Migrain masih dan terus menjadi masalah medis yang signifikan pada orang lanjut usia. Migrain dapat memiliki karakteristik yang berbeda pada orang lanjut usia dan pertimbangan diagnostik serta pengobatan khusus perlu diterapkan ketika menangani sakit kepala dan migrain pada populasi lansia, yang jumlahnya semakin meningkat baik dalam ukuran maupun keragamannya.
Migrain dapat menyerang segala usia. (Sumber: foto LPC-Lansia) |
Migrain dapat menjadi masalah yang signifikan bagi orang lanjut usia, mempengaruhi sekitar 1 dari 10 orang setiap tahunnya, mekanisme terjadinya migrain masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa teori tentang apa yang terjadi dalam otak selama serangan migrain. Proses ini melibatkan berbagai proses biologis kompleks yang melibatkan perubahan dalam aktivitas saraf dan pembuluh darah di otak.
Beberapa gambaran umum tentang bagaimana peristiwa migrain terjadi:
Perubahan pada pembuluh darah otak: Salah satu teori utama migrain melibatkan perubahan dalam pembuluh darah di otak. Pada awal serangan migrain, pembuluh darah di otak dapat menyempit (vasokonstriksi), yang kemudian diikuti oleh perluasan pembuluh darah yang cepat (vasodilatasi). Vasodilatasi ini dianggap bertanggung jawab atas gejala nyeri yang parah.
Migrain terjadi karena perubahan pembuluh darah di otak. (Sumber: foto canva.com) |
Perubahan pada aktivitas saraf: Selama serangan migrain, ada juga perubahan dalam aktivitas saraf di otak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selama serangan migrain, neuron atau sel saraf di otak bisa menghasilkan zat kimia seperti serotonin dengan tingkat abnormal. Serotonin adalah neurotransmitter yang berperan dalam mengatur suasana hati, tidur, dan nyeri.
Pengaruh faktor genetik: Faktor genetik juga diyakini memainkan peran dalam migrain. Orang dengan riwayat keluarga migrain memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi ini, menunjukkan adanya faktor genetik yang terlibat dalam predisposisi terhadap migrain.
Stimulasi saraf trigeminal: Saraf trigeminal adalah saraf yang mengontrol sebagian besar sensasi wajah dan kepala. Selama serangan migrain, saraf trigeminal bisa menjadi terangsang secara berlebihan, menyebabkan perasaan nyeri pada kepala dan wajah.
Perubahan dalam aktivitas otak: Studi pencitraan otak telah menunjukkan bahwa selama serangan migrain, ada perubahan dalam aktivitas otak, terutama di daerah-daerah yang terlibat dalam persepsi nyeri dan pengolahan sensorik.
Faktor pencetus eksternal: Selain faktor internal seperti genetika dan aktivitas saraf, faktor eksternal seperti perubahan cuaca, stres, pola tidur yang tidak teratur, paparan cahaya terang, atau makanan tertentu juga dapat memicu serangan migrain pada individu yang rentan.
Sementara mekanisme yang tepat dari migrain masih menjadi subjek penelitian yang aktif, pemahaman tentang interaksi kompleks antara faktor-faktor ini telah membantu dalam pengembangan strategi pengobatan dan pengelolaan migrain. Gejala migrain dapat bervariasi dari satu individu ke individu lain.
Beberapa ciri umum migrain meliputi:
Migrain menyebabkan nyeri kepala di satu sisi. (Sumber: foto canva.com) |
Sensitivitas terhadap cahaya, suara, atau bau:
Aura:
Efek samping obat dapat menimbulkan migrain. (Sumber: foto canva.com) |
Pengobatan migrain pada lansia sering kali melibatkan pendekatan yang holistik, termasuk penggunaan obat-obatan, perubahan gaya hidup, dan terapi non-farmakologis. Namun, karena kondisi kesehatan yang mungkin kompleks pada lansia, perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dan koordinasi dengan dokter yang merawat.
Beberapa strategi umum untuk mengobati migrain pada lansia:
Beberapa jenis obat-obatan dapat digunakan untuk mengobati migrain pada lansia, termasuk:
- Analgesik (seperti parasetamol) untuk nyeri ringan hingga sedang.
- Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau naproksen untuk nyeri sedang hingga berat.
- Triptan, kelompok obat yang diresepkan untuk mengatasi serangan migrain dengan cepat dengan menyempitkan pembuluh darah di otak.
- Obat pencegah migrain, seperti beta-blocker, antidepresan, atau obat antikonvulsan, yang diresepkan untuk mengurangi frekuensi dan keparahan serangan migrain.
- Obat anti-mual jika mual dan muntah merupakan gejala yang dominan.
- Menjaga pola tidur yang teratur dan berkualitas.
- Memperhatikan pola makan dan menghindari pemicu migrain yang diketahui, seperti makanan yang mengandung MSG, kafein, atau alkohol.
- Mengelola stres melalui teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau biofeedback.
- Menghindari paparan terhadap stimulus yang memicu migrain, seperti cahaya terlalu terang atau suara yang keras.
- Beberapa terapi non-farmakologis yang telah terbukti membantu mengurangi intensitas dan frekuensi migrain pada lansia meliputi:
- Terapi fisik: Fisioterapi atau manipulasi tulang belakang dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan postur tubuh, yang dapat meredakan migrain.
- Terapi pijat: Pijatan lembut pada area yang terkena migrain dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi darah.
- Terapi akupunktur: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akupunktur dapat memberikan manfaat dalam mengurangi frekuensi dan keparahan serangan migrain pada lansia.
Sumber:
https://www.thelancet.com/journals/laneur/article/PIIS1474-4422(23)00206-5/abstract
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9007780/
https://www.samitivejhospitals.com/article/detail/elderly-migraines-symptoms-treatment-prevention
https://www.webmd.com/migraines-headaches/geriatric-headaches
https://americanheadachesociety.org/topic/migraine-in-the-elderly/
No comments:
Post a Comment