Saturday, 7 October 2023

Fraktur Tulang Belakang, Penurunan Tinggi Tubuh.

         Vertebra adalah tulang-tulang di tulang belakang yang disatukan melalui artikulasi yang tidak hanya melindungi sumsum tulang belakang tetapi juga memungkinkan pembebanan aksial dan dukungan pada anggota badan. Tulang belakang terdiri dari 33 ruas tulang belakang.

Fraktur tulang belakang adalah kerusakan atau patahnya salah satu atau beberapa tulang di dalam tulang belakang manusia. Tulang belakang, juga dikenal sebagai vertebrae atau columna vertebralis, adalah rangkaian tulang yang membentuk bagian utama dari sistem tulang belakang atau spinal. Fraktur tulang belakang dapat terjadi karena berbagai penyebab, seperti cedera fisik, kecelakaan, atau kondisi medis tertentu. 

Tulang belakang manusia terbagi menjadi tiga bagian utama, yang semuanya dapat mengalami patah tulang belakang:

  • Fraktur tulang belakang leher: Patah tulang belakang di leher Anda.
  • Fraktur tulang belakang dada: Patahnya tulang belakang di punggung atas yang membentang dari bagian bawah leher hingga bagian bawah tulang rusuk.
  • Fraktur tulang belakang lumbal: Patah tulang belakang di punggung bawah Anda.

Fraktur tulang belakang dapat disebabkan oleh trauma dan penyakit metastasis, namun pada sebagian besar kasus, disebabkan oleh osteoporosis.  

Osteoporosis menimbulkan fraktur tulang belakang.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Istilah medis yang digunakan untuk merujuk kepada fraktur tulang belakang adalah "fraktur vertebra" atau "fraktur columna vertebralis". Fraktur ini mengacu pada kerusakan atau patahnya salah satu atau beberapa vertebra (tulang belakang) dalam sistem tulang belakang manusia. 

Istilah ini biasanya diikuti oleh nomor atau huruf yang merinci lokasi dan jenis fraktur, seperti "fraktur vertebra lumbal L1" yang mengindikasikan fraktur pada vertebra lumbal pertama (L1). Dalam beberapa kasus, istilah medis juga bisa lebih rinci untuk menggambarkan jenis fraktur, seperti "fraktur kompresi" jika tulang belakang terdesak ke dalam.

Ketika seorang individu mengalami fraktur tulang belakang, ini dapat mengakibatkan kerusakan pada sumsum tulang belakang atau saraf yang berjalan di sepanjang tulang belakang. Parahnya fraktur ini dapat memengaruhi fungsi tubuh dan dapat menyebabkan gangguan neurologis yang serius, seperti kelemahan, kesemutan, atau bahkan kelumpuhan, tergantung pada lokasi dan keparahannya.

Gejala fraktur tulang belakang pada lansia bisa bervariasi tergantung pada tingkat keparahan fraktur, lokasi fraktur, dan kondisi kesehatan umum individu. 

Beberapa gejala yang mungkin muncul pada fraktur tulang belakang pada lansia meliputi:

😰 Nyeri Punggung: 

Nyeri punggung adalah gejala yang paling umum pada fraktur tulang belakang. Nyeri ini dapat berkisar dari ringan hingga sangat parah dan dapat memburuk saat bergerak atau mengangkat benda.

😰 Ketidaknyamanan atau Kaku: 

Lansia dengan fraktur tulang belakang dapat merasa kaku atau tidak nyaman di daerah punggung yang terkena fraktur.

😰 Kehilangan Tinggi Tubuh: 

Terkadang, fraktur tulang belakang dapat menyebabkan penurunan tinggi tubuh karena kompresi tulang belakang. Hal ini bisa membuat seseorang menjadi lebih pendek.

Fraktur tulang belakang menyebabkan penurunan tinggi tubuh.
(Sumber: foto canva.com)

😰 Gangguan Fungsi Motorik: 

Fraktur tulang belakang yang parah dapat menyebabkan gangguan fungsi motorik seperti kelemahan, kesemutan, atau bahkan kelumpuhan pada bagian tubuh yang diinnervasi oleh saraf yang terkena.

😰 Masalah dengan Kandung Kemih dan Kepentingan:

Fraktur tulang belakang di daerah tertentu dapat memengaruhi kontrol kandung kemih dan fungsi usus, menyebabkan masalah inkontinensia urin dan tinja.

😰 Gangguan Pernapasan: 

Fraktur tulang belakang di bagian tinggi tulang belakang dapat memengaruhi pernapasan, terutama jika tulang rusak memengaruhi saraf yang mengendalikan pernapasan.

😰 Perubahan Bentuk Tubuh:

Pada beberapa kasus, fraktur tulang belakang dapat menyebabkan perubahan bentuk tubuh, seperti kifosis (punggung bungkuk) atau lordosis (punggung melengkung ke depan).

💬 Lansia mungkin tidak selalu mengeluhkan nyeri yang parah pada awalnya, atau mereka mungkin menganggapnya sebagai gejala penuaan alami. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian ekstra dalam mengidentifikasi dan menangani fraktur tulang belakang pada lansia

       Mencegah fraktur tulang belakang pada lansia melibatkan beberapa langkah yang dapat membantu meminimalkan risiko kerusakan tulang belakang. 

Beberapa cara yang dapat membantu mengurang risiko kerusakan tulang belakang:

😀 Pertahankan Kesehatan Tulang: 

Konsumsi makanan yang kaya akan kalsium dan vitamin D, serta mempertahankan berat badan yang sehat, dapat membantu menjaga kesehatan tulang. Kalsium dan vitamin D sangat penting untuk menjaga kepadatan tulang.

😀 Berolahraga: 

Olahraga dengan beban seperti berjalan kaki, jogging ringan, atau latihan beban dapat membantu memperkuat otot dan tulang. Ini juga dapat membantu menjaga keseimbangan, yang dapat mencegah jatuh.

Olahraga ringan berjalan kaki, menjaga keseimbangan.
(Sumber: foto canva.com)

😀 Menghindari Kebiasaan Merokok dan Minum Alkohol Berlebihan: 

Merokok dan konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak kesehatan tulang dan meningkatkan risiko fraktur.

😀 Pencegahan Jatuh:

Jatuh adalah penyebab umum fraktur pada lansia. Untuk mencegah jatuh, pastikan rumah Anda bebas dari hambatan, pasang pegangan di tempat-tempat yang berisiko seperti kamar mandi, gunakan alas kaki yang tepat, dan periksakan mata secara teratur untuk memastikan penglihatan tetap baik.

😀 Penggunaan Perlindungan Kepala: 

Jika Anda atau lansia yang Anda kenal berpartisipasi dalam aktivitas yang berisiko tinggi cedera kepala, seperti bersepeda atau bermain olahraga, pastikan untuk menggunakan helm yang sesuai untuk melindungi tulang belakang dan kepala dari cedera serius.

😀 Pertimbangkan Terapi Hormon:

Untuk wanita pasca-menopause, terapi hormon dapat membantu menjaga kepadatan tulang. Namun, penggunaan terapi hormon harus dibahas dengan dokter dan mempertimbangkan risiko dan manfaatnya.

😀 Konsultasikan dengan Dokter:

Lansia dengan faktor risiko tertentu, seperti riwayat fraktur tulang atau osteoporosis, harus berkonsultasi dengan dokter untuk evaluasi risiko dan tindakan pencegahan yang sesuai.

😀 Ketahui Obat-Obatan: 

Beberapa obat, seperti kortikosteroid, dapat melemahkan tulang. Jika Anda atau lansia yang Anda kenal sedang mengonsumsi obat-obatan ini, konsultasikan dengan dokter untuk mengelola risikonya.

💬 Pencegahan fraktur tulang belakang pada lansia melibatkan perawatan yang holistik untuk kesehatan tulang dan keselamatan umum. 

        Perawatan fraktur tulang belakang akan sangat bergantung pada jenis dan keparahan fraktur, serta kondisi kesehatan umum pasien. Fraktur tulang belakang dapat diobati melalui berbagai cara, baik secara bedah maupun non-bedah. 

Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang mungkin digunakan:

👉Perawatan Konservatif (Non-Bedah):

Penyangga Tulang Belakang (Brace): 

Untuk fraktur tulang belakang yang stabil, dokter dapat merekomendasikan penggunaan penyangga tulang belakang (brace) untuk membantu menjaga posisi yang benar selama penyembuhan.

Dokter dapat merekomendasikan penggunaan penyangga.
(Sumber: foto canva.com)

Pengobatan Nyeri:

Obat penghilang rasa sakit seperti analgesik atau antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.

Terapi Fisik: 

Program rehabilitasi fisik yang dipimpin oleh fisioterapis dapat membantu memperkuat otot-otot sekitar tulang belakang, meningkatkan fleksibilitas, dan mengembalikan mobilitas.

👉Prosedur Bedah:

Stabilisasi Tulang Belakang: 

Pada fraktur tulang belakang yang lebih parah atau tidak stabil, pembedahan mungkin diperlukan untuk mengembalikan dan menstabilkan tulang belakang. Ini dapat melibatkan penggunaan implan seperti paku atau plat.

Fusi Tulang Belakang (Spinal Fusion):

Dalam beberapa kasus, dokter dapat melakukan prosedur fusi tulang belakang untuk menggabungkan dua atau lebih vertebra yang rusak. Ini bertujuan untuk mengurangi pergerakan yang tidak normal di daerah tulang belakang yang rusak.

Pengangkatan Fragmen Tulang atau Diskus: 

Pada fraktur tulang belakang yang disertai dengan kerusakan pada diskus vertebralis, dokter dapat melakukan pengangkatan fragmen tulang atau diskus yang rusak.

        💬 Selama proses perawatan, pasien akan terus dimonitor oleh tim medis untuk memastikan pemulihan yang tepat. Dalam beberapa kasus, rehabilitasi fisik mungkin diperlukan untuk membantu pasien memulihkan mobilitas dan kekuatan otot. Pemulihan dari fraktur tulang belakang biasanya memerlukan waktu yang lama, dan rencana pemulihan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan fraktur dan respons individu pasien terhadap perawatan.

Penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan metode pengobatan yang paling sesuai dengan kondisi Anda atau orang yang Anda kenal yang mengalami fraktur tulang belakang, karena setiap kasus dapat berbeda. Perawatan fraktur tulang belakang harus diarahkan oleh tim medis yang terampil dan berpengalaman dalam manajemen cedera tulang belakang.




Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547673/

https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/17498-spinal-fractures

https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/fractures-of-the-thoracic-and-lumbar-spine/

https://www.aans.org/en/Patients/Neurosurgical-Conditions-and-Treatments/Vertebral-Compression-Fractures

https://en.wikipedia.org/wiki/Spinal_fracture


Friday, 6 October 2023

Kanker Kandung Empedu, Banyak Terjadi Pada Lansia

         Kanker kandung empedu adalah jenis kanker yang berkembang di dalam kandung empedu, organ kecil yang terletak di bawah hati. Kandung empedu adalah tempat di mana empedu disimpan sebelum dilepaskan ke dalam usus kecil untuk membantu dalam pencernaan makanan. Kanker ini dapat berkembang ketika sel-sel di dalam kandung empedu mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali dan menjadi ganas.

Kanker kandung empedu banyak terjadi pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Pertumbuhan sel kanker ini dapat menyebar ke jaringan sekitarnya dan bahkan menyebar ke organ lain dalam tubuh melalui proses yang disebut metastasis. Kanker kandung empedu dapat menjadi sulit untuk dideteksi pada tahap awal karena gejalanya sering kali tidak muncul sampai kanker telah mencapai tahap yang lebih lanjut.

Ini adalah kanker langka yang diperkirakan berhubungan dengan penumpukan batu empedu, yang juga dapat menyebabkan pengapuran kandung empedu, suatu kondisi yang dikenal sebagai kandung empedu porselen . Kantung empedu porselen juga jarang ditemukan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa orang dengan kandung empedu porselen memiliki risiko tinggi terkena kanker kandung empedu

Istilah medis untuk kanker kandung empedu adalah "karsinoma kandung empedu" atau "karsinoma vesikula biliaris". Istilah ini mengacu pada kanker yang berasal dari sel-sel di dalam kandung empedu. Karsinoma kandung empedu dapat terjadi dalam berbagai jenis, termasuk adenokarsinoma (jenis paling umum), karsinoma sel-silinder, dan lainnya, tergantung pada jenis sel-sel yang terlibat dalam pertumbuhan kanker tersebut.

        Gejala kanker kandung empedu pada lansia tidak selalu berbeda dengan gejala yang muncul pada orang dewasa yang lebih muda. Namun, perlu diingat bahwa gejala kanker kandung empedu bisa tidak terlihat pada tahap awal atau muncul secara perlahan, sehingga bisa sulit dideteksi.

Beberapa gejala yang mungkin terjadi pada lansia dengan kanker kandung empedu termasuk:

👷Nyeri perut kanan atas:

Nyeri atau ketidaknyamanan di daerah perut kanan atas adalah salah satu gejala umum yang mungkin dirasakan. Nyeri ini bisa bersifat tumpul atau tajam.

👷Perasaan kenyang cepat saat makan:

Lansia dengan kanker kandung empedu mungkin merasa kenyang lebih cepat saat makan daripada biasanya.

👷Penurunan berat badan yang tidak diinginkan: 

Kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan gaya hidup atau diet adalah gejala yang harus diperhatikan.

Penurunan berat badan yang tidak diingini.
(Sumber: foto canva.com)

👷Kulit dan mata kuning (ikterus):

Ini adalah gejala yang sering kali muncul ketika kanker kandung empedu telah mencapai tahap lanjut. Penyebabnya adalah penumpukan empedu yang tidak normal dalam tubuh.

👷Mual dan muntah:

Lansia dengan kanker kandung empedu juga dapat mengalami mual dan muntah, terutama jika pembukaan kandung empedu menjadi tersumbat oleh tumor.

💬 Gejala ini tidak selalu menunjukkan adanya kanker kandung empedu. Mereka juga dapat terkait dengan masalah kesehatan lainnya.

       Faktor penyebab kanker kandung empedu belum sepenuhnya dipahami, tetapi ada beberapa faktor yang diyakini dapat meningkatkan risiko seseorang terkena kanker kandung empedu. 

Beberapa faktor yang dapat berperan dalam risiko kanker kandung empedu:

👵Kelamin: 

Wanita memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi daripada pria untuk mengembangkan kanker kandung empedu.

👵Usia: 

Risiko kanker kandung empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Kanker ini lebih umum terjadi pada orang yang lebih tua.

Kanker kandung empedu banyak terjadi pada lansia.
(Sumber: foto canva.com)

👵Riwayat Keluarga: 

Jika ada anggota keluarga yang menderita kanker kandung empedu, risiko Anda dapat meningkat.

👵Masalah Kesehatan Kandung Empedu:

Batu empedu atau inflamasi kronis pada kandung empedu (kolesistitis kronis) dapat meningkatkan risiko kanker kandung empedu.

👵Infeksi Kuman Helicobacter bilis: 

Infeksi ini telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu pada beberapa studi.

👵Paparan Zat Kimia Berbahaya: 

Paparan jangka panjang terhadap zat-zat kimia tertentu, seperti nitrosamin (yang dapat ditemukan dalam makanan tertentu) atau senyawa kimia dalam air minum yang terkontaminasi, telah dihubungkan dengan risiko kanker kandung empedu.

👵Pankreatitis Kronis: 

Pankreatitis kronis adalah kondisi di mana pankreas mengalami peradangan kronis. Ini juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu.

👵Obesitas:

Orang yang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kanker kandung empedu.

Obesitas risiko kanker kandung empedu.
(Sumber: foto canva.com)

👵Merokok:

Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara merokok dan peningkatan risiko kanker kandung empedu.

👵Pemakaian Alkohol:

Konsumsi alkohol yang berlebihan juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kandung empedu.

💬Memiliki satu atau beberapa faktor risiko ini tidak secara otomatis berarti Anda akan mengembangkan kanker kandung empedu.

       Mencegah kanker dan mengurangi risiko kanker pada lansia melibatkan berbagai tindakan sehat dan perubahan gaya hidup. 

Beberapa langkah yang dapat membantu dalam pencegahan kanker pada lansia:

🎈Hentikan Merokok: 

Jika seseorang masih merokok, sebaiknya segera berhenti. Merokok adalah faktor risiko utama untuk berbagai jenis kanker, termasuk kanker paru-paru, mulut, kerongkongan, dan banyak lainnya.

🎈Pola Makan Sehat:

Konsumsilah makanan yang sehat dan seimbang. Ini termasuk buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, ikan, dan protein sehat. Kurangi konsumsi makanan olahan, makanan tinggi lemak jenuh, dan gula tambahan. Diet yang sehat dapat membantu mengurangi risiko berbagai jenis kanker.

🎈Pertahankan Berat Badan Sehat:

Obesitas adalah faktor risiko utama untuk banyak jenis kanker. Cobalah untuk menjaga berat badan yang sehat dengan berolahraga secara teratur dan mengikuti diet seimbang.

🎈Aktivitas Fisik:

Lakukan aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik dapat membantu menjaga berat badan yang sehat dan juga memiliki manfaat langsung dalam mengurangi risiko beberapa jenis kanker.

🎈Batasi Konsumsi Alkohol:

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan risiko berbagai jenis kanker. Jika Anda minum alkohol, lakukan dengan moderat atau pertimbangkan untuk menghentikan konsumsi alkohol.

🎈Paparan Matahari yang Aman:

Melindungi kulit dari sinar matahari berlebihan dengan mengenakan pelindung matahari dan menghindari paparan berlebihan pada matahari dapat membantu mencegah kanker kulit.

🎈Vaksinasi:

Pertimbangkan untuk mendapatkan vaksinasi yang sesuai, seperti vaksin HPV (human papillomavirus) untuk melindungi dari kanker serviks dan kanker orofaring.

🎈Pemeriksaan Kesehatan Rutin:

Lansia sebaiknya tetap menjalani pemeriksaan kesehatan rutin dan skrining yang disarankan oleh dokter mereka, termasuk pemeriksaan kanker tertentu yang sesuai dengan faktor risiko dan riwayat kesehatan individu.

🎈Hindari Paparan Karsinogenik:

Upayakan untuk menghindari paparan berbahaya seperti asap rokok, polusi udara, bahan kimia berbahaya, dan zat-zat karsinogenik lainnya di tempat kerja atau lingkungan sekitar.

🎈Jaga Kesehatan Mental: 

Stres kronis dapat memiliki dampak negatif pada sistem kekebalan tubuh dan kesehatan secara keseluruhan. Menjaga kesehatan mental dengan cara seperti meditasi, yoga, atau berbicara dengan seorang konselor dapat membantu menjaga keseimbangan emosi.

        💬Mencegah kanker melibatkan kombinasi dari berbagai faktor gaya hidup sehat. Setiap individu memiliki risiko kanker yang berbeda, tergantung pada faktor-faktor genetik dan lingkungan mereka. Konsultasikan dengan dokter atau profesional kesehatan untuk rekomendasi khusus berdasarkan situasi kesehatan Anda. Selain itu, perhatikan gejala yang mencurigakan dan segera konsultasikan dengan dokter jika Anda merasa perlu.

        Pengobatan kanker kandung empedu pada lansia akan sangat tergantung pada sejumlah faktor, termasuk tahap kanker, kesehatan umum pasien, dan preferensi pasien. Pengobatan kanker kandung empedu dapat mencakup berbagai pendekatan, dan sering kali perlu kombinasi dari beberapa metode.

Beberapa opsi pengobatan yang mungkin digunakan:

👌Operasi: 

Tindakan pembedahan sering kali menjadi pilihan utama untuk mengobati kanker kandung empedu, terutama jika kanker terdeteksi pada tahap awal. Pembedahan mungkin melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh kandung empedu dalam prosedur yang disebut kolesistektomi. Terkadang, pembedahan ini juga melibatkan pengangkatan sebagian dari saluran empedu atau jaringan di sekitarnya. Pasien lansia harus dievaluasi secara cermat oleh tim medis untuk menentukan apakah mereka cukup kuat untuk menjalani operasi.

👌Radioterapi:

Radioterapi menggunakan sinar-X tinggi energi untuk menghancurkan sel-sel kanker. Ini dapat digunakan sebelum atau setelah operasi, tergantung pada situasi kanker.

👌Kemoterapi: 

Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan khusus untuk membunuh sel-sel kanker. Ini sering digunakan ketika kanker telah menyebar ke bagian lain dari tubuh atau jika operasi tidak mungkin dilakukan.

👌Terapi Target:

Terapi target adalah jenis pengobatan yang ditujukan langsung ke sel-sel kanker berdasarkan karakteristik genetik atau molekuler mereka. Ini dapat menjadi pilihan untuk beberapa kasus kanker kandung empedu.

👌Terapi Ablasi: 

Terapi ablasif seperti ablasi frekuensi radio atau ablasi termal dapat digunakan untuk menghancurkan tumor pada kandung empedu.

👌Terapi Photodynamic:

Terapi photodynamic melibatkan penggunaan cahaya dan obat photosensitizer untuk menghancurkan sel-sel kanker.

👌Terapi Adjuvant: 

Terapi adjuvant adalah pengobatan yang diberikan setelah pengangkatan kandung empedu untuk memastikan bahwa sel-sel kanker yang mungkin tersisa dihilangkan.

💬Pengobatan yang tepat akan ditentukan oleh tim medis berdasarkan evaluasi komprehensif kondisi kesehatan lansia, stad kekankerannya, dan faktor-faktor lainnya. Penting untuk berbicara dengan tim perawatan medis Anda untuk memahami semua pilihan pengobatan yang tersedia dan mendiskusikan manfaat serta risikonya.

        Selain pengobatan konvensional, dukungan perawatan paliatif juga dapat sangat penting dalam merawat lansia dengan kanker kandung empedu untuk mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Perencanaan perawatan dan komunikasi terbuka antara pasien, keluarga, dan tim perawatan medis juga merupakan komponen penting dalam mengelola kanker pada lansia.




Sumber:

https://en.wikipedia.org/wiki/Gallbladder_cancer

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442002/

https://atlasgeneticsoncology.org/solid-tumor/5275/gallbladder-carcinoma-of-the-gallbladder-and-extrahepatic-bile-ducts

https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/liver-and-gallbladder

https://www.pathologyoutlines.com/topic/gallbladdercarcinoma.html











Thursday, 5 October 2023

Kolorektal, Berawal dari Usus Besar Lansia

        Kanker kolorektal, yang juga dikenal sebagai kanker usus besar atau kanker usus, adalah jenis kanker yang terjadi dalam usus besar atau rektum. Kanker ini dimulai ketika sel-sel di dinding usus besar atau rektum mengalami pertumbuhan dan pembelahan yang tidak terkendali. Secara khusus, kanker kolorektal biasanya berasal dari polip yang berubah menjadi ganas.

Kanker kolorektal dapat terjadi pada orang dewasa muda dan remaja, namun sebagian besar kanker kolorektal terjadi pada orang berusia di atas 50 tahun . Untuk kanker usus besar, usia rata-rata pada saat diagnosis untuk pria adalah 68 tahun dan untuk wanita adalah 72 tahun. Untuk kanker rektal, usia rata-rata untuk pria dan wanita adalah 63 tahun.

Kanker rektal rata-rata menimpa pria dan wanita usia 63 tahun.
(Sumber: foto LPC- Lansia)

Gejala kanker kolorektal pada lansia bisa mirip dengan gejala yang dialami oleh orang-orang dari kelompok usia yang lebih muda. Gejala ini mungkin lebih sulit dideteksi atau diabaikan pada lansia karena sering kali dianggap sebagai masalah pencernaan biasa yang terkait dengan penuaan. 

Beberapa gejala yang mungkin muncul pada lansia dengan kanker kolorektal adalah:

💦Perubahan dalam Pola Buang Air Besar: 

Lansia dengan kanker kolorektal dapat mengalami perubahan dalam pola buang air besar, seperti diare atau sembelit yang berkepanjangan.

💦Darah dalam Tinja: 

Salah satu gejala yang paling umum adalah adanya darah dalam tinja atau tinja berwarna gelap. Darah ini biasanya muncul sebagai hasil perdarahan dari tumor dalam usus besar atau rektum.

💦Rasa Sakit atau Kram Perut:

Lansia dapat mengalami rasa sakit atau kram di perut bagian bawah, yang bisa terasa seperti perut kembung atau perasaan tidak nyaman.

💦Penurunan Berat Badan yang Tidak Dapat Dijelaskan: 

Jika seseorang tiba-tiba mengalami penurunan berat badan yang signifikan tanpa alasan yang jelas, ini bisa menjadi tanda masalah kesehatan, termasuk kanker kolorektal.

Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas.
(Sumber: foto canva.com)

💦Kelemahan dan Kelelahan: 

Kelemahan umum, kelelahan, dan penurunan energi bisa menjadi gejala yang muncul pada lansia dengan kanker kolorektal.

💦Perasaan Tidak Puas Setelah Buang Air Besar:

Beberapa lansia mungkin merasa tidak puas setelah buang air besar, merasa bahwa usus mereka tidak sepenuhnya kosong.

💦Perubahan dalam Kebiasaan Makan: 

Lansia dengan kanker kolorektal juga mungkin mengalami perubahan dalam kebiasaan makan, seperti hilangnya nafsu makan.

       💬 Gejala ini bisa disebabkan oleh masalah pencernaan lainnya atau kondisi medis lainnya, bukan hanya kanker kolorektal.

       Faktor penyebab kanker kolorektal pada lansia tidak berbeda secara signifikan dari faktor penyebab kanker kolorektal pada kelompok usia yang lebih muda. 

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal pada lansia meliputi:

👴Usia: 

Risiko kanker kolorektal meningkat seiring bertambahnya usia. Sebagian besar kasus terjadi pada usia di atas 50 tahun, dan risikonya terus meningkat seiring bertambahnya usia.

👴Riwayat Keluarga:

Jika ada riwayat keluarga yang memiliki kanker kolorektal, khususnya orang tua, saudara kandung, atau anak, risiko seseorang untuk mengembangkan penyakit ini dapat meningkat. Riwayat keluarga dengan kondisi polip adenomatosa familial atau sindrom kanker herediter lainnya juga dapat menjadi faktor risiko.

Riwayat keluarga dengan kondisi polip adenomatosa.
(Sumber: foto canva.com)

👴Riwayat Pribadi:

Jika seseorang pernah mengalami polip kolorektal atau kanker kolorektal sebelumnya, risiko untuk mengembangkan kanker kolorektal berikutnya juga meningkat.

👴Polip Kolorektal: 

Polip di usus besar adalah pertumbuhan abnormal dari sel-sel yang dapat menjadi kanker seiring waktu. Lansia lebih mungkin memiliki polip kolorektal, dan beberapa polip tertentu berisiko lebih tinggi untuk berubah menjadi kanker.

👴Diet yang Buruk: 

Pola makan yang tinggi lemak jenuh, rendah serat, dan kurangnya konsumsi buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.

👴Kebiasaan Merokok dan Konsumsi Alkohol: 

Merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan telah terkait dengan peningkatan risiko kanker kolorektal.

Konsumsi alkohol berlebihan peningkatan risiko kanker.
(Sumber: foto canva.com)

👴Kegemukan dan Kurang Aktivitas Fisik: 

Orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas dan mereka yang memiliki gaya hidup kurang aktif fisik lebih berisiko untuk mengembangkan kanker kolorektal.

👴Inflamasi Kronis Usus Besar: 

Beberapa kondisi inflamasi usus besar, seperti penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal pada lansia yang menderita kondisi-kondisi ini.

👴Diabetes Tipe 2: 

Diabetes tipe 2, terutama jika tidak terkontrol dengan baik, juga dapat menjadi faktor risiko kanker kolorektal.

👴Pemakaian Obat-obatan tertentu: 

Beberapa jenis obat, terutama obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dalam dosis tinggi, telah dikaitkan dengan risiko lebih rendah kanker kolorektal. Di sisi lain, beberapa jenis obat tertentu seperti hormone replacement therapy (HRT) dapat meningkatkan risiko.

💬 Faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal pada lansia, tidak semua orang dengan faktor risiko ini akan mengembangkan penyakit tersebut.

       Mencegah kanker kolorektal pada lansia melibatkan serangkaian tindakan yang dapat membantu mengurangi risiko perkembangan penyakit ini. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah kanker kolorektal pada lansia:

😕Pemeriksaan Rutin:

Lansia sebaiknya menjalani pemeriksaan rutin yang disarankan oleh dokter, termasuk pemeriksaan kolonoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan ini dapat membantu mendeteksi polip atau perubahan sel sebelum menjadi kanker.

😕Menerapkan Pola Makan Sehat: 

Konsumsi makanan yang kaya serat, seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian utuh, dapat membantu menjaga kesehatan usus besar. Hindari makanan tinggi lemak jenuh dan makanan olahan yang tinggi gula dan garam.

😕Minimalkan Konsumsi Alkohol: 

Jika Anda mengonsumsi alkohol, batasi jumlahnya. Alkohol yang dikonsumsi dalam jumlah besar telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker kolorektal.

😕Hentikan Merokok: 

Jika Anda merokok, pertimbangkan untuk berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal, serta berbagai jenis kanker lainnya.

😕Pertahankan Berat Badan Sehat: 

Usaha untuk menjaga berat badan yang sehat dan mencegah obesitas dapat membantu mengurangi risiko kanker kolorektal.

😕Tetap Aktif Fisik:

Melakukan aktivitas fisik secara teratur dapat membantu menjaga kesehatan usus besar. Cobalah untuk berolahraga setidaknya 150 menit per minggu atau sesuai dengan rekomendasi dokter.

😕Pantau Kesehatan Diabetes: 

Jika Anda memiliki diabetes tipe 2, penting untuk mengelolanya dengan baik, karena diabetes yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal.

Diabetes tipe 2 harus selalu kontrol kesehatan.
(Sumber: foto canva.com)

😕Batasi Penggunaan Obat NSAID: 

Jika Anda menggunakan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dalam dosis tinggi untuk jangka panjang, konsultasikan dengan dokter Anda, karena penggunaan jangka panjang dapat memiliki efek samping yang merugikan.

😕Perhatikan Riwayat Keluarga: 

Jika Anda memiliki riwayat keluarga dengan kanker kolorektal atau kondisi polip adenomatosa familial, bicarakan dengan dokter Anda tentang risiko Anda dan langkah-langkah pencegahan yang sesuai.

😕Berhenti Minum Aspirin Rutin: 

Jika Anda sedang mempertimbangkan untuk mengonsumsi aspirin secara rutin sebagai tindakan pencegahan, bicarakan terlebih dahulu dengan dokter Anda, karena manfaat dan risikonya harus dinilai secara cermat.

        💬 Menjalani gaya hidup yang sehat dan teratur melakukan pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari upaya pencegahan kanker kolorektal. Pencegahan dan deteksi dini adalah kunci utama dalam mengurangi risiko penyakit ini, terutama pada populasi lansia yang memiliki risiko lebih tinggi.

       Pengobatan kanker kolorektal pada lansia akan bergantung pada berbagai faktor, termasuk tahap kanker, kesehatan umum pasien, preferensi pasien, dan pertimbangan medis lainnya. 

Terdapat beberapa metode pengobatan yang dapat digunakan, baik secara terpisah maupun dalam kombinasi. 

Beberapa metode pengobatan yang umum digunakan untuk mengobati kanker kolorektal pada lansia:

👳Pembedahan (Kolektomi):

Pembedahan biasanya merupakan pilihan pengobatan utama untuk mengangkat tumor atau bagian usus yang terkena kanker. Jenis operasi yang dilakukan dapat beragam, mulai dari reseksi lokal hingga kolektomi total, tergantung pada ukuran dan lokasi kanker. Dokter akan mencoba untuk mengangkat sebanyak mungkin jaringan yang terinfeksi tanpa mengganggu fungsi normal usus besar.

👳Kemoterapi:

Kemoterapi melibatkan penggunaan obat-obatan kanker yang bertujuan untuk membunuh sel kanker atau mencegahnya berkembang lebih lanjut. Ini dapat digunakan sebelum operasi (neoadjuvant), setelah operasi (adjuvant), atau sebagai pengobatan utama pada kanker yang sudah menyebar

👳Radioterapi:

Radioterapi menggunakan sinar-X atau energi radiasi lainnya untuk menghancurkan sel kanker atau menghambat pertumbuhannya. Ini dapat digunakan sebelum operasi untuk mengecilkan tumor (radioterapi pra-operasi) atau setelah operasi sebagai pengobatan adjuvant.

👳Terapi Targeted:

Terapi targeted adalah penggunaan obat-obatan yang dirancang khusus untuk menghambat pertumbuhan sel kanker dengan mengincar target tertentu pada sel-sel kanker. Contohnya adalah obat yang menghambat pertumbuhan pembuluh darah yang memasok nutrisi ke tumor.

👳Imunoterapi: 

Imunoterapi adalah penggunaan obat-obatan yang merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melawan sel kanker. Terapi ini menjadi semakin penting dalam pengobatan beberapa jenis kanker, termasuk kanker kolorektal.

👳Palliative Care: 

Untuk pasien dengan kanker kolorektal pada tahap lanjut atau tidak dapat dioperasi, perawatan paliatif dapat digunakan untuk membantu mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup. Ini dapat mencakup pengelolaan nyeri, nutrisi yang tepat, dan dukungan emosional.

       Pengobatan kanker kolorektal pada lansia dapat menjadi lebih kompleks karena lansia mungkin memiliki kondisi kesehatan lain yang perlu dipertimbangkan. Keputusan mengenai pengobatan sebaiknya dibahas secara rinci dengan tim medis yang merawat pasien, dan pasien dan keluarganya juga dapat terlibat dalam pengambilan keputusan.



Sumber:

https://www.cancer.net/cancer-types/colorectal-cancer/risk-factors-and-prevention 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4606175/

https://acsjournals.onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1002/cncr.27753

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/colon-cancer/symptoms-causes/syc-20353669