Selain parosmia (bau berubah menjadi bau lain), ada juga gangguan penciuman lain yang cukup sering dialami sebagian lansia, yaitu phantosmia. Kondisi ini membuat seseorang mencium bau tertentu padahal bau tersebut sebenarnya tidak ada di lingkungan sekitarnya.
![]() |
Keluarga yang memiliki lansia harus memahami phantosmia. (Sumber: foto grup) |
Apa itu Phantosmia?
Phantosmia adalah persepsi penciuman palsu, yaitu munculnya sensasi mencium bau meskipun tidak ada sumber bau yang nyata. Bau yang tercium biasanya bersifat tidak menyenangkan, misalnya:
-
bau asap atau terbakar,
-
bau busuk atau kotoran,
-
bau bahan kimia seperti bensin atau cat.
Namun pada sebagian kecil kasus, bau yang tercium bisa netral atau bahkan menyenangkan.
Mengapa Lansia Rentan Mengalami Phantosmia?
-
Perubahan Saraf Penciuman Akibat Penuaan
Indra penciuman pada lansia mengalami penurunan fungsi. Kerusakan reseptor hidung atau jalur saraf ke otak dapat membuat otak “salah membaca” sinyal sehingga menciptakan bau palsu. -
Gangguan Neurologis
-
Penyakit Alzheimer dan Parkinson: phantosmia dapat menjadi gejala awal adanya gangguan otak degeneratif.
-
Epilepsi lobus temporal: pada beberapa kasus, serangan epilepsi memunculkan sensasi bau aneh sebelum kejang.
-
Stroke kecil (mikro-stroke) pada otak juga dapat merusak area pengolah penciuman.
-
-
Infeksi atau Peradangan Hidung
Sinusitis kronis, polip hidung, atau infeksi saluran napas dapat memicu aktivitas abnormal pada saraf penciuman yang menimbulkan phantosmia. -
Pengaruh Obat-obatan dan Zat Kimia
Beberapa obat (misalnya antidepresan, antibiotik, atau obat jantung tertentu) dapat menimbulkan efek samping berupa bau palsu. Paparan asap rokok atau zat kimia juga bisa memperburuk kondisi ini.
Dampak Phantosmia pada Lansia
-
Gangguan nafsu makan: bau busuk yang terus tercium membuat makanan terasa tidak enak.
-
Stres psikologis: lansia merasa terganggu, sulit tidur, bahkan khawatir dianggap berhalusinasi.
-
Kualitas hidup menurun: bau yang tidak ada tetapi selalu terasa membuat lansia sulit menikmati aktivitas sehari-hari.
Contoh Kasus Nyata
Pak Budi, seorang pensiunan berusia 75 tahun, sering mengeluhkan mencium bau asap rokok di rumahnya padahal tidak ada seorang pun yang merokok. Bau itu muncul terutama di malam hari dan membuatnya sulit tidur. Keluarga awalnya mengira Pak Budi berhalusinasi. Setelah diperiksa oleh dokter, ternyata ia mengalami phantosmia akibat sinusitis kronis dan gangguan kecil pada saraf penciuman.
Dengan terapi obat sinusitis dan latihan penciuman, gejala phantosmia Pak Budi berangsur membaik, meskipun butuh waktu beberapa bulan.
Cara Mengatasi Phantosmia
-
Konsultasi ke Dokter THT atau Neurolog
Penting untuk mencari penyebab utama. Jika phantosmia disebabkan infeksi hidung, maka terapi infeksi dapat membantu. Bila berkaitan dengan saraf, perlu evaluasi lebih lanjut. -
Latihan Penciuman (Olfactory Training)
Sama seperti pada parosmia, latihan mencium aroma tertentu (misalnya lemon, kayu putih, mawar, cengkeh) secara rutin dapat melatih otak mengatur ulang persepsi penciuman. -
Manajemen Psikologis
-
Edukasi keluarga agar memahami kondisi ini bukan sekadar “halusinasi”.
-
Dukungan emosional penting agar lansia tidak merasa dikucilkan.
-
-
Pengaturan Lingkungan
Hindari paparan asap, bahan kimia, dan bau menyengat yang bisa memperparah gejala.
Kesimpulan
Phantosmia pada lansia merupakan kondisi ketika seseorang mencium bau yang sebenarnya tidak ada. Penyebabnya beragam, mulai dari penuaan alami, infeksi hidung, efek obat, hingga penyakit saraf seperti Parkinson atau Alzheimer. Walau tidak mengancam jiwa secara langsung, phantosmia dapat menurunkan kualitas hidup lansia jika tidak ditangani dengan baik. Dukungan keluarga, pemeriksaan medis, dan latihan penciuman dapat membantu mengurangi keluhan ini.
Pernahkah Anda mengalami Phantosmia? Ceritakan pengalaman Anda!
Sumber:
-
Leopold, D. A. (2002). Distortion of olfactory perception: Diagnosis and treatment. Chemical Senses, 27(7), 611–615.
-
Landis, B. N., Frasnelli, J., & Hummel, T. (2005). Disorders of olfaction: The impact on quality of life. Chemical Senses, 30(1), i-73.
-
Doty, R. L. (2017). Olfactory dysfunction in neurodegenerative diseases: Is there a common pathological substrate? The Lancet Neurology, 16(6), 478–488.
-
National Institute on Aging. (2022). Sensory Changes with Aging. NIH.
-
Reden, J., Maroldt, H., Fritz, A., Zahnert, T., & Hummel, T. (2007). A study on the prognostic significance of qualitative olfactory dysfunction. European Archives of Oto-Rhino-Laryngology, 264(2), 139–144.
No comments:
Post a Comment