Saturday, 20 April 2024

Obati Sakit Pinggang pada Lansia dengan Gerakan Ini.

       Sakit pinggang, atau nyeri pinggang, merujuk pada ketidaknyamanan atau rasa sakit yang terjadi di daerah pinggang atau sekitarnya. Ini adalah masalah umum yang dapat mempengaruhi siapa saja, mulai dari remaja hingga lansia. Nyeri pinggang bisa bersifat akut, berlangsung hanya beberapa hari atau beberapa minggu, atau kronis, berlangsung lebih dari 12 minggu.

Lansia kurang melakukan aktivitas atau berdiam diri.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Penyebab nyeri pinggang bisa bervariasi, termasuk:

Cedera otot atau ligamen: Cedera pada otot atau ligamen di daerah pinggang bisa menyebabkan nyeri akut. Ini bisa terjadi karena mengangkat benda berat secara salah, melakukan gerakan tiba-tiba, atau trauma fisik lainnya.

Penyakit degeneratif: Kondisi seperti osteoartritis, hernia diskus, atau stenosis spinal dapat menyebabkan perubahan degeneratif pada tulang belakang dan jaringan sekitarnya, yang dapat menyebabkan nyeri pinggang.

Postur tubuh yang buruk: Duduk atau berdiri dalam posisi yang tidak tepat untuk jangka waktu yang lama dapat menyebabkan tegangan berlebih pada otot dan ligamen di daerah pinggang, yang pada gilirannya dapat menyebabkan nyeri.

Kondisi medis lainnya: Beberapa kondisi medis seperti infeksi, batu ginjal, endometriosis (pada wanita), atau kanker tulang belakang juga dapat menyebabkan nyeri pinggang.

Faktor gaya hidup: Kurangnya aktivitas fisik, kelebihan berat badan, merokok, atau stres emosional dapat meningkatkan risiko nyeri pinggang.

       Postur tubuh buruk dapat menyebabkan sakit pinggang karena menempatkan tekanan berlebih pada struktur tulang belakang, otot, dan ligamen di daerah pinggang. 

Beberapa cara di mana postur tubuh buruk dapat menyebabkan sakit pinggang meliputi:

Peregangan otot: 
Postur tubuh yang buruk, seperti duduk atau berdiri dengan bahu tertekuk atau punggung melengkung, dapat menyebabkan peregangan berlebih pada otot-otot di sekitar pinggang. Peregangan yang berlebihan ini dapat menyebabkan kelelahan otot dan nyeri.

Stres pada tulang belakang:
Postur tubuh yang buruk dapat menyebabkan tulang belakang tidak terletak dalam posisi yang alami dan seimbang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada cakram intervertebralis (diskus) dan sendi-sendi tulang belakang, yang pada gilirannya dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan.

Pemampatan saraf:
Postur tubuh yang buruk dapat menyebabkan pemampatan pada saraf tulang belakang di daerah pinggang. Pemampatan saraf ini dapat menyebabkan nyeri yang menjalar ke bokong, paha, atau kaki.

Ketidakseimbangan otot: 
Postur tubuh yang buruk dapat menyebabkan ketidakseimbangan otot di sekitar pinggang. Misalnya, otot-otot punggung yang lemah atau otot-otot perut yang kurang fleksibel dapat menyebabkan postur yang tidak stabil, meningkatkan risiko cedera dan nyeri pinggang.

Pengurangan ruang sendi:
Postur tubuh yang buruk dapat mengurangi ruang sendi di antara vertebrae tulang belakang, meningkatkan risiko gesekan dan keausan yang berlebihan pada sendi-sendi tersebut. Hal ini dapat menyebabkan peradangan dan nyeri.

Oleh karena itu, mempertahankan postur tubuh yang baik dan ergonomis saat duduk, berdiri, dan melakukan aktivitas sehari-hari dapat membantu mencegah sakit pinggang yang disebabkan oleh postur tubuh yang buruk. Hal ini melibatkan kesadaran akan postur tubuh Anda, mengatur posisi duduk atau berdiri yang baik, dan melakukan latihan untuk memperkuat otot-otot inti dan punggung.

       Mengobati sakit pinggang yang disebabkan oleh postur tubuh yang buruk melibatkan kombinasi perubahan gaya hidup, perawatan sendiri, dan mungkin intervensi medis dalam kasus yang lebih parah. 

Beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk mengatasi sakit pinggang yang disebabkan oleh postur tubuh yang buruk:

Perbaiki Postur Tubuh:
Mulailah dengan memperbaiki postur tubuh Anda saat duduk, berdiri, dan beraktivitas. Pastikan punggung Anda tetap lurus dan dukung bagian belakang kepala dengan leher yang tegak. Ketika duduk, pastikan lutut Anda sejajar dengan pinggul dan kaki rata di lantai. Gunakan bantalan tambahan di kursi jika diperlukan untuk mendukung area pinggang Anda.

Berolahraga: 
Lakukan latihan yang dapat memperkuat otot-otot inti, punggung, dan panggul Anda. Latihan-latihan ini dapat membantu memperbaiki postur tubuh dan mengurangi ketegangan pada otot-otot di sekitar pinggang. Contoh latihan yang baik termasuk plank, bird dog, dan bridge.

Streching: 
Rutin melakukan peregangan otot-otot punggung, pinggul, dan hamstring dapat membantu meningkatkan fleksibilitas dan mengurangi tegangan pada otot-otot yang tegang. Peregangan dapat dilakukan secara teratur, terutama sebelum dan setelah aktivitas fisik.

Perawatan Dingin dan Panas: 
Gunakan kompres dingin untuk mengurangi peradangan dan nyeri pada area pinggang yang bengkak atau meradang. Setelah itu, aplikasikan kompres panas untuk membantu mengurangi kekakuan otot dan meningkatkan aliran darah ke area yang terpengaruh.

Perawatan Sendiri: 
Gunakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau naproxen untuk meredakan nyeri dan peradangan. Hindari aktivitas yang menyebabkan sakit lebih lanjut dan istirahat yang cukup untuk membiarkan tubuh Anda pulih.

Pijatan atau Terapi Tubuh:
Terapi pijat atau manipulasi tubuh lainnya dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan fleksibilitas. Terapis yang berpengalaman dapat membantu menemukan titik-titik yang tegang dan meredakan ketegangan.

Konsultasi dengan Profesional Medis: 
Jika sakit pinggang Anda tidak membaik setelah beberapa minggu atau jika disertai dengan gejala lain seperti nyeri menjalar ke kaki, kesemutan, atau kelemahan, penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli terapi fisik untuk evaluasi lebih lanjut. Mereka dapat memberikan rekomendasi pengobatan yang lebih spesifik, seperti terapi fisik, manipulasi tulang belakang, atau intervensi medis lainnya sesuai dengan kebutuhan Anda.

Berikut adalah instruksi untuk melakukan latihan plank, bird dog, dan bridge:

Plank:

  • Mulailah dengan berbaring telungkup di lantai dengan tangan Anda di bawah bahu dan lutut ditekuk dengan kaki rata di lantai.
  • Angkat tubuh Anda dari lantai dengan menekuk siku sehingga tubuh Anda membentuk garis lurus dari kepala hingga tumit.
  • Pastikan bahu Anda sejajar dengan siku Anda dan tubuh Anda tetap lurus.
  • Tahan posisi ini selama beberapa detik hingga satu menit, sesuai kemampuan Anda.
  • Tarik napas dalam-dalam dan tahan selama Anda menjaga posisi ini.
  • Kembali ke posisi awal dengan lembut menurunkan tubuh Anda ke lantai.

Bird Dog:

  • Mulailah dengan posisi tangan dan lutut seperti pada posisi plank, dengan tangan di bawah bahu dan lutut di bawah panggul.
  • Perlahan-lahan angkat tangan kanan Anda di depan Anda dan kaki kiri Anda ke belakang Anda sejajar dengan tubuh Anda.
  • Pastikan untuk menjaga pinggul Anda tetap sejajar dengan lantai dan punggung Anda tetap lurus.
  • Tahan posisi ini selama beberapa detik untuk merasakan kontraksi otot inti.
  • Kembali ke posisi awal dengan lembut mengembalikan tangan dan kaki Anda ke lantai.
  • Ulangi gerakan dengan sisi yang berlawanan, mengangkat tangan kiri dan kaki kanan.

Bridge:

  • Berbaringlah telentang di lantai dengan lutut ditekuk dan kaki rata di lantai, dan tangan di samping tubuh Anda dengan telapak tangan menghadap ke bawah.
  • Tekuk lutut Anda dan dorong tumit Anda ke lantai saat Anda mengangkat panggul Anda ke atas.
  • Pastikan untuk menjaga bahu Anda tetap rata dengan lantai dan punggung Anda tetap lurus.
  • Tahan posisi ini selama beberapa detik hingga satu menit, sesuai kemampuan Anda.
  • Tarik napas dalam-dalam dan tahan posisi ini.
  • Kembali ke posisi awal dengan lembut menurunkan panggul Anda kembali ke lantai.

Untuk semua latihan ini, penting untuk menjaga pernapasan yang teratur dan fokus pada kontraksi otot inti Anda. Mulailah dengan waktu dan repetisi yang sesuai dengan tingkat kebugaran Anda, dan tingkatkan secara bertahap seiring waktu. Jika Anda memiliki masalah kesehatan yang mendasari atau cedera, konsultasikan dengan profesional kesehatan sebelum memulai program latihan baru.



Sumber:

https://www.spine-health.com/conditions/lower-back-pain/general-remedies-low-back-pain-older-adults

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5395891/

https://health.clevelandclinic.org/back-pain-your-spine-and-father-time

https://www.spine-health.com/conditions/lower-back-pain/low-back-pain-older-adults

https://www.curavi.com/blogs/all/4-easy-back-pain-remedies-for-seniors

Friday, 19 April 2024

Teknik Mengelola Stres dengan PMR dan Pernapasan Dalam.

        Mengelola stres pada lansia adalah proses mengidentifikasi, memahami, dan menanggapi stres yang timbul pada tahap lanjut kehidupan dengan cara yang sehat dan adaptif. Ini melibatkan penerapan berbagai teknik dan strategi, seperti relaksasi, aktivitas fisik teratur, interaksi sosial yang positif, dan penyesuaian harapan serta prioritas, untuk mengurangi dampak negatif stres terhadap kesejahteraan fisik, emosional, dan mental lansia. Terdapat beberapa teknik yang dapat membantu lansia dalam mengelola stres dengan lebih efektif.
 

Ibadah dapat menghilangkan stres pada lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)

Beberapa teknik mengelola stres yang bermanfaat:

Relaksasi otot progresif (Progressive muscle relaxation, PMR) ): 
Teknik ini melibatkan kontraksi dan relaksasi otot secara bertahap di seluruh tubuh, dimulai dari ujung kaki dan naik ke atas. Ini membantu meredakan ketegangan otot dan mempromosikan rasa santai.

Relaksasi otot progresif adalah teknik yang melibatkan kontraksi dan relaksasi otot secara bertahap untuk meredakan ketegangan otot dan menenangkan pikiran. 

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diikuti oleh lansia untuk melakukan relaksasi otot progresif:

Persiapan:  
Pilih lingkungan yang tenang dan nyaman untuk latihan. Duduk atau berbaring dalam posisi yang nyaman, pastikan lansia merasa rileks dan tanpa gangguan.

Fokus pada Pernapasan:
Mulailah dengan bernafas dalam-dalam dan perlahan. Instruksikan lansia untuk bernafas dalam-dalam melalui hidung, tahan selama beberapa detik, lalu hembuskan perlahan melalui mulut. Ini membantu dalam menciptakan suasana yang santai dan fokus.

Identifikasi Otot: 
Instruksikan lansia untuk mengidentifikasi kelompok otot yang akan dilibatkan dalam latihan, misalnya, mulai dari kaki dan bergerak ke arah atas.

Kontraksi Otot: 
Mintalah lansia untuk mengontraksikan kelompok otot yang ditentukan secara perlahan selama 5-10 detik, merasa ketegangan dalam otot tersebut. Pastikan lansia tidak mengencangkan otot lain di sekitarnya.

Relaksasi: 
Setelah kontraksi, instruksikan lansia untuk melepaskan ketegangan secara tiba-tiba dan merasakan perasaan relaksasi yang terjadi. Fokuskan pada perbedaan antara ketegangan dan rileksasi.

Istirahat: 
Berikan waktu beberapa detik untuk lansia untuk merasakan sensasi relaksasi sebelum melanjutkan ke otot berikutnya.

Berlanjut ke Kelompok Otot Berikutnya: 
Lanjutkan proses kontraksi dan relaksasi ke kelompok otot berikutnya, naik dari kaki menuju kepala.

Praktik yang Konsisten:
Latihan ini dapat diulang beberapa kali, mulai dari kaki dan bergerak ke arah atas tubuh. Pastikan lansia merasa nyaman dan tidak menimbulkan ketegangan tambahan.

Akhir dengan Rileksasi: 
Setelah selesai, biarkan lansia tetap berbaring atau duduk dalam posisi santai untuk beberapa saat, menikmati sensasi rileksasi yang mungkin mereka rasakan.

Berikan arahan yang jelas dan memberi dorongan positif kepada lansia selama latihan. Konsistensi dalam praktik dan kesabaran adalah kunci dalam mengembangkan keterampilan relaksasi otot progresif yang efektif.

Berikut ini langkah-langkah melakukan Relaksasi Otot Progresif, (PMR)


Latihan Pernapasan: 
Latihan pernapasan dalam dan teratur dapat membantu menenangkan sistem saraf, mengurangi stres, dan meningkatkan fokus dan konsentrasi. Menggunakan teknik pernapasan dapat menjadi cara yang efektif untuk mengurangi stres pada lansia. 

Berikut langkah-langkah Pernapasan Dalam:

Tempat yang Tenang: 
Pastikan lansia berada di lingkungan yang tenang dan nyaman. Hindari kebisingan atau gangguan lainnya yang dapat mengganggu proses relaksasi.

Posisi Duduk atau Berbaring Nyaman: 
Mintalah lansia untuk duduk atau berbaring dalam posisi yang nyaman. Bantulah mereka menemukan posisi yang paling baik bagi mereka.

Fokus pada Pernapasan: 
Ajak lansia untuk fokus pada pernapasan mereka. Instruksikan mereka untuk menghirup dan menghembuskan napas secara perlahan dan dalam.

Teknik Pernapasan Dalam: 
Salah satu teknik yang bisa digunakan adalah teknik pernapasan dalam, di mana lansia menghirup melalui hidung mereka, mempertahankan napas sejenak, kemudian menghembuskan napas perlahan melalui mulut.

Hitung Napas: 
Bantu lansia untuk menghitung napas mereka. Misalnya, mereka dapat menghitung hingga empat saat menghirup, menahan napas selama empat hitungan, dan menghembuskan napas dalam empat hitungan. Proses ini dapat membantu mengalihkan perhatian dari stres dan kecemasan.

Praktik Reguler: 
Sarankan untuk berlatih teknik pernapasan ini secara teratur, baik saat mereka merasa stres maupun sebagai bagian dari rutinitas harian mereka. Semakin sering mereka melakukannya, semakin baik mereka akan menjadi dalam mengelola stres dengan pernapasan.

Konsistensi dan Kesabaran:
Ingatlah bahwa seperti halnya keterampilan lain, menguasai teknik pernapasan memerlukan waktu dan kesabaran. Berikan dukungan dan dorongan kepada lansia untuk terus berlatih dan menjadikan teknik pernapasan sebagai bagian dari strategi mereka dalam mengatasi stres.

Bantuan Profesional:
Jika perlu, dorong lansia untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental atau terapis yang dapat memberikan bimbingan lebih lanjut dalam mengelola stres dengan teknik pernapasan dan strategi lainnya.

Pastikan untuk memperhatikan reaksi dan kenyamanan lansia saat melaksanakan teknik-teknik ini, dan konsultasikan dengan profesional kesehatan jika ada kekhawatiran atau pertanyaan lebih lanjut.

Perhatikan langkah-langkah Pernapasan Dalam :


Teknik ini dapat menyesuaikannya dengan preferensi dan kebutuhan individu. Konsistensi dalam praktik dan kesabaran juga merupakan kunci dalam mengembangkan keterampilan mengelola stres yang efektif. Jika stres terasa berat atau mengganggu kehidupan sehari-hari, konsultasikan dengan profesional kesehatan atau konselor untuk mendapatkan dukungan tambahan.

       Pengelolaan stres yang efektif dapat memiliki dampak positif pada kesehatan secara keseluruhan dan dapat membantu mengurangi risiko atau mengelola berbagai penyakit kronis yang umum terjadi pada lansia. 

Beberapa kondisi kesehatan yang dapat mendapatkan manfaat dari pengelolaan stres yang baik termasuk:

Hipertensi (tekanan darah tinggi): 
Stres yang kronis dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Mengelola stres dengan baik melalui relaksasi dan aktivitas fisik teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi risiko komplikasi kesehatan yang terkait dengan hipertensi.

Penyakit jantung: 
Stres yang tidak terkendali dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan penyakit jantung lainnya. Pengelolaan stres yang efektif dapat membantu mengurangi tekanan pada jantung dan pembuluh darah, serta mengurangi faktor risiko seperti tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol yang tinggi.

Sistem kekebalan tubuh yang lemah: 
Stres kronis dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat individu lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit. Mengelola stres dengan baik dapat membantu menjaga sistem kekebalan tubuh yang kuat, meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi, dan mempercepat proses pemulihan.

Gangguan tidur: 
Stres yang tidak terkendali dapat mengganggu pola tidur dan menyebabkan gangguan tidur seperti insomnia. Pengelolaan stres yang efektif dapat membantu meredakan kegelisahan dan meningkatkan kualitas tidur, yang penting untuk kesehatan fisik dan mental.

Nyeri kronis: 
Stres dapat meningkatkan persepsi nyeri dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatasi nyeri kronis. Teknik pengelolaan stres seperti relaksasi otot dan meditasi dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.

Meskipun pengelolaan stres dapat membantu mengurangi risiko dan mengelola berbagai kondisi kesehatan, penting untuk diingat bahwa itu tidak selalu merupakan satu-satunya atau solusi utama. Konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk perawatan dan strategi pengelolaan stres yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan individu.



Sumber:





Thursday, 18 April 2024

Gaya Hidup Ini Mencegah Serangan Migrain pada Lansia.

           Migrain masih dan terus menjadi masalah medis yang signifikan pada orang lanjut usia. Migrain dapat memiliki karakteristik yang berbeda pada orang lanjut usia dan pertimbangan diagnostik serta pengobatan khusus perlu diterapkan ketika menangani sakit kepala dan migrain pada populasi lansia, yang jumlahnya semakin meningkat baik dalam ukuran maupun keragamannya.

Migrain dapat menyerang segala usia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Migrain dapat menjadi masalah yang signifikan bagi orang lanjut usia, mempengaruhi sekitar 1 dari 10 orang setiap tahunnya, mekanisme terjadinya migrain masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa teori tentang apa yang terjadi dalam otak selama serangan migrain. Proses ini melibatkan berbagai proses biologis kompleks yang melibatkan perubahan dalam aktivitas saraf dan pembuluh darah di otak. 

Beberapa gambaran umum tentang bagaimana peristiwa migrain terjadi:

Perubahan pada pembuluh darah otak: Salah satu teori utama migrain melibatkan perubahan dalam pembuluh darah di otak. Pada awal serangan migrain, pembuluh darah di otak dapat menyempit (vasokonstriksi), yang kemudian diikuti oleh perluasan pembuluh darah yang cepat (vasodilatasi). Vasodilatasi ini dianggap bertanggung jawab atas gejala nyeri yang parah.

Migrain terjadi karena perubahan pembuluh darah di otak.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan pada aktivitas saraf: Selama serangan migrain, ada juga perubahan dalam aktivitas saraf di otak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selama serangan migrain, neuron atau sel saraf di otak bisa menghasilkan zat kimia seperti serotonin dengan tingkat abnormal. Serotonin adalah neurotransmitter yang berperan dalam mengatur suasana hati, tidur, dan nyeri.

Pengaruh faktor genetik: Faktor genetik juga diyakini memainkan peran dalam migrain. Orang dengan riwayat keluarga migrain memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi ini, menunjukkan adanya faktor genetik yang terlibat dalam predisposisi terhadap migrain.

Stimulasi saraf trigeminal: Saraf trigeminal adalah saraf yang mengontrol sebagian besar sensasi wajah dan kepala. Selama serangan migrain, saraf trigeminal bisa menjadi terangsang secara berlebihan, menyebabkan perasaan nyeri pada kepala dan wajah.

Perubahan dalam aktivitas otak: Studi pencitraan otak telah menunjukkan bahwa selama serangan migrain, ada perubahan dalam aktivitas otak, terutama di daerah-daerah yang terlibat dalam persepsi nyeri dan pengolahan sensorik.

Faktor pencetus eksternal: Selain faktor internal seperti genetika dan aktivitas saraf, faktor eksternal seperti perubahan cuaca, stres, pola tidur yang tidak teratur, paparan cahaya terang, atau makanan tertentu juga dapat memicu serangan migrain pada individu yang rentan.

Sementara mekanisme yang tepat dari migrain masih menjadi subjek penelitian yang aktif, pemahaman tentang interaksi kompleks antara faktor-faktor ini telah membantu dalam pengembangan strategi pengobatan dan pengelolaan migrain.  Gejala migrain dapat bervariasi dari satu individu ke individu lain.

Beberapa ciri umum migrain meliputi:

Nyeri kepala yang parah: 
Nyeri ini sering terlokalisasi di satu sisi kepala, meskipun beberapa orang juga mengalami nyeri di seluruh kepala. Nyeri bisa berdenyut-denyut atau terasa tumpul.

Migrain menyebabkan nyeri kepala di satu sisi.
(Sumber: foto canva.com)
Mual dan muntah: 
Banyak orang dengan migrain mengalami gejala gastrointestinal seperti mual atau muntah selama serangan.

Sensitivitas terhadap cahaya, suara, atau bau: 
Orang dengan migrain sering menjadi sangat sensitif terhadap rangsangan sensorik seperti cahaya terang, suara keras, atau bau yang kuat.

Aura: 
Sebagian orang dengan migrain mengalami apa yang disebut sebagai "aura" sebelum atau selama serangan, yang merupakan gejala neurologis yang bersifat sementara. Ini bisa berupa perubahan penglihatan seperti kilatan cahaya atau titik-titik buta, kesemutan atau kelemahan di satu sisi tubuh, atau kesulitan berbicara.

Migrain pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang meliputi:

Perubahan hormonal: 
Terutama pada wanita yang mendekati atau telah memasuki masa menopause, perubahan hormon dapat memicu migrain.

Penyakit lain: 
Lansia sering kali memiliki kondisi kesehatan lain yang dapat menjadi faktor pemicu migrain, seperti penyakit jantung, hipertensi, atau penyakit pembuluh darah.

Stres: 
Stres fisik atau emosional dapat menjadi pemicu migrain pada lansia, dan mereka mungkin lebih rentan terhadap stres karena faktor-faktor lain seperti kesehatan yang menurun atau kehilangan orang yang dicintai.

Perubahan pola tidur: 
Perubahan dalam pola tidur, termasuk kurang tidur atau tidur terlalu banyak, dapat menjadi faktor pemicu migrain pada lansia.

Perubahan diet: 
Konsumsi makanan atau minuman tertentu yang mengandung bahan pengawet atau pemicu migrain lainnya dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada serangan migrain pada lansia.

Perubahan lingkungan: 
Perubahan cuaca, perubahan suhu, atau perubahan lingkungan lainnya juga dapat mempengaruhi lansia dan menjadi pemicu migrain.

Faktor genetik: 
Riwayat keluarga dengan migrain juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami migrain pada usia lanjut.

Efek samping obat: 
Penggunaan obat-obatan tertentu yang diresepkan untuk kondisi kesehatan lain pada lansia juga dapat memicu migrain sebagai efek sampingnya.

Efek samping obat dapat menimbulkan migrain.
(Sumber: foto canva.com)
 Dehidrasi: 
Lansia mungkin cenderung kurang minum atau mengalami dehidrasi, yang dapat menjadi faktor pemicu migrain.


Penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui faktor-faktor penyebab migrain pada lansia secara spesifik dan bagaimana mengelolanya dengan tepat.
Migrain sering kali dipicu oleh faktor tertentu seperti stres, perubahan pola tidur, perubahan hormon, konsumsi makanan tertentu, atau paparan lingkungan yang berbeda. Namun, faktor pemicu bisa bervariasi dari individu ke individu.

       Pengobatan migrain pada lansia sering kali melibatkan pendekatan yang holistik, termasuk penggunaan obat-obatan, perubahan gaya hidup, dan terapi non-farmakologis. Namun, karena kondisi kesehatan yang mungkin kompleks pada lansia, perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dan koordinasi dengan dokter yang merawat. 

Beberapa strategi umum untuk mengobati migrain pada lansia:

Obat-obatan.
Beberapa jenis obat-obatan dapat digunakan untuk mengobati migrain pada lansia, termasuk:
  • Analgesik (seperti parasetamol) untuk nyeri ringan hingga sedang.
  • Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau naproksen untuk nyeri sedang hingga berat.
  • Triptan, kelompok obat yang diresepkan untuk mengatasi serangan migrain dengan cepat dengan menyempitkan pembuluh darah di otak.
  • Obat pencegah migrain, seperti beta-blocker, antidepresan, atau obat antikonvulsan, yang diresepkan untuk mengurangi frekuensi dan keparahan serangan migrain.
  • Obat anti-mual jika mual dan muntah merupakan gejala yang dominan.
Perubahan gaya hidup. 
Mengadopsi gaya hidup sehat dapat membantu mengurangi risiko serangan migrain. Ini termasuk:
  • Menjaga pola tidur yang teratur dan berkualitas.
  • Memperhatikan pola makan dan menghindari pemicu migrain yang diketahui, seperti makanan yang mengandung MSG, kafein, atau alkohol.
  • Mengelola stres melalui teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau biofeedback.
  • Menghindari paparan terhadap stimulus yang memicu migrain, seperti cahaya terlalu terang atau suara yang keras.
Terapi non-farmakologis: 
  • Beberapa terapi non-farmakologis yang telah terbukti membantu mengurangi intensitas dan frekuensi migrain pada lansia meliputi:
  • Terapi fisik: Fisioterapi atau manipulasi tulang belakang dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan postur tubuh, yang dapat meredakan migrain.
  • Terapi pijat: Pijatan lembut pada area yang terkena migrain dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi darah.
  • Terapi akupunktur: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akupunktur dapat memberikan manfaat dalam mengurangi frekuensi dan keparahan serangan migrain pada lansia.
Konseling dan dukungan sosial: 
Terkadang, menghadapi migrain pada usia lanjut juga membutuhkan dukungan emosional dan psikologis. Konseling atau terapi perilaku kognitif dapat membantu individu dalam mengelola stres dan kecemasan yang terkait dengan migrain.

Berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan rekomendasi yang tepat tentang pengobatan migrain pada lansia, mengingat faktor-faktor kesehatan lain yang mungkin memengaruhi pilihan perawatan.

 

Sumber:

https://www.thelancet.com/journals/laneur/article/PIIS1474-4422(23)00206-5/abstract

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9007780/

https://www.samitivejhospitals.com/article/detail/elderly-migraines-symptoms-treatment-prevention

https://www.webmd.com/migraines-headaches/geriatric-headaches

https://americanheadachesociety.org/topic/migraine-in-the-elderly/