Monday, 7 August 2023

Krisis Eksistensial Pada Lansia, Ini Penyakit Apa ?

         Krisis eksistensial, menurut definisi, mengacu pada kumpulan perasaan dan pertanyaan yang harus kita lakukan dengan makna dan tujuan hidup kita

Dalam psikologi dan psikoterapi , istilah "krisis eksistensial" mengacu pada suatu bentuk konflik batin. Hal ini ditandai dengan kesan bahwa hidup kurang bermakna dan disertai berbagai pengalaman negatif , seperti stres , kecemasan , keputusasaan, dan depresi .

Perasaan kecemasan eksistensial adalah normal, dan setiap orang mengalaminya sampai taraf tertentu dalam hidup mereka.

Pertanyaan-pertanyaan makna dan tujuan hidup, tidak mudah ditemukan jawabannya, dan ini dapat membuat kita merasa stagnan. Kita merasa tidak yakin bagaimana harus menanggapi atau ke mana harus pergi, dan itu bahkan dapat berdampak negatif pada hidup kita jika perasaan ini terus berlanjut atau memburuk.

Umumnya krisis eksistensial dapat terjadi pada siapa saja, dan tidak ada batasan dalam hal usia atau jenis kelamin. Setiap orang dapat mengalami krisis eksistensial di beberapa titik kejadian.

Krisis eksistensial sering terjadi setelah peristiwa besar dalam hidup, seperti:
  1. Perubahan karier, pekerjaan, dan pensiun.
  2. Kematian orang yang dicintai
  3. Diagnosis penyakit serius atau yang mengancam jiwa
  4. Memasuki kategori usia yang signifikan, seperti 40, 50, atau 65
  5. Mengalami pengalaman tragis atau traumatis
  6. Memiliki anak
  7. Pernikahan atau perceraian
Terjadi setiap kali pada kita, sebagai manusia dihadapkan pada keadaan, perubahan, atau transisi dalam hidup kita yang sulit untuk diadaptasi , atau yang membuat kita bertanya-tanya apakah ini arah yang kita inginkan dalam hidup. Apakah transisi ini diharapkan atau tidak, kita mungkin merasa memiliki keterbatasan yang membuat kita mempertanyakan arah yang diambil hidup kita.
Krisis eksistensial pada lansia bermuara pada pertanyaan mendasar
siapakah saya dan apa tujuan hidup saya? (Sumber: foto pens 49 ceria)
Perubahan kehidupan yang terjadi pada lansia, seperti pensiun, kesehatan yang menurun, atau kehilangan orang yang dicintai mungkin termasuk yang sulit untuk diadaptasi, sehingga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan mengenai makna dan tujuan hidup.

Pemikiran ini biasanya bermuara pada dua pertanyaan mendasar: Siapakah saya dan apa tujuan hidup saya? Krisis eksistensial juga dapat berputar di sekitar pertanyaan tentang warisan Anda dan aspek lain dalam hidup Anda, terutama seiring bertambahnya usia.

Lansia yang ragu atau tidak memiliki makna dan tujuan hidup mungkin menunjukkan beberapa ciri, antara lain : 

😳  Perasaan Kehampaan: 
Lansia yang tidak memiliki makna dan tujuan hidup mungkin merasa kehampaan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat merasa tidak ada arah yang jelas atau tujuan yang ingin dicapai.
Tanpa makna dan tujuan hidup lansia merasa hampa
(Sumber: foto canva.com)
😳 Kehilangan Minat pada Aktivitas: 
Jika lansia kehilangan minat pada aktivitas yang mereka nikmati sebelumnya, ini bisa menjadi tanda bahwa mereka merasa kehilangan makna dalam hidup.

😳 Isolasi Sosial: 
Lansia yang merasa tidak memiliki makna hidup cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan mengalami isolasi. Mereka mungkin merasa sulit untuk terhubung dengan orang lain.

😳 Perasaan Putus Asa:
Rasa putus asa atau keputusasaan bisa muncul jika lansia merasa tidak memiliki tujuan yang jelas dalam hidup.

😳 Kurangnya Keterlibatan dalam Kegiatan: 
Lansia yang tidak memiliki makna hidup mungkin menunjukkan kurangnya keterlibatan dalam kegiatan sehari-hari atau aktivitas yang bermanfaat.

😳 Perubahan dalam Pola Makan atau Tidur: 
Ketidakmampuan untuk menemukan makna hidup bisa menyebabkan perubahan dalam pola makan atau tidur, seperti kehilangan nafsu makan atau tidur yang terganggu.

😳 Perasaan Tidak Berharga: 
Lansia yang merasa tidak memiliki makna hidup mungkin merasa tidak berharga atau merasa bahwa keberadaan mereka tidak memberikan dampak positif pada dunia sekitar.

😳 Kurangnya Rasa Kepuasan dalam Hidup: 
Jika lansia merasa tidak puas dengan kehidupan mereka secara keseluruhan, ini bisa menandakan kurangnya makna dan tujuan hidup.

😳 Kekhawatiran terus-menerus:
Terus dibayangi pikiran dan depresi eksistensial yang tidak dapat  dihilangkan selama kehidupan sehari-hari. Mungkin terasa seolah-olah setiap kali meskipun Anda tidak terganggu oleh sesuatu, pikiran Anda cenderung mempertanyakan hal yang sama dan memiliki pemikiran yang sama.

😳 Merasa tersesat dan lepas kendali:
Ketika kita kehilangan kontak dengan nilai dan tujuan kita, kita sering merasa kehilangan kontak dengan diri kita sendiri, seolah-olah kita berada di ruangan gelap dan tidak dapat menemukan tombol lampu.
 
Beberapa penyakit yang mungkin timbul akibat kurangnya makna dan tujuan hidup, antara lain:

😪 Depresi dan Kecemasan: 
Kurangnya makna hidup dapat menyebabkan perasaan putus asa, sedih, dan kehilangan minat pada hal-hal yang biasanya dinikmati, yang dapat berujung pada depresi atau gangguan kecemasan.

😪 Isolasi Sosial: 
Lansia yang merasa tidak memiliki makna hidup cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan mengalami isolasi, yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan mental dan fisik.

😪 Gangguan Tidur: 
Ketidakmampuan untuk menemukan makna hidup bisa menyebabkan gangguan tidur, seperti insomnia atau tidur yang tidak nyenyak.
Lansia tanpa makna dan tujuan hidup memiliki gangguan tidur
(Sumber: foto canva.com)
😪 Kurangnya Motivasi untuk Hidup Sehat: 
Kurangnya makna hidup dapat membuat lansia kurang termotivasi untuk menjaga kesehatan fisik, seperti pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik.

😪 Penurunan Fungsi Kognitif: 
Kurangnya stimulus mental dan emosional akibat tidak memiliki makna hidup yang jelas dapat berdampak pada penurunan fungsi kognitif dan memori.

😪 Peningkatan Risiko Penyakit Jantung: 
Stres dan kecemasan akibat kurangnya makna hidup dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan risiko penyakit jantung.

😪 Penurunan Kualitas Hidup: 
Kurangnya makna dan tujuan hidup dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan dan membuat lansia merasa tidak puas dengan kehidupan mereka.

😪 Penyalahgunaan Zat: 
Beberapa lansia mungkin mengatasi perasaan kosong atau kehilangan makna dengan menggunakan obat-obatan atau alkohol, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan yang lebih serius.

Beberapa aspek yang dapat membantu lansia memahami makna dan tujuan hidup antara lain:

👉 Pentingnya Merenung: 
Lansia dapat merenung tentang pengalaman hidup yang telah dilewati, prestasi, kegagalan, dan hubungan dengan orang lain. Melalui refleksi ini, mereka dapat memperoleh wawasan tentang apa yang telah mereka capai dan apa yang ingin mereka capai selanjutnya. Pendalaman agama untuk mencari makna dan tujuan hidup penting dilakukan agar keyakinan yang sudah dimiliki tidak goyah.

👉 Memahami Nilai-nilai Dalam Hidup:
Lansia dapat menilai nilai-nilai inti yang paling penting bagi mereka. Misalnya, nilai keluarga, persahabatan, kepedulian sosial, spiritualitas, atau kesempatan untuk terus belajar dan berkembang.

👉 Mengambil Peran sebagai Penasihat:
Lansia sering memiliki kekayaan pengetahuan dan pengalaman hidup yang berharga. Mereka bisa memahami bahwa menjadi penasihat atau mentor bagi generasi yang lebih muda dapat memberikan rasa pemenuhan dan tujuan baru dalam hidup. Memberi nasehat kepada anak, cucu, cicit dan keluarga besar penting dilakukan agar hidup bermakna untuk keluarga besar. 

👉 Meneruskan Warisan:
Lansia bisa merasa memiliki tanggung jawab untuk meneruskan nilai-nilai, tradisi, dan warisan budaya kepada generasi mendatang. Ini bisa menjadi tujuan hidup yang kuat untuk memastikan bahwa nilai-nilai tersebut tetap hidup. Kegiatan berkumpul keluarga besar memperkuat pewarisan nilai-nilai, tradisi dan praktik baik yang dimiliki lansia berdasarkan pengalamannya.
Lansia meneruskan nilai-nilai, tradisi, dan warisan budaya
 kepada generasi mendatang.
 (Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
👉 Membangun Hubungan yang Bermakna:
Mencari dan memelihara hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman, dan masyarakat dapat memberikan rasa tujuan dan kebahagiaan dalam hidup lansia.

👉 Menghadapi Tantangan dengan Bijaksana:
Hidup selalu penuh dengan tantangan, terutama di usia lanjut. Lansia dapat mencari cara untuk menghadapi dan mengatasi tantangan ini dengan bijaksana, menemukan kekuatan dalam diri mereka untuk tetap tegar dan berdaya.

👉 Menjaga Kesehatan dan Kualitas Hidup:
Lansia dapat menetapkan tujuan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental mereka, memastikan mereka dapat menikmati kualitas hidup yang lebih baik selama sisa hidup mereka.

         Makna dan tujuan hidup adalah hal yang sangat individual dan bervariasi dari satu orang ke orang lain. Tidak ada jawaban "benar" atau "salah" dalam mencari makna hidup. Hal ini tergantung pada nilai-nilai, minat, dan aspirasi pribadi masing-masing individu. Mengenali dan menghargai nilai-nilai ini adalah kunci untuk merasa terpenuhi dan bahagia di usia lanjut.





Sumber:






Sunday, 6 August 2023

Lansia Cegukan, Tanda Cepat Gede Atau Tanda Penyakit

            Anda tentu pernah mendengar mitos cegukan, di daerah Jawa, Indonesia. Banyak orang yang mengatakan anak yang cegukan akan cepat gede dan tinggi. Menurut mereka, cegukan dapat menarik otot-otot tulang hingga menjadikan anak gede dan bertambah tinggi. Tentu saja ini belum pernah diteliti tingkat kebenarannya.

Ternyata cegukan dapat terjadi pada orang dewasa atau orang yang lebih tua, cegukan terus-menerus bisa sangat mengganggu dan melumpuhkan, mempengaruhi asupan makanan, menyebabkan kurang tidur, kelelahan fisik dan bisa menyebabkan konsekuensi fatal lainnya.

Cegukan ( singultus) adalah kontraksi tiba-tiba dan tidak terkendali pada otot diafragma, yang merupakan otot yang berperan dalam proses pernapasan. Hal ini menyebabkan inspirasi yang cepat dan pendek, diikuti oleh penutupan tiba-tiba pada pita suara, yang menghasilkan suara "hik". 

Cegukan (singultus) dapat terjadi pada orang dewasa
atau orang yang lebih lebih tua (Sumber: foto paguyuban pensiun 209)

Cegukan biasanya tidak berbahaya dan dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu singkat, tetapi dalam beberapa kasus, cegukan yang berlangsung lama atau kronis dapat menjadi tanda masalah medis yang mendasarinya.

Bila cegukan terus-menerus sering kali menyiratkan proses penyakit serius yang mendasarinya yang memerlukan evaluasi ekstensif. Di antara lebih dari 100 penyebab cegukan, yang paling umum terletak di saluran cerna.

Ilustrasi kontraksi tiba-tiba dan tidak terkendali
pada otot diafragma mengakibatkan cegukan.
( sumber: foto canva.com)

Beberapa faktor yang dapat memicu cegukan, antara lain:

👉 Konsumsi makanan atau minuman dengan cepat: 

 Makan atau minum terlalu cepat dapat mengiritasi diafragma dan memicu cegukan.

Konsumsi makanan dengan cepat memicu cegukan
(Sumber: foto canva.com)

👉 Konsumsi makanan atau minuman yang terlalu panas atau terlalu dingin: 

Suhu ekstrem pada makanan atau minuman dapat merangsang saraf di tenggorokan dan menyebabkan cegukan.

👉 Konsumsi makanan atau minuman berlemak tinggi atau pedas:

 Makanan berlemak tinggi atau pedas dapat mengiritasi lambung atau kerongkongan, yang pada gilirannya dapat memicu cegukan.

👉 Minum alkohol secara berlebihan: 

Konsumsi alkohol dalam jumlah besar dapat merangsang sistem saraf dan mengganggu fungsi otot diafragma, menyebabkan cegukan.

          💬 Stres atau kecemasan, kondisi emosional seperti stres atau kecemasan dapat mempengaruhi sistem saraf dan memicu cegukan.

           Cegukan pada lansia dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan proses penuaan dan perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh mereka. 

Beberapa alasan mengapa lansia mungkin lebih rentan terhadap cegukan:

👥 Penurunan elastisitas diafragma:

Penuaan menyebabkan penurunan elastisitas dan kekuatan otot diafragma, yang bertanggung jawab atas proses pernapasan. Hal ini dapat menyebabkan tidak sempurna dalam kontraksi otot dan menyebabkan terjadinya cegukan.

👥 Penurunan refleks menelan:

Lansia mungkin mengalami penurunan refleks menelan yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas saraf atau perubahan pada otot-otot yang terlibat dalam proses menelan. Hal ini dapat menyebabkan makanan atau minuman masuk ke saluran napas dan memicu cegukan.

👥 Masalah pencernaan:

Lansia sering mengalami masalah pencernaan, seperti refluks asam lambung atau gangguan perut, yang dapat merangsang saraf di tenggorokan dan memicu cegukan.

👥 Penggunaan obat-obatan: 

Lansia cenderung mengonsumsi lebih banyak obat daripada kelompok usia lainnya. Beberapa obat dapat menyebabkan efek samping cegukan sebagai salah satu gejala, misalnya obat-obatan untuk tekanan darah tinggi, antidepresan, atau obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf.

👥 Penurunan kapasitas pernapasan: 

Penuaan juga dapat menyebabkan penurunan kapasitas pernapasan, termasuk kapasitas paru-paru dan volume udara yang dapat dihirup. Ketidakseimbangan antara proses pernapasan dan menelan dapat menyebabkan cegukan.

👥  Stres atau kecemasan:

Lansia sering mengalami stres atau kecemasan yang dapat mempengaruhi sistem saraf dan memicu cegukan.

Stres dapat mempengaruhi sistem saraf, memicu cegukan.
(Sumber: foto canva.com)

          💬  Cegukan pada lansia biasanya tidak terkait dengan penyakit serius, tetapi dalam beberapa kasus, cegukan yang berkepanjangan atau kronis dapat menjadi gejala dari masalah kesehatan yang mendasarinya. 

Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cegukan pada lansia, antara lain:

👳 Gangguan pencernaan: 

Gangguan pencernaan seperti refluks asam lambung (GERD), gastritis, atau hernia hiatus dapat menyebabkan cegukan pada lansia. Kondisi ini dapat menyebabkan iritasi pada diafragma atau mendorong makanan kembali ke kerongkongan.

👳 Gangguan saraf:

Gangguan pada saraf vagus atau saraf phrenic yang mengendalikan gerakan diafragma dapat menyebabkan cegukan. Misalnya, neuropati perifer, multiple sclerosis (MS), atau kerusakan saraf akibat diabetes dapat mempengaruhi fungsi saraf ini.

👳 Gangguan sistem saraf pusat: 

Beberapa kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat, seperti tumor otak, stroke, atau cedera kepala, dapat menyebabkan kelainan pada pengaturan saraf dan memicu cegukan.

👳 Efek samping obat: 

Beberapa obat tertentu, seperti obat-obatan untuk tekanan darah tinggi, obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf, atau obat-obatan psikotropika, dapat menyebabkan efek samping berupa cegukan.

👳 Penyakit paru-paru: 

Penyakit paru-paru seperti pneumonia, bronkitis kronis, atau efusi pleura bisa menjadi penyebab cegukan pada lansia.

👳 Gangguan kardiovaskular: 

Masalah jantung seperti gagal jantung atau serangan jantung bisa berhubungan dengan cegukan.

👳 Gangguan metabolik: 

Diabetes atau gangguan kadar elektrolit seperti hipokalemia (kurangnya kadar kalium dalam darah) dapat menyebabkan cegukan pada lansia.

            💬 Meskipun cegukan pada lansia dapat disebabkan oleh faktor-faktor di atas, penting untuk diingat bahwa dalam kebanyakan kasus, cegukan bersifat sementara dan tidak berbahaya. 

Beberapa kiat yang dapat mencegah atau mengatasi cegukan pada lansia:

🎬 Minum air dengan perlahan: 

Lansia sebaiknya menghindari minum terlalu cepat atau dalam jumlah besar. Disarankan untuk minum air dengan perlahan dan mengambil tegukan sedikit-sedikit. Hal ini dapat membantu menghindari iritasi pada diafragma yang dapat memicu cegukan.

Minum air dengan perlahan dan teguk sedikit-sedikit mencegah cegukan
(Sumber: foto canva.com)

🎬 Menghindari makanan atau minuman pemicu: 

Identifikasi makanan atau minuman tertentu yang sering memicu cegukan pada lansia, seperti makanan berlemak tinggi, makanan pedas, atau minuman berkarbonasi. Menghindari konsumsi makanan atau minuman ini dapat membantu mencegah cegukan.

🎬 Mengonsumsi makanan dengan hati-hati: 

Pastikan makanan dikunyah dengan baik sebelum menelan, dan hindari mengambil suapan makanan yang terlalu besar. Mengonsumsi makanan dengan hati-hati dapat membantu menghindari masuknya makanan ke saluran napas dan mengurangi risiko cegukan.

🎬 Hindari makan atau minum dalam posisi yang tidak tepat: 

Lansia sebaiknya menghindari makan atau minum dalam posisi terlentang atau condong. Lebih baik makan atau minum dalam posisi tegak atau sedikit membungkuk, yang dapat membantu menjaga aliran makanan atau minuman ke saluran pencernaan yang benar.

🎬 Atasi stres dan kecemasan: 

Stres atau kecemasan dapat memicu cegukan pada lansia. Bantu lansia mengatasi stres dengan memberikan dukungan emosional, menawarkan aktivitas yang menenangkan seperti meditasi atau pernapasan dalam-dalam, dan menjaga lingkungan yang tenang dan nyaman.

🎬 Konsultasi dengan profesional medis: 

Jika cegukan pada lansia berlangsung lama, terjadi secara teratur, atau menjadi semakin mengganggu, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter atau profesional medis. Mereka dapat melakukan evaluasi lebih lanjut untuk mencari penyebab yang mendasari dan memberikan penanganan yang tepat.

Meskipun cegukan umumnya tidak berbahaya, beberapa teknik sederhana dapat membantu menghentikan cegukan, antara lain:

✅ Minum segelas air dingin secara perlahan.

✅ Menarik napas dalam-dalam dan menahannya selama beberapa detik sebelum mengeluarkannya perlahan.

✅ Mendorong napas keluar dengan cara menekan kuat hidung dan mulut sambil menahan napas.

✅ Menghirup bau cuka atau makan gula pasir.

               ðŸ’¬ Jika cegukan berlangsung lebih dari beberapa jam atau menjadi kronis, disertai gejala lain yang mengkhawatirkan, atau jika Anda memiliki masalah kesehatan yang mendasarinya, sebaiknya berkonsultasi dengan tenaga medis untuk evaluasi lebih lanjut.




Sumber:

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/hiccups/symptoms-causes

https://www.webmd.com/digestive-disorders/why-do-i-hiccup

https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/hiccups

https://medlineplus.gov/hiccups.html

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books

Saturday, 5 August 2023

Ini Kriteria Lansia Putus Asa, Hidup Segan Mati Mau

           Rasa putus asa dan perasaan kehilangan harapan dapat mempengaruhi kesehatan mental dan menyebabkan perasaan tidak berdaya dalam menghadapi tantangan hidup.

Dalam istilah medis, perasaan putus asa pada lansia dapat disebut sebagai geriatric depression atau  late-life depression (LLD). Istilah-istilah ini merujuk pada depresi yang terjadi pada usia lanjut atau lansia.

Depresi pada lansia memiliki karakteristik khusus dan dapat berbeda dari depresi pada kelompok usia yang lebih muda. Gejala depresi pada lansia dapat mencakup perasaan putus asa, kesedihan yang berkepanjangan, kehilangan minat pada aktivitas yang biasa dinikmati, perubahan pola tidur, hilangnya nafsu makan, penurunan energi, perasaan tidak berharga, isolasi sosial, dan berpikir tentang bunuh diri.

Lansia tangguh penuh dengan aktivitas positif jauh dari putus asa
(Sumber: foto LPC-lansia)

Geriatric depression atau late-life depression (LLD) adalah masalah kesehatan mental serius yang perlu dikenali dan diobati secara tepat.

Depresi akhir kehidupan (LLD) dapat didefinisikan sebagai depresi yang terjadi setelah usia 60 tahun, meskipun onset dan definisi cutoff dapat bervariasi. Ada banyak sub tipe penyakit depresi yang sama pada orang dewasa muda dan tua.

Diagnosis LLD dibuat menggunakan kriteria yang sama untuk Gangguan Depresif Mayor 

Kriteria episode depresi mayor, seorang pasien harus memiliki lima dari sembilan gejala yang tercantum di bawah ini, hampir setiap hari, selama dua minggu dan harus memiliki mood depresi atau anhedonia, yaitu:

  1. Suasana hati yang tertekan atau sedih
  2. Anhedonia (kehilangan minat pada aktivitas yang menyenangkan)
  3. Gangguan tidur (peningkatan atau penurunan tidur)
  4. Gangguan nafsu makan (peningkatan atau penurunan nafsu makan) biasanya dengan perubahan berat badan
  5. Gangguan energi (peningkatan atau penurunan tingkat energi/aktivitas), biasanya kelelahan
  6. Daya ingat atau konsentrasi buruk
  7. Perasaan bersalah atau tidak berharga
  8. Retardasi atau agitasi psikomotor (perubahan kecepatan mental dan fisik yang dirasakan oleh orang lain)
  9. Pikiran berharap mereka mati; ide bunuh diri atau percobaan bunuh diri

LLD sering kurang terdiagnosis, yang disebabkan oleh berbagai alasan, termasuk suasana hati yang tertekan umumnya tidak menonjol seperti gejala somatik dan psikotik lainnya, seperti kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kekurangan energi atau anergia, kelelahan, dan kehilangan minat dan kenikmatan dalam aktivitas kehidupan normal.

Rasa putus asa pada lansia adalah perasaan yang mendalam dan kuat dari kehilangan harapan atau keyakinan bahwa situasi atau masalah hidupnya dapat diatasi atau membaik. Lansia yang merasa putus asa mungkin merasa tanpa harapan, putus asa, dan tidak memiliki kekuatan atau kontrol atas kehidupan mereka. Depresi pada usia lanjut kurang ditelaah dan tidak diobati secara memadai.

Gejala depresi pada lansia dapat mencakup perasaan putus asa,
 kesedihan yang berkepanjangan. (Sumber: foto canva.com)

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan rasa putus asa pada lansia meliputi:

😵 Kehilangan orang terdekat: 

Kehilangan pasangan, anggota keluarga, atau teman dekat dapat menyebabkan perasaan putus asa karena merasa kesepian dan kehilangan dukungan emosional.

😵 Kesehatan yang menurun: 

Masalah kesehatan fisik yang serius atau kondisi medis yang kronis dapat menyebabkan rasa putus asa karena merasa tidak mampu untuk memperbaiki kondisi kesehatan mereka.

😵 Keterbatasan fisik dan mobilitas: 

Keterbatasan fisik yang menghambat kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan perasaan frustasi dan putus asa.

Lansia yang memiliki keterbatasan fisik dan mobilitas
menyebabkan frustasi dan putus asa (Sumber: foto canva.com)

😵 Kehilangan kemandirian: 

Ketika lansia mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang sebelumnya dilakukan secara mandiri, seperti mandi, makan, atau berpakaian, hal ini dapat menyebabkan rasa putus asa karena merasa tidak dapat mengatasi masalah tersebut.

😵 Kecenderungan isolasi sosial: 

Lansia yang mengalami isolasi sosial atau kurangnya dukungan sosial cenderung merasa kesepian dan putus asa.

😵 Kesulitan keuangan: 

Kesulitan ekonomi dapat menyebabkan stres dan kecemasan pada lansia, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perasaan putus asa.

😵 Depresi:

Depresi adalah kondisi kesehatan mental serius yang dapat menyebabkan perasaan putus asa, kehilangan minat pada aktivitas, dan perasaan tidak berharga.

          Rasa putus asa pada lansia dapat sangat mengganggu kualitas hidup mereka. Dukungan emosional dari keluarga, teman-teman, atau profesional kesehatan mental dapat membantu mengatasi rasa putus asa dan membantu lansia menemukan makna dan harapan dalam hidup mereka.

Ciri-ciri lansia yang mengalami perasaan putus asa dapat bervariasi dari individu ke individu, antara lain :

😭 Perasaan sedih yang berkepanjangan: 

Lansia yang merasa putus asa mungkin menunjukkan perasaan sedih yang berkepanjangan dan mendalam, tanpa adanya perubahan yang signifikan dalam suasana hati.

Lansia putus asa menunjukkan perasaan sedih yang berkepanjangan
(Sumber: foto canva.com)

😭 Kehilangan minat pada aktivitas yang biasa dinikmati:

Mereka mungkin kehilangan minat atau semangat untuk melakukan aktivitas yang biasa mereka nikmati, seperti berkebun, berolahraga, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial.

😭 Perasaan kelelahan atau keletihan yang berlebihan: 

Lansia yang merasa putus asa dapat merasa lelah secara fisik dan emosional, bahkan setelah beristirahat yang cukup.

😭 Gangguan tidur: 

Lansia yang merasa putus asa mungkin mengalami kesulitan tidur, seperti sulit tidur, terbangun di malam hari, atau tidur yang tidak nyenyak.

😭 Perubahan pola makan: 

Perasaan putus asa dapat mempengaruhi pola makan lansia, seperti hilangnya nafsu makan atau mengonsumsi makanan berlebihan.

😭 Isolasi sosial: 

Lansia yang merasa putus asa cenderung mengisolasi diri dari keluarga dan teman-teman, merasa sulit untuk berinteraksi dengan orang lain, dan menghindari situasi sosial.

😭 Rasa tidak berharga atau merasa menjadi beban:

Lansia yang merasa putus asa mungkin merasa tidak berharga atau menjadi beban bagi orang lain, sehingga mereka cenderung menarik diri dari interaksi sosial.

😭 Perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol: 

Lansia yang merasa putus asa mungkin merasa tidak mampu mengatasi masalah atau peristiwa dalam hidup mereka dan merasa kehilangan kontrol atas kehidupan mereka.

😭  Perilaku merugikan diri sendiri: 

Beberapa lansia yang merasa putus asa dapat menunjukkan perilaku merugikan diri sendiri, seperti tidak menjaga pola makan yang sehat, menghindari perawatan medis yang diperlukan, atau bahkan berpikir tentang bunuh diri.

Lansia putus asa dapat berpikir tentang bunuh diri
(Sumber: foto canva.com)

Mencegah lansia dari perasaan putus asa memerlukan perhatian dan dukungan yang tepat dari keluarga, kawan dan masyarakat.

Beberapa cara yang dapat membantu mencegah lansia dari perasaan putus asa:

💪 Dukungan sosial: 

Berikan dukungan sosial yang kuat dengan tetap terlibat dalam kehidupan lansia. Jalin hubungan emosional yang positif dengan keluarga, teman, dan tetangga dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan isolasi sosial.

💪 Aktivitas sosial:

Dorong lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan rekreasi. Terlibat dalam klub lansia, kegiatan keagamaan, atau kelompok hobi dapat membantu menjaga hubungan sosial dan merasa termotivasi dalam kehidupan sehari-hari.

💪 Olahraga dan aktivitas fisik:

Mendorong lansia untuk menjaga gaya hidup aktif dengan berolahraga atau melakukan aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi fisik mereka. Olahraga dapat membantu meningkatkan suasana hati dan mengurangi tingkat stres.

💪 Pemeliharaan kesehatan fisik dan mental: 

Pastikan lansia menjaga kesehatan fisik dan mental mereka dengan mengikuti perawatan medis yang dianjurkan, seperti pemeriksaan rutin, pola makan sehat, dan istirahat yang cukup.

💪 Pemberdayaan: 

Berikan lansia kesempatan untuk merasa bermanfaat dan memberikan kontribusi dalam lingkungan mereka. Ini bisa dalam bentuk kegiatan sukarela, membantu anggota keluarga, atau mengajarkan keterampilan kepada generasi lebih muda.

💪 Mengatasi perubahan hidup: 

Bantu lansia mengatasi perubahan hidup yang mungkin dialami, seperti pensiun atau perubahan lingkungan. Berikan dukungan dan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

💪 Berbicara tentang perasaan: 

Dorong lansia untuk berbicara tentang perasaan mereka dengan keluarga atau teman terdekat. Memberikan wadah untuk berbicara tentang perasaan dapat membantu mengurangi perasaan terisolasi dan putus asa.

💪 Mencari bantuan profesional: 

Jika perasaan putus asa berlanjut atau menjadi lebih parah, segera cari bantuan profesional dari dokter atau psikolog yang berpengalaman dalam merawat masalah kesehatan mental pada lansia.

        💬 Mencegah perasaan putus asa pada lansia adalah tanggung jawab bersama keluarga, teman, dan masyarakat. Dukungan emosional dan perhatian yang diberikan kepada lansia dapat membantu meningkatkan kesejahteraan mereka dan mencegah timbulnya perasaan putus asa yang berkepanjangan.

Mengobati perasaan putus asa pada lansia memerlukan pendekatan yang komprehensif dan perawatan yang tepat. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk membantu mengatasi perasaan putus asa pada lansia:

🔑 Konsultasi dengan profesional kesehatan:

Jika lansia mengalami perasaan putus asa yang berkepanjangan atau parah, segera konsultasikan dengan dokter atau psikolog yang berpengalaman dalam merawat masalah kesehatan mental pada lansia. Profesional kesehatan dapat memberikan penilaian yang tepat dan menentukan apakah perawatan khusus diperlukan.

🔑 Terapi kognitif perilaku (CBT): 

Terapi CBT telah terbukti efektif dalam mengatasi depresi dan perasaan putus asa. Terapi ini membantu lansia mengidentifikasi pola pikir yang negatif dan menggantinya dengan pola pikir yang lebih positif dan sehat.

🔑 Terapi kelompok: 

Terapi kelompok dapat menjadi cara yang efektif untuk mendukung lansia dan memberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan orang lain yang mengalami masalah serupa.

🔑 Olahraga dan aktivitas fisik: 

Olahraga dan aktivitas fisik dapat membantu mengurangi perasaan putus asa dengan melepaskan endorfin, yang dapat meningkatkan suasana hati dan mengurangi stres.

🔑 Terlibat dalam aktivitas sosial: 

Terlibat dalam kegiatan sosial dan rekreasi dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan meningkatkan kualitas hidup lansia.

🔑 Dukungan keluarga dan sosial: 

Dukungan emosional dari keluarga, teman, dan tetangga sangat penting untuk membantu lansia merasa dihargai dan dicintai.

🔑 Hindari isolasi sosial: 

Lansia perlu dihindarkan dari isolasi sosial, yang dapat memperburuk perasaan putus asa. Dorong lansia untuk tetap terhubung dengan orang lain dan berinteraksi secara sosial.

🔑 Perawatan medis:

Pastikan lansia mendapatkan perawatan medis yang tepat untuk masalah kesehatan fisik dan mentalnya. Terkadang, perasaan putus asa dapat berkaitan dengan masalah kesehatan tertentu yang perlu ditangani secara medis.

🔑 Menemukan makna dan tujuan hidup: 

Bantu lansia menemukan makna dan tujuan hidup mereka dengan terlibat dalam kegiatan yang memberi mereka kepuasan dan perasaan bahwa mereka masih berkontribusi pada dunia sekitar.

🔑 Spiritual dan Kepribadian: 

Orang tua yang mempraktikkan dan percaya pada agama kurang reaktif terhadap depresi. Ciri-ciri kepribadian memainkan peran penting dalam depresi dini, meskipun para peneliti telah menemukan bahwa orang dengan gangguan kepribadian yang menghindari kecemasan dan ketergantungan lebih reaktif untuk mengembangkan depresi di kemudian hari terutama ketika mereka kehilangan dukungan dari orang penting dalam kehidupan yang merugikan

             Penting untuk diingat bahwa setiap individu unik, dan perawatan yang efektif untuk mengatasi perasaan putus asa pada lansia dapat bervariasi. Dukungan emosional, perawatan medis yang tepat, dan pendekatan terapi yang sesuai dapat membantu lansia merasa lebih baik dan mengatasi perasaan putus asa mereka.




Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551507/

https://focus.psychiatryonline.org/doi/10.1176/appi.focus.20210006

https://en.wikipedia.org/wiki/Late_life_depression

https://www.dovepress.com/late-life-depression-issues-for-the-general-practitioner-peer-reviewed-fulltext-article-IJGM

https://academic.oup.com/biomedgerontology/article/58/3/M249/684130

https://www.psychiatrictimes.com/view/diagnosis-and-treatment-late-life-depression