Thursday, 18 April 2024

Gaya Hidup Ini Mencegah Serangan Migrain pada Lansia.

           Migrain masih dan terus menjadi masalah medis yang signifikan pada orang lanjut usia. Migrain dapat memiliki karakteristik yang berbeda pada orang lanjut usia dan pertimbangan diagnostik serta pengobatan khusus perlu diterapkan ketika menangani sakit kepala dan migrain pada populasi lansia, yang jumlahnya semakin meningkat baik dalam ukuran maupun keragamannya.

Migrain dapat menyerang segala usia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Migrain dapat menjadi masalah yang signifikan bagi orang lanjut usia, mempengaruhi sekitar 1 dari 10 orang setiap tahunnya, mekanisme terjadinya migrain masih belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa teori tentang apa yang terjadi dalam otak selama serangan migrain. Proses ini melibatkan berbagai proses biologis kompleks yang melibatkan perubahan dalam aktivitas saraf dan pembuluh darah di otak. 

Beberapa gambaran umum tentang bagaimana peristiwa migrain terjadi:

Perubahan pada pembuluh darah otak: Salah satu teori utama migrain melibatkan perubahan dalam pembuluh darah di otak. Pada awal serangan migrain, pembuluh darah di otak dapat menyempit (vasokonstriksi), yang kemudian diikuti oleh perluasan pembuluh darah yang cepat (vasodilatasi). Vasodilatasi ini dianggap bertanggung jawab atas gejala nyeri yang parah.

Migrain terjadi karena perubahan pembuluh darah di otak.
(Sumber: foto canva.com)

Perubahan pada aktivitas saraf: Selama serangan migrain, ada juga perubahan dalam aktivitas saraf di otak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selama serangan migrain, neuron atau sel saraf di otak bisa menghasilkan zat kimia seperti serotonin dengan tingkat abnormal. Serotonin adalah neurotransmitter yang berperan dalam mengatur suasana hati, tidur, dan nyeri.

Pengaruh faktor genetik: Faktor genetik juga diyakini memainkan peran dalam migrain. Orang dengan riwayat keluarga migrain memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kondisi ini, menunjukkan adanya faktor genetik yang terlibat dalam predisposisi terhadap migrain.

Stimulasi saraf trigeminal: Saraf trigeminal adalah saraf yang mengontrol sebagian besar sensasi wajah dan kepala. Selama serangan migrain, saraf trigeminal bisa menjadi terangsang secara berlebihan, menyebabkan perasaan nyeri pada kepala dan wajah.

Perubahan dalam aktivitas otak: Studi pencitraan otak telah menunjukkan bahwa selama serangan migrain, ada perubahan dalam aktivitas otak, terutama di daerah-daerah yang terlibat dalam persepsi nyeri dan pengolahan sensorik.

Faktor pencetus eksternal: Selain faktor internal seperti genetika dan aktivitas saraf, faktor eksternal seperti perubahan cuaca, stres, pola tidur yang tidak teratur, paparan cahaya terang, atau makanan tertentu juga dapat memicu serangan migrain pada individu yang rentan.

Sementara mekanisme yang tepat dari migrain masih menjadi subjek penelitian yang aktif, pemahaman tentang interaksi kompleks antara faktor-faktor ini telah membantu dalam pengembangan strategi pengobatan dan pengelolaan migrain.  Gejala migrain dapat bervariasi dari satu individu ke individu lain.

Beberapa ciri umum migrain meliputi:

Nyeri kepala yang parah: 
Nyeri ini sering terlokalisasi di satu sisi kepala, meskipun beberapa orang juga mengalami nyeri di seluruh kepala. Nyeri bisa berdenyut-denyut atau terasa tumpul.

Migrain menyebabkan nyeri kepala di satu sisi.
(Sumber: foto canva.com)
Mual dan muntah: 
Banyak orang dengan migrain mengalami gejala gastrointestinal seperti mual atau muntah selama serangan.

Sensitivitas terhadap cahaya, suara, atau bau: 
Orang dengan migrain sering menjadi sangat sensitif terhadap rangsangan sensorik seperti cahaya terang, suara keras, atau bau yang kuat.

Aura: 
Sebagian orang dengan migrain mengalami apa yang disebut sebagai "aura" sebelum atau selama serangan, yang merupakan gejala neurologis yang bersifat sementara. Ini bisa berupa perubahan penglihatan seperti kilatan cahaya atau titik-titik buta, kesemutan atau kelemahan di satu sisi tubuh, atau kesulitan berbicara.

Migrain pada lansia bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang meliputi:

Perubahan hormonal: 
Terutama pada wanita yang mendekati atau telah memasuki masa menopause, perubahan hormon dapat memicu migrain.

Penyakit lain: 
Lansia sering kali memiliki kondisi kesehatan lain yang dapat menjadi faktor pemicu migrain, seperti penyakit jantung, hipertensi, atau penyakit pembuluh darah.

Stres: 
Stres fisik atau emosional dapat menjadi pemicu migrain pada lansia, dan mereka mungkin lebih rentan terhadap stres karena faktor-faktor lain seperti kesehatan yang menurun atau kehilangan orang yang dicintai.

Perubahan pola tidur: 
Perubahan dalam pola tidur, termasuk kurang tidur atau tidur terlalu banyak, dapat menjadi faktor pemicu migrain pada lansia.

Perubahan diet: 
Konsumsi makanan atau minuman tertentu yang mengandung bahan pengawet atau pemicu migrain lainnya dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada serangan migrain pada lansia.

Perubahan lingkungan: 
Perubahan cuaca, perubahan suhu, atau perubahan lingkungan lainnya juga dapat mempengaruhi lansia dan menjadi pemicu migrain.

Faktor genetik: 
Riwayat keluarga dengan migrain juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami migrain pada usia lanjut.

Efek samping obat: 
Penggunaan obat-obatan tertentu yang diresepkan untuk kondisi kesehatan lain pada lansia juga dapat memicu migrain sebagai efek sampingnya.

Efek samping obat dapat menimbulkan migrain.
(Sumber: foto canva.com)
 Dehidrasi: 
Lansia mungkin cenderung kurang minum atau mengalami dehidrasi, yang dapat menjadi faktor pemicu migrain.


Penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui faktor-faktor penyebab migrain pada lansia secara spesifik dan bagaimana mengelolanya dengan tepat.
Migrain sering kali dipicu oleh faktor tertentu seperti stres, perubahan pola tidur, perubahan hormon, konsumsi makanan tertentu, atau paparan lingkungan yang berbeda. Namun, faktor pemicu bisa bervariasi dari individu ke individu.

       Pengobatan migrain pada lansia sering kali melibatkan pendekatan yang holistik, termasuk penggunaan obat-obatan, perubahan gaya hidup, dan terapi non-farmakologis. Namun, karena kondisi kesehatan yang mungkin kompleks pada lansia, perawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dan koordinasi dengan dokter yang merawat. 

Beberapa strategi umum untuk mengobati migrain pada lansia:

Obat-obatan.
Beberapa jenis obat-obatan dapat digunakan untuk mengobati migrain pada lansia, termasuk:
  • Analgesik (seperti parasetamol) untuk nyeri ringan hingga sedang.
  • Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau naproksen untuk nyeri sedang hingga berat.
  • Triptan, kelompok obat yang diresepkan untuk mengatasi serangan migrain dengan cepat dengan menyempitkan pembuluh darah di otak.
  • Obat pencegah migrain, seperti beta-blocker, antidepresan, atau obat antikonvulsan, yang diresepkan untuk mengurangi frekuensi dan keparahan serangan migrain.
  • Obat anti-mual jika mual dan muntah merupakan gejala yang dominan.
Perubahan gaya hidup. 
Mengadopsi gaya hidup sehat dapat membantu mengurangi risiko serangan migrain. Ini termasuk:
  • Menjaga pola tidur yang teratur dan berkualitas.
  • Memperhatikan pola makan dan menghindari pemicu migrain yang diketahui, seperti makanan yang mengandung MSG, kafein, atau alkohol.
  • Mengelola stres melalui teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, atau biofeedback.
  • Menghindari paparan terhadap stimulus yang memicu migrain, seperti cahaya terlalu terang atau suara yang keras.
Terapi non-farmakologis: 
  • Beberapa terapi non-farmakologis yang telah terbukti membantu mengurangi intensitas dan frekuensi migrain pada lansia meliputi:
  • Terapi fisik: Fisioterapi atau manipulasi tulang belakang dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan postur tubuh, yang dapat meredakan migrain.
  • Terapi pijat: Pijatan lembut pada area yang terkena migrain dapat membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan sirkulasi darah.
  • Terapi akupunktur: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akupunktur dapat memberikan manfaat dalam mengurangi frekuensi dan keparahan serangan migrain pada lansia.
Konseling dan dukungan sosial: 
Terkadang, menghadapi migrain pada usia lanjut juga membutuhkan dukungan emosional dan psikologis. Konseling atau terapi perilaku kognitif dapat membantu individu dalam mengelola stres dan kecemasan yang terkait dengan migrain.

Berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan rekomendasi yang tepat tentang pengobatan migrain pada lansia, mengingat faktor-faktor kesehatan lain yang mungkin memengaruhi pilihan perawatan.

 

Sumber:

https://www.thelancet.com/journals/laneur/article/PIIS1474-4422(23)00206-5/abstract

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9007780/

https://www.samitivejhospitals.com/article/detail/elderly-migraines-symptoms-treatment-prevention

https://www.webmd.com/migraines-headaches/geriatric-headaches

https://americanheadachesociety.org/topic/migraine-in-the-elderly/


No comments:

Post a Comment