Monday, 5 February 2024

Degenerasi Makula, Hati-hati jika masih Ingin Melihat Keindahan Dunia.

        Degenerasi makula terkait usia adalah penyakit yang menyerang mata dan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan karena rusaknya bagian tengah retina yang disebut makula. Degenerasi dapat terjadi pada satu mata atau kedua mata dan dapat diklasifikasikan menjadi mata basah (neovaskular) atau kering (atrofi). 

Degenerasi makula pada lansia dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Makula merupakan area kecil dan sangat sensitif di bagian belakang mata yang bertanggung jawab untuk memberikan penglihatan pusat dan tajam. Degenerasi makula dapat menyebabkan hilangnya penglihatan pusat, meskipun penglihatan tepi masih tetap terjaga.

Ada dua jenis degenerasi makula utama, yaitu:

Degenerasi Makula Terkait Usia (Age-Related Macular Degeneration/AMD): 

Ini adalah bentuk paling umum dari degenerasi makula. AMD dapat terjadi pada dua bentuk, yaitu kering (non-neovaskular) dan basah (neovaskular). Pada AMD kering, sel-sel pada makula mengalami kerusakan dan penghancuran secara perlahan. Pada AMD basah, terjadi pertumbuhan pembuluh darah yang tidak normal di area makula, menyebabkan perdarahan dan kerusakan.

Degenerasi Makula Awal (Stargardt Disease): 

Ini adalah bentuk degenerasi makula yang lebih jarang terjadi dan biasanya muncul pada usia muda. Penyebabnya adalah kelainan genetik yang mengakibatkan kerusakan pada sel-sel fotoreseptor di makula.

       Degenerasi makula pada lansia, khususnya degenerasi makula terkait usia (Age-Related Macular Degeneration/AMD), dapat menunjukkan beberapa ciri. Ciri-ciri ini dapat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya, dan tingkat keparahan gejalanya juga dapat berbeda. 

Beberapa ciri umum degenerasi makula pada lansia:

Penglihatan Pusar: 
Penderita degenerasi makula mungkin mengalami penglihatan pusar atau kabur di pusat penglihatan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melihat objek yang berada di depan.

Distorsi Gambar: 
Garis lurus atau tepi objek mungkin terlihat bengkok atau bergelombang. Ini disebut sebagai distorsi gambar.

Pada distorsi gambar tepi objek bergelombang,
(Sumber: foto canva.com)

Penglihatan Gelap: 
Pada beberapa kasus, penderita degenerasi makula dapat mengalami penurunan kontras dan kesulitan melihat dalam kondisi pencahayaan rendah.

Perubahan Warna:
Penderita degenerasi makula dapat mengalami perubahan persepsi warna, seperti kesulitan membedakan warna yang mirip.

Kehilangan Penglihatan Pusat: 
Penglihatan pusat yang terpengaruh dapat menyebabkan kesulitan membaca, menulis, mengenali wajah, atau melakukan aktivitas yang memerlukan fokus visual pada objek di depan.

Efek pada Penglihatan Tengah: 
Penderita mungkin memiliki kesulitan melihat objek yang berada di tengah pandangan mereka, sementara penglihatan tepi atau perifer tetap terjaga.

Perubahan Ketajaman Penglihatan: 
Adanya penurunan tajam penglihatan secara bertahap seiring waktu.

       Faktor penyebab degenerasi makula bisa bersifat multifaktorial, melibatkan kombinasi faktor genetik dan lingkungan. 

Beberapa faktor yang dapat memengaruhi risiko terjadinya degenerasi makula:

Usia: 
Degenerasi makula terkait usia (AMD) lebih umum terjadi pada orang yang lebih tua, khususnya di atas usia 50 tahun. Risiko meningkat seiring bertambahnya usia.

Faktor Genetik:
Riwayat keluarga dengan degenerasi makula dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kondisi ini. Beberapa varian genetik tertentu juga telah terkait dengan peningkatan risiko AMD.

Merokok:
Merokok adalah faktor risiko yang signifikan untuk degenerasi makula. Perokok memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami AMD dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi):
Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan risiko degenerasi makula. Pengelolaan tekanan darah secara efektif dapat membantu mengurangi risiko ini.

Pola Makan: 
Diet yang rendah antioksidan dan nutrisi penting seperti vitamin C, vitamin E, zinc, lutein, dan zeaxanthin dapat berkontribusi pada risiko degenerasi makula.

Paparan Matahari: 
Paparan berlebihan terhadap sinar ultraviolet (UV) dari matahari telah dikaitkan dengan peningkatan risiko degenerasi makula. Menggunakan kacamata hitam yang melindungi dari sinar UV dapat membantu mengurangi risiko ini.

Risiko degenerasi makula karena paparan UV.
(Sumber: foto canva.com)
Jenis AMD: 
Pada AMD basah, di mana pembuluh darah baru tumbuh di makula, faktor-faktor seperti peradangan dan faktor pertumbuhan vaskular dapat berperan.

Jenis Kelamin: 
Wanita memiliki risiko sedikit lebih tinggi untuk mengalami AMD dibandingkan pria.

Ras dan Etnisitas: 
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko degenerasi makula dapat bervariasi antara kelompok ras dan etnis.

       Mencegah degenerasi makula melibatkan beberapa langkah yang dapat membantu meminimalkan faktor risiko dan menjaga kesehatan mata. Meskipun tidak ada jaminan sepenuhnya, tindakan preventif ini dapat membantu mengurangi kemungkinan terjadinya degenerasi makula. 

Beberapa langkah pencegahan yang dapat diambil:

Merokok: 
Jika Anda merokok, pertimbangkan untuk berhenti. Merokok adalah faktor risiko yang signifikan untuk degenerasi makula.

Pola Makan Sehat: 
Konsumsi makanan yang kaya antioksidan, seperti buah-buahan dan sayuran berdaun hijau, dapat membantu melindungi mata dari kerusakan akibat radikal bebas. Makanan yang mengandung nutrisi seperti vitamin C, vitamin E, zinc, lutein, dan zeaxanthin juga dapat bermanfaat.

Lindungi Mata dari Matahari: 
Gunakan kacamata hitam yang memberikan perlindungan terhadap sinar ultraviolet (UV) ketika berada di luar ruangan. Paparan berlebihan terhadap sinar UV dapat meningkatkan risiko degenerasi makula.

Kaca mata hitam melindungi mata dari paparan UV.
(Sumber: foto canva.com)

Pengelolaan Tekanan Darah:
Jaga tekanan darah tetap dalam rentang normal. Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan risiko degenerasi makula.

Olahraga Teratur: 
Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu memelihara kesehatan vaskular dan dapat berkontribusi pada kesehatan mata.

Kontrol Kadar Gula Darah: 
Jika Anda memiliki diabetes, penting untuk menjaga kadar gula darah dalam batas normal. Kontrol diabetes dapat membantu mengurangi risiko degenerasi makula.

Pemeriksaan Mata Rutin:
Rutin menjalani pemeriksaan mata secara berkala oleh profesional kesehatan mata dapat membantu mendeteksi masalah mata, termasuk degenerasi makula, pada tahap awal.

Suplemen Nutrisi:
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplemen nutrisi tertentu, seperti vitamin C, vitamin E, zinc, lutein, dan zeaxanthin, dapat memberikan manfaat dalam mengurangi risiko degenerasi makula. Namun, sebaiknya berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum mengonsumsi suplemen, karena dosis yang berlebihan dapat berisiko.

Melakukan Istirahat Mata: 
Jangan lupa memberikan istirahat mata saat bekerja di depan layar komputer atau membaca untuk mengurangi kelelahan mata.

Hindari Konsumsi Alkohol Berlebihan: 
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat berkontribusi pada risiko degenerasi makula. Batasi asupan alkohol sesuai dengan panduan kesehatan.

       Degenerasi makula tidak memiliki pengobatan yang dapat mengembalikan penglihatan yang hilang sepenuhnya, terutama jika telah mencapai tahap lanjut. Namun, ada beberapa bentuk perawatan dan strategi manajemen yang dapat membantu memperlambat perkembangan degenerasi makula dan meminimalkan dampaknya pada penglihatan. Jenis perawatan yang diberikan akan tergantung pada jenis degenerasi makula dan tingkat keparahannya. 

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan:

Terapi Anti-VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor): 
Untuk degenerasi makula basah (neovaskular), terapi anti-VEGF dapat diresepkan. Obat ini disuntikkan ke dalam mata untuk menghentikan pertumbuhan pembuluh darah yang tidak normal di makula. Beberapa obat anti-VEGF yang umum digunakan termasuk ranibizumab, bevacizumab, dan aflibercept.

Terapi Fotodinamik (PDT): 
PDT melibatkan penggunaan zat fotosensitif yang diaktifkan oleh cahaya laser. Ini digunakan pada beberapa kasus degenerasi makula basah untuk menargetkan dan menghancurkan pembuluh darah yang tidak normal.

Implan Steroid:
Implan steroid dapat ditempatkan di mata untuk meredakan peradangan dan mengurangi bengkak pada degenerasi makula basah.

Suplemen Nutrisi:
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suplemen nutrisi tertentu, seperti vitamin C, vitamin E, zinc, lutein, dan zeaxanthin, dapat memberikan manfaat pada degenerasi makula kering (non-neovaskular). Suplemen seperti formulasi Age-Related Eye Disease Study (AREDS) dan AREDS2 telah direkomendasikan dalam beberapa kasus.

Perawatan dengan Laser:
Pada beberapa kasus degenerasi makula basah, laser dapat digunakan untuk menutup atau merusak pembuluh darah yang tidak normal. Namun, penggunaan laser dapat memiliki efek samping dan risiko, dan tidak selalu efektif.

Rehabilitasi Penglihatan:
Program rehabilitasi penglihatan dapat membantu individu beradaptasi dengan perubahan penglihatan dan memaksimalkan sisa penglihatan yang masih ada melalui bimbingan dan peralatan bantu.

Perawatan untuk degenerasi makula harus disesuaikan dengan kondisi spesifik setiap individu. Konsultasikan dengan profesional kesehatan mata untuk evaluasi yang tepat dan rencana perawatan yang sesuai. Deteksi dini melalui pemeriksaan mata rutin dapat membantu memulai perawatan lebih awal, memperlambat perkembangan degenerasi makula, dan meningkatkan peluang mempertahankan penglihatan.


 

Sumber:

https://jamanetwork.com/journals/jamaophthalmology/fullarticle/416250

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/agerelated-macular-degeneration-amd 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2682379/

https://www.cdc.gov/visionhealth/resources/features/macular-degeneration.html

https://www.macularsociety.org/macular-disease/macular-conditions/age-related-macular-degeneration/

https://www.norc.org/research/library/new-study-finds-higher-prevalence-of-age-related-macular-degener.html

Sunday, 4 February 2024

Masalah Persendian Lansia. Ada Kiat Pencegahannya.

        Seiring bertambahnya usia, pergerakan sendi menjadi lebih kaku dan kurang fleksibel karena jumlah cairan pelumas di dalam sendi berkurang dan tulang rawan menjadi lebih tipis. Ligamen juga cenderung memendek dan kehilangan kelenturannya, sehingga membuat persendian terasa kaku.

Tulang, otot, dan persendian seseorang membentuk sistem muskuloskeletalnya. Tulang-tulang itu menempel satu sama lain pada suatu sendi. Tendon dan ligamen membantu menghubungkan tulang ke otot. Pada ujung setiap tulang terdapat lapisan tulang rawan halus dan pelindung serta jaringan lunak (selaput sinovial) yang menghasilkan cairan (cairan sinovial) sehingga tulang dapat bergerak dengan mudah pada persendian.

Seiring bertambah bertambah usia pergerakan sendi menjadi kaku.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Penuaan dapat membawa berbagai masalah persendian pada lansia. Beberapa masalah persendian yang umum pada lansia melibatkan perubahan degeneratif dan kehilangan elastisitas jaringan ikat. 

Beberapa masalah persendian yang sering terjadi pada lansia termasuk:

Osteoarthritis (OA): 
Ini adalah bentuk arthritis yang paling umum pada lansia. OA terjadi ketika kartilago (lapisan pelindung pada ujung tulang di persendian) mengalami kerusakan seiring waktu, menyebabkan gesekan tulang yang tidak diinginkan dan nyeri sendi.

Rheumatoid Arthritis (RA):
Meskipun RA umumnya terjadi pada usia yang lebih muda, beberapa orang lansia juga dapat mengembangkan kondisi ini. RA adalah penyakit autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sendi, menyebabkan peradangan, nyeri, dan deformitas sendi.

Gout:
Gout sering kali terjadi pada lansia dan disebabkan oleh penumpukan kristal asam urat di dalam persendian. Ini dapat menyebabkan peradangan, kemerahan, dan nyeri yang tajam.

Bursitis: 
Ini adalah peradangan pada bursa, kantung berisi cairan yang melumasi persendian. Bursitis dapat menyebabkan nyeri dan pembengkakan di sekitar persendian.

Osteoporosis: 
Meskipun lebih terkait dengan tulang, osteoporosis juga dapat mempengaruhi persendian dengan menyebabkan fragilitas tulang. Patah tulang pada persendian seringkali lebih mungkin terjadi pada orang dengan osteoporosis.

Stenosis Spinal:
Ini adalah penyempitan saluran tulang belakang yang dapat menyebabkan tekanan pada akar saraf dan menyebabkan nyeri dan kelemahan pada persendian belakang.

Tendonitis: 
Peradangan pada tendon, sering kali terjadi karena overuse atau cedera.

Dislokasi atau Subluksasi Persendian:
Persendian keluar dari posisinya (dislokasi) atau keluar sebagian (subluksasi).

Persendian keluar dari posisinya (dislokasi).
(Sumber: foto canva.com)

💬Masalah persendian pada lansia dapat membatasi gerakan, menyebabkan nyeri kronis, dan memengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan.

       Lansia yang mengalami masalah persendian mungkin menunjukkan sejumlah ciri atau gejala tertentu. 

Beberapa ciri umum yang dapat muncul pada lansia yang mengalami masalah persendian meliputi:

Nyeri Sendi: 
Rasa sakit atau ketidaknyamanan pada persendian adalah gejala utama masalah persendian. Nyeri ini dapat bervariasi dari ringan hingga parah dan dapat terjadi saat bergerak atau bahkan saat istirahat.

Keterbatasan Gerakan: 
Lansia dengan masalah persendian mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang gerakan mereka. Hal ini dapat membuat aktivitas sehari-hari, seperti berjalan, berdiri, atau membungkuk, menjadi sulit.

Pembengkakan atau Kemerahan: 
Persendian yang terkena dapat menjadi bengkak atau merah akibat peradangan. Ini terutama umum pada kondisi seperti arthritis.

Ketakutan atau Kecemasan: 
Lansia yang mengalami nyeri persendian mungkin mengembangkan ketakutan atau kecemasan terkait dengan aktivitas yang dapat memperburuk rasa sakit mereka. Hal ini dapat memengaruhi tingkat aktivitas mereka sehari-hari.

Deformitas Sendi: 
Pada beberapa kasus penyakit persendian yang progresif, seperti rheumatoid arthritis, persendian dapat mengalami deformitas atau perubahan bentuk yang terlihat.

Kekakuan Sendi: 
Lansia dengan masalah persendian mungkin mengalami kekakuan pada persendian, terutama setelah periode istirahat. Pagi hari seringkali menjadi waktu di mana kekakuan ini lebih terasa.

Kekakuan sendi terasa di pagi hari.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan Tidur:
Nyeri persendian dapat mengganggu tidur, dan lansia dengan masalah persendian mungkin mengalami kesulitan tidur atau terbangun pada malam hari karena rasa sakit.

       Mencegah masalah persendian pada lansia melibatkan beberapa langkah perawatan dan perubahan gaya hidup.

Beberapa kiat yang dapat membantu mencegah atau mengurangi risiko masalah persendian pada lansia:

Pertahankan Berat Badan yang Sehat:
Menjaga berat badan yang sehat membantu mengurangi beban pada persendian, khususnya pada lutut, pinggul, dan tulang belakang.

Olahraga Teratur:
Aktivitas fisik yang teratur, seperti berjalan, berenang, atau latihan aerobik ringan, dapat membantu menjaga kekuatan otot dan fleksibilitas persendian.

Pertahankan Postur yang Baik:
Memelihara postur tubuh yang baik saat duduk, berdiri, dan berjalan dapat mengurangi tekanan pada persendian tulang belakang dan mencegah masalah.

Konsumsi Nutrisi yang Adekuat:
Pastikan asupan kalsium dan vitamin D yang cukup untuk mendukung kesehatan tulang. Makanan kaya kalsium meliputi produk susu, sayuran hijau, dan ikan, sedangkan vitamin D dapat diperoleh dari paparan matahari dan suplemen.

Hindari Posisi yang Tidak Nyaman:
Menjaga posisi yang nyaman dan ergonomis saat bekerja atau duduk dapat membantu mencegah stres berlebih pada persendian.

Selalu menjaga posisi nyaman saat berjalan.
(Sumber: foto canva.com)

Hindari Aktivitas yang Berisiko Tinggi:
Menghindari aktivitas yang dapat memberikan tekanan berlebih pada persendian, terutama jika ada riwayat masalah persendian atau cedera sebelumnya.

Pemanasan Sebelum Aktivitas Fisik:
Melakukan pemanasan sebelum melakukan aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah, mengurangi risiko cedera, dan meningkatkan fleksibilitas.

Minum Cukup Air:
Air membantu menjaga kelembapan pada persendian dan memberikan pelumasan yang baik. Pastikan untuk minum cukup air setiap hari.

Hindari Merokok dan Batasi Konsumsi Alkohol:
Rokok dapat merusak jaringan persendian, sementara konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan risiko osteoporosis. Menjauhi rokok dan batasi konsumsi alkohol dapat mendukung kesehatan persendian.

Rutin Pemeriksaan Kesehatan:
Mengikuti pemeriksaan kesehatan secara rutin dapat membantu mendeteksi masalah persendian lebih dini dan mengambil tindakan pencegahan.

💬Penerapan langkah-langkah ini dapat bervariasi tergantung pada kondisi kesehatan individu. Konsultasikan dengan profesional kesehatan untuk saran yang lebih spesifik sesuai kebutuhan dan kondisi kesehatan lansia tersebut.

       Pengobatan masalah persendian pada lansia dapat melibatkan pendekatan yang mencakup perawatan medis, perubahan gaya hidup, dan strategi manajemen nyeri. Pengobatan yang diterapkan akan tergantung pada jenis masalah persendian yang dialami dan tingkat keparahannya. 

Beberapa metode umum yang digunakan untuk mengobati masalah persendian pada lansia:

Obat-obatan:
Anti inflamasi Nonsteroid (NSAID): Obat ini dapat membantu meredakan peradangan dan nyeri pada persendian. Contohnya meliputi ibuprofen atau naproxen.

Analgesik: Obat penghilang rasa sakit, seperti parasetamol, dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.
Obat Modifikasi Penyakit:
Pada kasus arthritis, dokter mungkin meresepkan obat yang dapat memperlambat perkembangan penyakit, seperti obat DMARDs (Disease-Modifying Antirheumatic Drugs) atau obat biologis.

Fisioterapi:
Program latihan yang dikembangkan oleh fisioterapis dapat membantu meningkatkan kekuatan otot, fleksibilitas, dan mobilitas persendian. Terapi fisik juga dapat memberikan teknik relaksasi dan latihan peregangan.

Manajemen Berat Badan:
Jika obesitas menjadi faktor risiko atau memperburuk masalah persendian, manajemen berat badan dapat membantu mengurangi tekanan pada persendian dan meredakan gejala.

Suplemen:
Konsumsi suplemen seperti glukosamin dan kondroitin sulfat telah dikaitkan dengan peningkatan kesehatan persendian pada beberapa kasus, meskipun hasilnya bervariasi dan masih menjadi topik penelitian.

Injeksi Steroid:
Dalam beberapa kasus, dokter dapat memberikan injeksi kortikosteroid langsung ke persendian untuk mengurangi peradangan dan nyeri.

Pengobatan Alternatif:
Beberapa orang mencari bantuan dari pengobatan alternatif seperti akupunktur atau pijat untuk meredakan nyeri persendian. Sebelum mencoba pengobatan ini, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan.

Berkonsultasi kedokter sebelum mencari pengobatan alternatif.
(Sumber: foto camva.com)

Perubahan Gaya Hidup:
Peningkatan aktivitas fisik yang terkontrol dan sehat, pemanasan sebelum latihan, postur tubuh yang baik, dan istirahat yang cukup dapat membantu mengelola dan mencegah masalah persendian.

Alat Bantu:
Penggunaan alat bantu seperti tongkat, kruk, atau penyangga sendi dapat membantu meningkatkan mobilitas dan mengurangi tekanan pada persendian.

Setiap pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dan diawasi oleh profesional kesehatan. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter atau ahli reumatologi untuk merencanakan rencana pengobatan yang paling sesuai dengan kondisi kesehatan lansia dan jenis masalah persendian yang mereka alami.


Sumber:

https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/conditionsandtreatments/ageing-muscles-bones-and-joints

https://www.gleneagles.com.sg/health-plus/article/joint-pain-types

https://bmcmusculoskeletdisord.biomedcentral.com/articles/10.1186/1471-2474-12-241

https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/knee-pain-and-problems

https://www.canada.ca/en/health-canada/services/healthy-living/your-health/diseases/seniors-aging-osteoarthritis.html

Friday, 2 February 2024

Prediktor Mortalitas Lansia, Berdasarkan Kecepatan Berjalan

         Kecepatan berjalan pada lansia telah diidentifikasi sebagai prediktor penting dari mortalitas atau kematian. Pengertian kecepatan berjalan sebagai prediktor mortalitas pada lansia adalah kemampuan untuk menggunakan kecepatan berjalan sebagai indikator atau petunjuk dalam memprediksi risiko kematian pada populasi lanjut usia. Semakin lambat kecepatan berjalan seseorang, semakin tinggi risiko kematian yang dimiliki oleh individu tersebut.

Kecepatan berjalan pada lansia merupakan salah satu faktor kesehatan.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa kecepatan berjalan yang lambat dapat menjadi tanda atau gejala awal dari penurunan fungsi fisik dan kesehatan secara umum pada lansia. Penelitian juga menunjukkan bahwa kecepatan berjalan yang rendah berkaitan erat dengan peningkatan risiko berbagai penyakit kronis, disabilitas, dan kematian dini pada populasi lanjut usia.

Dengan demikian, pengukuran kecepatan berjalan dapat digunakan sebagai alat sederhana dan efektif untuk mengevaluasi risiko kematian pada lansia. Kecepatan berjalan dapat diukur melalui berbagai metode, seperti tes berjalan jarak pendek di dalam ruangan atau pengukuran menggunakan alat bantu teknologi seperti alat GPS.

Kecepatan berjalan hanyalah salah satu dari banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan dan risiko kematian pada lansia, dan penggunaannya sebagai prediktor mortalitas perlu dipertimbangkan bersama dengan faktor-faktor lain seperti riwayat kesehatan, gaya hidup, dan kondisi medis lainnya. Namun demikian, kecepatan berjalan tetap menjadi indikator yang kuat dan dapat diandalkan dalam mengevaluasi risiko kesehatan dan mortalitas pada populasi lanjut usia.

Beberapa alasan yang menjadikan kecepatan berjalan sebagai prediktor mortalitas pada lansia :

Indikator Kesehatan Fisik Umum: 
Kecepatan berjalan merupakan cerminan langsung dari kesehatan fisik seseorang. Kemampuan seseorang untuk berjalan dengan kecepatan yang baik menandakan adanya fungsi kardiorespirasi yang memadai, kekuatan otot yang cukup, keseimbangan yang baik, dan fungsi motorik yang memadai. Penurunan kecepatan berjalan dapat mencerminkan penurunan dalam beberapa atau semua aspek kesehatan fisik ini.

Kecepatan berjalan cermin kesehatan fisik seseorang.
(Sumber: foto canva.com)

Prediktor Penurunan Fungsi Fisik: 
Lansia cenderung mengalami penurunan fungsi fisik seiring bertambahnya usia. Penelitian telah menunjukkan bahwa kecepatan berjalan yang lambat berkorelasi dengan penurunan fungsi fisik secara umum, termasuk penurunan kekuatan otot, fleksibilitas, dan keseimbangan. Penurunan ini dapat mengarah pada risiko cedera, kehilangan kemandirian, dan kematian.

Tanda Awal Penyakit dan Kondisi Medis: 
Kecepatan berjalan yang lambat juga dapat menjadi tanda awal penyakit atau kondisi medis tertentu yang dapat meningkatkan risiko kematian pada lansia. Misalnya, penyakit jantung, penyakit paru-paru, gangguan neurologis, dan gangguan muskuloskeletal dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berjalan dengan cepat dan stabil.

Keterbatasan Aktivitas Sehari-hari: 
Lansia yang mengalami penurunan kecepatan berjalan mungkin juga mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berbelanja, membersihkan rumah, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Keterbatasan ini dapat meningkatkan risiko isolasi sosial, depresi, dan penurunan kualitas hidup secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada risiko kematian.

💬 Dengan memperhitungkan faktor-faktor di atas, kecepatan berjalan dapat dianggap sebagai indikator penting dari kesehatan dan kemandirian pada lansia. Oleh karena itu, pengukuran kecepatan berjalan dapat digunakan sebagai prediktor mortalitas karena memberikan informasi yang berharga tentang kondisi kesehatan dan risiko kematian pada populasi lanjut usia.

       Beberapa penyakit atau kondisi medis yang dapat mendasari penurunan kecepatan berjalan pada lansia, meliputi:

Penyakit Jantung: 
Penyakit jantung seperti gagal jantung, penyakit arteri koroner, atau aritmia dapat menyebabkan penurunan kecepatan berjalan pada lansia. Gangguan ini mengganggu aliran darah dan oksigen ke otot, sehingga menyebabkan kelelahan lebih cepat dan penurunan kemampuan untuk bergerak dengan cepat.

Penyakit Paru-paru: 
Penyakit paru-paru seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), asma, atau fibrosis paru-paru dapat membatasi kemampuan seseorang untuk bernapas dengan baik dan memengaruhi kecepatan berjalan. Kesulitan bernapas dapat menyebabkan kelelahan lebih cepat dan penurunan kapasitas aerobik.

Artritis: 
Artritis, terutama osteoartritis dan artritis reumatoid, adalah penyakit yang umum pada lansia dan dapat menyebabkan nyeri sendi dan keterbatasan gerakan. Ini dapat mengurangi kecepatan berjalan karena membuat gerakan menjadi tidak lancar dan menyakitkan.

Artritis dapat mengurangi kecepatan berjalan.
(Sumber: foto canva.com)

Gangguan Neurologis: 
Gangguan neurologis seperti stroke, penyakit Parkinson, atau neuropati perifer dapat mengganggu koordinasi, keseimbangan, dan kekuatan otot, yang semuanya diperlukan untuk menjaga kecepatan berjalan yang baik.

Gangguan Keseimbangan: 
Keseimbangan yang buruk dapat menjadi faktor utama penurunan kecepatan berjalan pada lansia. Gangguan vestibular, masalah sensoris, atau kondisi medis seperti hipotensi ortostatik (tekanan darah rendah saat berdiri) dapat menyebabkan ketidakstabilan saat berjalan dan penurunan kecepatan.

Penyakit Degeneratif Tulang dan Otot: 
Penyakit seperti osteoporosis atau penyakit degeneratif lainnya dapat menyebabkan kelemahan otot dan penurunan kekuatan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk berjalan dengan cepat.

Kondisi Kardiovaskular Lainnya: 
Selain penyakit jantung, kondisi kardiovaskular lainnya seperti anemia, edema, atau masalah sirkulasi perifer juga dapat mempengaruhi kecepatan berjalan dengan berbagai cara.

Kondisi Psikologis dan Kesejahteraan Emosional: 
Kondisi psikologis seperti depresi atau kecemasan juga dapat mempengaruhi kecepatan berjalan pada lansia melalui pengaruhnya terhadap motivasi, energi, dan persepsi kelelahan.

💬 Penyakit-penyakit di atas sering kali tidak hanya berdiri sendiri, tetapi seringkali bersama-sama menyebabkan penurunan kecepatan berjalan pada lansia. Itulah sebabnya penting untuk menilai lansia secara menyeluruh dan memperhatikan berbagai faktor penyebab potensial dalam mengevaluasi kecepatan berjalan dan kesehatan secara keseluruhan.

        Kecepatan berjalan yang dianggap sehat atau sakit pada lansia dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk kondisi kesehatan individu, usia, dan faktor-faktor lain seperti tingkat kebugaran fisik dan fungsi fisik umum. 

Beberapa standar umum yang digunakan sebagai panduan dalam menilai kecepatan berjalan pada lansia:

Kecepatan Berjalan Normal: 
Secara umum, kecepatan berjalan normal pada populasi lanjut usia biasanya berkisar antara 0,8 hingga 1,5 meter per detik (m/s) atau sekitar 1,8 hingga 3,4 mil per jam (mph). Kecepatan berjalan yang berada dalam kisaran ini dianggap sebagai tanda kesehatan fisik yang baik pada lansia.

Kecepatan berjalan normal antara 0,8- 1,5 m/ detik.
(Sumber: foto canva.com)

Kecepatan Berjalan Lambat: 
Kecepatan berjalan di bawah 0,8 m/s (sekitar 1,8 mph) seringkali dianggap sebagai kecepatan berjalan yang lambat atau terlalu lambat pada lansia. Kecepatan berjalan lambat ini sering dikaitkan dengan penurunan fungsi fisik, peningkatan risiko jatuh, keterbatasan mobilitas, dan risiko kesehatan lainnya.

Kecepatan Berjalan Cepat: 
Sebaliknya, kecepatan berjalan di atas 1,5 m/s (sekitar 3,4 mph) sering dianggap sebagai kecepatan berjalan yang cepat pada lansia. Ini dapat menunjukkan tingkat kebugaran fisik yang baik dan kesehatan yang kuat pada populasi lanjut usia.

💬Standar ini dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor individu seperti usia, kondisi kesehatan, dan tingkat kebugaran fisik. Selain itu, evaluasi kecepatan berjalan haruslah dilakukan dalam konteks penilaian menyeluruh terhadap kesehatan fisik dan kognitif seseorang, bukan hanya sebagai indikator tunggal.  

       Latihan jalan dapat menjadi bagian penting dari program kesehatan dan kebugaran bagi lansia untuk meningkatkan atau mempertahankan kecepatan berjalan yang sehat. Latihan jalan tidak hanya membantu meningkatkan kecepatan berjalan.

Beberapa manfaat berjalan bagi kesehatan fisik dan kesejahteraan lansia, termasuk:

Meningkatkan Kesehatan Jantung:
Berjalan adalah bentuk latihan aerobik ringan yang dapat membantu meningkatkan kesehatan jantung dan sirkulasi darah.

Meningkatkan Kekuatan Otot:
Berjalan secara teratur dapat membantu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot, terutama otot-otot tungkai yang penting untuk kecepatan berjalan.

Meningkatkan Keseimbangan dan Koordinasi: 
Latihan jalan membantu meningkatkan keseimbangan dan koordinasi, yang dapat membantu mencegah jatuh dan cedera.

Meningkatkan Kepadatan Tulang: 
Berjalan merupakan latihan berat ringan yang dapat membantu mempertahankan kepadatan tulang dan mengurangi risiko osteoporosis pada lansia.

Berjalan membantu mempertahankan kepadatan tulang.
(Sumber: foto canva.com )

Meningkatkan Kesejahteraan Mental: 
Aktivitas fisik seperti berjalan telah terbukti memiliki manfaat positif bagi kesejahteraan mental, termasuk mengurangi stres, kecemasan, dan depresi.

Meningkatkan Fungsi Kognitif:
Latihan jalan dapat membantu meningkatkan fungsi kognitif dan mengurangi risiko penurunan kognitif pada lansia.

Menjaga Berat Badan yang Sehat:
Berjalan merupakan cara yang efektif untuk membakar kalori dan menjaga berat badan yang sehat, yang dapat mengurangi risiko penyakit terkait obesitas pada lansia.

Ketika merancang program latihan jalan untuk lansia, penting untuk memperhatikan kondisi kesehatan individu, tingkat kebugaran, dan keterbatasan fisik yang mungkin ada. Konsultasikan dengan profesional kesehatan atau fisioterapis untuk mendapatkan saran yang sesuai sebelum memulai atau mengubah program latihan apa pun.



Sumber:

https://www.aafp.org/pubs/afp/issues/ 

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3080184/

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0002934319304322

https://www.bmj.com/content/339/bmj.b4460

https://bmcgeriatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12877-020-01898-w

https://www.cooperinstitute.org/blog/does-usual-walking-speed-predict-survival-in-older-adults

https://www.kjfp.or.kr/journal/view.html?uid=428&vmd=Full