia.

        Mencegah pikiran yang berubah-ubah pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik dan menyeluruh. 

Beberapa langkah yang dapat membantu dalam mencegah atau mengurangi fluktuasi suasana hati dan pemikiran pada lansia:

Perhatikan Kesehatan Fisik: 
Pastikan lansia menjaga kesehatan fisiknya dengan rutin menjalani pemeriksaan kesehatan, menerapkan gaya hidup sehat termasuk diet seimbang dan aktifitas fisik yang cukup, dan mengelola kondisi medis secara efektif dengan berkonsultasi dengan profesional medis.

Perhatikan Kesehatan Mental: 
Berikan perhatian pada kesehatan mental lansia dengan mengakses layanan kesehatan mental jika diperlukan, seperti konseling atau terapi. Ini dapat membantu mengatasi masalah seperti depresi, kecemasan, atau stres yang dapat memengaruhi suasana hati dan pikiran mereka.

Aktivitas Sosial dan Keterlibatan:
Dorong keterlibatan sosial dan aktivitas yang positif dalam komunitas atau keluarga. Aktivitas sosial yang membangun hubungan yang positif dengan orang lain dapat membantu mengurangi rasa kesepian dan meningkatkan kesejahteraan emosional.

Latihan Mental: 
Dorong latihan mental yang teratur, seperti teka-teki, membaca, atau belajar hal baru. Ini dapat membantu menjaga kognisi dan fungsi otak yang sehat, serta memberikan kepuasan secara mental.

Rutinitas yang Konsisten: 
Membangun dan mempertahankan rutinitas harian yang konsisten dapat membantu memberikan struktur dan stabilitas pada kehidupan sehari-hari lansia, yang dapat membantu mengurangi kecemasan dan fluktuasi suasana hati.

Pemenuhan Kebutuhan Emosional:
Pastikan bahwa lansia merasa didengar, dipahami, dan didukung dalam kehidupan sehari-hari mereka. Memberikan dukungan emosional dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan ekspresi emosi yang sehat dapat membantu mencegah fluktuasi suasana hati yang signifikan.

Evaluasi Obat-obatan:
Perhatikan efek samping dari obat-obatan yang dikonsumsi oleh lansia dan berkonsultasi dengan profesional kesehatan jika ada kekhawatiran tentang dampaknya terhadap suasana hati dan pemikiran.

Edukasi dan Informasi: 
Berikan edukasi kepada lansia dan keluarga tentang perubahan yang terjadi selama proses penuaan, termasuk bagaimana mengelola emosi dan stres, serta bagaimana mencari bantuan jika diperlukan.

Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, dapat membantu mencegah atau mengurangi perubahan pikiran yang berubah-ubah pada lansia dan mempromosikan kesejahteraan holistik mereka.




Sumber:








Friday, 23 February 2024

Sindrom Iritasi Urus Besar pada lansia.

        Banyak orang lanjut usia yang mengalami kram perut, nyeri, kembung, gas, diare, sembelit, atau gejala gastrointestinal tidak menyenangkan lainnya mungkin menderita sindrom iritasi usus besar. 
Sindrom Usus Besar yang Iritasi (Irritable Bowel Syndrome/IBS) pada lansia memiliki pengertian yang sama dengan IBS pada populasi umum. IBS adalah gangguan saluran pencernaan yang kronis dan dapat mempengaruhi usus besar (kolon). IBS pada lansia menunjukkan gejala dan karakteristik yang serupa dengan IBS pada kelompok usia lainnya.

Lansia sangat rentan dengan berbagai penyakit karena penuaan.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

       Gejala Sindrom Usus Besar yang Iritasi (IBS) pada lansia umumnya mirip dengan gejala pada kelompok usia lainnya. Namun, perlu diingat bahwa gejala IBS dapat bervariasi dari orang ke orang.  

Beberapa ciri yang mungkin dialami oleh lansia dengan IBS meliputi:

Perubahan pola buang air besar: 
Lansia dengan IBS mungkin mengalami diare, sembelit, atau perubahan antara kedua kondisi tersebut.

Kram perut: 
Lansia dengan IBS sering mengalami kram perut yang dapat berubah dalam intensitas dan lokasi.

Kembung: 
Lansia dengan IBS dapat mengalami sensasi kembung atau rasa penuh di perut.

Nyeri abdomen: 
Nyeri abdomen atau ketidaknyamanan di daerah perut sering dialami oleh lansia dengan IBS.

Tidak nyaman di daerah perut sering dialami lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Perubahan dalam konsistensi tinja: 
Tinja dapat berubah dalam konsistensi, seperti menjadi lebih keras atau lebih lunak dari biasanya.

Sensasi tidak lengkap saat buang air besar: 
Lansia dengan IBS mungkin merasa seperti tidak sepenuhnya mengosongkan usus setelah buang air besar.

Perasaan perlu segera buang air besar setelah makan: 
Beberapa orang dengan IBS, termasuk lansia, mungkin mengalami keinginan mendadak untuk buang air besar setelah makan.

Gejala terkait lainnya: 
Lansia dengan IBS juga dapat mengalami gejala terkait lainnya seperti kelelahan, mual, dan perasaan tidak enak badan.

Gejala IBS pada lansia bisa bervariasi dari individu ke individu, dan diagnosis yang tepat serta perencanaan pengelolaan yang sesuai harus dilakukan oleh profesional medis.

       Penyebab pasti dari Sindrom Usus Besar yang Iritasi (IBS) pada lansia belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor yang diyakini dapat berperan dalam munculnya kondisi ini pada populasi lansia. 

Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam memicu atau memperburuk IBS pada lansia meliputi:

Perubahan fisik usia: 
Proses penuaan dapat mempengaruhi sistem pencernaan, termasuk lambung dan usus, yang dapat meningkatkan risiko IBS.

Gangguan motilitas usus:
Lansia mungkin mengalami perubahan dalam gerakan dan kontraksi usus, yang dapat memengaruhi pola buang air besar dan menyebabkan gejala IBS.

Stres dan faktor psikologis: 
Lansia sering kali mengalami stres yang lebih tinggi, serta gangguan psikologis seperti depresi atau kecemasan, yang dapat memperburuk gejala IBS.

Lansia sering mengalami stres dan depresi.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan dalam pola makan dan diet: 
Lansia mungkin mengalami perubahan dalam kebiasaan makan dan diet mereka seiring bertambahnya usia, yang dapat memengaruhi fungsi pencernaan dan memicu gejala IBS.

Penyakit dan kondisi lainnya: 
Lansia sering kali memiliki kondisi kesehatan lain yang mungkin berkontribusi pada perkembangan IBS, seperti sindrom metabolik, diabetes, atau gangguan neurologis.

Perubahan hormonal:
Perubahan hormonal yang terjadi selama proses penuaan, termasuk penurunan kadar hormon estrogen pada wanita, dapat mempengaruhi fungsi usus dan berkontribusi pada IBS.

Faktor genetik:
Meskipun belum sepenuhnya dipahami, faktor genetik juga mungkin berperan dalam kemungkinan seseorang mengembangkan IBS, termasuk pada populasi lansia.

Kombinasi dari faktor-faktor ini mungkin berkontribusi pada munculnya atau memperburuk gejala IBS pada lansia. 

       Mengatasi Sindrom Usus Besar yang Iritasi (IBS) pada lansia melibatkan pendekatan yang holistik dan dapat mencakup perubahan gaya hidup, diet, manajemen stres, dan pengobatan simptomatik.  

Beberapa langkah yang dapat membantu mengelola gejala IBS pada lansia:

Perubahan Gaya Hidup:
Mengatur jadwal buang air besar yang teratur.
Berolahraga secara teratur untuk meningkatkan fungsi usus dan mengurangi stres.
Menjaga kecukupan istirahat dan tidur yang berkualitas.

Perubahan Diet:
Memperhatikan makanan yang memicu atau memperburuk gejala, seperti makanan pedas, berlemak, atau berkarbonasi.
Makan dalam porsi kecil dan sering, dan menghindari makan terlalu cepat.
Menjaga asupan serat yang cukup dari buah-buahan, sayuran, dan sumber serat lainnya, tetapi secara bertahap untuk menghindari peningkatan gejala.

Manajemen Stres:
Berlatih teknik relaksasi seperti meditasi, pernapasan dalam, atau yoga.
Melakukan aktivitas yang menyenangkan dan melepas stres, seperti berjalan-jalan di alam, mendengarkan musik, atau membaca buku.

Obat-obatan:
Penggunaan obat-obatan seperti antispasmodik atau antidiare mungkin diresepkan oleh dokter untuk mengatasi gejala spesifik.
Penggunaan suplemen probiotik tertentu juga telah diteliti untuk membantu mengurangi gejala IBS pada beberapa individu.

Terapi Psikologis:
Terapi kognitif-perilaku atau terapi stres dapat membantu mengatasi gejala IBS yang berkaitan dengan stres dan faktor psikologis lainnya.

Konsultasi dengan Profesional Kesehatan:
Konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi untuk mendapatkan saran yang sesuai mengenai diet, pengobatan, dan manajemen gejala IBS yang spesifik untuk kondisi lansia.

Setiap individu mungkin merespons berbeda terhadap strategi pengelolaan IBS, dan perlu waktu untuk menemukan kombinasi perubahan gaya hidup, diet, dan pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi gejala. Penting juga untuk tetap berkomunikasi dengan profesional medis Anda selama proses pengelolaan IBS.





Sumber:






Wednesday, 21 February 2024

20 Penyakit Keturunan pada Lansia, Jangan Salahkan Kedua Orang Tua

        Penyakit keturunan pada lansia adalah kondisi kesehatan yang disebabkan oleh faktor genetik atau kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua ke anak-anak mereka. Kondisi ini dapat muncul pada usia lanjut atau lansia dan dapat berkembang menjadi masalah kesehatan kronis atau neurodegeneratif, seperti Alzheimer, Parkinson, atau penyakit-penyakit lain yang memiliki basis genetik yang kuat.

Penyakit ini disebabkan oleh kelainan atau mutasi pada gen tertentu yang diwariskan dari generasi ke generasi. Namun, tidak semua penyakit yang umum pada lansia adalah keturunan. Banyak faktor dapat mempengaruhi perkembangan penyakit pada lansia, termasuk gaya hidup, lingkungan, dan faktor genetik.

Penyakit keturunan pada lansia karena faktor genetik dari orang tua.
(Sumber: foto forum 0909) 

Ada beberapa cara untuk mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit keturunan:

Riwayat Keluarga: Informasi tentang penyakit yang dialami oleh anggota keluarga, terutama orang tua, kakek nenek, dan saudara kandung, dapat memberikan petunjuk tentang kemungkinan adanya penyakit keturunan.

Tes Genetik: Tes genetik dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya mutasi genetik yang terkait dengan penyakit tertentu. Tes ini dapat memberikan informasi tentang risiko seseorang mengalami penyakit keturunan tertentu.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin: Pemeriksaan kesehatan rutin oleh dokter dapat membantu dalam mendeteksi tanda-tanda atau gejala awal penyakit keturunan, terutama jika ada riwayat keluarga yang relevan.

Konsultasi dengan Ahli Genetika: Ahli genetika dapat memberikan konsultasi dan penilaian risiko genetik berdasarkan riwayat keluarga dan faktor-faktor lainnya, serta memberikan rekomendasi tentang tes genetik atau langkah-langkah pencegahan yang tepat.

Edukasi dan Kesadaran: Mengetahui tentang riwayat keluarga dan penyakit keturunan yang mungkin ada dapat membantu seseorang untuk mengambil tindakan pencegahan yang tepat, seperti mengadopsi gaya hidup sehat atau mengikuti program skrining yang direkomendasikan.

Tidak semua penyakit keturunan dapat dideteksi melalui tes genetik, dan faktor lingkungan serta gaya hidup juga dapat mempengaruhi risiko seseorang terhadap penyakit tertentu.

Beberapa penyakit yang dapat muncul pada lansia dan memiliki faktor keturunan yang signifikan:

Alzheimer's Disease (Penyakit Alzheimer): 
Penyakit neurodegeneratif yang mempengaruhi memori, kognisi, dan perilaku seseorang seiring waktu. Biasanya berkembang lambat dan memburuk seiring bertambahnya usia.

Parkinson's Disease (Penyakit Parkinson): 
Gangguan neurodegeneratif yang mempengaruhi gerakan tubuh, seperti tremor, kekakuan otot, dan kesulitan dalam bergerak. Penyebabnya adalah kekurangan dopamin di dalam otak.

Tremor gangguan neurodegeneratif akibat kurang dopamin di otak.
(Sumber: foto canva.com)
Huntington's Disease (Penyakit Huntington):
Penyakit genetik yang mengakibatkan kerusakan progresif pada otak, menyebabkan perubahan dalam perilaku, gerakan, dan fungsi kognitif.

Polycystic Kidney Disease (Penyakit Ginjal Polikistik):
Kondisi genetik yang menyebabkan pertumbuhan kista di dalam ginjal, mempengaruhi fungsi ginjal dan dapat menyebabkan komplikasi serius seperti gagal ginjal.

Marfan Syndrome (Sindrom Marfan): 
Kondisi genetik yang mempengaruhi jaringan ikat, menyebabkan kelainan pada tulang, mata, dan jantung, serta mempengaruhi struktur tubuh secara keseluruhan.

Cystic Fibrosis (Fibrosis Kistik):
Penyakit genetik yang mempengaruhi kelenjar eksokrin, terutama paru-paru dan sistem pencernaan, menyebabkan produksi lendir kental yang dapat menghalangi saluran udara dan pencernaan.

Hemochromatosis: 
Kelainan genetik yang menyebabkan penumpukan besi berlebih di dalam tubuh, yang dapat menyebabkan kerusakan organ seperti hati, pankreas, dan jantung.

Kerusakan hati karena kelainan genetik.
(Sumber: foto canva.com)
Tay-Sachs Disease (Penyakit Tay-Sachs):
Penyakit genetik langka yang menyebabkan gangguan neurologis progresif yang parah pada bayi dan anak-anak, biasanya mengakibatkan kematian pada usia muda.

Familial Hypercholesterolemia (Hiperkolesterolemia Keluarga): 
Kondisi genetik yang menyebabkan kolesterol tinggi sejak lahir, meningkatkan risiko penyakit jantung koroner pada usia muda.

Sickle Cell Anemia (Anemia Sel Sabit): 
Kelainan genetik yang menyebabkan sel darah merah menjadi kaku dan berbentuk sabit, mengganggu aliran darah dan menyebabkan anemia serta komplikasi serius.

Duchenne Muscular Dystrophy (Distrofi Otot Duchenne): 
Penyakit genetik langka yang mengakibatkan kelemahan otot progresif dan biasanya mempengaruhi anak laki-laki. Biasanya dimulai pada usia dini dan mengarah pada kehilangan kemampuan berjalan dan bernapas.

Hereditary Hemorrhagic Telangiectasia (Telangiectasia Hemoragik Herediter):
Kondisi genetik yang menyebabkan pembuluh darah kecil di kulit, membran mukosa, dan organ dalam menjadi rapuh, meningkatkan risiko perdarahan.

Lynch Syndrome (Sindrom Lynch):
Kondisi genetik yang meningkatkan risiko terkena kanker usus besar dan kanker lainnya, disebabkan oleh mutasi genetik yang mempengaruhi perbaikan DNA.

Ehlers-Danlos Syndrome (Sindrom Ehlers-Danlos): 
Kelompok kelainan genetik yang mempengaruhi struktur dan kekuatan jaringan ikat dalam tubuh, mengakibatkan hiperfleksibilitas sendi, kulit yang rentan terhadap kerusakan, dan masalah kardiovaskular.

Myotonic Dystrophy (Distrofi Miotonik):
Penyakit genetik yang menyebabkan otot menjadi lemah dan kaku, serta mengakibatkan masalah pada organ lain seperti jantung, sistem pencernaan, dan mata.

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS): 
Penyakit neurodegeneratif progresif yang mempengaruhi sel-sel saraf motor di otak dan sumsum tulang belakang, menyebabkan kelemahan otot progresif dan hilangnya kontrol otot.

Retinitis Pigmentosa (Retinitis Pigmentosa):
Kelompok gangguan mata genetik yang menyebabkan kerusakan pada sel-sel fotoreseptor di retina, menyebabkan gangguan penglihatan progresif hingga kebutaan.

Fabry Disease (Penyakit Fabry): 
Penyakit genetik langka yang mengakibatkan penumpukan zat berlemak yang tidak dapat diurai di dalam berbagai organ tubuh, menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti nyeri, gagal ginjal, dan masalah jantung.

Gaucher Disease (Penyakit Gaucher): 
Penyakit langka yang disebabkan oleh kekurangan enzim yang memecah lemak tertentu di dalam sel, menyebabkan penumpukan lemak di berbagai organ tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan organ.

Pompe Disease (Penyakit Pompe):
Penyakit genetik langka yang menyebabkan penumpukan glikogen di dalam sel, khususnya di jaringan otot, menyebabkan kelemahan otot progresif dan masalah pernapasan.

       Penyakit keturunan disebabkan oleh kelainan atau mutasi pada gen tertentu. Kelainan ini dapat berupa perubahan gen tertentu yang menyebabkan protein tidak berfungsi dengan baik atau produksi protein yang tidak normal. 

Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada gen sehingga muncul penyakit keturunan:

Mutasi Gen:
Mutasi adalah perubahan dalam urutan DNA yang menyusun gen. Mutasi dapat terjadi secara acak atau diwariskan dari orang tua. Ketika mutasi terjadi pada gen yang penting untuk fungsi tubuh, dapat menyebabkan terjadinya penyakit keturunan.

Kekurangan Enzim:
Beberapa penyakit keturunan terjadi karena kekurangan enzim yang diproduksi oleh gen tertentu. Kekurangan enzim ini dapat mengganggu proses biokimia tertentu dalam tubuh, menyebabkan berbagai gejala dan komplikasi.

Perubahan Struktur Gen:
Kadang-kadang, penyakit keturunan terjadi karena perubahan struktural pada gen, seperti delesi (penghapusan sebagian atau seluruh gen), duplikasi (penggandaan sebagian atau seluruh gen), inversi (balikan urutan gen), atau translokasi (pemindahan sebagian atau seluruh gen ke lokasi yang tidak semestinya).

Ekspresi Gen yang Berlebihan atau Terlalu Sedikit:
Penyakit keturunan juga dapat terjadi akibat ekspresi gen yang berlebihan (terlalu banyak produksi protein yang dihasilkan oleh gen) atau ekspresi gen yang terlalu sedikit (terlalu sedikit produksi protein yang dihasilkan oleh gen).

Genetika Kompleks: 
Beberapa penyakit keturunan melibatkan interaksi kompleks antara beberapa gen dan faktor lingkungan, yang menyulitkan dalam penentuan penyebab pastinya. Contohnya adalah penyakit-penyakit multifaktorial seperti diabetes tipe 2 atau penyakit jantung koroner.

Mekanisme yang mendasari penyakit keturunan dapat bervariasi tergantung pada jenis penyakit dan faktor-faktor individu lainnya.

         Mencegah penyakit keturunan seringkali melibatkan langkah-langkah pencegahan yang berfokus pada faktor-faktor risiko yang dapat dikontrol, serta upaya-upaya untuk memahami riwayat keluarga dan melakukan skrining genetik jika diperlukan. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah penyakit keturunan:

Pemantauan Kesehatan Rutin: Melakukan pemeriksaan kesehatan rutin secara teratur dapat membantu dalam mendeteksi penyakit atau kondisi medis secara dini, terutama jika ada riwayat keluarga yang relevan.

Gaya Hidup Sehat: Mengadopsi gaya hidup sehat, termasuk pola makan seimbang, olahraga teratur, menghindari merokok dan konsumsi alkohol berlebihan, serta menjaga berat badan yang sehat, dapat membantu mengurangi risiko penyakit keturunan tertentu seperti penyakit jantung, diabetes, dan beberapa jenis kanker.

Skrening Genetik: Untuk beberapa penyakit keturunan yang memiliki risiko tinggi berdasarkan riwayat keluarga atau kelompok etnis tertentu, skrining genetik dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya mutasi genetik yang berkaitan dengan penyakit tersebut.

Konsultasi Genetik: Konsultasi dengan ahli genetika dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang risiko genetik seseorang berdasarkan riwayat keluarga dan faktor-faktor lainnya, serta memberikan rekomendasi tentang langkah-langkah pencegahan yang tepat.

Pendidikan Kesehatan: Pendidikan kesehatan kepada individu dan keluarga tentang riwayat keluarga dan risiko genetik dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat terkait dengan pencegahan dan manajemen penyakit keturunan.

Manajemen Penyakit: Jika seseorang sudah didiagnosis menderita penyakit keturunan, manajemen penyakit yang efektif dapat membantu dalam mengurangi gejala, memperlambat perkembangan penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup.

Pemantauan Rutin: Bagi individu dengan riwayat keluarga yang rentan terhadap penyakit keturunan, pemantauan rutin oleh profesional kesehatan dapat membantu dalam mendeteksi tanda-tanda awal penyakit dan memulai intervensi yang tepat.

Tidak semua penyakit keturunan dapat dicegah sepenuhnya, tetapi langkah-langkah pencegahan di atas dapat membantu mengurangi risiko terjadinya penyakit dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.



Sumber:

https://medlineplus.gov/genetics/condition/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3295054/

https://www.healthdirect.gov.au/huntingtons-disease

https://www.healthdirect.gov.au/tay-sachs-disease

https://rarediseases.org/rare-diseases/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15808-pompe-disease 

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/gauchers-disease/symptoms-causes/syc-20355546

https://en.wikipedia.org/wiki/Fabry_disease

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/hereditary-hemorrhagic-telangiectasia