Saturday, 30 March 2024

Problematik Ekonomi, Kesejahteraan dan Kesehatan Lansia

        Populasi menua karena angka harapan hidup terus meningkat akibat perkembangan ilmu kedokteran modern. Aktivitas perekonomian dan kesehatan lansia merupakan faktor yang sangat penting dalam kaitannya dengan permasalahan lansia. 

Mempersiapkan masyarakat lanjut usia merupakan isu global. Lansia merupakan kelas partisipasi sosial yang tidak boleh diabaikan. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan kebijakan promosi kesehatan dan peningkatan perbaikan kelembagaan dengan mencerminkan tingkat aktivitas ekonomi lansia.

Populasi lansia yang terus meningkat menjadi fokus negara.
(Sumber; foto paguyuban pengawas purna)

Perhatian besar terhadap kaum penyandang disabilitas dan lanjut usia (lansia) sudah menjadi komitmen Indonesia. Ini dibuktikan salah satunya dengan memberikan jaminan sosial (jamsos), baik kesehatan maupun ketenagakerjaan. 

Namun faktanya, hingga kini belum semua lansia memperoleh hak-hak jamsos. Padahal, mestinya para lansia terutama yang dinilai kurang mampu atau memiliki keterbatasan ekonomi wajib memperoleh hak jamsos tersebut.

Saat ini, para lansia berupaya untuk mencapai kemandirian ekonomi dan bertujuan untuk menjalani hidup sehat. Selain itu, ditemukan bahwa partisipasi sosial dan aktivitas ekonomi lansia berkontribusi terhadap peningkatan kehidupan pribadi dan kesehatan mereka.

Bahkan dengan perencanaan yang tepat, banyak lansia mengalami tantangan keuangan, dan mereka harus mengembangkan strategi untuk mencegah tekanan terkait ekonomi. 

        Ekonomi lansia melibatkan sejumlah permasalahan yang berbeda, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kehidupan finansial mereka. 

Beberapa permasalahan umum dalam ekonomi lansia:

Kurangnya Dana Pensiun:
Banyak lansia menghadapi masalah karena tidak memiliki tabungan pensiun yang cukup untuk mendukung gaya hidup mereka setelah pensiun. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran akan pentingnya menabung untuk masa pensiun, atau karena faktor-faktor eksternal seperti pengeluaran tak terduga atau biaya kesehatan yang tinggi.

Inflasi: 
Inflasi bisa menjadi masalah besar bagi lansia, karena nilai dari tabungan atau dana pensiun mereka bisa tergerus seiring waktu. Biaya hidup yang terus meningkat dapat membuat pendapatan pensiun mereka kurang mencukupi.

Inflasi dapat menggerus tabungan dan dana pensiun lansia.
(Sumber: foto paguyuban pengawas purna)
Biaya Kesehatan yang Tinggi: 
Lansia cenderung memiliki biaya kesehatan yang lebih tinggi daripada kelompok usia lainnya. Masalah kesehatan kronis, biaya perawatan jangka panjang, obat-obatan, dan asuransi kesehatan yang mahal dapat memberikan tekanan finansial yang signifikan.

Keterbatasan Akses ke Pekerjaan atau Pendidikan:
Lansia yang ingin bekerja atau mengikuti pendidikan lebih lanjut mungkin menghadapi kesulitan dalam memperoleh akses karena bias usia atau keterbatasan fisik.

Penipuan dan Kejahatan Keuangan: 
Lansia sering menjadi sasaran empuk bagi penipuan keuangan dan penipuan investasi. Mereka mungkin kurang waspada terhadap praktik penipuan baru atau kurang akrab dengan teknologi yang dapat melindungi keamanan finansial mereka.

Ketergantungan pada Anak atau Keluarga: 
Beberapa lansia mungkin mengalami ketergantungan pada anak atau keluarga mereka untuk dukungan finansial. Hal ini dapat menghasilkan ketegangan dalam hubungan keluarga dan membuat lansia merasa tidak berdaya secara finansial.

Isolasi Sosial: 
Lansia yang mengalami isolasi sosial dapat mengalami kesulitan finansial karena kurangnya dukungan sosial dapat menghambat kemampuan mereka untuk mengelola keuangan dengan baik atau memperoleh informasi yang diperlukan.

Obat Mahal:
Pengobatan dapat menjadi tantangan finansial bagi lansia, bahkan mereka yang memiliki asuransi kesehatan yang menanggung sebagian biaya resep. Beberapa obat yang dibutuhkan lansia untuk mengobati kondisi terkait usia memerlukan biaya lebih dari rata-rata resep dan mungkin tidak memiliki alternatif generik. Dalam kasus ini, para lansia mungkin harus memilih antara melewatkan pengobatan atau pergi tanpa keperluan lain agar mereka dapat membayar obatnya. 

Hutang:
Selama bertahun-tahun, banyak orang menumpuk utang, kartu kredit, hipotek, tagihan renovasi rumah, dan pengeluaran lainnya, dan membawa utang yang belum dibayar hingga usia lanjut. Bagi orang lanjut usia dengan pendapatan rendah dan terbatasnya bantuan keuangan dari keluarga dan teman, hutang dapat menyebabkan stres yang besar. Jika orang tua Anda mengalami kecemasan yang disebabkan oleh masalah keuangan ini, dia harus berbicara dengan konselor kredit untuk mengetahui pilihan apa yang tersedia. 

Perawatan Rumah:
Menjaga interior dan eksterior rumahnya dalam kondisi yang baik mungkin membuat orang yang Anda cintai kewalahan. Biaya pemeliharaan mungkin lebih besar dari pendapatan bulanan orang yang Anda sayangi, sehingga membuatnya semakin terlilit hutang. Bicarakan dengan orang yang Anda kasihi tentang pindah ke rumah yang lebih kecil atau berbagi tempat tinggal dengan Anda dan keluarga.

       Mengatasi masalah ekonomi lansia di Indonesia memerlukan pendekatan yang komprehensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, dan masyarakat umum. 

Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ekonomi pada lansia di Indonesia:

Penguatan Sistem Pensiun: 
Pemerintah perlu meningkatkan kesadaran akan pentingnya menabung untuk pensiun dan memperkuat sistem pensiun nasional. Ini bisa termasuk memberikan insentif pajak untuk tabungan pensiun, memperluas cakupan program pensiun, dan meningkatkan aksesibilitas serta transparansi informasi terkait pensiun.

Program Kesehatan Universal: 
Pemerintah harus terus meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan untuk lansia. Program kesehatan universal yang mencakup biaya perawatan kesehatan dan obat-obatan dapat membantu mengurangi beban finansial yang ditanggung oleh lansia.

Pendidikan Keuangan untuk Lansia: 
Memberikan pendidikan keuangan kepada lansia sangat penting untuk membantu mereka mengelola keuangan dengan bijak, mengenali risiko keuangan, dan melindungi diri dari penipuan dan kejahatan keuangan.

Program Pelatihan dan Keterampilan:
Memberikan pelatihan dan pendidikan keterampilan kepada lansia yang ingin bekerja atau memulai usaha kecil dapat membantu meningkatkan kemandirian finansial mereka.

Perlindungan Hukum: 
Pemerintah harus memperkuat perlindungan hukum terhadap lansia, termasuk perlindungan terhadap penipuan keuangan dan eksploitasi finansial.

Pemberdayaan Sosial: 
Mendorong pembentukan komunitas lansia yang aktif secara sosial dan ekonomi dapat membantu mengatasi isolasi sosial dan memberikan dukungan sosial yang diperlukan.

Kemitraan dengan Swasta: 
Melibatkan sektor swasta dalam menyediakan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan lansia, seperti asuransi kesehatan dan produk investasi yang aman, juga penting.

Pendekatan Terpadu dan Kolaboratif: 
Mengatasi masalah ekonomi lansia memerlukan pendekatan terpadu dan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga non-profit, lembaga keuangan, dan masyarakat umum.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini secara efektif, diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial lansia di Indonesia.

       Di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan beberapa program untuk mengatasi masalah ekonomi pada lansia. 

Beberapa program yang sudah berjalan meskipun belum merata, antara lain:

Program Bantuan Sosial (Bansos) Lansia: 
Pemerintah Indonesia memiliki program bantuan sosial yang ditujukan khusus untuk lansia yang kurang mampu. Program ini menyediakan bantuan berupa tunjangan sosial atau bantuan finansial secara berkala kepada lansia yang memenuhi syarat.

Program Pemberdayaan Ekonomi Lansia: 
Program ini bertujuan untuk memberdayakan ekonomi lansia dengan memberikan pelatihan keterampilan dan pendampingan untuk membantu mereka memulai usaha kecil atau meningkatkan keterampilan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Asuransi Kesehatan Lansia: 
Pemerintah telah meluncurkan program asuransi kesehatan yang ditujukan khusus untuk lansia. Program ini memberikan akses kepada lansia untuk mendapatkan layanan kesehatan yang lebih terjangkau, termasuk pemeriksaan kesehatan, obat-obatan, dan perawatan medis lainnya. Dalam kondisi nyata program BPJS lansia dan umum tidak ada bedanya. 

Kecelakaan sering menimpa lansia karena itu diperlukan perlakuan khusus lansia.
(Sumber: foto canva.com)
Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Lansia: 
Program KUR telah diperluas untuk mencakup lansia yang ingin memulai usaha kecil atau mikro. Lansia dapat mengakses kredit dengan bunga rendah dan persyaratan yang lebih fleksibel untuk membantu mereka memulai atau mengembangkan usaha mereka.

Program Kesehatan Gratis untuk Lansia: 
Pemerintah Indonesia menyediakan program kesehatan gratis untuk lansia yang memenuhi syarat. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan rutin, pengobatan, dan perawatan medis lainnya tanpa biaya atau dengan biaya yang sangat terjangkau.

Pendidikan Keuangan Lansia: 
Pemerintah juga telah meluncurkan program pendidikan keuangan khusus untuk lansia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang manajemen keuangan, investasi yang aman, dan cara melindungi diri dari penipuan keuangan.

Program-program ini merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial lansia, meskipun masih perlu terus ditingkatkan dan dievaluasi untuk memastikan efektivitasnya dalam mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi oleh lansia di Indonesia.



Sumber:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5746697/

https://www.homecareassistancearlingtontx.com/primary-economic-issues-for-elderly-people 

https://infopublik.id/read/222925/peserta-jkn-lansia-diimbau-untuk-update-data.html

https://news.detik.com/berita/d-6832975/curhat-lansia-peserta-jkn-biaya-pengobatan-ditanggung-bpjs-kesehatan

https://www.kemenkopmk.go.id/pemerintah-upayakan-pemenuhan-hak-jaminan-sosial-bagi-lansia

https://biz.kompas.com/read/2023/12/27/181150728/terdaftar-sebagai-peserta-jkn-lansia-ini-dapat-berobat-tanpa-biaya

https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/bib//public-file/bib-public-131.pdf

https://bisnis.tempo.co/read/1825262/sejumlah-penyakit-kronis-yang-ditanggung-bpjs-kesehatan-banyak-diderita-lansia

Tuesday, 26 March 2024

Iri Hati Menghancurkan Kebahagiaan dan Penyakit Fisik pada Lansia.

       Salah satu pandangan mengenai masyarakat modern adalah bahwa masyarakat modern secara sistematis mengembangkan serangkaian institusi, seperti media sosial, facebook, whatsapp dan bentuk media yang lain yang membuat orang merasa tidak mampu dan iri terhadap orang lain. 

Iri hati adalah perasaan tidak senang atau tidak puas dengan keberhasilan, prestasi, atau keberuntungan orang lain, dan seringkali disertai dengan keinginan untuk memiliki atau meraih hal yang sama atau lebih baik daripada orang tersebut. 

Lansia sehat mental selalu bersosialisasi dan menjauhi sifat iri hati.
(Sumber: foto pens 49 ceria)

Ini adalah emosi negatif yang biasanya muncul ketika seseorang merasa bahwa orang lain mendapatkan sesuatu yang diinginkannya atau merasa bahwa dirinya tidak sebanding dengan orang lain dalam hal pencapaian atau keberuntungan. Iri hati dapat timbul dalam berbagai konteks, baik dalam hubungan pribadi, lingkungan kerja, maupun dalam kompetisi sosial atau profesional.

Teori perbandingan sosial menyatakan bahwa orang pada umumnya memilih untuk membandingkan dirinya dengan orang lain yang dekat dengan kemampuan dan pendapatnya, namun orang pada umumnya menganggap diri mereka lebih baik daripada yang sebenarnya.

Oleh karena itu masyarakat cenderung melakukan perbandingan sosial ke atas, yaitu membandingkan dirinya dengan mereka yang sebenarnya lebih mampu, mempunyai harta lebih banyak, dan lain sebagainya. Individu dengan tingkat rasa iri yang tinggi akan menganggap perbedaan ini lebih menonjol dan sebagai akibatnya menghadapi lebih banyak pengalaman negatif. 

Hal ini termasuk perasaan rendah diri dan kecewa, yang dapat menyebabkan depresi. Selain itu, beberapa penelitian empiris menunjukkan korelasi positif antara rasa iri dan depresi.

Dalam konteks medis, istilah yang sering digunakan untuk merujuk pada iri hati adalah "envy" atau "invidia" dalam bahasa Latin. Ini adalah istilah yang umum digunakan di bidang psikologi dan psikiatri untuk menyatakan perasaan iri atau dengki terhadap keberhasilan, prestasi, atau kebahagiaan orang lain.

Iri hati dan dengki adalah dua konsep yang sering kali dianggap mirip tetapi memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam arti dan penggunaannya:

Iri Hati (Envy):
  • Iri hati adalah perasaan tidak senang atau tidak puas dengan keberhasilan, prestasi, atau keberuntungan orang lain.
  • Biasanya melibatkan perasaan kurangnya kepuasan diri sendiri atau keinginan untuk memiliki atau meraih hal yang sama atau lebih baik daripada orang lain.
  • Iri hati seringkali timbul ketika seseorang merasa bahwa mereka tidak sebanding dengan orang lain dalam hal pencapaian atau keberuntungan.
Dengki (Jealousy):
  • Dengki adalah perasaan tidak senang atau cemburu terhadap seseorang karena mereka memiliki atau menikmati sesuatu yang diinginkan oleh orang lain.
  • Biasanya melibatkan perasaan ancaman terhadap hubungan atau keadaan tertentu, seperti hubungan romantis, persahabatan, atau keuntungan sosial.
  • Dengki seringkali timbul ketika seseorang merasa bahwa posisi atau hubungan mereka terancam oleh keberhasilan atau keberuntungan orang lain.
Iri hati perasaan tidak puas dengan keberhasilan orang lain.
(Sumber: foto canva.com)
Perbedaan utama antara iri hati dan dengki adalah bahwa iri hati berkaitan dengan perasaan tidak puas dengan diri sendiri dan keinginan untuk memiliki hal yang dimiliki orang lain, sementara dengki berkaitan dengan perasaan cemburu atau ancaman terhadap hubungan atau keadaan tertentu. Iri hati lebih fokus pada diri sendiri dan apa yang tidak dimiliki atau dicapai, sementara dengki lebih fokus pada orang lain dan apa yang dimilikinya.

Ciri iri hati pada lansia mungkin tidak jauh berbeda dengan ciri-ciri iri hati pada orang dewasa pada umumnya. Iri hati adalah perasaan tidak senang atau tidak puas dengan keberhasilan, prestasi, atau keberuntungan orang lain. Namun, pada lansia, iri hati juga dapat muncul dalam konteks tertentu terkait dengan perasaan kurang dihargai, merasa terpinggirkan, atau merasa kehilangan relevansi dalam situasi sosial atau keluarga.

Beberapa ciri iri hati pada lansia bisa mencakup:

Perasaan Tidak Puas dengan Pencapaian atau Prestasi Orang Lain: 
Lansia mungkin merasa iri terhadap keberhasilan atau prestasi orang lain dalam hal seperti kesehatan, keuangan, atau kehidupan sosial.

Perasaan Terpinggirkan: 
Lansia mungkin merasa iri ketika mereka merasa diabaikan atau diabaikan dalam situasi keluarga atau sosial, seperti acara keluarga atau pertemuan sosial.

Perasaan Kurang Diakui atau Diapresiasi: 
Lansia yang merasa bahwa kontribusi mereka tidak dihargai atau diakui oleh keluarga atau masyarakat dapat merasa iri terhadap perlakuan yang lebih baik atau perhatian yang diberikan kepada orang lain.

Kecemburuan Terhadap Kesejahteraan Orang Lain: 
Lansia mungkin merasa iri terhadap kesejahteraan atau kebahagiaan orang lain, terutama jika mereka mengalami kesulitan atau ketidakpuasan dalam kehidupan mereka sendiri.

Perasaan Kehilangan Relevansi atau Signifikansi: 
Lansia mungkin merasa iri terhadap orang lain yang terlihat lebih relevan atau signifikan dalam situasi sosial atau keluarga, sehingga mereka merasa tidak lagi dihargai atau diperhatikan seperti sebelumnya.

Seperti pada semua usia, penting untuk diingat bahwa iri hati adalah emosi alami yang dapat muncul pada siapa pun, termasuk lansia. Namun, penting bagi individu yang mengalami iri hati untuk mengatasi emosi tersebut dengan cara yang sehat dan memilih respons yang konstruktif.  

Faktor penyebab iri hati pada lansia dapat bervariasi dan kompleks, melibatkan faktor-faktor psikologis, sosial, dan situasional. 

Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan iri hati pada lansia meliputi:

Kesehatan dan Keterbatasan Fisik:
 
Lansia yang mengalami masalah kesehatan atau keterbatasan fisik mungkin merasa iri terhadap orang lain yang lebih sehat atau lebih aktif secara fisik.

Keuangan dan Kesejahteraan: 
Kesenjangan ekonomi atau ketidaksetaraan keuangan dapat menyebabkan iri hati pada lansia. Mereka yang merasa kurang memiliki sumber daya keuangan mungkin iri terhadap orang yang lebih mampu.

Hubungan Sosial dan Keluarga: 
Perasaan iri hati bisa timbul dalam hubungan sosial atau keluarga, terutama jika lansia merasa diabaikan, tidak dihargai, atau terpinggirkan oleh anggota keluarga atau teman-teman.

Perasaan iri hati dapat muncul dalam hubungan sosial dan keluarga.
(Sumber: foto canva.com)
Kesejahteraan Emosional: 
Lansia yang mengalami kesedihan, kesepian, atau perasaan tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri mungkin lebih rentan terhadap perasaan iri hati terhadap orang lain yang dianggap lebih bahagia atau sukses.

Perubahan Peran dan Identitas:
Lansia sering mengalami perubahan peran dalam keluarga atau masyarakat, seperti pensiun atau kehilangan pasangan hidup. Perubahan ini dapat memicu perasaan iri hati terhadap orang yang masih aktif atau sukses dalam peran mereka.

Tingkat Pendidikan dan Keterampilan: 
Orang yang merasa kurang terdidik atau merasa kurangnya keterampilan tertentu mungkin merasa iri terhadap orang yang dianggap lebih terampil atau berpendidikan.

Perubahan Sosial dan Lingkungan: 
Perubahan dalam lingkungan sosial atau komunitas, seperti kehilangan teman-teman atau perubahan dalam dinamika sosial, dapat memicu perasaan iri hati pada lansia.

Pengakuan dan Perhatian: 
Lansia yang merasa kurang mendapatkan pengakuan atau perhatian dari orang lain mungkin merasa iri terhadap mereka yang lebih banyak mendapatkan perhatian atau pujian.

       Iri hati pada dasarnya adalah respons emosional dan sosial terhadap perasaan ketidakpuasan atau ketidakadilan, dan bukan penyakit langsung. Namun, dampak iri hati pada kesehatan mental dan fisik dapat memengaruhi lansia dalam berbagai cara, dan dalam jangka panjang, dapat berkontribusi pada risiko penyakit atau masalah kesehatan tertentu.

Beberapa penyakit yang dapat timbul dari iri hati pada lansia, antara lain:

Stres Pada Kesehatan Mental: 
Iri hati yang terus-menerus dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental. Stres yang berlebihan dapat meningkatkan risiko gangguan mental seperti depresi atau kecemasan.

Masalah Kesehatan Jantung: 
Stres kronis dan perasaan negatif seperti iri hati dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan jantung. Ini dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada lansia.

Menurunkan Sistem Kekebalan Tubuh: 
Stres kronis yang disebabkan oleh iri hati dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat tubuh lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi.

Gangguan Tidur: 
Emosi negatif yang terkait dengan iri hati dapat mengganggu pola tidur seseorang. Gangguan tidur dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental lansia.

Penurunan Kesejahteraan Psikologis: 
Iri hati yang berlebihan dapat merugikan kesejahteraan psikologis lansia, menyebabkan penurunan mood, perasaan putus asa, atau hilangnya motivasi.

Isolasi Sosial:
Perasaan iri hati yang tidak diatasi dapat menyebabkan isolasi sosial. Lansia yang merasa iri terhadap orang lain mungkin cenderung menjauh dari interaksi sosial, yang dapat berdampak negatif pada kesejahteraan sosial dan mental mereka.

Penurunan Kualitas Hidup: 
Iri hati yang terus-menerus dapat merusak kualitas hidup lansia. Perasaan ketidakpuasan dan frustrasi dapat menghambat kemampuan mereka untuk menikmati hidup dan merasa bahagia.

Pengaruh Perilaku Merugikan: 
Beberapa orang mungkin mencoba mengatasi perasaan iri hati dengan perilaku merugikan, seperti konsumsi alkohol berlebihan, merokok, atau pola makan yang tidak sehat, yang dapat meningkatkan risiko penyakit terkait gaya hidup.

       Mencegah iri hati pada lansia melibatkan pendekatan yang komprehensif untuk mempromosikan kesejahteraan mental dan emosional mereka. 

Beberapa kiat yang dapat membantu mencegah iri hati pada lansia:

Kembangkan Rasa Harga Diri Positif:
Dorong lansia untuk mengakui dan menghargai prestasi dan kualitas positif dalam diri mereka sendiri.
Fokus pada aspek-aspek positif dari kehidupan mereka dan apresiasi atas kontribusi yang mereka buat.

Aktif Sosial dan Komunitas:
Mendorong keterlibatan sosial dapat membantu mencegah perasaan isolasi dan iri hati.
Terlibat dalam aktivitas kelompok atau klub sosial dapat memperluas jaringan sosial dan merangsang kehidupan sosial.

Pentingkan Kesehatan Mental dan Fisik:
  • Menjaga kesehatan mental dan fisik dapat membantu meningkatkan perasaan kesejahteraan dan mengurangi stres.
  • Ajak lansia untuk berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi mereka dan dorong untuk merawat kesehatan mental, seperti dengan meditasi atau berbicara dengan seorang profesional kesehatan mental.

Promosikan Keterlibatan dalam Kegiatan Baru:
Mendorong partisipasi dalam kegiatan baru dapat membantu menjaga semangat dan minat yang positif.
Lansia dapat menemukan kepuasan baru dan merasa lebih termotivasi dengan mengeksplorasi minat atau hobi baru.

Bentuk Dukungan Sosial yang Positif:
Bangun dan pertahankan hubungan sosial yang positif.
Dorong lansia untuk berbicara dengan teman atau anggota keluarga jika mereka merasa tertekan atau memiliki perasaan negatif.

Terapkan Penilaian Realistik dan Terima Kebahagiaan Orang Lain:
Ajarkan pentingnya menerima bahwa setiap orang memiliki kebahagiaan dan pencapaian masing-masing.
Bantu lansia untuk merayakan kesuksesan orang lain dan melihatnya sebagai inspirasi, bukan ancaman.

Latih Keterampilan Mengatasi Stres dan Emosi:
  • Ajarkan teknik relaksasi atau praktik kegiatan yang dapat membantu mengurangi stres.
  • Bantu lansia untuk mengembangkan keterampilan mengatasi konflik dan mengelola emosi dengan cara yang positif.
Menciptakan lingkungan yang mendukung, merawat kesehatan secara holistik, dan mempromosikan pola pikir positif dapat membantu mencegah atau mengurangi iri hati pada lansia. Selain itu, peran keluarga, teman, dan tenaga kesehatan dapat sangat penting dalam memberikan dukungan dan bimbingan.

       Meskipun iri hati bukan penyakit fisik yang dapat diobati secara langsung, namun mengatasi atau mengurangi gejala-gejala iri hati pada lansia melibatkan pendekatan holistik terhadap kesejahteraan mental dan emosional mereka. 

Beberapa strategi yang dapat membantu mengelola iri hati pada lansia:

Dorong Pembicaraan Terbuka:
Ajak lansia untuk berbicara terbuka tentang perasaan mereka. Pembicaraan yang jujur dapat membantu mereka memahami dan mengidentifikasi akar permasalahan yang mungkin menyebabkan iri hati.

Bimbing untuk Mengidentifikasi Perasaan:
Membantu lansia untuk mengenali perasaan mereka, memahami apa yang menyebabkan iri hati, dan mengidentifikasi pola pikir yang mungkin memperburuk situasi.

Fokus pada Berpikir Positif dan Bersyukur:
Ajarkan teknik melihat sisi positif dari situasi dan menghargai hal-hal yang positif dalam hidup mereka.
Mendorong praktik rasa syukur dapat membantu menggeser fokus dari kekurangan ke aspek positif.

Kembangkan Empati dan Pemahaman:
  • Latih lansia untuk mengembangkan empati terhadap orang lain dan memahami bahwa setiap individu memiliki perjuangannya sendiri.
  • Mengajarkan mereka untuk merayakan keberhasilan orang lain sebagai inspirasi, bukan sebagai ancaman.
Partisipasi dalam Kegiatan Positif:
  • Mendorong lansia untuk terlibat dalam kegiatan positif dan membangun hubungan yang positif dengan orang lain.
  • Aktivitas yang meningkatkan kesejahteraan emosional, seperti seni, olahraga ringan, atau kegiatan sosial, dapat membantu mengurangi iri hati.

Dorong Pencarian Dukungan Sosial:
  • Ajak lansia untuk mencari dukungan dari keluarga, teman, atau kelompok pendukung.
  • Berbicara dengan seseorang yang dapat memahami dan memberikan dukungan dapat membantu meredakan perasaan iri hati.
Bantu Mengelola Stres:
Latih teknik relaksasi, seperti meditasi atau pernapasan dalam, untuk membantu mengelola stres.
Jaga agar lingkungan sekitar lansia mendukung kesejahteraan mental mereka.

Perhatikan Kesehatan Fisik:
  • Pastikan kesehatan fisik lansia terjaga, karena kesehatan fisik yang buruk dapat memengaruhi kesejahteraan mental.
  • Bantu mereka menjalani pola hidup sehat dengan makanan seimbang dan olahraga yang sesuai dengan kondisi fisik mereka.

Jika perasaan iri hati pada lansia menjadi semakin parah dan memengaruhi kesejahteraan mereka secara signifikan, konsultasi dengan profesional kesehatan mental atau konselor dapat menjadi pilihan yang baik. Profesional ini dapat memberikan dukungan dan bimbingan khusus untuk membantu mengatasi masalah emosional.




Sumber:








Waspada, Penyakit Tulang Lunak pada Lansia

        Osteomalasia sering disebut sebagai “penyakit tulang lunak”, adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan gangguan mineralisasi, beda dengan osteoporosis yang merupakan penyakit kerangka sistemik dengan penurunan massa tulang dan perubahan mikro dan mikroarsitektur tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh. 

Osteomalasia sering disebut penyakit tulang lunak dan menyerang lansia.
(Sumber: foto LPC-Lansia)

Osteomalasia merupakan suatu kondisi patologis yang ditandai dengan penurunan kepadatan mineral tulang dan gangguan mineralisasi pada matriks tulang. Keadaan ini dapat memengaruhi kualitas dan kekuatan tulang, meningkatkan risiko fraktur, dan membatasi mobilitas individu. Lansia memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami osteomalasia karena berbagai faktor, baik intrinsik maupun ekstrinsik, yang mempengaruhi kesehatan tulang seiring bertambahnya usia.

Osteomalasia pada lansia dapat dijelaskan sebagai suatu gangguan metabolik tulang yang terjadi pada usia lanjut. Gangguan ini biasanya ditandai dengan penurunan kepadatan mineral tulang, terutama kalsium dan fosfor, serta gangguan dalam proses mineralisasi tulang. Akibatnya, tulang menjadi lemah, rapuh, dan rentan terhadap fraktur. Proses osteomalasia pada lansia sering kali merupakan hasil dari kumulasi perubahan terkait usia dalam metabolisme mineral dan hormonal.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan osteomalasia pada lansia meliputi:

Defisiensi Vitamin D:
Defisiensi vitamin D merupakan penyebab utama osteomalasia pada lansia. Vitamin D diperlukan untuk penyerapan kalsium dari usus ke dalam aliran darah, yang kemudian dibutuhkan untuk mineralisasi tulang. Lansia cenderung memiliki paparan sinar matahari yang lebih sedikit dan konversi vitamin D yang lebih rendah dalam kulit, yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin D.

Kurangnya Paparan Matahari:
Paparan sinar matahari diperlukan untuk pembentukan vitamin D di dalam tubuh. Lansia sering kali memiliki aktivitas luar ruangan yang lebih terbatas, yang dapat menyebabkan kurangnya paparan sinar matahari dan konsekuensinya, defisiensi vitamin D.

Lansia berjemur sinar matahari agar tidak defisiensi vitamin D.
(Sumber: foto canva.com)
Penurunan Fungsi Ginjal:
Fungsi ginjal yang menurun pada lansia dapat mengganggu metabolisme vitamin D aktif, yang diperlukan untuk penyerapan kalsium. Ini dapat menyebabkan defisiensi vitamin D yang memperparah kondisi osteomalasia.

Kekurangan Asupan Kalsium dan Fosfor:
Asupan kalsium dan fosfor yang tidak memadai dalam diet juga dapat menyebabkan osteomalasia pada lansia. Kalsium dan fosfor merupakan mineral penting untuk kepadatan dan kekuatan tulang.

Gangguan Penyakit Kronis:
Penyakit kronis seperti penyakit ginjal, penyakit hati, atau penyakit inflamasi usus dapat mengganggu metabolisme kalsium, fosfor, dan vitamin D, yang semuanya berkontribusi pada osteomalasia pada lansia.

Beberapa ciri Lansia Terkena Osteomalasia:

Nyeri Tulang dan Otot:

Nyeri tulang dan otot sering kali merupakan gejala awal osteomalasia pada lansia. Nyeri ini dapat terjadi secara difus atau lokal, terutama di daerah pinggang, panggul, dan tungkai.

Lemah dan Rapuhnya Tulang:
Kekuatan dan kepadatan tulang yang menurun dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah bahkan dengan trauma ringan.

Deformitas Tulang:
Osteomalasia yang parah dapat menyebabkan deformitas tulang, terutama pada tulang panggul dan tulang belakang. Deformitas ini dapat memengaruhi postur tubuh dan mobilitas individu.

Fraktur yang Mudah Terjadi:
Tulang yang lemah dan rapuh meningkatkan risiko fraktur, bahkan dengan trauma ringan atau aktivitas sehari-hari.
Tulang yang lemah dan rapuh meningkatkan risiko fraktur.
(Sumber: foto canva.com)
Kelemahan Otot:
Kekurangan mineral dalam tulang juga dapat memengaruhi kekuatan otot, menyebabkan kelemahan otot dan penurunan fungsi motorik.

Beberapa Cara Mencegah Osteomalasia pada Lansia:

Asupan Vitamin D yang Cukup:
Menjaga asupan vitamin D yang cukup sangat penting dalam mencegah osteomalasia pada lansia. Hal ini dapat dicapai melalui paparan sinar matahari secara teratur dan konsumsi makanan yang kaya akan vitamin D, seperti ikan berlemak, telur, dan produk susu yang diperkaya.

Konsumsi Kalsium dan Fosfor yang Adekuat:
Kalsium dan fosfor adalah mineral penting untuk kesehatan tulang. Lansia sebaiknya mengonsumsi makanan yang kaya akan kalsium dan fosfor, seperti produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan biji-bijian.

Pemantauan Kesehatan Ginjal:
Gangguan fungsi ginjal dapat memengaruhi metabolisme kalsium dan fosfor dalam tubuh. Oleh karena itu, penting untuk memantau kesehatan ginjal secara teratur dan mengikuti saran medis yang diberikan oleh dokter untuk mencegah komplikasi yang berkaitan dengan ginjal.

Aktivitas Fisik Teratur:
Aktivitas fisik teratur, termasuk latihan beban ringan dan aerobik, dapat membantu menjaga kepadatan tulang dan memperkuat otot. Aktivitas fisik juga dapat meningkatkan keseimbangan, koordinasi, dan fleksibilitas tubuh, yang dapat mengurangi risiko jatuh dan fraktur pada lansia.

Penggunaan Suplemen Vitamin D dan Kalsium:
Pada kasus-kasus di mana asupan vitamin D dan kalsium melalui makanan tidak mencukupi, dokter dapat merekomendasikan penggunaan suplemen vitamin D dan kalsium untuk membantu menjaga kesehatan tulang.

Beberapa Cara Mengobati Osteomalasia pada Lansia:

Suplementasi Vitamin D:
Pada lansia dengan defisiensi vitamin D yang telah terdiagnosis, pengobatan utama biasanya melibatkan suplementasi vitamin D. Dosis vitamin D yang diberikan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan defisiensi dan kondisi kesehatan individu.
Lansia dengan defisiensi vitamin D dengan suplemen vitamin D.
(Sumber: foto canva,com)
Terapi Hormon Paratiroid:
Pada beberapa kasus osteomalasia yang disebabkan oleh gangguan hormonal, seperti hiperparatiroidisme sekunder, terapi hormon paratiroid mungkin diperlukan. Terapi ini bertujuan untuk mengembalikan kadar hormon paratiroid ke dalam rentang normal dan memperbaiki metabolisme kalsium dan fosfor.

Pengobatan Penyakit Penyerta:
Jika osteomalasia disebabkan oleh penyakit kronis tertentu seperti penyakit ginjal atau penyakit hati, pengobatan penyakit penyerta tersebut akan menjadi prioritas dalam manajemen osteomalasia. Pengobatan yang tepat untuk penyakit penyerta dapat membantu memperbaiki metabolisme mineral dalam tubuh dan mengurangi risiko komplikasi tulang.

Terapi Fraktur:
Pada kasus osteomalasia yang sudah terjadi fraktur tulang, pengobatan utama akan fokus pada penanganan fraktur yang tepat. Ini mungkin melibatkan imobilisasi tulang yang patah, rehabilitasi fisik, dan manajemen nyeri untuk memfasilitasi penyembuhan yang optimal.

Pemantauan Rutin dan Pengobatan Simptomatik:
Pemantauan rutin oleh dokter dan tim medis yang terampil sangat penting dalam manajemen osteomalasia pada lansia. Dokter dapat meresepkan pengobatan simptomatik seperti analgesik untuk mengatasi nyeri tulang dan otot, serta memberikan saran nutrisi dan gaya hidup yang sesuai untuk membantu menjaga kesehatan tulang.


Mencegah dan mengobati osteomalasia pada lansia membutuhkan pendekatan yang holistik dan terkoordinasi yang melibatkan aspek nutrisi, aktivitas fisik, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pengobatan medis yang tepat. Upaya pencegahan yang dilakukan sejak dini dapat membantu mengurangi risiko osteomalasia pada lansia, sedangkan pengobatan yang tepat dan pemantauan yang teratur dapat membantu meningkatkan kualitas hidup dan meminimalkan komplikasi yang berkaitan dengan kondisi ini.



Sumber: