Pendahuluan
Pernahkah Anda merasa satu hari terasa sangat panjang?
Bagi banyak lansia, waktu sering kali terasa berjalan lambat — seolah menit demi menit melangkah pelan.
Fenomena ini bukan sekadar perasaan, melainkan hasil dari perubahan nyata di otak, tubuh, dan jiwa manusia seiring bertambahnya usia.
![]() |
Lansia merasakan waktu berjalan lambat. (Sumber: foto grup) |
Artikel ini akan menjelaskan secara lembut dan ilmiah mengapa lansia merasakan waktu terasa lambat, disertai penjelasan biologis, psikologis, dan tips agar waktu terasa lebih bermakna.
1. Otak Lansia Memproses Waktu Lebih Pelan
Seiring bertambah usia, kecepatan otak dalam memproses informasi menurun secara alami.
Pada masa muda, otak memproses banyak kejadian dengan cepat — setiap hari terasa penuh dan waktu terasa cepat berlalu.
Namun, pada usia lanjut:
-
Jumlah informasi baru yang masuk berkurang,
-
Aktivitas saraf berjalan lebih lambat,
-
Sistem dopamin (zat pengatur waktu di otak) melemah.
Akibatnya, otak “merekam” lebih sedikit peristiwa dalam satu hari, sehingga waktu terasa berjalan lambat. Bagi lansia, lima belas menit bisa terasa seperti setengah jam.
2. Rutinitas yang Sama Membuat Waktu Terasa Panjang
Ketika masih muda, hari-hari diisi dengan hal baru: belajar, bekerja, bertemu orang baru, berpetualang.
Semua hal baru ini meninggalkan jejak memori kuat di otak, sehingga waktu terasa padat dan cepat.
Sebaliknya, pada usia lanjut, rutinitas cenderung sama setiap hari.
Karena otak mengukur waktu berdasarkan banyaknya kenangan baru, hari-hari yang berulang terasa panjang dan lambat.
Maka, jika ingin waktu terasa lebih hidup, isi hari dengan aktivitas baru: menulis, belajar bahasa baru, merawat tanaman, atau bercengkerama dengan cucu.
3. Emosi Mempengaruhi Persepsi Waktu
Perasaan dan suasana hati sangat berpengaruh terhadap persepsi waktu.
-
Saat bahagia dan sibuk, waktu terasa cepat.
-
Saat sedih, kesepian, atau menunggu, waktu terasa sangat lambat.
Beberapa lansia mengalami kesepian atau kehilangan pasangan hidup, sehingga waktu seakan berhenti.
Rasa hampa membuat otak fokus pada penantian, bukan pada kegiatan.
Itulah sebabnya hari-hari terasa lebih panjang dari biasanya.
4. Perubahan Biologis dalam Tubuh
Jam biologis manusia diatur oleh bagian otak bernama nukleus suprachiasmaticus (SCN).
SCN berfungsi seperti jam alami tubuh, mengatur kapan kita merasa siang, malam, dan mengantuk.
Pada lansia:
-
Sensitivitas terhadap cahaya berkurang,
-
Tidur malam menjadi lebih singkat,
-
Produksi hormon melatonin menurun.
Perubahan ini membuat ritme siang–malam menjadi kabur, sehingga waktu terasa tidak stabil dan cenderung lambat.
Selain itu, aktivitas fisik yang menurun juga memperlambat detak jantung dan metabolisme.
Tubuh yang bergerak lambat memberi sinyal ke otak bahwa waktu juga berjalan lambat.
5. Waktu yang Lambat, Makna yang Dalam
Namun, waktu yang terasa lambat tidak selalu buruk.
Bagi banyak lansia, perlambatan waktu justru membuka ruang untuk merenung, mengenang, dan menikmati hal-hal kecil: bunyi burung, angin sore, atau senyum cucu.
Dalam fase ini, kualitas waktu lebih penting daripada kecepatannya.
Kesadaran terhadap setiap detik dapat membawa ketenangan dan makna yang lebih dalam terhadap hidup.
Tips Agar Waktu Terasa Lebih Bermakna bagi Lansia
-
Mulai hari dengan tujuan kecil – misalnya menulis jurnal, menanam bunga, atau membaca Al-Qur’an.
-
Lakukan kegiatan baru secara berkala agar otak terus terangsang.
-
Berkumpul dengan orang lain – percakapan hangat membuat waktu terasa cepat berlalu.
-
Latihan fisik ringan seperti jalan pagi atau senam lansia membantu mempercepat ritme tubuh.
-
Latih mindfulness atau zikir tenang, agar waktu terasa damai tanpa terasa berat.
Kesimpulan
Perasaan “waktu terasa lambat” pada lansia bukan sekadar pikiran, tetapi hasil gabungan dari:
-
Penurunan kecepatan saraf dan dopamin di otak,
-
Rutinitas yang berulang,
-
Perubahan jam biologis,
-
Serta pengaruh emosi dan suasana hati.
Namun, dengan menjaga aktivitas, emosi positif, dan kesadaran spiritual, lansia dapat menjadikan setiap detik lebih bermakna daripada cepat.
Ceritakan dikolam komentar bila Anda sering mengalami waktu terasa lambat !
Sumber:
-
Wittmann, M., & Lehnhoff, S. (2005). Age effects in perception of time. Acta Psychologica, 120(1), 75–90.
-
Block, R. A. (2010). Subjective Time: The Psychology of Time Perception. Oxford University Press.
-
Droit-Volet, S., & Meck, W. H. (2007). How emotions color our perception of time. Trends in Cognitive Sciences, 11(12), 504–513.
-
Buhusi, C. V., & Meck, W. H. (2005). What makes us tick? Functional and neural mechanisms of interval timing. Nature Reviews Neuroscience, 6(10), 755–765.
-
Coull, J. T., & Nobre, A. C. (2008). Dissociating explicit timing from temporal expectation with fMRI. Current Opinion in Neurobiology, 18(2), 137–144.
-
Czeisler, C. A., et al. (1992). Stability, precision, and near-24-hour period of the human circadian pacemaker. Science, 284(5423), 2177–2181.
No comments:
Post a Comment